PENGARUH PENGERINGAN DAUN TURI (Sesbania grandiflora) TERHADAP DEGRADASI BAHAN KERING DAN PROTEIN DALAM RUMEN

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI PAKAN SECARA IN SACCO

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi

PEMANFAATAN Indigofera sp. DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA DOMBA JANTAN

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

KARAKTERISTIK DEGRADASI TIGA JENIS PAKAN YANG DISUPLEMENTASI DAUN GAMAL (Gliricidia maculata) DALAM RUMEN KAMBING SECARA IN SACCO

FERMENTASI JERAMI JAGUNG MENGGUNAKAN KAPANG TRICHODERMA HARZIANUM DITINJAU DARI KARAKTERISTIK DEGRADASI

KECERNAAN IN SACCO HIJAUAN LEGUMINOSA DAN HIJAUAN NON- LEGUMINOSA DALAM RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE

HASIL DAN PEMBAHASAN

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (CA) DAN FOSFOR (P) DAN FERMENTABILITAS BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO

KONSUMSI DAN KECERNAAN JERAMI JAGUNG MANADO KUNING DAN JERAMI JAGUNG HIBRIDA JAYA 3 PADA SAPI PO

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA ( Panicum Maximum ) TERHADAP KECERNAAN NDF DAN ADF PADA KAMBING LOKAL

NILAI INDEKS BEBERAPA PAKAN HIJAUAN POTENSIAL UNTUK TERNAK DOMBA

SUHU FERMENTOR TERHADAP NILAI GIZI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PRODUK FERMENTASI BUNGKIL KELAPA SAWIT

PERBANDINGAN LAJU DEGRADASI RUMPUT GAJAH DAN TANAMAN LEGUMINOSA DI DALAM RUMEN

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN BERBASIS RUMPUT (Panicum maximum) TERHADAP KECERNAAN HEMISELULOSA DAN SELULOSA PADA KAMBING LOKAL

J. Agroland 15 (4) : , Desember 2008 ISSN : X

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) NUTRISI DAN PAKAN RUMINANSIA PTN 2301

UJI BAKTERI TOLERAN TANIN DAN PENGARUH INOKULASINYA TERHADAP MIKROBA RUMEN TERNAK KAMBING 5 BERPAKAN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

LUMPUR MINYAK SAWIT KERING (DRIED PALM OIL SLUDGE) SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI DALAM RANSUM RUMINANSIA

KANDUNGAN PROTEIN DAN SERAT KASAR TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

Lokakarya Fungsional Non Penefiti Cara Kerja Ditimbang 0,5 gram contoh dan dimasukkan kedalam gelas piala 600 ml, kemudian ditambahkan 60 ml larutan d

Ahmad Nasution 1. Intisari

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

Alat Neraca analitik, gelas piala 600 ml, gelas ukur 100 ml, "hot plate", alat refluks (untuk pendingin), cawan masir, tanur, alat penyaring dengan po

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

KECERNAAN BAHAN KERING IN SACCO TUMPI JAGUNG DAN KULIT KOPI SUBSTRAT TUNGGAL DAN KOMBINASI SEBAGAI PAKAN BASAL SAPI POTONG

merupakan hasil fermentasi dari karbohidrat yang dibentuk oleh monosakarida dari hidrolisis selulosa oleh mikroba rumen. VFA terdiri dari asam asetat,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

AM PAS JAM BU METE DALAM BEBERAPA TINGKAT PENGGUNAANNYA DENGAN RUMPUT LAPANGAN PADA DOMBA LOKAL JANTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

Evaluasi Kecernaan In Sacco Beberapa Pakan Serat yang Berasal dari Limbah Pertanian dengan Amoniasi

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

Lokakarya Fungsional Non Peneli BAHAN DAN METODE Percobaan ini dilaksanakan di laboratorium nutrisi Balai Penelitian Ternak di Bogor dengan meng

