PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar adalah mamalia dari ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kelelawar memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dan menempati

Megaerops Peters, Megaerops ecaudatus (Temminck, 1837) Pteropodidae

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

KUNCI IDENTIFIKASI KELELAWAR DI SUMATERA: DENGAN CATATAN HASIL PERJUMPAAN DI KAWASAN BUKIT BARISAN SELATAN

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kingston (2006) terdapat lebih dari 31 jenis tumbuhan di Malaysia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar termasuk ke dalam Ordo Chiroptera, merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

MENGENAL DUNIA KELELAWAR

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KELELAWAR SULAWESI. Jenis dan Peranannya dalam Kesehatan

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Kelimpahan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok NTB

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar masuk ke dalam ordo Chiroptera yang berarti mempunyai sayap

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

KOMUNITAS KELELAWAR MICROCHIROPTERA DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. KENCANAA SAWIT INDONESIA (KSI) SOLOK SELATAN TESIS.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

Kegiatan Semester 1. 3) Keriklah lendir (kambium) hingga bersih. 4) Keringkan dahan yang disayat selama 2-4 hari. Kegiatan Semester 1 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 29. Cynopterus brachyotis sunda Lineage

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah aslinya adalah krst / krast yang merupakan nama suatu kawasan di

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) PADA BEBERAPA TIPE EKOSISTEM DI CAMP LEAKEY

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

PENYUSUNAN MODUL PENGAYAAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR Subordo Microchiroptera DI GUNUNGKIDUL BAGI SISWA SMA

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

MATERI DAN METODE. Materi

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

IDENTIFIKASI KELELAWAR (ORDO CHIROPTERA) DI GUA TOTO DAN LUWENG TOTO KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA. Skripsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang

MATERI DAN METODE. Prosedur

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

Karakteristik Populasi dan Habitat Kelelawar Hipposideros cervinus (Sub ordo Microchiroptera) di Gua Bratus Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak

PENDAHULUAN Latar Belakang

Siti Rabiatul Fajri dan Sucika Armiani Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 7. CIRI KHUSUS HEWAN DAN TUMBUHANLatihan soal 7.1

SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, November 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

Jenis-Jenis Kelelawar Khas Agroforest Sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

Kekayaan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera Di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

Transkripsi:

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

RINGKASAN RESTU MONICA NIA BETAUBUN. 2012. Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Berbagai Spesies Kelelawar di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si Kelelawar merupakan satu-satunya anggota mamalia yang bersayap dan dapat terbang. Penangkaran kelelawar diperlukan karena pemanfaatan daging kelelawar sebagai obat penyembuh penyakit asma dan lemak tubuh sebagai penyubur rambut, telah banyak dilakukan; disamping sebagai penghasil pupuk guano. Ukuranukuran linear permukaan tubuh kelelawar masih sangat beragam baik pada ukuran maupun bentuk. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kerumunan data spesies kelelawar Berdasarkan ukuran dan bentuk tubuh. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tual, Desa Ohoira, Desa Ohoidertawun dan di Desa Abean selama satu bulan dari Desember 2011-Januari 2012. Variabel-variabel ukuran linear permukaan tubuh kelelawar yang diukur meliputi: panjang tarsometatarsus (X 1 ), lingkar tarsometatarsus (X 2 ), panjang telinga (X 3 ), panjang ekor (X 4 ), panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang (X 5 ), panjang fibula (X 6 ), panjang kaki belakang tanpa cakar (X 7 ) dan panjang lengan bawah sayap (X 8 ). Jumlah individu kelelawar yang diamati 254 ekor (127 jantan dan 127 betina) dari sembilan spesies yaitu Nyctimene minutus (kelelawar pemakan buah-buahan) sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina) dan sisanya kelelawar pemakan serangga yang terdiri atas Megaderma spasma sebanyak 18 ekor (9 jantan dan 9 betina), N. javanica sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Harpiocephalus harpia sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Rhinolophus keyensis sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Hipposideros cervinus sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Mosia nigrescens sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Rhinopoma microphyllum sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina) dan Chaerephon plicata sebanyak 26 ekor (13 jantan dan 13 betina). Analisis deskriptif dan T 2 -Hotelling digunakan untuk menentukan perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kesembilan spesies kelelawar yang diamati. Analisis Komponen Utama digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk tubuh kelelawar pada masing-masing spesies. Diagram kerumunan dibuat untuk membandingkan ukuran dan bentuk tubuh antara N. minutus, M. spasma, N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, M. nigrescens, R. microphyllum dan C. plicata. Hasil analisis deskriptif menunjukkan kelelawar pemakan buah-buahan berukuran besar dibandingkan kelelawar pemakan serangga. Kelelawar pemakan serangga digolongkan ke dalam kelompok kelelawar berukuran besar (H. harpia dan R. microphyllum), sedang (M. spasma, N. javanica dan C. plicata) dan kecil (R. keyensis, H. cervinus dan M. nigrescens). Hasil uji T 2 -Hotelling menunjukkan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh antara jantan dan betina ditemukan sama, kecuali pada N. minutus (P<0,01). Hasil Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa panjang dan lingkar tarsometatarsus merupakan penciri ukuran M. spasma (dengan vektor Eigen yaitu 0,515 dan 0,428); sedangkan panjang ekor merupakan penciri bentuknya (vektor Eigen yaitu 0,582). Panjang ekor merupakan penciri

ukuran pada N. javanica, H. harpia dan N. minutus (vektor Eigen masing-masing yaitu 0,406, 0,535 dan 0,445); sedangkan penciri bentuknya adalah panjang telinga, panjang kaki belakang tanpa cakar dan panjang tarsometatarsus (vektor Eigen masing-masing yaitu 0,686, 0,790 dan 0,834). Panjang lengan bawah sayap merupakan penciri ukuran R. keyensis dan M. nigrescens (vektor Eigen yaitu 0,627 dan 0,618). Penciri bentuk R. keyensis adalah panjang lengan bawah sayap, panjang fibula dan panjang kaki belakang tanpa cakar (vektor Eigen masing-masing yaitu 0,513, 0,488 dan 0,489); sedangkan penciri bentuk M. nigrescens adalah panjang tarsometatarsus (vektor Eigen yaitu 0,683). Panjang kaki belakang tanpa cakar merupakan penciri ukuran N. javanica dan H. cervinus (vektor Eigen yaitu 0,422 dan 0,544); sedangkan penciri bentuknya yaitu panjang telinga (vektor Eigen yaitu 0,686) dan panjang ekor (vektor Eigen yaitu 0,734). Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang merupakan penciri ukuran pada H. cervinus (vektor Eigen yaitu 0,537) dan C. plicata (vektor Eigen yaitu 0,463). Penciri bentuk kedua spesies ini, masing-masing adalah panjang ekor (vektor Eigen 0,734) dan lingkar tarsometatarsus (dengan vektor Eigen yaitu 0,963). Panjang fibula merupakan penciri ukuran pada N. minutus dan R. microphyllum (vektor Eigen yaitu 0,516 dan 0,616), sedangkan panjang tarsometarsus (vektor Eigen yaitu 0,834 dan 0,637) merupakan penciri bentuknya. Kerumunan data spesies kelelawar yang diamati mencerminkan kemiripan dan keberbedaan di antara spesies. Kerumunan data kelelawar N. minutus lebih berjauhan dari kerumunan data R. keyensis dan berdekatan dengan kelelawar H. harpia; berdasarkan skor ukuran. Kemiripan ukuran dan bentuk tubuh ditemukan antara N. minutus dengan N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, Mosia nigrescens dan C. plicata; sedangkan M. spasma mirip dengan H. harpia dan C. plicata. Ukuran dan bentuk tubuh M. spasma sangat berbeda dari R. microphyllum. Kata-kata kunci: kelelawar, Maluku, T 2 -Hotelling, Analisis Komponen Utama, diagram kerumunan iii

