I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DI SENTRA INDUSTRI TEMPE KELURAHAN SEMANAN JAKARTA BARAT

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

PROSPEK TANAMAN PANGAN

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

I. PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia. Salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

KETERANGAN TW I

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010).

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN III 2010)

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu tanaman pangan

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan seperti tempe, tahu, tauco, kecap dan lain-lain (Ginting, dkk., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA TETAP 2010 DAN ANGKA RAMALAN II 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2013)

1. Angka. 2. Angka Kering. beras atau. meningkat. meningkat dari 1,4. diperkirakan akan. Produksi ubi kayu 2010.

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Kedelai dapat dikonsumsi langsung atau dalam bentuk olahan seperti

PRODUKSI PADI DAN JAGUNG KALIMANTAN BARAT ANGKA SEMENTARA TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia. besar mengimpor karena kebutuhan kedelai yang tinggi.

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak menjadi

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

PENDAHULUAN. manusia tidak bisa mempertahankan eksistensinya atau hidupnya. Masalah

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

I. PENDAHULUAN. merupakan sumber protein nabati yang relatif murah. Biji kedelai kaya protein dan lemak

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai macam bahan pangan. Bahan pangan hasil olahan kedelai berfungsi sebagai sumber protein nabati utama dalam menu pangan penduduk Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2007) diacu dalam Roni (2008), kedelai di dalam negeri dikonsumsi menjadi produk non pangan sebanyak 7,7 persen dari total konsumsi. Dari produk non pangan tersebut sebanyak 2,7 persen digunakan sebagai bibit dan 5 persen merupakan kedelai yang tercecer. Adapun kedelai yang dikonsumsi menjadi produk pangan yaitu sebesar 92,3 persen dari total konsumsi kedelai. Kedelai yang dikonsumsi menjadi berbagai bentuk olahan pangan, pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu: (i) pangan yang diolah melalui proses fermentasi seperti tempe, oncom, tauco dan kecap; (ii) pangan yang diolah tanpa melalui proses fermentasi, seperti tahu, tauge, dan kedelai rebus. Kedelai yang diolah menjadi bahan pangan dilakukan dalam bentuk tempe sebanyak 50 persen, 40 persen dalam bentuk tahu, dan 10 persen dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan produk lainnya). Adapun rata-rata konsumsi kedelai dan hasil olahannya (tempe, tahu, kedelai, oncom, tauco) di Indonesia sebanyak 49,1 g/kapita/hari 1. Berbagai macam bentuk olahan pangan kedelai tersebut, dilakukan oleh industri pengolahan kedelai. Industri pengolahan kedelai antara lain industri tempe, tahu, kecap, tauco, susu, dan lain sebagainya. Berdasarkan data dari Departemen Perdagangan (2008) diacu dalam Amalia (2008), Industri Kecil dan Menengah (IKM) kedelai sebanyak 92,4 ribu unit usaha. Industri Kecil dan Menengah kedelai tersebut terdiri dari: IKM tempe sebanyak 56,76 ribu unit usaha, IKM tahu sebanyak 28,6 ribu unit usaha, IKM kecap sebanyak 1,5 ribu unit usaha, IKM tauco sebanyak 2,1 ribu unit usaha, dan keripik serta unit olahan kedelai lainnya sebanyak 3,43 ribu unit usaha. Data tersebut menunjukkan bahwa 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. www.ui.ac.id. [3 Desember 2009]