Penggunaan Teknik In Sacco Mobile Sebagai Estimasi Kecernaan Nutrien Hijauan Pakan Ternak di dalam Intestinum

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemakaian Urea Dalam Amoniasi Kulit Buah Coklat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara in vitro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum ) TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA KAMBING LOKAL

Pengaruh Suplementasi Daun Sengon (Albazia falcataria) Terhadap Kecernaan dan Fermentabilitas Bagasse Hasil Amoniasi Secara In Vitro

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

Pengaruh Formulasi Pakan Hijauan (Rumput Gajah, Kaliandra dan Gamal) terhadap Pertumbuhan dan Bobot Karkas Domba

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN MENIR KEDELAI TERPROTEKSI TERHADAP NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT RANSUM DOMBA EKOR TIPIS

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

PEMANFAATAN LIMBAH PRODUKSI MIE SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN TERNAK

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

POTENSI JERAMI PADI HASIL FERMENTASI PROBION SEBAGAI BAHAN PAKAN DALAM RANSUM SAPI SIMMENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

EVALUASI KECERNAAN GAPLEK DENGAN UREA YANG DIOLAH MELALUI PROSES PENGUKUSAN

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2017, VOL. 17, NO. 2. Annisa Savitri Wijaya 1, Tidi Dhalika 2, dan Siti Nurachma 2 1

26/09/ Pendahuluan. 1. Pendahuluan. 1. Pendahuluan. 1. Pendahuluan. 1. Pendahuluan. Pakan ternak ruminansia di Indonesia:

DEPOSISI PROTEIN PADA DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI PAKAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT DENGAN METODE PENYAJIAN BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER RPKPS TEKNIK LABORATORIUM PAKAN (PTN 3401)

PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU LUMPUR JANTAN MUDA YANG DIBERI PAKAN AMPAS BIR SEBAGAI PENGGANTI KONSENTRAT JADI

EFEK BEBERAPA METODA PENGOLAHAN LIMBAH DAUN KELAPA SAWIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN KECERNAAN SECARA IN-VITRO.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh modifikasi inokulum Feses Sebagai Pengganti Cairan Rumen Pada Teknik In Vitro : Estimasi Kecernaan NDF, ADF dan Protein Kasar Rumput lapangan

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

PENGARUH FERMENTASI Saccharomyces cerevisiae TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI DAN KECERNAAN AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

PENGARUH PENAMBAHAN DOSIS UREA DALAM AMONIASI LIMBAH TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK TERHADAP KANDUNGAN BAHAN KERING, SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

PENDAHULUAN. ANALISIS PROKSIMAT (Proximate Analysis)

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

Transkripsi:

PENGARUH PENGERINGAN DAUN TURI (Sesbania grandiflora) TERHADAP DEGRADASI BAHAN KERING DAN PROTEIN DALAM RUMEN RUSDI, ROSMIATY ARIEF, dan AGUS Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pengeringan daun turi terhadap karakteristik degradasi dalam rumen, melalui metode in sacco menggunakan kantong nilon. Daun turi segar dan kering dipotong/dicincang untuk mendapatkan sampel yang homogen dengan ukuran partikel 1 mm. Sebanyak 2 gr dari masing masing sampel daun dimasukkan ke dalam kantong dan diinkubasi ke dalam fistula domba dengan tiga ulangan. Sampel tersebut diinkubasi selama 4, 8, 16, 32, 64 dan 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat degradasi dan keteruraian bahan kering dan protein kasar dari daun segar lebih tinggi jika dibandingkan dengan daun kering. Nilai karakteristik degradasi pada daun turi segar yaitu 41,36%, 42,50%, dan 6,41% per jam masing-masing untuk fraksi a, b dan c, sementara nilai pada daun turi kering sebesar 7,93%, 55,53%, dan 2,22% per jam masing-masing untuk fraksi a, b dan c. Tingkat keteruraian protein efektif sebesar 74,77 dan 37,03% untuk daun turi segar dan kering. Berdasarkan hasil kajian ini, disimpulkan bahwa perlakuan pengeringan daun turi dapat menurunkan tingkat degradasi dalam rumen, dan diharapkan meningkatkan protein lolos degradasi dan selanjutnya meningkatkan suplai nitrogen (protein) pascarumen. Kata kunci: degradasi, in sacco, bahan kering, dan protein kasar ABSTRACT A study has been carried out to evaluate the effects of dry treatment on the degradation characteristic of leaves of sesbania (Sesbania grandiflora) through in sacco method using nilon bag. Leaves from fresh and dried sesbania were chopped to get a homogenous sample with 1 mm of particle size. Two gram samples of each physical form of sesbania leaves in nilon bag were incubated in permanently fistulated sheep within three replicates. The incubation times were 4, 8, 16, 32, 64 and 72 hours. The results indicated that dry matter and crude protein degradation of fresh leaves are higher than dried leaves. The characteristic degradation values of fresh leaves were 41.36%, 42.50% and 6.41%/h for fraction a, b and c respectively, while the dried leaves values were 7.93%, 55.53% and 2.22%/h, for fraction a, b and c respectively. Effective degradability of protein achieved 74.77 and 37.03% for fresh and dried leaves respectively. It could be concluded that dry treatment of sesbania leaves reduced degradation rate in the rumen and therefore might improve the escaped protein from ruminal degradation and enhance supply of protein postruminally. Keywords: degradation, in sacco, dry matter and crude protein

2 PENDAHULUAN Sistem evaluasi pakan ruminansia yang dipakai di Indonesia, dikembangkan di Negara Eropa dengan kondisi alam yang berbeda dengan Indonesia. Keadaan ini menjadikan sistem tersebut tidak dapat memberikan informasi yang maksimal dalam rangka pengembangan nutrisi ruminansia. Adanya pengetahuan mendasar tentang karakteristik degradasi memungkinkan diadakannya evaluasi terhadap nilai kegunaan hayati terhadap suatu bahan makanan sebagai pemasok zat nutrisi pada ternak tanpa harus melakukan pengujian secara in vivo. Sebagai contoh, Orskov and Ryle (1990) telah melakukan evaluasi terhadap berbagai bahan makanan berdasarkan karakteristik degradasi dan mereka membuat suatu indeks terhadap nilai hayati berdasarkan konsumsi. Indeks tersebut dapat dikembangkan untuk memprediksi kecernaan in vivo dan pertambahan bobot badan ternak, tergantung pada aspek yang diamati dan data yang diturunkan pada saat evaluasi indeks pakan dilakukan. Menurut Orskov (1982), sifat fisik bahan makanan dan lingkungan rumen merupakan faktor utama yang menentukan karakteristik degradasi bahan tersebut dalam rumen. Sifat-sifat yang dimaksud meliputi kelarutan bahan makanan, laju perlaluan makanan atau digesta dalam rumen (outflow rate), tingkat konsumsi, tersedianya substrat fermentasi, populasi mikroba, ukuran partikel, bentuk fisik, dan ph rumen. Tingkat kelarutan bahan makanan khususnya protein mempunyai korelasi positif dengan tingkat degradasi dalam rumen (Madsen dan Hvelplund, 1990), dan merupakan indikator baik tentang ketersediaan nitrogen (amonia) untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam rumen. Tingkat kelarutan pakan dapat dimodifikasi melalui perlakuan fisik, kimia, dan biologi. Sebagai contoh, pengeringan hijauan kaliandra mengakibatkan terjadinya penurunan kandungan karbohidrat terlarut dan meningkatkan bahan kering komponen lainnya (Norton dan Ahn, 1997), sementara Palmer et al. (2000) melaporkan bahwa proses pengeringan kaliandra menyebabkan terjadinya penurunan kandungan tannin. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlakuan pengeringan dapat mempengaruhi karakteristik degradasi bahan makanan jika dibandingkan dengan dalam kondisi segar. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik degradasi daun turi segar dan turi kering melalui inkubasi dalam rumen ternak domba dengan menggunakan metode kantong nilon (in sacco).