ABSTRACT The Comparison Study of Size and Body Shape of Various Bat Species in The Tual City and Southeast Maluku Regency Betaubun,R. M. N., R. H. Mulyono and H. C. H. Siregar Kei island (Tual City and Southeast Maluku) has a diversity of bats. This is a collection of research databases on the size and shape of the body and the discriminator. T 2 -Hotelling test suggested that the linear measurement of the body surface between male and female were equal, except for Nyctimene minutus (P<0,01). The length and the circumference size of the tarsometatarsus was the main size discriminator for Megaderma spasma; where as tail length was its shape discriminator. Tail length was the size discriminator Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia and N. minutus; while the shape discriminator for the three species were ear length, the length of back legs without claws and tarsometatarsus length. The length of arms below the wing was the size discriminator of Rhinolophus keyensis and Mosia nigrescens. The shape discriminator R. keyensis was the length of arms below the wing, the length of fibula and the length of legs without claws; while shape discriminators of M. nigrescens was the tarsometatarsus length. The length of back legs without claws was the size discriminator of N. javanica and Hipposideros cervinus; where as its shape discriminators were the tail length and the tarsometatarsus diameter. Length of fibula was the size discriminator of N. minutus and Rhinopoma microphyllum; where as the length of tarsometatarsus was the shape discriminator of both species. The similarity in size and body shape were found among N. minutus with N. javanica, H. harpia, Rhinolophus keyensis, H. cervinus, M. nigrescens and C. plicata; while M. spasma was similar to H. harpia and C. plicata. The size and body shape of M. spasma was very different from R. microphyllum. Keywords: bat, T 2 -Hotelling, principal component analysis, Maluku

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA RESTU MONICA NIA BETAUBUN D14080402 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Judul Nama NIM : Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Berbagai Spesies Kelelawar di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara : Restu Monica Nia Betaubun : D14080402 Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si.) NIP. 19621124 198803 2 002 (Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si) NIP. 19620617 199003 2 001 Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004 Tanggal Ujian: 13 September 2012 Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1990 di Tual, Maluku. Penulis adalah anak dari pasangan Drs. Elia M. Betaubun dan Netty E. Elkel. Penulis juga merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar Penulis di SD Kristen 2 Tual diselesaikan pada tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SMP Kristen Tual diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan menengah atas di SMA 1 Kei Kecil diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai Mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun 2008. Selama masa pendidikan, Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Genetika Ternak pada tahun 2012.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis haturkan kepada Tri Tunggal Allah yang senantiasa menyertai dan melindungi, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Berbagai Spesies Kelelawar di Kota Tual dan Maluku Tenggara. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan informasi morfometrik dengan mengukur variabelvariabel ukuran linear permukaan tubuh pada berbagai spesies kelelawar di lokasi penelitian. Penciri dari setiap spesies kelelawar berdasarkan ukuran (size) dan bentuk (shape) yang menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh karena setiap spesies kelelawar memiliki karakteristik yang khas baik ukuran maupun bentuk. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca. Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, hanya Tri Tunggal Allah yang dapat membalas segala kebaikan dan ketulusan hati berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin. Bogor, 13 September 2012 Penulis

DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Klasifikasi Kelelawar... 3 Famili Pteropodidae... 4 Famili Megadermatidae... 6 Famili Nycteridae... 6 Famili Emballonuridae... 7 Famili Molossidae... 8 Famili Hipposideridae... 9 Famili Vespertilionidae... 10 Famili Rhinopomatidae... 10 Famili Rhinolophidae... 12 Produktivitas Kelelawar... 12 Peranan Kelelawar... 13 Gua sebagai Habitat Kelelawar... 14 Morfometrik Tubuh Kelelawar... 14 Analisis Komponen Utama... 16 MATERI DAN METODE... 18 Lokasi dan Waktu... 18 Materi... 18 Prosedur... 19 Penangkapan Kelelawar... 19 Panjang Tarsometatarsus... 20 Lingkar Tarsometatarsus... 20 ii iv v vi vii viii ix xii xv xvi

Panjang Telinga... 21 Panjang Ekor... 21 Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang... 21 Panjang Fibula... 21 Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar... 22 Panjang Lengan Bawah Sayap... 22 Rancangan dan Analisis Data... 22 Analisis Deskriptif... 22 Uji T 2 -Hotelling... 22 Analisis Komponen Utama... 23 Diagram Kerumunan... 25 Pengolahan Data... 25 HASIL DAN PEMBAHASAN... 26 Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 26 Kota Tual... 26 Desa Ohoidertawun... 27 Desa Ohoira... 28 Desa Abean... 30 Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan dan Betina dari Kesembilan Spesies yang Diamati... 31 Nyctimene minutus... 37 Harpiocephalus harpia... 39 Rhinopoma microphyllum... 39 Megaderma spasma... 40 Nycteris javanica... 41 Chaerephon plicata... 41 Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus dan Mosia nigrescens... 42 Hasil Statistik T 2 -Hotelling... 43 Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelelawar Penelitian... 44 Nyctimene minutus... 44 Megaderma spasma... 47 Nycteris javanica... 47 Harpiocephalus harpia... 49 Rhinolophus keyensis... 50 Hipposideros cervinus... 51 Mosia nigrescens... 53 Rhinopoma microphyllum... 54 Chaerephon plicata... 55 Diagram Kerumunan Spesies Kelelawar Penelitian Berikut Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelelawar... 57 KESIMPULAN DAN SARAN... 69 Kesimpulan... 69 Saran... 69 x

UCAPAN TERIMA KASIH... 66 DAFTAR PUSTAKA... 68 LAMPIRAN... 72 xi

Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1 Penyebaran Marga Anggota Famili Pteropodidae... 5 2 Penyebaran Marga Anggota Famili Vespertilionidae... 11 3 Distribusi Jumlah Kelelawar yang Diamati pada Berbagai Spesies... 18 4 Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan pada Spesies Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata... 32 5 Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Betina pada Spesies Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata... 33 6 Urutan dari yang Terbesar ke yang Terkecil Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Jantan Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata... 34 7 Urutan Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Betina Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata... 35 8 Rekapitulasi Jumlah Urutan Ukuran Variabel-variabel Linear Permukaan Tubuh pada Jantan Setiap Spesies Kelelawar Pemakan Serangga yang Diamati... 36 9 Rekapitulasi Jumlah Urutan Ukuran Variabel-variabel Linear Permukaan Tubuh pada Betina Setiap Spesies Kelelawar Pemakan Serangga yang Diamati... 37 10 Uji T 2 -Hotelling antara Jantan dan Betina pada Setiap Spesies Kelelawar yang Diamati... 44 11 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Nyctimene minutus Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen... 45

12 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Nyctimene minutus... 45 13 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Megaderma spasma Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen... 46 14 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Megaderma spasma... 46 15 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Nycteris javanica Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen... 47 16 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Nycteris javanica... 48 17 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Harpiocephalus harpia Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen... 48 18 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Harpiocephalus harpia... 49 19 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Rhinolophus keyensis Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen... 50 20 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Rhinolophus keyensis... 51 21 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Hipposideros cervinus Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen... 51 22 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Hipposideros cervinus... 52 23 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Mosia nigrescens Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen... 52 24 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Mosia nigrescens... 53 25 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Rhinopoma microphyllum Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen... 54 xiii

26 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Rhinopoma microphyllum... 55 27 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Chaerephon plicata Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen... 56 28 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Chaerephon plicata... 56 29 Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Berdasarkan Analisis Komponen Utama pada Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis Berikut dengan Sub-ordo dan Habitat... 58 30 Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Berdasarkan Analisis Komponen Utama pada Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Berikut dengan Sub-ordo dan Habitat... 59 xiv

Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Nyctimene minutus... 5 2 Megaderma spasma... 6 3 Nycteris javanica... 7 4 Mosia nigrescens... 8 5 Chaerephon plicata... 8 6 Hipposideros cervinus... 9 7 Harpiocephalus harpia... 10 8 Rhinopoma microphyllum... 11 9 Rhinolophus keyensis... 12 10 Anatomi atau Bagian Tubuh Kelelawar... 15 11 Ukuran Tubuh Kelelawar... 16 12 Peralatan Penangkapan dan Pengukuran (a) Jaring Kabut, (b) Perangkap Tradisional, (c) Timbangan Gantung, (d) Stoching, (e) Obor dan (f) Jangka Sorong Digital... 19 13 Peralatan Penangkapan dan Alat Dokumentasi (a) Tangga, (b) Senter Kepala, (c) Sarung Tangan Karet, (d) Golok, (e) Tali Nilon dan (f) Kamera Digital... 20 14 Variabel-variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar yang Diamati... 15 Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Maluku Tenggara... 26 16 Peta Lokasi Penelitian di Kota Tual... 27 17 Gua Vidnit (Gua Kematian)... 28 18 Lukisan Kuno pada Dinding Karang Gua Vidnit... 28 19 Pelabuhan Desa Debut... 29 20 Alat Transportasi dari desa Debut ke Tetoat... 29 21 Gua Hutan di Desa Ohoira... 30 22 Kerumunan Data Individu pada Berbagai Spesies Kelelawar yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 57 21

Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Koefisien Keragaman Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Jantan Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata... 73 2 Koefisien Keragaman Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Betina Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata... 74 3 Deskripsi Habitat Kelelawar Penelitian... 75 4 Perhitungan Manual Uji Statistik T 2 -Hotelling pada Variabel-variabel antara Spesies Nyctimene minutus dan Rhinolophus keyensis... 76 5 Hasil T 2 -Hotelling antara Spesies Kelelawar yang Diamati... 79 6 Perhitungan untuk Memperoleh Persamaan Komponen Utama Kesatu dan Kedua Berikut Nilai Eigen dan Keragaman Total Masing-masing... 80 7 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Nyctimene minutus... 84 8 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Megaderma spasma... 85 9 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Nycteris javanica... 86 10 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Harpiocephalus harpia... 87 11 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Rhinolophus keyensis... 88 12 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Hipposideros cervinus... 89 13 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Mosia nigrescens... 90

14 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Rhinopoma microphyllum... 91 15 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Chaerephon plicata... 92 16 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Nyctimene minutus... 93 17 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Megaderma spasma... 94 18 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Nycteris javanica... 95 19 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Harpiocephalus harpia... 96 20 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Rhinolophus keyensis... 97 21 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Hipposideros cervinus... 98 22 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Mosia nigrescens... 99 23 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Rhinopoma microphyllum... 100 24 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Chaerephon plicata... 101 25 Kerumunan Data Individu pada Beberapa Spesies Kelelawar-kelelawar Sub-ordo Microchiroptera (pemakan serangga) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 102 26 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Sub-ordo Megachiroptera (Nyctimene minutus) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk... 102 27 Kerumunan Data Individu pada Beberapa Spesies Kelelawar Gua Gunung yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 103 28 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Gua Hutan (Rhinopoma microphyllum) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 103 xvii

29 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Gua Pantai (Megaderma spasma) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 104 30 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Nycteris javanica yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 104 31 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Harpiocephalus harpia yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 105 32 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Rhinolophus keyensis yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 105 33 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Hipposideros cervinus yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 106 34 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Mosia nigrescens yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 106 35 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Chaerephon plicata yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 107 xviii

PENDAHULUAN Latar Belakang Maluku Tenggara merupakan wilayah yang memiliki dua pulau besar yaitu pulau Kei Kecil dan Kei Besar. Kota Tual, Desa Ohoira, Desa Ohoidertawun dan Desa Abean merupakan daerah di pulau Kei Kecil yang memiliki keranekaragaman fauna, seperti kelalawar. Kelelawar banyak ditemukan di atap rumah penduduk, pepohonan, gua gunung, gua hutan dan gua pantai. Satu-satunya anggota mamalia yang bersayap dan dapat terbang ini termasuk dalam ordo Chiroptera. Kelelawar pemakan serangga diklasifikasikan ke dalam sub-ordo Microchiroptera; sedangkan kelelawar pemakan buah dan nektar diklasifikasikan ke dalam sub-ordo Megachiroptera. Suyanto (2001) menyatakan bahwa sebanyak 205 jenis (133 jenis Microchiroptera dan 72 jenis Megachiroptera) atau sekitar 21% dari seluruh jenis kelelawar di dunia ditemukan di Indonesia. Kelelawar yang ditemukan di lokasi penelitian berkembangbiak pesat, meski sering ditangkap untuk dimakan karena dipercaya sebagai bahan pembuat obat penyembuh penyakit asma. Kotoran kelelawar dikenal sebagai pupuk guano yang bernilai ekonomis tinggi. Kelelawar juga dipercaya sebagai hewan penyerbuk tumbuhan (durian, petai, aren, kaliandra, pisang, bakau dan kapuk randau), penyebar biji buah-buahan (jambu air, jambu biji, kenari, keluwih, sawo, duwet, cendana, srikaya dan terung-terungan) dan pengendali hama serangga. Keunggulan satwa tersebut, mengakibatkan upaya penangkaran sudah mulai diperhatikan, sehingga kontrol populasi dapat dilakukan. Informasi mengenai karakteristik morfometrik berupa ukuran dan bentuk tubuh kelelawar, diperlukan untuk keperluan konservasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada kawasan konservasi, mengacu pada tiga pilar konservasi yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Keperluan konservasi pada penelitian ini, lebih ke arah pemanfatan kekayaan plasma nuftah secara lestari beberapa jenis kelelawar tertentu, yang mana di peternakan dapat dikembangkan pada satwa harapan. Informasi ukuran dan bentuk tubuh serta penciri dari sembilan spesies kelelawar yang diamati; di Kota Tual dan

Maluku Tenggara, diperlukan untuk upaya pemanfaatan secara lestari beberapa jenis satwa tersebut. Penciri ukuran lebih dipengaruhi lingkungan; sedangkan penciri bentuk lebih dipengaruhi genetik. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mencari skor ukuran dan bentuk tubuh berbagai spesies kelelawar di Kota Tual dan Maluku Tenggara. Berdasarkan skor ukuran dan bentuk tubuh tersebut, dapat ditentukan kerumunan masing-masing populasi spesies yang diamati sehingga ukuran dan bentuk tubuh antara berbagai spesies kelelawar tersebut dapat dibandingkan satu sama lain. Spesies kelelawar yang diamati meliputi Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata. 2

