1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina ke dalam liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ panggul (uterus, kandung kemih, usus atau rektum). Selain menyebabkan ketidaknyamanan, POP juga memberikan dampak negatif pada berbagai hal seperti fungsi seksual, penampilan, serta kualitas hidup. Atas dasar alasan perbaikan kualitas hidup, operasi POP menjadi salah satu indikasi operasi ginekologi yang sering dilakukan. Penatalaksanaan konservatif dan perubahan gaya hidup memiliki peran pada penatalaksanaan POP derajat ringan, pasien yang masih ingin memiliki anak, atau yang tidak menginginkan operasi (Himpunan Uroginekologi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 2013). POP merupakan masalah kesehatan yang mempengaruhi jutaan perempuan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, keluhan ini menjadi indikasi ketiga paling sering dilakukannya operasi histerektomi. Seorang wanita diperkirakan memiliki risiko 11 persen untuk menjalani operasi prolaps atau inkontinensia pada seumur hidupnya (Olsen, 1997). Menurut Bland (1999), Swift (2000), dan Trowbridge (2008), sulitnya memperkirakan prevalensi POP terjadi akibat tidak konsistennya definisi prolaps organ panggul itu sendiri. Diagnosis derajat POP berdasarkan Pelvic Organ Prolapse Quantification (POPQ) dapat menggambarkan penilaian terhadap struktur penyokong organ panggul. Pada wanita yang melakukan pemeriksaan ginekologi rutin, didapatkan 30-65% memiliki prolaps derajat 2. Sebaliknya, prevalensi POP berdasarkan gejala saja berkisar 2,9-5,7% di Amerika Serikat (Bradley, 2005; Nygaard, 2008; Rortveit, 2007). Meskipun data terbatas, penelitian menunjukkan bahwa prevalensi prolaps organ panggul meningkat sejalan dengan meningkatnya usia (Olsen, 1997; Swift, 2000). Disebutkan pula bahwa di Amerika Serikat terjadi 1
2 peningkatan prevalensi POP bila dihubungkan dengan usia dan perubahan demografi. Gejala yang sering dijumpai pada pasien POP antara lain gangguan berkemih yang meliputi stress urinary incontinence (SUI), urge urinary incontinence, frequency, urgency, retensi urin, infeksi saluran kemih berulang, bahkan terganggunya fase pengisian kandung kemih. Meskipun gejala-gejala ini disebabkan atau diperberat oleh prolaps, tidak boleh diasumsikan bahwa koreksi bedah maupun tatalaksana nonbedah selalu berfungsi sebagai terapi kuratif. Sebagai contoh, gejala berkemih iritatif (frequency, urgency, dan urge urinary incontinence) tidak selalu membaik setelah dilakukan terapi operasi prolaps, dan bahkan kadang memburuk setelah tatalaksana pembedahan. Hal ini bisa jadi tidak berhubungan langsung dengan prolaps itu sendiri, serta memerlukan terapi lain. Retensi urin akan membaik setelah dilakukan tatalaksana prolaps hanya jika gejala ini disebabkan oleh obstruksi uretra (Fitz Gerald, 2000). Prolaps anterior dikenal juga sebagai sistokel, terjadi akibat kelemahan jaringan penyokong kandung kemih, serta dinding vagina anterior, sehingga kandung kemih menonjol ke dalam vagina. Terjadinya regangan berlebihan pada otot-otot penyokong dasar panggul dapat menyebabkan prolaps anterior. Hal ini terjadi misalnya pada proses mengejan saat persalinan vaginal, pada sembelit kronis, batuk kronis, atau angkat berat. Prolaps anterior cenderung muncul dan menjadi masalah setelah menopause, ketika kadar hormon estrogen menurun. Untuk prolaps anterior ringan atau sedang, tatalaksana non-bedah seringkali sudah cukup efektif. Dalam kasus yang lebih berat, operasi mungkin diperlukan untuk mengembalikan dan menyokong organ panggul, vagina dan lainnya dalam posisi yang tepat (Mayo clinic staff, 2014). Selain tatalaksana kuratif, upaya pencegahan melalui pemahaman berbasis bukti terhadap faktor risiko terjadinya POP juga perlu mendapat prioritas. Diperlukan suatu panduan formal dalam bentuk konsensus yang bertujuan memberikan pelayanan komprehensif berdasar bukti ilmiah yang ada, didukung kesepakatan bersama untuk meningkatkan kualitas layanan penanganan POP.
