PERCEIVED PEER SOCIAL SUPPORT DAN PSYCHOLOGICAL DISTRESS MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perceived Social Support. secara nyata dilakukan oleh seseorang, atau disebut received support,

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL DISTRESS DAN PERCEIVED SOCIAL SUPPORT MAHASISWA ASING DI UNIVERSITAS INDONESIA

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

DISTRES DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA UNIVERSITAS DIPONEGORO. Novianita Ayu Pramestuti, Kartika Sari Dewi *

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

HUBUNGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DAN DISTRES PSIKOLOGIS PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW TINGKAT AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN TERHADAP PENYAKIT DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA BANDUNG CANCER SOCIETY RIO HATTU ABSTRAK

PROFIL THE PHYSICAL SELF OF WELLNESS MAHASISWA S1 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA (Studi Deskriptif Pada Angkatan )

STUDI MENGENAI DERAJAT STRES DAN COPING STRATEGY PADA KOAS FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ANGKATAN 2009

PENGATASAN STRES PADA PERAWAT PRIA DAN WANITA

PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR DITINJAU DARI STATUS EKONOMI KELUARGA PADA MAHASISWA Oleh : Meriam Yuliana Mahasiswi jurusan Psikologi Fakultas Psikologi U

Perbedaan Tingkat Proactive Coping pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan UI Tahun Pertama dan Tahun Terakhir Perkuliahan

Penyesuaian Akademis Mahasiswa Tingkat Pertama

Rosi Kurniawati Tino Leonardi, M. Psi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN KAMPUS PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN PENYESUAIAN KULIAH PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA di UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA OLEH

DUKUNGAN DOSEN DAN TEMAN SEBAYA DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

Perfeksionisme dan Strategi Coping: Studi pada Mahasiswa Tingkat Akhir

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi

yang lainnya, maupun interaksi dengan orang sekitar yang turut berperan di dalam aktivitas OMK itu sendiri,. Interaksi yang sifatnya saling

Abstrak. Kata kunci:

STUDI MENGENAI GAMBARAN HARDINESS PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI DI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA

BAB 4 Analisis Hasil

RISET TAHUN Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia.

PERBEDAAN REGULASI DIRI PADA MAAHASISWA BEKERJA DAN MAHASISWA TIDAK BEKERJA DI PROGRAM STUDI BK STKIP PGRI SUMBAR

DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA DAN STRES AKADEMIK PADA SISWA SMK YANG MENGGUNAKAN KURIKULUM 2013

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari

PERILAKU AGRESI REMAJA LAKI-LAKI TAHUN YANG MENGALAMI ADIKSI DAN TIDAK MENGALAMI ADIKSI ONLINE GAME VIOLENCE MUHAMMAD IRHAM RAMADHAN ABSTRAK

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran

PENGARUH SENSE OF HUMOR TERHADAP STRES PADA REMAJA KELAS AKSELERASI DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLGA SEPTANIA SIMATUPANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

menyebutkan dunia kerja serta hidup berumah tangga 1. Seniger, menjelaskan bahwa

Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa. Atrie Bintan Lestari. Hendro Prabowo, SPsi

Gambaran Karakteristik Partisipan Penelitian

BAB 4 HASIL DAN ANALISA HASIL

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA.

PERBEDAAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA BOARDING SCHOOL DAN SISWA SEKOLAH UMUM REGULER

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

BAB I PENDAHULUAN. ketidakcocokan antara tuntutan fisiologis dan psikologis berdasarkan situasi dari

PENGARUH RATIONAL-EMOTIVE BEHAVIORAL THERAPY TERHADAP PENINGKATAN STRATEGI COPING MENGATASI KECEMASAN MENGHADAPI PERKULIAHAN

Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi The Relationship Between Social Support and College Adjustment

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan

HARGA DIRI, ORIENTASI KONTROL, DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

Statistika Psikologi 2

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah siswa kelas VII sebanyak 320 siswa. Berdasarkan

kata kunci : kemandirian, penyesuaian diri, social adjustment, mahasiswa

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA

INFLUENCE OF GIVING INFORMATION SERVICE ABOUT RAISING SELF-CONFIDENT AT STUDENTS IN CLASS XI IPA STATED-OWNED SENIOR HIGH SCHOOL 2 PEKANBARU 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Jl. Tamansari No.1 Bandung

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada populasi atau sampel yang diambil adalah

PERAN CONSCIENTIOUSNESS DAN SELF EFFICACY TERHADAP STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, akan dipaparkan hasil penelitian mengenai kecemasan dan

HUBUNGAN ACHIEVEMENT EMOTIONS DAN SELF-REGULATION MAHASISWA DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI LIDYA KEMALA SARI PANJAITAN SURYA CAHYADI

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto *

PENGARUH PELATIHAN BERFIKIR POSITIF TERHADAP TINGKAT EFIKASI DIRI MAHASISWA. Suryani STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Hubungan Antara Self-efficacy Akademik Dengan Hasil Belajar Siswa