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar Kelelawar merupakan mamalia yang dapat terbang yang termasuk ordo Chiroptera. Hewan ini merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang dengan menggunakan sayap. Hewan ini bersifat nokturnal karena aktif mencari makan dan terbang hanya pada waktu malam hari, sehingga kelelawar memerlukan tempat bertengger (roosting area) dan tidur dengan bergelantung terbalik pada siang hari (Suyanto, 2001). Dijelaskan lebih lanjut bahwa sayap kelelawar sangat sensitif terhadap dehidrasi (kekurangan air). Djuri dan Madya (2009) menjelaskan bahwa sayap kelelawar dibentuk karena perpanjangan jari kedua sampai jari kelima yang ditutupi selaput terbang atau patagium, sedangkan jari pertama bebas dan berukuran relatif normal. Kelelawar memiliki cakar pada jari kedua, terutama pada famili Pteropodidae. Pada umumnya banyak kelelawar tidak memiliki ciri tersebut. Dinyatakan lebih lanjut bahwa dalam mengidentifikasi kelelawar dapat dibantu dengan keberadaan ekor. Jenis-jenis kelelawar yang tidak memiliki ekor atau ekor berukuran sangat kecil adalah Pteropus, Acerodon, Harpyionycteris, Styloctenium, Balionycteris, Aethalops, Megaerops, Syconycteris, Thoopterus, Chironax, Macroglossus, Megaderma dan Coelops. Ujung ekor bercabang dan membentuk huruf T, ditemukan pada jenis anggota marga Nycteris (Suyanto, 2001). Kelelawar diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Chiroptera, sub-ordo Megachiroptera dan Microchiroptera, famili Pteropodidae, Megadermatidae, Nycteridae, Vespertilionidae, Rhinolophidae, Hipposideridae, Emballonuridae, Rhinopomatidae dan Molossidae (International Union for Conservation of Nature, 2008). Famili Pteropodidae terdiri atas 72 spesies, famili Megadermatidae terdiri atas satu spesies, famili Nycteridae terdiri atas dua spesies, famili Vespertilionidae terdiri atas 63 spesies, famili Rhinolophidae terdiri atas 19 spesies, famili Hipposideridae terdiri atas 26 spesies, famili Emballonuridae terdiri atas 11 spesies, famili Rhinopomatidae terdiri atas satu spesies dan famili Molossidae terdiri atas 11 spesies (Suyanto, 2001). Sub-ordo Megachiroptera merupakan kelelawar pemakan buah-buahan; sedangkan sub-ordo Microchiroptera kelelawar pemakan serangga. Suyanto (2001) menyatakan bahwa sub-ordo Megachiroptera berukuran besar, telinga tidak memiliki

tragus (bagian yang menyerupai tangkai dalam telinga) atau anti tragus (bagian datar yang terletak dalam telinga), cakar ditemukan pada jari sayap kedua dan terdiri atas dua tulang jari. Dijelaskan lebih lanjut bahwa sub-ordo Microchiroptera berukuran kecil, telinga memiliki tragus atau anti tragus, jari sayap kedua tidak bercakar dan tidak memiliki tulang jari (Chairunnisa, 1997). Sub-ordo Megachiroptera dan Microchiroptera memiliki perbedaan. Pada umumnya sebagian besar sub-ordo Microchiroptera memiliki telinga yang besar dan kompleks, memiliki tragus dan anti tragus. Sub-ordo Megachiroptera memiliki kuku pada jari kedua yang tidak dimiliki Microchiroptera. Ukuran tubuh sub-ordo Megachiroptera relatif besar, memiliki telinga luar yang sederhana tanpa tragus, jari kedua kaki depan bercakar dan mata berkembang dengan baik (Wund dan Meyrs, 2005). Sub-ordo Microchiroptera menggunakan ekolokasi yang rumit untuk orientasi (navigasi) dan tidak menggunakan penglihatan pada saat terbang, serta umumnya memiliki mata kecil. Sub-ordo Megachiroptera lebih menggunakan penglihatan pada saat terbang, memiliki mata yang menonjol dan terlihat jelas, meskipun beberapa jenis marga Rousettus ditemukan menggunakan ekolokasi. Ekolokasi merupakan kemampuan kelelawar menangkap pantulan gelombang ultrasonik dari suara kelelawar yang bersentuhan dengan benda diam atau bergerak. Kelelawar pada saat terbang, mengeluarkan suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik) yaitu sekitar 50 Khz yang tidak dapat ditangkap telinga manusia. Manusia hanya dapat menangkap suara pada kekuatan frekuensi 3-18 Khz (Suyanto, 2001). Famili Pteropodidae Kelelawar yang terdapat di Indonesia diklasifikasikan ke dalam famili Pteropodidae. Suyanto (2001) menjelaskan bahwa 21 marga dan 72 jenis famili Pteropodidae ditemukan di Indonesia. Anggota famili ini dikenal sebagai kelelawar penyebar biji, penyerbuk bunga (Eonycteris, Macroglossus, Syconycteris) dan penghasil guano (Lalai Kembang dari jenis Eonycteris spelaea dan Pentae n Coboe Penthetor lucasi). Nyctimene minutus diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Megachiroptera dan family Pteropodidae (International Union for Conservation of Nature, 2008 a ). Kelelawar N. minutus diillustrasikan pada Gambar 1; sedangkan penyebaran marga anggota famili Pteropodidae di Indonesia; disajikan pada Tabel 1. 4

Tabel 1. Penyebaran Marga Anggota Famili Pteropodidae Marga Acerodon Aethalops Balionycteris, Dyacopterus dan Penthetor Boneia, Harpyionycteris dan Neopteryx Chironax Dobsonia Eonycteris Nyctimene Megaerops Syconycteris dan Paranyctimene Macroglossus, Pteropus dan Rousettus Cynopterus Sumber: Suyanto (2001) Penyebaran Sulawesi dan Nusa Tenggara Sumatera, Kalimantan dan Pegunungan Jawa Sumatera dan Kalimantan Sulawesi Sumatera, Lombok, Kalimantan, Jawa, Bali dan Sulawesi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Nusa Tenggara Sulawesi, Maluku dan Papua Barat Sumatera, Kalimantan dan Jawa Maluku dan Papua Barat Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia, kecuali Papua Barat Gambar 1. Nyctimene minutus Sumber: Tafais (2011) 5

Famili Megadermatidae Famili Megadermatidae hanya terdiri atas satu marga dan satu jenis anggota, yaitu vampir palsu (Megaderma spasma). Jenis ini dikenal sebagai vampir palsu karena vampir asli yang menghisap darah binatang hanya ditemukan di Amerika Selatan. Vampir asli memangsa jenis kelelawar lain, sedangkan vampir palsu memakan serangga, seperti jangkrik dan belalang. Famili Megadermatidae memiliki ukuran lengan bawah sayap 53-58 mm; betis 29-32 mm; kaki belakang 14-17 mm dan telinga 32-39 mm. Famili Megadermatidae menyebar di Thailand, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Sulawesi. Kelelawar Megaderma spasma memiliki ukuran ekor kecil (Suyanto, 2001). Megaderma spasma diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Megadermatidae (International Union for Conservation of Nature, 2008 b ). Megaderma spasma diillustrasikan pada Gambar 2. Famili Nycteridae Gambar 2. Megaderma spasma Sumber: Heideman (2008) Marga Nycteris memiliki dua jenis anggota di Indonesia yaitu Nycteris javanca dan Nycteris tragata. Jenis Nycteris javanica menyebar di Jawa; Bali dan Kangean; sedangkan jenis Nycteris tragata menyebar di Thailand, Malaysia, 6

Sumatera dan Kalimantan. Kelelawar dari famili Nycteridae memiliki ekor dengan ujung bercabang membentuk huruf T (Suyanto, 2001). Nycteris javanica diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Nycteridae (International Union for Conservation of Nature, 2008 c ). Nycteris javanica diillustrasikan pada Gambar 3. Famili Emballonuridae Gambar 3. Nycteris javanica Sumber: Falconeyestudios (2011) Famili Emballonuridae di Indonesia meliputi tiga marga dan 11 jenis. Marga famili Emballonuridae hanya memiliki satu jenis anggota yaitu kelelawar Ekor Trubus Hitam atau Mosia nigrescens dan Kubar Trubus atau Saccolaimus saccolaimus. Famili ini hidup pada habitat yang meliputi gua dangkal dan ronggarongga pohon (Suyanto, 2001). Penyebaran anggota famili Emballonuridae di Indonesia meliputi jenis Emballonura, Saccolaimus dan Taphozous (seluruh Indonesia) dan anggota Mosia (Maluku dan Papua Barat) (Suyanto, 2001). Mosia nigrescens merupakan anggota Mosia yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). M. nigrescens diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Emballonuridae (International Union for Conservation of Nature, 2008 g ). Mosia nigrescens diillustrasikan pada Gambar 4. 7