kedelai menjadi bahan baku yang cukup penting bagi ribuan unit usaha kecil dan menengah di Indonesia. Salah satu industri yang terkait langsung dengan komoditi kedelai seperti telah dijelaskan sebelumnya adalah industri tempe. Tempe sendiri merupakan makanan tradisional yang pada umumnya terbuat dari kedelai kuning yaitu kedelai yang kulit bijinya berwarna kuning, putih atau hijau, yang bila dipotong melintang memperlihatkan warna kuning pada irisan keping bijinya (Santoso 1994). Industri tempe pada umumnya sudah tergabung menjadi anggota Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI). Saat ini setidaknya ada 115.000 pengrajin tahu tempe di Indonesia diantaranya 40.000 anggota KOPTI yang terdiri dari berbagai wilayah Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Palembang, Sumatra Utara, Kalimantan Timur, dan Bali 2. Industri tempe merupakan salah satu bentuk industri pengolahan pangan yang pada umumnya diusahakan pada skala kecil dan sederhana namun sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan industri tempe dapat dimulai dengan modal awal yang relatif kecil, teknologi yang sederhana serta tidak membutuhkan keahlian tinggi. Selain itu industri tempe juga memiliki peranan yang paling dominan, yaitu sebagai alternatif lapangan pekerjaan serta sebagai sumber kontribusi pendapatan keluarga (Amalia 2008). Industri tempe dalam tiga tahun terakhir mengalami pertumbuhan jumlah usaha sebesar 0,5 persen per tahun yang banyak dilakukan oleh IKM. Pada 2004 jumlah industri tempe mencapai sekitar 84,1 ribu unit usaha dengan produksi sebesar 2,39 juta ton, dan naik menjadi 84,5 ribu unit usaha pada 2005 dengan produksi sekitar 2,56 juta ton. Pertumbuhan masih terjadi pada 2006 dengan jumlah unit usaha mencapai 84,9 ribu unit usaha dan produksi mencapai 2,67 juta ton 3. Uraian di atas menunjukkan bahwa kedelai memegang peranan penting dalam industri pangan di dalam negeri. Namun walaupun demikian, ternyata kedelai bukanlah komoditas tanaman pangan asli Indonesia yang termasuk ke dalam negara tropis, melainkan kedelai merupakan tanaman asli daerah subtropis. 2 3 Omset Rp 43 Miliar per Hari, Perajin Tahu Tempe Terkendala Bahan Baku. www.mediaindonesia.com. [15 Januari 2010] Pemerintah Akui Sulit Turunkan Harga Kedelai. http://els.bappenas.go.id/ [15 Januari 2010] 2

Kedelai selain bukan tanaman asli Indonesia, juga bukan merupakan tanaman pangan utama di dalam negeri. Kedelai merupakan tanaman sampingan atau ditanam secara tumpangsari dengan tanaman utama (seperti padi, jagung, ketela pohon, dan tebu), sehingga pembudidayaan kedelai belum seoptimal tanaman utama (Sayaka 1992, diacu dalam Amang et al. 1996). Menurut Sumarno 1990, diacu dalam Supadi 2009, kedelai merupakan tanaman yang kontradiktif dalam sistem usahatani di Indonesia, karena tidak pernah menjadi tanaman pangan utama namun peranan kedelai sangat penting dalam menu pangan penduduk. Hal ini terlihat dari luas areal tanam kedelai yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan luas areal tanam untuk komoditas pangan lainnya seperti padi, jagung, dan kacang tanah (Gambar 1). Luas areal tanam (Ha) 20000000 18000000 16000000 14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 Kedelai Kacang Tanah Jagung Padi Tahun Keterangan: * merupakan angka sementara Gambar 1. Perbandingan luas areal tanam kedelai, kacang tanah, jagung, dan padi di Indonesia Tahun 2000-2009 Sumber: http://database.deptan.go.id/bdsp, diolah [27 Mei 2010] Kedelai yang bukan merupakan tanaman asli negara tropis termasuk Indonesia dan hanya menjadi tanaman sampingan, menyebabkan produktivitas 3

kedelai di dalam negeri cukup rendah bila dibandingkan dengan produktivitas kedelai di negara yang memiliki iklim subtropis, seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Argentina. Ternyata produktivitas kedelai di Indonesia hanya 1,1 ton per ha. Jauh lebih kecil hampir setengahnya jika dibandingkan dengan Brazil, Amerika Serikat, dan Argentina yang mampu menghasilkan di atas 2 ton kedelai per ha 4. Laju pertumbuhan produktivitas rata-rata kedelai pada tahun 2001 hingga 2009 ternyata paling rendah pertumbuhannya bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan produktivitas rata-rata tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung, dan ubi jalar. Jagung menempati laju pertumbuhan rata-rata terbesar pertama (4,888 persen), diikuti oleh komoditas ubi jalar (1,876 persen), kacang tanah (1,656 persen), padi (1,420 persen), dan kedelai (1,096 persen). Laju pertumbuhan kelima komoditas tanaman pangan utama ini secara grafik ditunjukkan pada Gambar 2. 14 12 10 8 6 4 2 Ubi Jalar Kacang Tanah Padi Kedelai Jagung 0-2 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Gambar 2. Laju Pertumbuhan Produktivitas Kedelai, Jagung, Padi, Ubi Jalar dan Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2001-2009 Sumber: http://database.deptan.go.id/bdsp, diolah [27 Mei 2010] 4 Produksi Kedelai Nasional Belum Mencukupi. http://www.litbang.deptan.go.id[ 27 Mei 2010] 4