EFIKASI DIRI DAN STRES KERJA PADA RELAWAN PMI KABUPATEN BOYOLALI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran

PROFIL MOTIVASI BERPRESTASI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MUSIK STKIP CITRA BAKTI PERIODE 2016/2017

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR MAHASISWA JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Abstrak. Kata kunci : Anxiety, attentional bias, emotional stroop task

CONTROL PADA PEGAWAI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA BANDUNG

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN COPING STRESS PADA SISWA AKSELERASI NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DI SMA NEGERI 1 MARAWOLA

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU ANGKATAN 2011

PENGARUH KELEKATAN ORANGTUA TERHADAP STRESS COPING PADA MAHASISWA YANG MENYUSUN SKRIPSI DI PRODI RUMPUN IKK, UNJ

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program

Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa

TINGKAT STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2013

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,

PENGARUH METODE BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA REGULER PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN TAHAP AKADEMIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ

Statistika Psikologi 2

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang

Hubungan antara School Well-Being dengan Rumination

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI FAKULTAS HUMANIORA BINUS UNIVERSITY TAHUN AJARAN GENAP

Differences in Stress Level Between First-Year and Second-Year Medical Students in Medical Faculty of Lampung University

Transkripsi:

86 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 2, DESEMBER 2011: 86-93 PERCEIVED PEER SOCIAL SUPPORT DAN PSYCHOLOGICAL DISTRESS MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Astri Dewayani, Augustine D. Sukarlan, dan Sherly S.Turnip Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail: agustinedwiputri@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan psychological distress antara mahasiswa yang memiliki perceived peer social support dengan mahasiswa yang tidak memiliki perceived peer social support. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat ukur HSCL-25 untuk mengetahui psychological distress partisipan dan data demografis untuk membedakan antara partisipan yang memiliki perceived peer social support dengan yang tidak. Partisipan dalam penelitian ini adalah 666 mahasiswa S1 program reguler Universitas Indonesia yang dikumpulkan dengan teknik acak. Teknik statistik yang digunakan adalah independent sample t-test. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan psychological distress yang signifikan antara mahasiswa UI yang memiliki perceived peer social support dengan mahasiswa UI yang tidak memiliki perceived peer social support. Hal ini dapat terjadi karena psychological distress tidak hanya dipengaruhi oleh perceived peer social support, tetapi juga faktor-faktor lain. Psychological Distress among Students of Universitas Indonesia by Perceived Peer Social Support Abstract This study investigated the difference of psychological distress between students of Universitas Indonesia who have and who does not have perceived peer social support. This quantitative study has been done by adapting HSCL-25 questionnaire to know psychological distress to differentiate students of Universitas Indonesia who perceived peer social support. Participants are 666 students of Universitas Indonesia obtained by random/probability sampling. There is no significant difference in psychological distress between students of Universitas Indonesia who have and who does not have perceived peer social support. It is assumed that there are many other factors that influence the psychological distress student. Keywords: HSCL-25 questionnaire, perceived peer social support, psychological distress, students random sampling 1. Pendahuluan Masa remaja, khususnya remaja akhir, identik dengan masa yang penuh dengan tekanan karena umumnya pada masa itu remaja dihadapkan pada tekanan sosial dan kondisi baru serta perubahan yang ekstensif (Matthews, 2000); salah satunya adalah pengalaman memasuki dunia perkuliahan. Kondisi atau lingkungan yang baru ini dapat menimbulkan kecemasan bagi sebagian orang (Ender & Newton, 2000). Pengalaman memasuki lingkungan perguruan tinggi sebagai situasi dan lingkungan yang baru dan tidak mereka kenal menimbulkan tuntutan bagi mahasiswa untuk belajar bagaimana mengontrol dan menyesuaikan diri dengan harapan akademis yang dapat memicu terjadinya krisis dalam diri mereka (Ender & Newton, 2000). Hal ini menjadi sumber potensial munculnya stres serta mempengaruhi kesehatan mental mahasiswa (Taylor, 2006). Matthews (2000) mengemukakan bahwa meskipun stres terkadang memiliki dampak stimulating dan energizing (eustress), pada kenyataannya respons stres lebih sering ditandai dengan kesulitan dalam penyesuaian diri terhadap stressor eksternal yang dihadapi (distress), yang bersifat destruktif serta dapat mengganggu kesehatan (Lazarus, 1999). Hasil penelitian Yorgason, Linville, dan Zitzman (2008) menunjukkan bahwa masalah-masalah yang dialami oleh mahasiswa perguruan tinggi terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Brackney dan Karabenick (1995) menemukan bahwa tingkat 86

MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 2, DESEMBER 2011: 86-93 87 psychological distress yang tinggi pada mahasiswa secara signifikan berhubungan dengan performa akademik. Berdasarkan pandangan Matthews (2000), munculnya distress dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrapersonal dan faktor situasional. Faktor intrapersonal yang berpengaruh adalah trait kepribadian, khususnya neuroticism dan ekstraversi. Dampak merugikan yang ditimbulkan dari faktor-faktor situasional menghasilkan pengaruh yang bervariasi pada setiap individu, diantaranya: (a) faktor fisiologis, yang difokuskan pada mekanisme otak yang menghasilkan sekaligus mengatur dampak negatif. Bukti adanya pengaruh biologis pada distress ditunjukkan dari hasil studi mengenai kerusakan otak dan pengaruhnya terhadap respons distress; (b) faktor kognitif, yang menekankan bahwa dampak suatu stressor dipengaruhi oleh keyakinan dan ekspektasi orang yang bersangkutan, (c) faktor sosial, yang memfokuskan pada kaitan antara dukungan dan hubungan sosial dengan distress. Gangguan pada hubungan sosial merupakan salah satu faktor potensial untuk memunculkan distress. Menurut Mirowsky dan Ross (2003), persepsi terhadap dukungan sosial merupakan salah satu faktor paling penting yang berpengaruh terhadap psychological distress. Lingkungan sosial seseorang memiliki pengaruh kuat dan dapat menjadi sumber daya tersendiri yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sosial sekaligus menurunkan distress sosial dan emosional yang dirasakan (Specht, 1986). Solberg dan Villareal (1997) menemukan bahwa dukungan sosial dari orang lain dapat menjadi moderator stres yang erat kaitannya dengan penyesuaian diri personal, serta berpengaruh terhadap kesehatan mental. Dukungan sosial berperan langsung meminimalisasi stres dan efek negatifnya yang dirasakan oleh mahasiswa, yang ditunjukkan melalui menurunnya tingkat depresi dan kecemasan (Bell, LeRoy & Stephenson, 1982. Young (2006) mengklasifikasikan dukungan sosial ke dalam dua bentuk, yaitu dukungan sosial yang diterima (received support) dan dukungan sosial yang dipersepsikan (perceived support). Taylor, Sherman, Kim, Takagi, dan Dunagan (2004) mengemukakan bahwa perceived support lebih menguntungkan daripada received support. Menurut Cohen dan Wills,1985 (dalam Brown, Alpert, Lent, Hunt, & Brady, 1988)), persepsi seseorang mengenai adanya dukungan dan sumber daya dari anggota dalam jaringan sosialnya berhubungan positif dengan psychological well being dan berhubungan negatif dengan psychological distress dan psychopathology. Taylor (2006) mengatakan ketika seseorang mengalami stres, dukungan sosial secara efektif dapat menurunkan psychological distress yang mencakup depresi dan kecemasan. Selama periode yang dianggap stressful, dukungan sosial mampu menjadi mediator antara stres dan penyesuaian diri sehingga individu yang memiliki dukungan sosial berkualitas tinggi tidak akan mengalami dampak negatif seburuk individu yang tidak memiliki dukungan sosial yang memadai ketika sedang mengalami stres (Antonucci, Lansford, & Ajrouch, 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sarason dkk. (1987), ditemukan bahwa dukungan sosial dapat berfungsi dalam dua hal, yaitu berkontribusi terhadap penyesuaian diri dan perkembangan kepribadian serta berfungsi sebagai buffer terhadap efek stres. Dukungan sosial dikatakan sebagai sumber yang vital untuk kesejahteraan individu karena dapat membantu individu tersebut dalam mengatasi masalah dan stres yang dialaminya (Lazarus & Folkman, 1984). Terdapat hasil penelitian yang menemukan bahwa dukungan sosial memiliki dampak langsung terhadap distress, khususnya dalam menghadapi stimulus stressful.young (2006) mengklasifikasikan dukungan sosial ke dalam dua bentuk, yaitu dukungan sosial yang diterima (received social support) dan dukungan sosial yang dipersepsikan (perceived social support). Dalam received social support, pengukuran dukungan sosial dilakukan berdasarkan bentuk dan/atau jumlah dukungan sosial yang sebenarnya diberikan oleh orang lain. Dalam perceived social support, pengukuran dukungan sosial dilakukan dengan menanyakan sejauh mana seseorang mempersepsikan atau percaya bahwa dirinya akan ditolong oleh orang lain. Berdasarkan hasil penelitian Robinson dalam Papalia, Olds, dan Feldman (2007), remaja menghabiskan lebih banyak waktunya dengan peer group dibanding keluarganya. Peer group merupakan tempat dimana mereka mendapatkan sebagian besar dukungan sosial yang dibutuhkan. Khususnya selama masa transisi di lingkungan perguruan tinggi, di mana biasanya seseorang pergi dari keluarga asalnya dan bersiap memasuki masa perkuliahan, peer group memiliki peran yang pengaruhnya paling signifikan bagi mahasiswa (Feldman & Newcomb, 1970 dalam Ender & Newton, 2000). Santrock (2007) mendefinisikan peer group sebagai sekumpulan anak atau remaja dengan usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Peer group dapat menjadi sumber dukungan sosial dan agen sosialisasi utama bagi mahasiswa selama tahun-tahun di perguruan tinggi (Ender & Newton, 2000). Rosenthal, 1997 (dalam Jackson & Finney, 2002)) mengemukakan bahwa remaja yang baru saja memasuki lingkungan baru di perguruan tinggi pada umumnya sangat membutuhkan dukungan sosial karena pada masa itu mereka memiliki sense of belonging yang kuat sehingga keberadaan peer group diyakini mampu membantu menghadapi respons stres tingkat tinggi. Mirowsky dan Ross (2003) menemukan bahwa seseorang yang merasakan bahwa dirinya memiliki