Famili Molossidae Gambar 4. Mosia nigrescens Sumber: Gstatic (2010) Famili Molossidae di Indonesia meliputi enam marga dan 11 jenis. Anggota Molossidae dapat terbang tinggi dan merayap di permukaan tanah atau tumbuhan. Jenis Chaerephon plicata diduga memakan wereng di areal persawahan, dengan makanan utama pijer (kupu-kupu malam). Pengklasifikasian jenis famili Molossidae didasarkan pada keberadaan bulu, processus postorbitalis, kantong tenggorokan, ketebalan dan panjang daun telinga, ukuran bulla tympanica dan lengan bawah sayap. Habitat famili Molossidae ditemukan di gua, rongga pepohonan dan atap gedung (Suyanto, 2001). Gambar 5. Chaerephon plicata Sumber: Bio Cris (2007) 8

Chaerephon plicata ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Chaerephon plicata diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Molossidae (International Union for Conservation of Nature, 2008 i ). Chaerephon plicata diillustrasikan pada Gambar 5. Famili Hipposideridae Kelelawar Indonesia memiliki tiga marga dan 26 jenis anggota famili Hipposideridae. Tiga marga tersebut diklasifikasikan berdasarkan bentuk daun hidung. Marga Hipposideros memiliki jumlah anggota yang terbanyak. Anggota Hipposideros diklasifikasikan berdasarkan jumlah daun hidung tambahan (terletak di samping daun hidung depan dan berbentuk tapal kuda), bentuk telinga, struktur berdaging seperti tabung pada dahi di belakang lanset (daun hidung), ciri tengkorak dan ukuran tubuh (Suyanto, 2001). Gambar 6. Hipposideros cervinus Sumber: Australian Museum (2010) Jumlah anggota Hipposideros di Indonesia sangat banyak sehingga dikelompokkan ke dalam kelompok bicolor, speoris, diadema dan cylops. Habitat anggota Hipposideros ditemukan di gua dan rongga pohon (Suyanto, 2001). Hipposideros cervinus merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Hipposideros cervinus diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Hipposideridae (International Union for Conservation of Nature, 2008 f ). Hipposideros cervinus diillustrasikan pada Gambar 6. 9

Famili Vespertilionidae Famili Vespertilionidae terdiri atas 14 marga dan 63 jenis anggota di Indonesia. Famili Vespertilionidae menempati gua (jenis Miniopterus); ruas bambu (jenis Tylonycteris); atap rumah (jenis Taphozous dan Pipistrellus); hutan khususnya pada pepohonan yang rimbun (jenis Kerivoula) dan gulungan daun pisang muda (jenis Myotis muricola). Kelelawar dari famili Vespertilionidae menarik sayap ke samping tubuh pada saat hinggap di sarang (Suyanto, 2001). Gambar 7. Harpiocephalus harpia Sumber: Francis (1998) Harpiocephalus harpia merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Harpiocephalus harpia diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Vespertilionidae (International Union for Conservation of Nature, 2008 d ). Penyebaran anggota famili Vespertilionidae di Indonesia disajikan pada Tabel 2; Harpiocephalus harpia diillustrasikan pada Gambar 7. Famili Rhinopomatidae Famili Rhinopomatidae hanya satu jenis di Indonesia, yaitu kelelawar Ekor Tikus Besar (Rhinopoma microphyllum). Penyebaran jenis Rhinopoma microphyllum hanya (Suyanto, 2001). di Sumatera Utara, yaitu daerah Balige dan ditemukan sangat jarang 10

Tabel 2. Penyebaran Marga Anggota Famili Vespertilionidae Marga Glischropus, Philetor dan Phoniscus Kerivoula dan Tylonycteris Hesperoptenus Murina Nyctophilus Scotophilus Scotorepens Harpiocephalus Myotis, Pipistrellus dan Miniopterus Penyebaran Sumatera, Kalimantan dan Jawa Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi Kalimantan dan Sulawesi Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara Nusa Tenggara dan Papua Barat Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali Timor dan Papua Barat Sumatera, Kalimantan, Jawa, Lombok dan Maluku Seluruh Indonesia Sumber: Suyanto (2001) Habitat R. microphyllum ditemukan di gua, terowongan, atap gedung, atap rumah dan bangunan lain berbentuk seperti piramid. Rhinopoma microphyllum merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Rhinopoma microphyllum diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Rhinopomatidae (International Union for Conservation of Nature, 2008 h ). Rhinopoma microphyllum diillustrasikan pada Gambar 8. Gambar 8. Rhinopoma microphyllum Sumber: Tagant (2011) 11

Famili Rhinolophidae Famili Rhinolophidae yang ditemukan di Indonesia hanya satu marga yaitu Rhinolophus. Marga Rhinolophus yang ditemukan di Indonesia diklasifikasikan ke dalam enam jenis kelompok dan 19 jenis anggota. Perbedaan jenis-jenis marga Rhinolophus diklasifikasikan berdasarkan ukuran tubuh dan telinga; ukuran dan bentuk sella; posisi pelekatan taju penghubung (connecting process) dengan ujung sella dan bentuk taju penghubung, keberadaan lapet (lipatan pada hidung) serta bentuk sekat rongga hidung (Suyanto, 2001). Rhinolophus keyensis merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Rhinolophus keyensis diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Rhinolophidae (International Union for Conservation of Nature, 2008 e ). Rhinolophus keyensis diillustrasikan pada Gambar 9. Gambar 9. Rhinolophus keyensis Produktivitas Kelelawar Daerah jelajah kelelawar bergantung pada jenis makanan. Jenis kelelawar Macroglossus sobrinus yang memakan cecadu pisang besar yang memiliki daerah jelajah mencapai radius tiga km, Lalai Kembang (Eonycteris spelaea) dapat mencapai radius 40 km dan Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus) mencapai radius 60 km. Kelelawar memiliki tempat tinggal yang beragam, seperti gua, kolong atap 12

rumah, terowongan, bawah jembatan, rimbunan daun, gulungan daun pisang atau palem, celah bambu, pepohonan besar, lubang batang pohon yang masih hidup maupun yang sudah mati (Suyanto, 2001). Kelelawar menempati habitat tertentu untuk melakukan aktivitas yang berbeda. Habitat kelelawar umumnya ditemukan mulai dari pantai sampai pegunungan. Pada umumnya kelelawar melakukan aktivitas pada malam hari dan beristirahat pada siang hari. Kelelawar beristirahat di dalam gua dan pepohonan tertentu (Fatem et al., 2006). Wund dan Myers (2005) menyatakan bahwa jenis-jenis kelelawar yang menempati wilayah geografi yang kecil atau yang memiliki ekologi yang khas; memiliki ancaman kepunahan yang tinggi. Peranan Kelelawar Keberadaan kelelawar mempunyai peranan penting bagi kehidupan masyarakat di Indonesia. Kelelawar berperan sebagai penyebar biji buah-buahan (jambu air, jambu biji, kenari, keluwih, sawo, duwet, cendana, srikaya dan terungterungan). Penyebar biji seperti kelelawar sangat diperlukan untuk menjaga keanekaragaman hutan tropis. Kelelawar mengambil cairan buah dengan mengunyah daging buah. Bagian serabut daging buah disepah dan biji buah dibuang pada jarak 100-2.000 m dari pohon induk; sehingga memberikan peluang pada biji menjadi besar untuk menyebar dan berkecambah di tempat yang berjauhan dari pohon induk (Wiantoro dan Achmadi, 2011 dan Suyanto, 2001). Maryati et al. (2008) menjelaskan bahwa kelelawar pemakan buah-buahan (Megachiroptera) berperan sebagai polinator. Kelelawar memiliki peranan sebagai penyerbuk berbagai tumbuhan (termasuk tumbuhan bernilai ekonomi tinggi seperti durian, petai, aren, kaliandra, pisang, bakau dan kapuk randau), sebagai pengendali hama serangga, sebagai obyek ekowisata dan sebagai penghasil pupuk guano. Pupuk guano telah banyak dimanfaatkan di Pelabuhan Ratu (Sukabumi, Jawa Barat), Gua Lawa (Nusa Kambangan), Gua Pintu Kuwari (Tamiang Hulu, Aceh Timur). Proses pemanenan pupuk guano sering dilakukan pada siang hari ketika kelelawar sedang tidur. Pengambilan pupuk guano disarankan dilakukan pada malam hari, ketika kelelawar keluar mencari makan (Suyanto, 2001). Guano mengandung banyak unsur hara, baik mikro maupun makro. Kegunaan lain dari kelelawar menurut Nowak (1999) adalah 13