Kedelai yang produktivitasnya relatif rendah dibandingkan dengan produktivitas kedelai di negara lain dan terhadap komoditas pangan lainnya di dalam negeri, ternyata juga memperlihatkan jumlah produksi yang cenderung menurun dari tahun 1998 hingga 2009. Penurunan produksi kedelai di Indonesia secara rinci ditampilkan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai Nasional Tahun 1998-2009 Luas Panen Produktivitas Produksi Tahun Pertumbuhan (Ton/Ha) buhan (Ton) buhan Pertum- Pertum- (Ha) 1998 1.094.262-1,19-1.304.950-1999 1.151.079 5,19 1,20 0,84 1.382.848 5,97 2000 824.484-28,37 1,23 2,5 1.017.634-26,41 2001 678.848-17,66 1,22-0,81 826.932-18,74 2002 544.522-19,79 1,24 1,64 673.056-18,61 2003 526.796-3,26 1,28 3,22 671.600-0,22 2004 565.155 7,28 1,28 0 723.483 7,73 2005 621.541 9,98 1,30 1,56 808.353 11,73 2006 580.534-6,60 1,29-0,77 747.611-7,51 2007 459.116-20,91 1,29 0 592.534-20,74 2008 590.956 28,72 1,31 1,55 775.710 30,91 2009* 782.200 32,36 1,33 1,53 966.469 24,59 Sumber : http://www.bps.go.id/index [ 15 Januari 2010] Keterangan : * adalah Angka Ramalan III Tabel 1 memperlihatkan produksi kedelai yang cenderung mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga 2009, dengan laju penurunan rata-rata 2,27 persen. Penurunan juga terlihat pada luas areal tanam kedelai. Besarnya rata-rata laju penurunan luas areal tanam kedelai yaitu sebesar 2,52 persen. Walaupun luas areal tanam kedelai mengalami penurunan, namun produktivitas kedelai menunjukkan angka yang meningkat rata-rata 0,88 persen dari tahun 1998 hingga 2009. Hal ini menunjukkan di satu sisi adanya peningkatan teknologi mampu meningkatkan produktivitas, namun di sisi lain tidak adanya insentif mengakibatkan minat petani untuk menanam kedelai menjadi turun. Dengan 5

demikian penurunan produksi kedelai lebih banyak disebabkan adanya penurunan luas areal tanam kedelai. Di sisi lain, kebutuhan konsumsi kedelai di dalam negeri tetap harus dipenuhi. Walaupun konsumsi kedelai di dalam negeri dari tahun 1998 sampai 2008 dapat dikatakan stabil pada angka konsumsi 2 juta ton per tahunnya, namun produksi kedelai nasional (Tabel 1) cenderung mengalami penurunan. Kondisi ini mengakibatkan adanya kesenjangan antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai di dalam negeri. Untuk memenuhi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan kedelai di dalam negeri, maka pemerintah memenuhinya dengan mengimpor kedelai dari pasar dunia. Impor kedelai meningkat cukup jauh sejak tahun 2000 seiring dengan penurunan produksi pada tahun tersebut. Secara keseluruhan pemenuhan konsumsi kedelai Indonesia dilakukan secara impor sekitar 60 hingga 65 persen dari total konsumsi, sedangkan sisanya sekitar 35 hingga 40 persen dipenuhi melalui produksi dalam negeri. Tabel 2 memperlihatkan adanya kecenderungan semakin meningkatnya angka impor kedelai dari tahun 1999 hingga 2008. Tabel 2. Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesia Tahun 1999-2008 Tahun Konsumsi (ton) Impor (ton) Tingkat Ketergantungan 1999 2.684.000 1.301.152 48,48 2000 2.264.000 1.276.366 56,38 2001 1.960.000 1.133.068 57,81 2002 2.017.000 1.343.944 66,63 2003 2.016.000 1.344.400 66,69 2004 2.015.000 1.291.517 64,10 2005 1.987.469 1.086.177 54,65 2006 2.022.516 1.078.420 53,32 2007 2.059.000 1.199.839 58,27 2008 2.095.000 1.371.465 65,46 Sumber : http://www.bps.go.id/index [15 Januari 2010] 6