3 MATERI DAN METODE Kajian degradasi. Evaluasi karakteristik degradasi dilakukan dengan metode in sacco menggunakan kantong nilon. Bahan yang digunakan pada penelitian adalah daun turi (Sesbania grandiflora) segar dan daun turi kering. Daun turi pada penelitian dipetik dari satu pohon turi yang tumbuh di sekitar kota Palu. Daun turi kering diperoleh dari daun turi segar yang dikeringkan dalam oven pada suhu 60 o C selama 24 jam. Sampel daun turi segar dan kering dipotong/dicincang secara merata untuk mencapai ukuran partikel sebesar 1 mm yang homogen. Sekitar 2 gram (bahan kering)dari masing-masing sampel dimasukkan ke dalam kantong nilon dengan ukuran pori 60µm berdimensi 4x6 cm. Sisi kantong yang berisi sampel ditutup rapat dan diikat Kantong-kantong tersebut diinkubasi ke dalam rumen ternak domba yang telah difistula pada rumen, dalam tiga ulangan untuk masing-masing perlakuan daun. Waktu inkubasinya 4, 8, 16, 32, 64, dan 72 jam, dan materi larut air (water soluble material) pada masing-masing sampel diperoleh melalui pencucian tanpa inkubasi. Ternak domba diberi ransum berupa rumput gajah dan konsentrat pada level hidup pokok. Prosedur pelaksanaan, penanganan sampel dalam kantong nilon pada saat dan setelah inkubasi dilakukan berdasarkan prosedur standar yang dilakukan oleh Kristensen et al. (1982). Analisis kimia dan statistik. Bahan yang tersisa setelah diinkubasi dianalisis kandungan bahan kering dan Kjeldahl nitrogen berdasarkan AOAC (1990). Data baku yang diperoleh dari proses inkubasi adalah berupa tingkat keteruraian (kecernaan) bahan kering dan protein kasar daun turi pada waktu inkubasi tertentu. Data tersebut kemudian diolah berdasarkan hubungan ekponensial yang diperkenalkan oleh Orskov and McDonald (1979) yang telah disempurnakan oleh McDonald (1981) dan Dhanoa (1988) dengan persamaan p= a+{bc/(c+kp)}e (-kplt). Pengolahan data tersebut menggunakan paket program Neway dikembangkan oleh Chen (1994), sehingga nilai a (fraksi terlarut dengan cepat), b (fraksi tidak larut tapi berpotensi untuk difermentasi), c (kecepatan degradasi) dan Lt (lag time waktu yang dibutuhkan mikroba untuk membentuk koloni) dapat diestmasi. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji-t (Steel dan Torrie, 1980), untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap konstanta karakteristik degradasi yang diturunkan dari persamaan eksponensial menggunakan program Excel. HASIL Rataan nilai kecernaan bahan kering dan protein kasar daun turi pada tingkat inkubasi yang berbeda ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan data dari Tabel 1, maka terlihat bahwa tingkat degradasi dan kecernaan daun turi meningkat seiring dengan