dapat menyembuhkan sakit asma (pemanfaat hati kelelawar sebagai obat) dan dapat menyuburkan rambut (pemanfaatan lemak tubuh). Gua sebagai Habitat Kelelawar Gua merupakan tempat proses adaptasi berbagai jenis organisme berlangsung (Setyaningsih, 2011). Suyanto (2001) menyatakan bahwa kelelawar merupakan penyeimbang ekosistem gua. Dijelaskan lebih lanjut bahwa guano kelelawar diyakini sebagai sumber energi yang memiliki peranan penting dalam rantai makanan dalam ekosistem gua. Setyaningsih (2011) menyatakan bahwa lingkungan gua merupakan sebuah lingkungan yang unik dan khas dengan kondisi gelap total sepanjang masa. Dijelaskan lebih lanjut bahwa lingkungan gua terdiri atas empat zona yaitu mulut gua, zona peralihan (zona remang-remang), zona gelap dan zona gelap total (zona stagnant). Keadaan iklim mikro yang berbeda pada masing-masing gua dapat mempengaruhi perbedaan jenis-jenis kelelawar. Gua yang dihuni kelelawar pada umumnya mempunyai temperatur rendah dan kelembaban yang cukup tinggi (Maryanto dan Maharadatunkamsi, 1991). Suyanto (2001) menyatakan bahwa jumlah guano yang dihasilkan kelelawar dapat mempengaruhi temperatur dan kelembaban gua. Morfometrik Tubuh Kelelawar Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan faktor genetik dan lingkungan (Notosusanto, 2009). Martojo (1992) menjelaskan bahwa pengaruh genetik dan lingkungan merupakan dua hal penting untuk menghasilkan keragaman fenotipik pada individu-individu sekelompok ternak. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pengaruh genetik dan lingkungan yang diekspresikan sebagai fenotipik merupakan hasil dari perpaduan atau interaksi kedua pengaruh tersebut. Menurut Ihdia (2006) faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap ukuran tubuh kelelawar adalah kompetisi untuk mendapatkan pakan. Maryati (2008) menyatakan bahwa area untuk mencari pakan dan komposisi pakan sangat dipengaruhi musim bunga dan panen buah. Wijayanti (2011) menjelaskan bahwa kelelawar cenderung memilih sarang yang dekat dengan sumber pakan. Kelelawar adalah satu-satunya anggota mamalia yang dapat terbang. Kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) berukuran tubuh kecil (dari jenis 14

Balionycteris, Chironax dan Aethalops) yang memiliki bobot badan 10 g; dan ditemukan pula yang berukuran tubuh besar seperti Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus) yang memiliki bobot badan lebih dari 1.500 g, bentangan sayap mencapai 1.700 mm dan lengan bawah sayap 36-228 mm. Kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera) memiliki ukuran tubuh terkecil dengan bobot badan dua g dan yang terbesar 196 g, dan ukuran lengan bawah sayap 22-115 mm (Suyanto, 2001). Secara umum, skema anatomi tubuh kelelawar disajikan pada Gambar 10. Gambar 10. Anatomi atau Bagian Tubuh Kelelawar Sumber: Djuri dan Madya (2009) Ukuran tubuh luar dapat dijadikan indikator dalam penentuan jenis pada kelelawar. Ukuran dinyatakan dalam satuan milimeter, seperti panjang ekor (E) yang diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor, panjang kaki belakang (KB) yang diukur dari tumit sampai ujung jari terpanjang tanpa cakar, panjang kaki belakang yang diukur dari tumit sampai ujung jari dengan cakar terpanjang, panjang telinga (T) yang diukur pada jarak dari pangkal sampai ujung telinga yang terjauh, panjang betis yang diukur dari lutut sampai pergelangan kaki, panjang lengan bawah sayap (LB) yang diukur dari luar siku sampai sisi luar pergelangan tangan pada sayap 15

melengkung (Suyanto, 2001). Secara umum, ukuran tubuh kelelawar disajikan pada Gambar 11. Gambar 11. Ukuran Tubuh Kelelawar Sumber: Suyanto (2001) Keterangan: E= panjang ekor; KB=panjang kaki belakang (KB); T=panjang telinga; LB=panjang lengan bawah sayap Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan analisis yang bertujuan untuk mereduksi data dan mempermudah data diinterpretasikan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa Analisis Komponen Utama menerangkan struktur varian-kovarian (kombinasi data multivariat yang beragam) melalui kombinasi linear dengan variabel-variabel tertentu. Akar ciri atau ragam dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah variabel yang diamati dengan nilai keragaman total pada Analisis Komponen Utama yang diturunkan berdasarkan matriks kovarian (Gaspersz, 1992). Menurut Everitt dan Dunn (1998) penggunaan metode Analisis Komponen Utama dalam analisis morfometrik menerangkan bahwa komponen utama pertama mengindikasikan ukuran (size) sebagai vektor ukuran dan komponen utama kedua mengindikasikan bentuk (shape) sebagai vektor bentuk dari hewan yang diteliti. Hanibal (2008) menjelaskan bahwa ukuran berhubungan dengan bobot badan; sedangkan bentuk merupakan sifat yang dapat mewaris sehingga diminati ahli taksonomi (Everitt dan Dunn, 1998). 16

Keragaman total dijadikan sebagai indikasi untuk menentukan persamaan yang mewakili banyak persamaan yang dibentuk Analisis Komponen Utama. Dijelaskan lebih lanjut bahwa keragaman tersebut diperoleh dari hasil pembagian antara nilai Eigen komponen utama ke-i dan jumlah variabel yang diamati (Gaspersz, 1992). Menurut Afifi dan Clark (1996) vektor Eigen merupakan seperangkat koefisien pada kombinasi linear untuk komponen utama ke-i. 17