88 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 2, DESEMBER 2011: 86-93 seseorang untuk teman berbicara, untuk meminta dukungan, dan seseorang yang dapat membuat dirinya merasa lebih baik dan memperhatikannya akan memiliki pengalaman distress dalam tingkat yang lebih rendah. Sarason et al. (1987) menemukan bahwa ketersediaan dukungan sebagaimana dipersepsikan memiliki korelasi lebih tinggi dengan kesehatan mental dibandingkan dengan frekuensi interaksi dengan teman atau keluarga atau sumber-sumber dukungan emosional atau kontak interpersonal aktual lainnya. 2. Metode Penelitian Variabel Penelitian. Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah psychological distress dan perceived peer social support. Psychological distress adalah penderitaan emosional yang dialami oleh individu yang bersifat menghambat dan dapat mengganggu kesehatan, yang umumnya ditunjukkan dengan dua gejala utama yaitu kecemasan dan depresi. Perceived peer social support (PPSS) adalah dukungan yang berasal dari peer group, yang dipersepsikan atau disadari seseorang akan tersedia untuk dirinya ketika dibutuhkan. Partisipan Penelitian. Partisipan penelitian ini adalah 666 orang mahasiswa program S1 reguler Universitas Indonesia, yang terdiri atas 185 mahasiswa yang memiliki PPSS dan 481 mahasiswa yang tidak memiliki PPSS. Sampel diperoleh melalui teknik proportionate stratified random sampling. Alat Ukur a. Alat ukur psychological distress. Alat ukur pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah HSCL-25 (Hopkins Symptom Checklist-25), yaitu alat ukur yang biasa digunakan untuk menggambarkan distress dan penyesuaian (adjustment) terhadap penyakit somatik (Tousignant & Sandanger dalam Sandanger, Moum, Ingebrigtsen, Sorensen, Dalgard, & Bruusgaard, 1999), kondisi kehidupan yang sulit (Salkind dalam Sandanger, Moum, Ingebrigtsen, Sorensen, Dalgard, & Bruusgaard, 1999), serta diagnosis psikiatri. HSCL-25 merupakan alat ukur yang singkat dan ekonomis untuk penelitian dengan jumlah sampel banyak, namun dengan mudah menggambarkan efek mood-of-the-day individu (Moum dalam Sandanger, Moum, Ingebrigtsen, Sorensen, Dalgard, & Bruusgaard, 1999). Alat ukur ini telah diadaptasi dan digunakan untuk setting Indonesia (Turnip & Hauff, 2007). HSCL-25 merupakan alat ukur dengan metode lapor diri yang terdiri dari 15 aitem yang mengukur simtomsimtom depresi dan 10 item yang mengukur simtomsimtom kecemasan, yang dirasakan kurang lebih seminggu terakhir. Jumlah gejala yang dirasakan masing-masing diukur dengan menggunakan skor skala Likert 4 poin. Skala 1 menyatakan pendapat bahwa gejala tersebut tidak mengganggu sama sekali dan skala 4 menyatakan bahwa gejala sangat mengganggu (ekstrim). Cara penghitungan skor HSCL-25 dilakukan dengan menjumlahkan skor tiap aitem kemudian dibagi dengan jumlah aitem yang dijawab. Jika skor lebih besar atau sama dengan 1,75, maka dapat didefinisikan sebagai gangguan terhadap kesehatan mental (Winokur dalam Sandanger, Moum, Ingebrigtsen, Sorensen, Dalgard, & Bruusgaard, 1999). b. Alat ukur perceived peer social support. Untuk mengetahui PPSS yang dimiliki individu, peneliti menggunakan daftar isian mengenai data demografi, yang terdiri atas pertanyaan mengenai jenis kelamin, usia, agama, urutan kelahiran, jurusan perkuliahan, indeks prestasi, domisili, riwayat kesehatan, riwayat orang tua, kehidupan kemahasiswaan, dan dukungan sosial. Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada faktor dukungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan pada bagian dukungan sosial ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui: (1) apakah partisipan tergabung dalam kelompok teman (peer group) di lingkungan kampus, (2) dengan siapa partisipan menghabiskan waktu bersama selama menjadi mahasiswa, di luar waktu kuliah, (3) kepada siapa partisipan meminta bantuan ketika sedang menghadapi masalah. Skoring pada alat ukur ini, khususnya bagian dukungan sosial, dilakukan dengan cara memberikan skor 1 pada individu yang menjawab ya di pertanyaan nomor 1, dan memilih jawaban kelompok teman (peer) pada pertanyaan nomor 2 dan 3. Jawaban selain yang disebutkan di atas diberi skor 0. 3. Hasil dan Pembahasan Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan psychological distress yang signifikan antara mahasiswa yang memiliki PPSS dan mahasiswa yang tidak memiliki PPSS. Untuk menguji hipotesis, peneliti menggunakan perhitungan statistik independent sample t-test. Berikut ini adalah hasil dari pengujian hipotesis dalam penelitian ini. Dari hasil perhitungan ini ditemukan bahwa psychological distress mahasiswa yang memiliki PPSS sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak memiliki PPSS. Namun tidak ada perbedaan psychological distress yang signifikan antara mahasiswa yang memiliki PPSS dan mahasiswa yang tidak memiliki PPSS (t = 0,955, p > 0,05) (Table 1). Jenis Kelamin. Dari hasil perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan psychological distress antara mahasiswa yang memiliki PPSS dan tidak memiliki PPSS berdasarkan jenis

MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 2, DESEMBER 2011: 86-93 89 kelamin ditemukan bahwa: (1) tidak ada perbedaan psychological distress yang signifikan antara mahasiswa yang memiliki PPSS dan tidak memiliki PPSS (F = 0,514; p = 0,474); (2) tidak ada perbedaan psychological distress yang signifikan antara mahasiswa dan mahasiswi (F = 0,008; p = 0,929); dan (3) tidak ada pengaruh interaksi yang signifikan dari ada tidaknya PPSS dan jenis kelamin terhadap psychological distress (F = 0,368; p = 0,544) (Tabel 2). Fakultas. Lebih lanjut dilakukan perhitungan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan psychological distress antara mahasiswa yang memiliki PPSS dan yang tidak memiliki PPSS berdasarkan fakultas yang ada di UI. Terdapat 12 fakultas yang dilibatkan dalam penelitian ini. Perhitungan melibatkan 24 kelompok, yaitu 2 kelompok berdasarkan kepemilikan PPSS dan 12 kelompok berdasarkan kategori fakultas (Tabel 3). Tabel 1. Perbedaan Psychological Distress antara Mahasiswa UI Berdasarkan Perceived Peer Social Support Kelompok N Mean SD t Sig. (2-tailed) Keterangan PPSS 185 1,71 0,48 0,966 0,334 Tidak Signifikan Non PPSS 481 1,68 0,47 PPSS: memiliki perceived peer social support Non PPSS: tidak memiliki perceived peer social support Tabel 2. Perbedaan Tingkat Psychological Distress antar Mahasiswa UI Berdasarkan Perceived Peer Social Support dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin PPSS Non PPSS N Mean SD N Mean SD Laki-laki 63 1,69 0,43 161 1,68 0,48 Perempuan 122 1,72 0,51 320 1,66 0,46 Total 185 1,71 0,48 481 1,67 0,47 PPSS: memiliki perceived peer social support Non PPSS: tidak memiliki perceived peer social support Tabel 3. Perbedaan Psychological Distress Mahasiswa UI Berdasarkan Perceived Peer Social Support dan Fakultas Fakultas PPSS Non PPSS N Mean SD N Mean SD FK 9 1,49 0,37 38 1,61 0,52 FKG 7 1,22 0,12 20 1,53 0,38 FE 18 1,55 0,34 25 1,62 0,43 FMIPA 19 1,99 0,48 58 1,67 0,51 FT 14 1,60 0,4 66 1,7 0,53 FASILKOM 9 1,65 0,42 32 1,51 0,38 FH 19 1,73 0,43 55 1,77 0,47 FPSI 16 1,63 0,47 36 1,61 0,45 FISIP 30 1,66 0,45 63 1,71 0,44 FIB 16 1,98 0,75 40 1,79 0,48 FKM 19 1,87 0,51 26 1,54 0,30 FIK 9 1,64 0,24 22 1,74 0,45 PPSS: memiliki perceived peer social support Non PPSS: tidak memiliki perceived peer social support