4 meningkatnya lama inkubasi dalam rumen domba. Peningkatan waktu inkubasi berarti mikroba mempunyai waktu lebih lama untuk menyerang material dalam kantong sehingga tingkat degradasi/kecernaan akan lebih tinggi. Selanjutnya, pengeringan daun turi secara nyata menurunkan (P<0.01) tingkat kecernaan bahan kering dan protein kasar untuk setiap waktu inkubasi. Karakteristik degradasi protein yang diperoleh dari dua bentuk daun turi mengikuti pola kecernaan pada Tabel 1; daun segar mempunyai nilai material mudah larut (a) lebih tinggi (P<0.01) jika dibandingkan dengan daun turi kering. Tabel 1. Rataan kecernaan bahan kering dan protein dari daun turi segar dan kering secara in sacco pada berbagai waktu inkubasi Waktu inkubasi Kecernaan bahan kering (%) Kecernaan protein kasar (%) (jam) Daun segar Daun kering Daun segar Daun kering 4 49,98 A 12,51 B 49,77 A 12,67 B 8 58,17 A 16,93 B 58,18 A 16,80 B 16 69,76 A 24,42 B 69,74 A 24,34 B 32 77,05 A 36,64 B 77,05 A 36,28 B 64 80,61 A 48,63 B 80,61 A 48,74 B 72 82,18 A 52,68 B 85,81 A 52,60 B Keterangan: superksrip yang berbeda pada baris yang sama untuk kecernaan bahan kering atau kecernaan protein kasar berarti berbeda nyata (P<0.01). Pola yang sama juga diperoleh dari kecepatan degradasi (c); turi segar mempunyai kecepatan degradasi yang lebih tinggi (P<0.05) jika dibandingkan dengan daun turi kering. Namun demikian, daun turi segar mempunyai material tidak terlarut tetapi berpotensi untuk difermentasi (b) yang lebih rendah (P<0.05) jika dibandingkan dengan daun turi kering. Sementara itu, nilai potensi degradasi protein secara total (merupakan penjumlahan antara fraksi a dan fraksi b) tertinggi, dicapai pada daun turi segar sebesar 83,86%, sementara daun turi kering mencapai 63,40%. Nilai potensi degradasi protein daun turi segar pada penelitian ini lebih rendah dari yang didapatkan oleh Kaitho et al. (1998), yaitu sebesar 95,7-97,6%. Selain itu Nsahlain et al. (1995) melaporkan potensi degradasi protein sebsar 97,8% dengan kecepatan degradasi mencapai 9,1% per jam. Adanya perbedaan dari kedua penelitian sebelumnya tersebut adalah konsekuensi dari perbedaan ransum yang diberikan pada ternak. Pada penelitian sebelumnya, bahan makanan yang diuji merupakan komponen ransum yang dikonsumsi ternak, sehingga pola

5 adaptasi mikroba terhadap bahan yang diuji lebih baik. Pada gilirannya, kemampuan mengurai bahan yang diuji lebih tinggi. Nilai rataan dari beberapa fraksi karakteristik degradasi pada daun turi segar dan daun turi kering dapat dilihat pada Tabel 2. Adanya penurunan pada fraksi (a) akibat dari pengeringan; bisa dijelaskan bahwa pada umumnya proses pengeringan akan mempercepat proses kehilangan komponen dinding sel yang terlarut, dan meningkatkan komponen lain dalam bahan kering. Penurunan fraksi (a) diikuti dengan penurunan kecepatan degradasi (c), mengindikasikan bahwa perlakuan melalui pengeringan membuat bahan menjadi lebih lambat terdegradasi dalam rumen. Tabel 2. Rataan nilai fraksi, a, b, dan c serta keteruraian protein efektif (ep) dari daun turi segar dan daun turi kering yang diinkubasi dalam rumen domba Perlakuan a (%) b (%) c (%/jam) Ep* (%) Daun turi segar 41,36 A 42,50 a 6,41 a 74,77 A Daun turi kering 7,93 B 55,53 b 2,22 b 37,03 B Keterangan: * asumsi outflow rate sebesar 0,02; superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berarti berberda nyata (P<0.05) pada superskrip huruf kecil dan beberda sangat nyata (P<0.01) pada superskrip huruf kapital Nilai-nilai konstanta pada Tabel 2 merupakan nilai-nilai ekstrim yang dapat mempunyai konsekuensi nyata pada tingkat keteruraian protein efektif (effective degradability) pada suatu bahan, seperti yang dijelaskan oleh Orskov (1982). PEMBAHASAN Temuan yang menarik dari hasil penelitian ini adalah terjadinya penurunan yang sangat drastis pada komponen mudah larut akibat dari pengeringan daun turi. Kenyataan ini membuktikan bahwa perlakuan pengeringan dapat digunakan untuk memodifikasi kecernaan bahan makanan dalam rumen, tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Tentunya penurunan kecernaan di tingkat rumen diharapkan tidak menurunkan kecernaan bahan makanan tersebut dalam usus halus. Perlakuan seperti ini biasanya dilakukan untuk melindungi protein makanan dari terjadinya perombakan yang hebat dalam rumen, tetapi protein tersebut diharapkan tetap tersedia pascarumen, terutama pada bahan makanan yang bermutu tinggi, seperti daun turi. Fenomena ini bisa dikaitkan dengan laporan McDonald et al. (1994) bahwa komposisi kimia bahan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat degradasi dan kecernaan bahan makanan dalam rumen. Hal ini bisa dipahami karena pemanasan menimbulkan adanya kerusakan pada protein dan komponen lainnya