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kota Tual, desa Ohoira, desa Ohoidertawun dan desa Abean, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Januari 2012; sedangkan pemasokan dan pengolahan data dilakukan selama satu bulan, yaitu dari akhir bulan Januari-akhir Pebruari 2012. Materi Kelelawar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kelelawar pemakan serangga dan buah-buahan. Kelelawar pemakan serangga dan buah-buahan yang diamati meliputi sembilan spesies; sebanyak 254 ekor (127 jantan dan 127 betina). Tabel 3 menyajikan distribusi kelelawar dari berbagai spesies yang diamati. Penentuan spesies kelelawar yang diamati dilakukan berdasarkan keputusan penentuan spesies oleh Tim Konservasi dan Inventarisasi Hutan Kei, yang bersamasama melakukan penelitian (pendampingan penelitian). Tabel 3. Distribusi Jumlah Kelelawar yang Diamati pada Berbagai Spesies Spesies Jenis Pakan Jantan Betina Total -------------------------(ekor)-------------- Nyctimene minutus Buah 15 15 30 Megaderma spasma Serangga 9 9 18 Nycteris javanica Serangga 15 15 30 Harpiocephalus harpia Serangga 15 15 30 Rhinolophus keyensis Serangga 15 15 30 Hipposideros cervinus Serangga 15 15 30 Mosia nigrescens Serangga 15 15 30 Rhinopoma microphyllum Serangga 15 15 30 Chaerephon plicata Serangga 13 13 26 Total 127 127 254

Penelitian ini menggunakan beberapa alat berupa jaring kabut dan perangkap tradisional sebagai alat penangkap, timbangan gantung, tangga, jangka sorong digital, stoching, gunting, obor, senter kepala, sarung tangan karet, tali nilon dangolok. Pengolahan dibantu data dengan peranti lunak statistik MINITAB 15.1.20.0. Alat dokumentasi data yang digunakan berupa lembar data, alat tulis dan kamera. Prosedur Penangkapan Kelelawar Penangkapan kelelawar dilakukan pada siang hari pada saat kelelawar istirahat (tidur) dengan menggunakan jaring kabut. Jaring kabut dibentang di depan mulut gua dan pepohonan besar (sukun, mangga dan kelapa). Obor digunakan untuk menghalau kelelawar dari dalam gua, sehingga kelelawar terperangkap pada jaring kabut dan segera dimasukkan ke dalam stoching setelah terlebih dahulu menggunting jaring kabut seukuran dengan tubuh kelelawar. Gambar 12 dan 13 menyajikan peralatan yang digunakan pada penelitian. Gambar 12. Peralatan Penangkapan dan Pengukuran (a) Jaring Kabut (b) Perangkap Tradisional (c) Timbangan Gantung (d) Stoching (e) Obor (f) Jangka Sorong Digital 19

Gambar 13. Peralatan Penangkapan dan Alat Dokumentasi (a) Tangga, (b) Senter Kepala, (c) Sarung Tangan Karet, (d) Golok, (e) Tali Nilon dan (f) Kamera Digital Pengukuran ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kelelawar segera dilaksanakan yang meliputi: panjang tarsometatarsus (X 1 ), lingkar tarsometatarsus (X 2 ), panjang telinga (X 3 ), panjang ekor (X 4 ), panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang (X 5 ), panjang fibula (X 6 ), panjang kaki belakang tanpa cakar (X 7 ) dan panjang lengan bawah sayap (X 8 ); seperti yang disajikan pada Gambar 14. Panjang Tarsometatarsus (X 1 ) Panjang tarsometatarsus diukur dari pertemuan antara tarsometatarsus dengan jari. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Lingkar Tarsometatarsus (X 2 ) Lingkar tarsometatarsus diukur melingkar pada bagian tengah tulang pergelangan kaki. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. 20

Gambar 14. Variabel-variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar yang Diamati Sumber : Suyanto (2001) Keterangan: Panjang Telinga (X 3 ) X 1 =Panjang Tarsometatarsus; X 2 =Lingkar Tarsometatarsus; X 3 =Panjang Telinga; X 4 =Panjang Ekor; X 5 =Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X 6 =Panjang Fibula; X 7 =Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X 8 =Panjang Lengan Bawah Sayap Panjang telinga diukur pada jarak dari pangkal sampai ujung telinga yang terjauh. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Panjang Ekor (X 4 ) Panjang ekor diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X 5 ) Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang diukur dari tumit sampai ujung jari dengan cakar terpanjang. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Panjang Fibula (X 6 ) Panjang fibula diukur dari lutut sampai pergelangan kaki. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. 21

Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X 7 ) Panjang kaki belakang tanpa cakar diukur dari tumit sampai ujung jari terpanjang tanpa cakar. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Panjang Lengan Bawah Sayap (X 8 ) Panjang lengan bawah sayap diukur dari luar siku sampai sisi luar pergelangan tangan pada sayap melengkung. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Rancangan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Data yang diperoleh diolah secara deskriptif. Nilai rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman pada masing-masing variabel diolah berdasarkan rumus Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut: X = i Keterangan: = Rataan = Data ke-i n = Banyak data contoh SB = Simpangan baku KK = Koefisien keragaman n X i = SB = i Xi X n KK = X x 100% Uji T 2 -Hotelling Uji T 2 -Hotelling digunakan untuk membandingkan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh pada setiap dua spesies kelelawar yang diamati. Pengujian T 2 - Hotelling dilakukan berdasarkan Gaspersz (1992) dengan hipotesis sebagai Berikut: H 0 : U 1 = U 2 artinya vektor nilai rata-rata dari spesies pertama sama dengan spesies kedua H 1 : U 1 U 2 artinya kedua vektor nilai rata-rata itu berbeda 22

Rumus T 2 -Hotelling menurut Gaspersz (1992) adalah: = n n n n ( 1-2 )' S G -1 ( 1-2 ); selanjutnya besaran: F = - - - T 2 akan berdistribusi F dengan derajat bebas V 1 = p dan V 1 = Keterangan: T 2 F = Nilai T 2 -Hotelling = Nilai hitung T 2 -Hotelling = Jumlah data pengamatan pada spesies pertama = Jumlah data pengamatan pada spesies kedua 1 = Vektor nilai rata-rata variabel acak dari spesies pertama 2 = Vektor nilai rata-rata variabel acak dari spesies kedua S G 1 P = Invers matriks gabungan (invers dari matriks S G ) = Banyaknya variabel yang diukur Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk membentuk kerumunan data pada masing-masing spesies kelelawar yang diamati; berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk. Dua komponen utama berdasarkan keragaman total yang tinggi; digunakan sebagai persamaan ukuran dan bentuk untuk perhitungan skor ukuran (sumbu X) dan skor bentuk (sumbu Y); menurut Nishida et al. (1980) dan Everitt dan Dunn (1998). Penciri ukuran diperoleh berdasarkan nilai vektor Eigen tertinggi pada persamaan ukuran. Penciri bentuk diperoleh berdasarkan nilai vektor Eigen tertinggi pada persamaan bentuk. Keragaman total tertinggi dimiliki komponen utama pertama (persamaan ukuran) dengan model persamaan (Gaspersz, 1992) sebagai Berikut: Y 1 = a 11 X 1 + a 21 X 2 + a 31 X 3 + a 41 X 4 + a 51 X 5 + a 61 X 6 + a 71 X 7 + a 81 X 8 Keterangan: Y 1 X 1 X 2 X 3 = Komponen utama pertama (ukuran) = Panjang tarsometatarsus = Lingkar tarsometatarsus = Panjang telinga 23