Kondisi ketergantungan akan kedelai impor semakin besar dengan adanya preferensi pengrajin tempe yang lebih menyukai untuk menggunakan kedelai impor. Harvita (2007) menjelaskan, pada umumnya industri tempe lebih menyukai kedelai impor karena lebih mudah diperoleh di pasaran, ukuran kedelai seragam, ukuran kedelai lebih besar (panjang 71 mm; lebar 6,8 mm; tebal 6,0 mm), kering (kadar air 10-12,5 persen), dan kadar kotoran rendah (kandungan benda-benda asing 0,8-2 persen). Tingkat ketergantungan kedelai impor yang cukup tinggi (Tabel 2), membuat harga kedelai di dalam negeri mengikuti kondisi harga kedelai di pasar internasional. Hal ini sesuai dengan penelitian Handayani et al. (2009) yang menjelaskan bahwa peningkatan harga riil kedelai impor akan meningkatkan harga riil kedelai domestik. Kondisi ini sesuai dengan observasi di tingkat industri bahwa ketentuan harga kedelai lokal berdasarkan mekanisme pasar dengan mengikuti harga kedelai impor. Tabel 3 memperlihatkan harga kedelai di dalam negeri turut meningkat ketika harga kedelai dunia mengalami kenaikan. Tabel 3. Perkembangan Harga Eceran Tertinggi Kedelai Dalam Negeri dan Dunia Tahun 2005-2009 Tahun Harga Eceran Tertinggi Kedelai Dalam Negeri (Rp/kg)* Perubahan Harga Eceran Tertinggi Kedelai Dunia (US$/ton)** 2005 2.000-272,3-2006 2.600 30 313,3 15 2007 3.200 23 322,5 3 2008 7.500 134 582,2 81 2009 7.900 5 600,0 3 Perubahan Sumber: * http://bkp.deptan.go.id/index.php [17 Januari 2010] ** http://agribisnis.deptan.go.id/index.php [17 Januari 2010] Tabel 3 memperlihatkan harga kedelai dalam negeri yang melonjak tajam lebih dari 100 persen, dari tingkat harga Rp 3.200 pada tahun 2007 menjadi Rp 7.500 pada tahun 2008. Hal ini berhubungan dengan adanya kenaikan harga 7

kedelai di pasar dunia yang meningkat lebih dari 80 persen pada tahun 2008. Harga kedelai di pasar dunia yang meningkat lebih dari 80 persen disebabkan oleh adanya penurunan luas areal tanam kedelai oleh negara penghasil kedelai terbesar dunia seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Argentina untuk dialihkan menjadi areal tanam jagung yang dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Hal ini menyebabkan supply kedelai di pasar internasional menjadi berkurang, dan sesuai dengan hukum supply demand, penurunan supply kedelai akan mengakibatkan harga kedelai meningkat. Adanya kecenderungan peningkatan harga kedelai akan mempengaruhi industri pengolahan kedelai, salah satunya adalah industri tempe. Kedelai sebagai bahan baku utama produksi tempe, yang artinya bahwa kedelai yang digunakan tidak dapat disubstitusi bahan baku lain. Saat ini kedelai menjadi salah satu kendala bagi pengrajin, karena pemenuhan kedelai masih tergantung dengan kedelai impor. Dengan demikian ketika ada perubahan harga kedelai dengan kecenderungan meningkat, tentu akan mempengaruhi aktivitas produksi dalam industri tempe. Kenaikan harga kedelai semakin mempengaruhi industri tempe, karena 90 persen pengrajin tempe menggunakan modal sendiri yang berkisar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta untuk membeli bahan baku dan peralatan industri dan umumnya pengrajin tempe tidak melakukan pinjaman dengan alasan prosedur peminjaman yang sulit dan adanya ketakutan tidak mampu mengembalikan pinjaman dalam jangka waktu yang ditentukan 5. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian mengenai usaha produksi pada industri tempe mengingat sektor ini mewakili sebagian terbesar volume produksi kedelai yang dikonsumsi sebagai pangan dan terkait dengan peran biaya bahan baku kedelai dalam struktur biaya produksi tempe yang merupakan komponen terbesar di dalam biaya total produksi (Suharno P & Mulyana W 1994) sehingga adanya kenaikan harga kedelai akan membawa dampak bagi industri tempe. 5 http://kominfomas.barat.jakarta.go.id/detail.php [15 Januari 2010] 8