90 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 2, DESEMBER 2011: 86-93 Dari Tabel 2 ditemukan bahwa pada kelompok mahasiswa dari 7 fakultas yaitu FK, FKG, FE, FT, FH, FISIP, dan FIK, psychological distress kelompok mahasiswa yang memiliki PPSS lebih rendah daripada kelompok yang tidak memiliki PPSS. Sebaliknya, pada kelompok mahasiswa 5 fakultas yaitu FMIPA, Fasilkom, FPsi, FIB, dan FKM, psychological distress kelompok mahasiswa yang memiliki PPSS lebih tinggi dari kelompok yang tidak memiliki PPSS. Selain itu ditemukan bahwa tingkat psychological distress paling tinggi (dengan skor di atas 1,75) adalah kelompok mahasiswa FMIPA yang memiliki PPSS, kelompok mahasiswa FIB yang memiliki PPSS dan kelompok mahasiswa FKM yang memiliki PPSS. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan psychological distress yang signifikan antara kedua puluh empat kelompok, dilakukan perhitungan statistik dengan menggunakan two-way ANOVA. Dari analisis ditemukan bahwa tidak ditemukan efek interaksi antara PPSS dengan Fakultas terhadap psychological distress (F = 1,610; p = 0,091). Selain itu juga tidak ada perbedaan psychological distress yang signifikan antara mahasiswa yang memiliki PPSS dan yang tidak memiliki PPSS (F = 0,205; p = 0,651). Namun ditemukan ada perbedaan psychological distress yang signifikan antara mahasiswa dari fakultas yang berbeda (F = 2,832; p = 0,001). Untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan psychological distress yang signifikan, peneliti menggunakan perhitungan statistik post hoc dengan metode Tukey. Dari hasil perhitungan post hoc, ditemukan bahwa perbedaan psychological distress yang signifikan terdapat pada kelompok mahasiswa FIB dengan kelompok mahasiswa FKG (F = 540,87; p = 0,020), di mana tingkat psychological distress mahasiswa FIB secara signifikan lebih tinggi daripada mahasiswa FKG. Angkatan. Analisis berdasarkan angkatan masuk mahasiswa dirasakan perlu juga untuk dilakukan untuk mengetahui angkatan mana yang memiliki psychological distress yang tinggi dan apakah angkatan masuk mempengaruhi psychological distress yang dirasakan mahasiswa. Partisipan penelitian terdiri dari angkatan masuk 2006, 2007, 2008, dan 2009. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa psychological distress yang paling tinggi adalah pada kelompok mahasiswa angkatan 2009 yang memiliki PPSS. Psychological distress terendah ada pada kelompok mahasiswa angkatan 2008 yang tidak memiliki PPSS (Tabel 4). Berdasarkan hasil perhitungan statistik menggunakan two way, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat psychological distress yang signifikan antara kelompok-kelompok mahasiswa yang diperbandingkan berdasarkan PPSS dan Angkatan (F = 1,117, p > 0,05). Ditemukan juga bahwa tidak ada pengaruh efek PPSS terhadap tingkat psychological distress (F = 1,183, p > 0,05). Namun demikian ditemukan perbedaan psychological distress yang signifikan di antara angkatan yang berbeda (F = 2,821, p < 0,05). Dari hasil perhitungan post hoc, ditemukan bahwa perbedaan tingkat psychological distress yang signifikan terdapat di antara kelompok mahasiswa UI angkatan 2008 dengan kelompok mahasiswa UI angkatan 2009. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan psychological distress yang signifikan antara mahasiswa yang memiliki Perceived Peer Social Support (PPSS) dan mahasiswa yang tidak memiliki PPSS. Skor rata-rata dari mahasiswa UI yang memiliki PPSS adalah 1,71 sedangkan yang tidak memiliki PPSS adalah 1,68. Karena skor rata-rata ini kurang dari 1,75 berarti tingkat psychological distress responden secara keseluruhan masih tergolong rendah dan tak ada gangguan terhadap kesehatan mental mereka. Bila dilakukan perhitungan skor psychological distress berdasarkan fakultas dan angkatan, terdapat beberapa fakultas dan angkatan yang menunjukkan rata-rata skor psychological distress di atas 1,75. Ini berarti, mahasiswa dari fakultas dan angkatan tersebut mengalami sedikit gangguan kesehatan mental. Tabel 4. Perbedaan Tingkat Psychological Distress antar Mahasiswa UI Berdasarkan Perceived Peer Social Support dan Angkatan Angkatan PPSS Non PPSS N Mean SD N Mean SD 2006 28 1,76 0,58 92 1,70 0,52 2007 52 1,69 0,44 130 1,66 0,47 2008 63 1,63 0,42 155 1,61 0,40 2009 42 1,81 0,55 104 1,73 0,51 PPSS : memiliki perceived peer social support Non PPSS : tidak memiliki perceived peer social support

MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 2, DESEMBER 2011: 86-93 91 Hipotesis penelitian bahwa terdapat perbedaan tingkat psychological distress yang signifikan antara mahasiswa UI yang memiliki PPSS dengan mahasiswa UI yang tidak memiliki PPSS tidak terpenuhi dalam penelitian ini. Hasil tersebut tidak sejalan dengan temuan-temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa seseorang yang merasa bahwa dirinya akan menerima bantuan ketika dirinya membutuhkan akan memiliki tingkat distress yang rendah (Mirowsky & Ross, 2003). Ada dua faktor utama yang mempengaruhi tingkat psychological distress, yaitu faktor intrapersonal yang mencakup faktor kepribadian dan faktor situasional yang mencakup faktor fisiologis, kognitif, dan sosial (Matthews, 2000). Faktor dukungan sosial merupakan salah satu bagian dari faktor situasional. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat psychological distress yang signifikan antara mahasiswa UI yang memiliki PPSS dengan mahasiswa UI yang tidak memiliki PPSS membuat peneliti mengasumsikan bahwa terdapat faktor lain selain dukungan sosial yang memiliki pengaruh lebih tinggi terhadap tingkat psychological distress mahasiswa UI. Berdasarkan data demografis, peneliti menemukan beberapa fakta untuk melengkapi hasil utama penelitian. Dari hasil perhitungan respons partisipan mengenai sumber dukungan sosial, ditemukan bahwa sebagian besar mahasiswa UI menyatakan bahwa selama menjadi mahasiswa mereka memang lebih sering menghabiskan waktu bersama peernya (32,14%). Di sisi lain ketika sedang menghadapi masalah, mereka justru memilih untuk menghubungi sahabat (28,57%) atau orang tua (27,69%) untuk meminta bantuan. Berdasarkan hasil tersebut peneliti berasumsi bahwa bagi mahasiswa UI mungkin peran peer group bukan hal yang paling signifikan untuk memberikan dukungan dalam menghadapi masalah di kehidupan mereka. Psychological distress yang dialami oleh mahasiswa dapat dipengaruhi oleh sumber dukungan sosial lain selain peernya. Di samping itu, juga tidak ditemukan perbedaan tingkat psychological distress yang signifikan antara mahasiswa UI yang memiliki PPSS dengan mahasiswa UI yang tidak memiliki PPSS dari kelompok-kelompok yang telah dibagi berdasarkan fakultas, jenis kelamin dan tahun angkatannya. Di antara kelompok-kelompok yang dibedakan berdasarkan PPSS dan Fakultas, ditemukan bahwa tingkat psychological distress paling tinggi terdapat pada kelompok mahasiswa FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pasti Alam, FIB (Fakultas Ilmu Budaya dan FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) yang memiliki PPSS. Dapat diasumsikan bahwa setiap fakultas memiliki karakteristik tertentu yang membedakan kedua belas fakultas tersebut, seperti sistem pendidikan atau kurikulum, beban studi, tuntutan akademis, faktor lingkungan, aturan yang berlaku, pola pergaulan dan lainnya. Sesuai dengan yang dikemukakan Sarwono (1978), karakteristik tersebut termasuk ke dalam faktor-faktor yang dapat mendorong timbulnya masalah serta mempengaruhi kesehatan mental mahasiswa. Dari analisis kelompok-kelompok yang dibedakan berdasarkan PPSS dan Tahun Angkatan, ditemukan bahwa tingkat psychological distress paling tinggi terdapat pada kelompok mahasiswa UI angkatan 2009 yang memiliki PPSS. Tidak adanya perbedaan tingkat psychological distress antara kelompok-kelompok yang dibedakan berdasarkan PPSS dan angkatan dapat diasumsikan bahwa meskipun angkatan mahasiswamahasiswa yang terlibat sebagai partisipan dalam penelitian ini berbeda-beda, namun mereka semua masih berada dalam rentang usia dan tahap perkembangan yang sama, yaitu remaja. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini memiliki keterbatasan. Salah satunya adalah kuesioner data demografis yang sebagiannya menjadi alat ukur untuk membedakan partisipan yang memiliki PPSS dan yang tidak memiliki PPSS. Jumlah pertanyaan yang terlalu sedikit (hanya tiga pertanyaan) dan sifat pertanyaan yang terlalu umum atau kurang mendetil dapat mempengaruhi jawaban dan interpretasi dari para partisipan, sehingga hasil penelitian tidak sesuai dengan harapan peneliti. 4. Simpulan Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat psychological distress yang signifikan antara mahasiswa UI yang memiliki perceived peer social support dengan mahasiswa UI yang tidak memiliki perceived peer social support. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara perceived peer social support (PPSS) dengan psychological distress pada mahasiswa Universitas Indonesia. Dengan kata lain, tinggi rendahnya tingkat psychological distress yang dialami oleh mahasiswa UI tidak berhubungan dengan adanya PPSS atau tidak. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya adalah menyempurnakan alat ukur PPSS yang digunakan dan jika diperlukan menggunakan pendekatan kualitatif sekaligus kuantitatif untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang PPSS yang dimiliki partisipan. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat sumber-sumber dukungan sosial yang lain bagi mahasiswa selain peer group,seperti orangtua, sahabat atau pacar. Dengan demikian dapat dibandingkan sumber dukungan sosial mana yang memiliki peran paling signifikan terhadap tingkat psychological distress para mahasiswa UI.