X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 = Panjang ekor = Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang = Panjang fibula = Panjang kaki belakang tanpa cakar = Panjang lengan bawah sayap a - a 8 = Vektor ciri atau vektor Eigen ke-p untuk P,,, 8 Keragaman total tertinggi setelah komponen utama pertama dimiliki komponen utama kedua yang disetarakan dengan persamaan bentuk dan memiliki model persamaan (Gaspersz, 1992) sebagai Berikut: Y 2 = a 12 X 1 + a 22 X 2 + a 32 X 3 + a 42 X 4 + a 52 X 5 + a 62 X 6 + a 72 X 7 + a 82 X 8 Keterangan: Y 2 X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 = Komponen utama kedua (bentuk) = Panjang tarsometatarsus = Lingkar tarsometatarsus = Panjang telinga = Panjang ekor = Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang = Panjang fibula = Panjang kaki belakang tanpa cakar = Panjang lengan bawah sayap a - a 8 = Vektor ciri atau vektor Eigen ke-p untuk P,,, 8 Korelasi antara skor ukuran dan masing-masing variabel yang diamati diperoleh dari perkalian antara vektor Eigen dan akar dari nilai Eigen masing-masing yang dibagi dengan simpangan baku dari masing-masing perubah (Gaspersz, 1992). Hal yang sama juga dilakukan pada korelasi antara skor bentuk dan masing-masing variabel yang diamati. Vektor dan nilai Eigen yang digunakan untuk perhitungan korelasi tersebut berasal dari Analisis Komponen Utama (AKU) yang diturunkan dari matriks kovarian (Gaspersz, 1992). Rumus yang digunakan sebagai Berikut: r ZiYj = r ij = a ij i 24

Keterangan: r ZiYj a ij = Koefisien korelasi variabel ke-i dari komponen ke-j = Vektor Eigen variabel ke-i dari komponen ke-j = Nilai Eigen (akar ciri) komponen utama ke-j = Simpangan baku variabel ke-i Diagram Kerumunan Diagram kerumunan dibuat berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk tubuh yang diperoleh dari persamaan komponen utama pertama yang disetarakan dengan sumbu X dan persamaan komponen kedua yang disetarakan dengan sumbu Y. Setiap plot pada diagram kerumunan mencerminkan data setiap individu. Kesamaan juga perbedaan ukuran dan bentuk tubuh di antara spesies kelelawar yang diamati ditentukan berdasarkan diagram kerumunan data pada masing-masing spesies. Pengolahan Data Pengelolaan data untuk uji T 2 -Hotelling dan Analisis Komponen Utama dibantu dengan peranti lunak statistik MINITAB 15.1.20.0. 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian meliputi empat lokasi, yaitu Kota Tual, Desa Ohoira, Desa Ohoidertawun dan Desa Abean. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan jumlah populasi kelelawar terbanyak yang ditemukan di Kota Tual dan Maluku Tenggara. Peta lokasi penelitian Kabupaten Maluku Tenggara, seperti yang disajikan pada Gambar 15. Kota Tual Gambar 15. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Maluku Tenggara Sumber: Pemerintah Daerah Maluku Tenggara (2012) Tual terletak di Propinsi Maluku dengan luas 254,39 km². Kota Tual pernah menjadi bagian dari Kabupaten Maluku Tenggara sebelum Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2007, Nomor 31 disahkan (Badan Pemberi Modal Daerah Maluku, 2012). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Tual di sebelah utara berbatasan dengan Laut Banda, di sebelah selatan dengan Kabupaten Maluku Tenggara dan Laut Arafura, di sebelah barat dengan Laut Banda dan di sebelah timur dengan Selat Nerong. Rata-rata suhu tahunan Tual adalah 27,3 0 C; dengan suhu minimum 23,5 0 C dan suhu maksimum mencapai 33,2 0 C; berdasarkan data pada stasiun meteorologi kelas III Dumatubun Tual. Rata-rata kelembaban udara sekitar 81%, rata-rata penyinaran matahari 65% dan rata-rata tekanan udara 1.010,7 millibar. Curah hujan

tahunan pada daerah ini berkisar antara 2.000-4.000 mm dengan rata-rata curah hujan 2118,3 mm/tahun atau 176,5 mm/bulan (Badan Pemberi Modal Daerah Maluku, 2012). Peta lokasi Tual disajikan pada Gambar 16. Desa Ohoidertawun Gambar 16. Peta Lokasi Penelitian di Kota Tual Sumber: Google Earth (2012) Ohoidertawun merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Desa tersebut sering dikunjungi wisatawan asing karena memiliki tempat wisata dan gua dengan lukisan kuno. Gua yang disakralkan yang disebut Gua Kematian atau Gua Vidnit; ditemukan pada tebing karang, di pantai Ohoidertawun sebelah timur. Perjalanan dari Tual menuju Ohoidertawun ditempuh dalam waktu satu jam dengan mobil, sedangkan dari Ohoidertawun ke lokasi penelitian yaitu Gua Vidnit ditempuh dalam waktu 30 menit dengan motor laut. Relief misterius dan simbol berwarna merah dan kuning melekat pada dinding Gua Vidnit. Relief menyerupai sosok manusia, binatang, perahu dan matahari. Jika laut sedang surut atau meti Kei, maka gambaran relief dapat dilihat oleh pejalan kaki saat menyusuri tepi pantai. 27

Pintu Masuk Gua Gambar 17. Gua Vidnit (Gua Kematian) Perahu digunakan untuk melihat gambaran relief dinding karang pada saat air laut sedang pasang. Gambar Gua Vidnit dari kejauhan disajikan pada Gambar 17, sedangkan lukisan kuno pada dinding karang Gua Vidnit, disajikan pada Gambar 18. Gambar 18. Lukisan Kuno pada Dinding Karang Gua Vidnit Desa Ohoira Desa Ohoira terletak di Kecamatan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara. Perjalanan dari Tual menuju Langgur (Ibu kota Maluku Tenggara) 28

ditempuh dalam waktu 15 menit dengan mobil; dari Langgur menuju desa Debut ditempuh dalam waktu 30 menit dengan mobil; dari Debut menuju desa Tetoat ditempuh dalam waktu 15 menit dengan perahu; dari Tetoat menuju Ohoira ditempuh dalam waktu satu jam dengan sepeda motor; sedangkan dari Ohoira menuju lokasi penelitian ditempuh dalam waktu tiga jam tanpa kendaraan, karena lokasi penelitian ini terletak di dalam hutan. Gambar 19. Pelabuhan Desa Debut Lokasi penelitian merupakan gua yang terletak di dalam hutan. Gambar 19 menyajikan gambaran pelabuhan desa Debut yang merupakan akhir perjalanan darat yang menggunakan sarana angkut berupa mobil. Gambar 20 menyajikan alat transportasi perahu yang digunakan untuk menyeberang ke Tetoat. Gambar 20. Alat Transportasi dari Desa Debut ke Tetoat 29

Gua hutan di desa Ohoira jarang dikunjungi penduduk, karena disamping disakralkan juga memerlukan perjuangan untuk mencapai gua tersebut. Pepohonan dan rerumputan ditemukan disepanjang perjalanan menuju gua. Gua terletak di bawah permukaan tanah sehingga dibutuhkan alat tangga untuk mencapainya. Gambar gua hutan desa Ohoira disajikan pada Gambar 21. Gambar 21. Gua Hutan di Desa Ohoira Desa Abean Gua tersebut bernama Gua Hawun Yavur merupakan tempat pengamatan dilakukan. Gua ini merupakan salah satu gua yang terdapat di desa Abean dengan lokasi terletak di puncak gunung. Abean merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kei Kecil Timur, Kabupaten Maluku Tenggara. Perjalanan dari Tual menuju Langgur ditempuh dalam waktu 15 menit, sedangkan dari Langgur menuju desa Abean ditempuh dalam waktu 1,5 jam dengan mobil. Penduduk desa Abean sebagian besar jarang mengunjungi gua tersebut karena dijadikan sebagai tempat upacara adat. Perjalanan menuju Gua Hawun Yavur dari rumah terujung desa Abean sekitar lima jam perjalanan tanpa kendaraan, dengan sarana jalan yang telah bersemen. Jalan bersemen menuju gua yang menanjak membentuk sudut 60 0, tidak memungkinkan alat transportasi digunakan, terlebihlebih di kanan kiri jalan terdapat jurang yang curam. Adat istiadat setempat tidak mengijinkan dokumentasi berupa gambar-gambar kondisi setempat diabadikan. 30