1.2. Perumusan Masalah Kedelai menjadi bahan baku utama bagi produksi tempe dan merupakan komponen biaya terbesar yang dikeluarkan pengrajin dalam memproduksi tempe. Jumlah penggunaan kedelai bahkan dijadikan ukuran besar skala produksi bagi pengrajin tempe. Berdasarkan penggunaan kedelainya, pengrajin tempe dibedakan menjadi pengrajin skala kecil, menengah, dan besar. Adanya kecenderungan peningkatan harga kedelai, membuat biaya produksi pengrajin tempe cenderung meningkat sehingga membuat keuntungan pengrajin tempe menurun. Dampak peningkatan harga kedelai menyebabkan beberapa pengrajin tempe mulai menghentikan usahanya. Namun demikian hingga saat ini masih ada pengrajin tempe yang mampu untuk bertahan dengan usahanya. Berdasarkan jumlah penggunaan kedelainya, KOPTI membagi pengrajin tempe menjadi tiga skala produksi. Skala produksi tempe meliputi skala produksi kecil, menengah, dan besar. Masing-masing skala tentu memiliki perbedaan dalam berproduksi, baik itu dari biaya produksi yang dikeluarkan maupun dari respon pengrajin terhadap kenaikan harga kedelai. Diduga bahwa adanya kenaikan harga kedelai tentu akan mempengaruhi struktur biaya produksi pengrajin karena kedelai merupakan komponen biaya terbesar bagi pengrajin. Dengan demikian timbul pertanyaan yaitu: (1) Bagaimanakah proporsi biaya pembelian kedelai terhadap total biaya produksi tempe pada pengrajin tempe? (2) Selain biaya pembelian kedelai, biaya input apa sajakah yang harus dikeluarkan pengrajin untuk memproduksi tempe? (3) Pengrajin tempe dengan skala produksi manakah yang mengeluarkan biaya total rata-rata terendah? (4) Mengapa biaya total ratarata produksi pada pengrajin tempe skala tertentu bisa lebih rendah dibandingkan skala produksi lainnya? Adanya perbedaan skala produksi pengrajin tempe, akan menimbulkan respon yang berbeda-beda apabila terjadi kenaikan harga kedelai pada masingmasing skala produksi pengrajin. Diduga bahwa pengrajin tempe dengan skala produksi kecil akan menjadi pengrajin yang paling responsif atau sensitif terhadap kenaikan harga kedelai. Respon yang ditunjukkan pengrajin tempe, diduga akan berhubungan dengan kondisi ketersediaan input produksi yang dimiliki pengrajin. 9

Dengan demikian pertanyaan yang timbul adalah: (1) Bagaimanakah kondisi sumberdaya (input) yang dimiliki pengrajin tempe? (2) Bagaimanakan respon pengrajin tempe terhadap kenaikan harga kedelai? 1.3. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1) Menganalisis struktur biaya produksi usaha tempe. 2) Menganalisis dampak kenaikan harga kedelai pada usaha tempe, dilihat dari respon yang diberikan pengrajin tempe. 1.4. Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini meliputi: 1) Bagi pengrajin tempe di Semanan Jakarta Barat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terkait dengan kegiatan operasional dan pengembangan usaha. 2) Bagi pemerintah, analisis ini dapat digunakan sebagai masukan penentuan kebijakan dan evaluasi untuk pertimbangan dalam pengembangan unit usaha produksi tempe, khususnya di sentra Industri Tempe Semanan Jakarta Barat. 3) Bagi penulis, sebagai sarana untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh selama kegiatan perkuliahan. 4) Bagi pembaca, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai produksi tempe dan sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 10

1.5. Ruang Lingkup Kegiatan penelitian ini terbatas pada subsistem pengolahan kedelai menjadi tempe pada sentra produksi tempe di wilayah Semanan, Jakarta Barat. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dampak kenaikan harga bahan baku utama yaitu kedelai yang hingga saat ini masih tergantung dengan kedelai impor. Dampak tersebut dianalisis dari respon yang diberikan pengrajin tempe berskala kecil dibandingkan dengan pengrajin tempe berskala menengah, dan besar. 11