6 yang cenderung membentuk reaksi tidak larut yang disebut sebagai reaksi maillard. Kemungkinan lain adalah terjadinya oksidasi polyphenol terutama unsur tannin dan membentuk kompleks tannin-protein yang tidak larut, yang sering dikaitkan dengan komponen neutral detergent fibre (NDF) dan acid detergent fibre (ADF). Namun pada kajian ini, analisis NDF dan ADF tidak dilakukan. Norton and Ahn (1997) melaporkan bahwa pengeringan pada hijauan kaliandra menyebabkan peningkatan komponen dinding sel (sellulosa dan hemisellulosa) dan lignin, tetapi menurunkan kandungan tannin. Kondisi ini sejalan dengan hasil kecernaan bahan kering dan kecernaan protein kasar secara in sacco (Tabel 1). Terjadinya penurunan material mudah larut pada proses pengeringan dan diikuti dengan peningkatan bahan tidak terlarut tetapi berpotensi untuk difermentasi, dan penurunan kecepatan degradasi membuktikan bahwa perlakuan pengeringan diharapkan dapat meningkatkan komponen protein yang lolos degradasi dalam rumen tetapi menjadi sumber protein dalam usus halus. Perlakuan seperti ini sangat bermanfaat pada bahan makanan/hijauan yang mempunyai kandungan protein kasar yang tinggi. Protein kasar yang tinggi tanpa terproteksi akan mengalami perombakan yang hebat dalam rumen, sehingga tidak hanya terjadi pemborosan protein tetapi kemungkinan akan terjadi kelebihan amonia. Akibatnya, sistem produksi tidak berlangsung secara efisien. Berdasarkan nilai pada Tabel 1 dan Tabel 2, terlihat dengan jelas bahwa potensi daun turi sebagai sumber protein dapat lebih ditingkatkan melalui perlakuan pemanasan atau hanya diberikan pada ternak dalam bentuk segar, tergantung pada komposisi ransum dan sasaran gizi protein yang ingin dicapai. Bila dikehendaki bahan tersebut sebagai protein lolos degradasi rumen, maka sepatutnya dilakukan pengolahan pengeringan lebih dahulu. Akan tetapi sebaliknya, bila dikehendaki sebagai sumber nitrogen dalam bentuk amonia dalam rumen, maka sebaiknya diberikan dalam bentuk segar. Kondisi ini terlihat dengan jelas bila dilihat keteruraian protein efektif dalam rumen (Tabel 2), yaitu sebesar 74,77% pada daun turi segar, menjadi 37,03% pada daun turi kering. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa protein yang terdapat dalam daun turi segar akan terurai sampai tingkat 74,77% pada outlflow rate sebesar 0,02. Berdasarkan bukti tersebut (termasuk Tabel 2), maka daun turi yang mempunyai kandungan protein pada kisaran 25-30,6% (Nsahlai et al., 1995; Kaitho et al., 1998), dapat digunakan sebagai sumber protein pada ransum yang menggunakan bahan/hijauan berkualitas rendah (jerami) dan diberikan dalam bentuk segar. Sebaliknya, daun turi kering (melalui pengolahan) dapat diharapkan sebagai sumber protein-bypass untuk meningkatkan suplai protein pascarumen (usus halus).