92 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 2, DESEMBER 2011: 86-93 Selain itu, melihat adanya skor psychological distress yang lebih besar dari 1,75 pada beberapa fakultas, yang menandakan adanya tingkat distress yang tinggi, peneliti mengajukan beberapa saran yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu menggunakan hasil penelitian sebagai data baseline bagi institusi atau pihak-pihak yang berwenang, untuk penanganan masalah-masalah yang dihadapi dan perencanaan intervensi bagi mahasiswa yang mengalami psychological distress dalam rangka usaha peningkatan kesehatan mentalnya. HSCL-25 versi Bahasa Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk melihat tingkat psychological distress mahasiswa, tidak hanya di UI melainkan juga di universitas lainnya, sebagai acuan untuk melakukan tindak lanjut jika diperlukan. Daftar Acuan Antonucci, N.C., Lansford, J.E., & Ajrouch, K.J. (2000). Social support. Dalam G. Fink (Ed), Encyclopedia of stress (Vol. 3, pp. 479-482). California: Academic Press. Bell, R. A., LeRoy, J.P., & Stephenson, J. J. (1982). Evaluating the mediating effects of social support upon life events and depressive symptoms. Journal of Community Psychology, 10, 325-340. Brackney, B., & Karabenick, S. (1995). Psychopathology and academic performance: The role of motivation and learning strategies.journal of Counseling Psychology, 42(4), 456 465. Brown, S.D., Alpert, D., Lent, R,W., Hunt, G., & Brady, T. (1988). Perceived social support among college students: factor structure of the social support inventory. Journal of Counseling Psychology. 35(3), 472-478. Ender, S.C. & Newton, F.B. (2000). Students helping student: a guide for peer educators on college campuses. California: Jossey-Bass, Inc. Gravetter, F.J. & Forzano, L.B. (2009). Research methods for the behavioral sciences (3rd ed.). Belmont: Wadsworth Cengage Learning. Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Y.S.D. (2006). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Jackson, P.B. & Finney, M. (2002). Negative life events and psychological distress among young adults. Social Psychology Quarterly. 65, 2, 186-201. Lazarus, R.S. (1999). Stress and emotion: A new synthesis. New York: Springer Publishing Company, Inc. Lazarus, R & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. New York: Springer Publishing Company, Inc. Matthews, G. (2000). Distress. Dalam G. Fink (Ed). Encyclopedia of stress (Vol. 1, pp 723-729). California: Academic Press. Mirowsky, J. & Ross, C.E. (2003). Social causes of psychological distress (2 nd ed). New York: Walter de Gruyter, Inc. Papalia, D.E., Olds, S.E., & Feldman, R.D. (2007). Human development (10 th ed). New York: McGraw- Hill. Sandanger, I., Moum, T., Ingebrigtsen, G., Sorensen, T., Dalgard, O.S., & Bruusgaard, D. (1999). The meaning and significance of caseness: the hopkins symptom checklist-25 and the composite international diagnostic interview ii. Soc Psychiatry Epidemiol, 34, 53-59. Santrock, J.W. (2007). Adolescence (6 th ed). New York: McGraw-Hill. Sarason, B.R., Shearin, E.N., Pierce, G.R., & Sarason, I. G. (1987). Interrelationships of social support measures: Theoretical and practical implications. Journal of Personality and Social Psychology, 52,813-832. Sarwono, S.W. (1978). Problem-problem yang dihadapi mahasiswa Indonesia. Dalam Teknologi pembinaan mahasiswa. Jakarta: Direktorat Kemahasiswaan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen P dan K. Solberg, V.S. & Viliarreal, P. (1997). Students of psychological and physical distress among hispanic college examination of self-efficacy, social support, and stress as predictors. Hispanic Journal of Behavioral Sciences, 19, 182, 1-21. Specht, H. (1986). Social support, social networks, social exchange, and social work practice. The Social Service Review, 60(2), 218-240. Stallman, H.M. (2008). Prevalence of psychological distress in university students. Australian Family Physician. 37(8), 673-677. Taylor, S.E. (2006). Health psychology (6th ed.) Los Angeles: McGraw-Hill. Taylor, S.E., Sherman, D.K., Kim, H.S., Jarcho, J., Takagi, K. & Dunagan, M.S. (2004). Culture and social support: Who seeks it and why. Journal of Personality and Social Psychology. 87(3), 354-362.

MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 15, NO. 2, DESEMBER 2011: 86-93 93 Turnip, S.S. & Hauff, E. (2007). Household roles, poverty and psychological distress in internally displaced persons affected by violent conflicts in indonesia. Soc Psychiatry Epidemiol. 42, 997-1004. Young, M.J.D. (2006). Social support and life satisfaction. International Journal of Psychosocial Rehabilitation. 10(2), 155-164. Yorgason, J.B., Linville, D., & Zitzman. (2008). Mental health among college students: Do those who need services know about and use them?. Journal of American College Health. 57(2), 173-182.