3 Tindakan operatif kolporafi anterior di RSUP Dr. Sardjito saat ini merupakan tindakan invasif pada prolaps organ panggul yang sering dilakukan untuk memperbaiki kelainan anatomi POP khususnya sistokel, berdasar derajat yang diukur dengan sistem POPQ. Sistem POPQ merupakan suatu kemajuan besar dalam mempelajari POP, yang memungkinkan para peneliti membuat laporan hasil pemeriksaan dalam batasan yang terstandar, dan mudah untuk ditiru. Dengan POPQ rangkaian pemeriksaan spesifik dari struktur penyokong organ panggul dapat dilakukan. Prolaps yang terjadi pada masing-masing bagian diukur dari himen sebagai patokan, sebagai penanda anatomi yang dapat diidentifikasi secara konstan (Hoffman et al., 2012). Berdasarkan tempat terjadinya, sistokel dapat central (defek pada garis tengah pericervical fascia), lateral (lepasnya pericervical fascia dari ATFP), atau apical (lepas dari ligamen uterosacral atau pericervical ring). Kombinasi dari defek pada bagian lateral dan central juga banyak terjadi (Ghoniem, 2013). Pada sistokel penilaian POPQ difokuskan di titik Ba, yaitu titik yang berada pada dinding vagina anterior, diantara titik Aa dan forniks anterior (Prasetyo et al., 2011). Selama ini tidak ada nilai rujukan yang ditetapkan saat evaluasi perubahan nilai Ba pre dan pascaoperasi. Diperlukan adanya suatu pengukuran yang menggambarkan nilai Ba pada POPQ terhadap kualitas berkemih pasien yang telah menjalani tindakan kolporafi anterior atas indikasi sistokel. Dari hasil pengukuran ini dapat diketahui nilai target Ba dan sejauh mana tindakan penanganan tersebut mempengaruhi kualitas berkemih pasien. Penelitian yang dilakukan akan menitikberatkan pada nilai Ba pre dan pascaoperasi, dikaitkan dengan kualitas berkemih, pada pasien yang telah menjalani tindakan kolporafi anterior atas indikasi prolaps organ panggul (khususnya sistokel). Untuk membantu penilaian kualitas berkemih pasien, instrumen yang dapat digunakan diantaranya adalah Pelvic Floor Distress Inventory-20 (PFDI-20) bagian UDI-6. Instrumen ini dapat mengevaluasi kualitas berkemih pasien pre dan pascaoperasi kolporafi anterior atas indikasi sistokel.
4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah perubahan nilai Ba lebih dari 4 cm pada pasien pascaoperasi kolporafi anterior meningkatkan kualitas berkemih? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah perubahan Ba lebih dari 4 cm pasca operasi kolporafi anterior dapat meningkatkan kualitas berkemih pasien. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Rumah Sakit Menjadi bahan evaluasi kualitas pelayanan terhadap pasien yang memiliki masalah kualitas berkemih yang dilakukan operasi kolporafi anterior atas indikasi sistokel di RSUP Dr. Sardjito. 2. Bagi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan, khususnya di bidang obstetri dan ginekologi mengenai perubahan nilai Ba pada POPQ terhadap kualitas berkemih pasien pascaoperasi kolporafi anterior atas indikasi sistokel berdasarkan derajat POPQ preoperasi dan pascaoperasi. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai POPQ terhadap kualitas berkemih pasien terkait tindakan kolporafi anterior atas indikasi sistokel pernah dilakukan sebelumnya. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah lebih spesifik terhadap nilai Ba, yang selanjutnya dikaitkan terhadap kualitas berkemih pasien. Beberapa penelitian tentang kualitas hidup pasien pascaoperasi atas indikasi POP pernah dilakukan oleh : TABEL 1. Keaslian Penelitian Penulis Tujuan Lokasi
5 Teleman, et.al (2011) Segal et al., (2013) Groenendijk et al.,(2012) Vierhout et al., (2006) Mengetahui hubungan antara POPQ dan gejala urogenital berdasarkan skor kuesioner yang di tampilkan dengan sistem skor yang optimalà Dengan kesimpulan terdapat hubungan yang lemah antara POPQ dan gejala urogenital berdasarkan skor kuesioner yang di tampilkan dengan sistem skor yang optimal. mengkaji tentang luaran perbaikan fungsi saluran kemih, usus, dan gejala seksual memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup perempuan setelah operasi rekonstruksi pada POP dan / atau SUIàLuaran perbaikan fungsi saluran kemih, usus, dan gejala seksual memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup perempuan. Mengetahui kontribusi POP terhadap gejala-gejala terkait fungsi BAK dan BABàterdapat hubungan spesifik antara derajat POP dan gejala spesifik terkait, tetapi tidak terdapat hubungan kuat antara POP dan gejala berkemih atau gejala buang air besar Membandingkan situasi pre dan intra operatif menggunakan sistem POPQ, dalam kondisi standar yang optimal. Swedia Amerika Centinkaya et al.,(2013) dengan judul The correlation of lower urinary tract dysfunction and POP staging was shown to be best represented by UDI-6 and IIQ-7 menyatakan bahwa terdapat korelasi disfungsi saluran kemih dan stadium Prolaps organ panggul yang ditunjukan dalam kuisioner UDI-6 dan IIQ-7.