7 Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik degradasi dari daun turi dapat dimodifikasi melalui perlakuan pemanasan/pengeringan. Proses pengeringan pada daun turi dapat menurunkan degradasi dalam rumen, mempengaruhi karakteristik degradasi dan selanjutnya diharapkan meningkatkan komponen protein yang lolos degradasi, sehingga lebih banyak protein yang tersedia dalam usus halus (pascarumen). Karena itu, pemberian daun turi, dalam bentuk segar atau kering, disesuaikan dengan komposisi ransum dan ketersediaan protein dalam ransum serta sasaran suplai protein yang diharapkan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak drh. Sudjanarko yang telah membantu mempersiapkan dan melakukan kanula pada ternak domba penelitian. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dewan Redaksi Majalah Ilmiah Peternakan Universitas Udayana yang telah menyempurnakan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA AOAC (1990). Official methods of analysis. 15 th edition. Association of Official Analytical Chemists. Washington, DC Chen, X. (1994). Neway Program. International Feed Resources Unit. Rowett Research Institute, Backburn, Aberdeen. Dhanoa, M.S. (1988). On the analysis of dacron bag data for low degradability feeds. Grass and Forage Science, 43:441-444. Kaitho, R.J., Umunna, N.N., Nsahlai, I.V., Tamminga, S. and van Bruchem, J (1998). Nitrogen in browse species: Ruminal degradability and post-ruminal digestibility measured by mobile nylon bag and in vitro techniques. Journal of Sciences Food and Agriculture, 76:488-498 Kristensen, E.S., Moller, P.D. and Hvelplund, T. (1982). Estimation of the effective protein degradability in the rumen of cows using the nylon bags technique combined with out flow rate. Acta Agriculturae Scandinavica, 32:123-127 Madsen, J and Hvelplund, T. (1994). Prediction of in situ protein degradability in the rumen, Result of a European ringset. Livestock Production Science, 39:201-202 McDonald, I. (1981). A revised model for the estimation of protein degradability in the rumen. Journal of Agricultural Science, Cambridge, 96:251-252 McDonald, P., Edwards, R.A. and Greenhalgh, J.F.D. (1994). Animal nutrition. 4 th edition. Longman Scientific and Technical. New York. Nsahlai, I.V., Osuji, P.O and Umunna, N.N. (1995). The degradability by sheep of fruits of Acacias and leaves of Sesbania sesban and the effects of supplementation with mixtures browses and oilseed cake on the utilization of teff (Eragrostis tef) straw. Animal Science, 61:539-544

8 Norton, B.W. and Ahn, J.H. (1997). A comparison of fresh and dried Calliandra calothyrsus supplements for sheep given a basal diet of barley straw. Journal of Agricultural Science, Cambridge, 129:485-494 Orskov, E.R. (1982). Protein Nutrition in Ruminants. 2 nd edition. Academic Press. London. Orskov, E.R. and McDonald, I. (1979). The estimation of protein degradability in the rumen from incubation measurements weighted according to rate of passage. Journal of Agricultural Science, Cambridge, 92:499-503 Orskov, E.R. and Ryle, M. (1990). Energy nutrition in ruminants. Elsevier Applied Science Publisher Ltd.. London Palmer, B., Jones, R.J., Wina, E. and Tangendjaja, B. (2000). The effect of sample drying conditions on estimates of condensed tannin and fibre content, dry matter digestibility, nitrogen digestibility and PEG binding of Calliandra calothyrsus. Animal Feed Science and Technology 87:29-40. Steel, R.G.D. and Torrie, J.A. (1980). Principles and Procedures of Statistics. McGraw Hill. New York.