KELELAWAR SULAWESI. Jenis dan Peranannya dalam Kesehatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KELELAWAR SULAWESI. Jenis dan Peranannya dalam Kesehatan"

Transkripsi

1 KELELAWAR SULAWESI Jenis dan Peranannya dalam Kesehatan BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2014

2 KELELAWAR SULAWESI Jenis dan Peranannya dalam Kesehatan Penulis: Bernadus Yuliadi Tika Fiona Sari Farida Dwi Handayani Penyunting Ahli: Ristiyanto Gambar cover : Rousettus celebensis i

3 Penerbit : Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Anggota IKAPI No. 468/DKXI/2013 Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta Kotak Pos 1226 Telp Ext. 223 Fax LPB@litbang.depkes.go.id Tim Penulis : B. Yuliadi, Tika Fiona Sari, Farida Dwi Handayani Penyunting ahli : Ristiyanto Ukuran 148 x 210 mm, 114 hal ISBN : ii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas selesainya penyusunan buku berjudul Kelelawar Sulawesi, Jenis dan peranannya dalam Kesehatan. Buku ini bertujuan untuk memudahkan identifikasi kelelawar di Sulawesi dan potensinya sebagai reservoir penyakit bersumber binatang, seperti penyakit Hendra virus, Nipah virus dan rabies. Pengetahuan tentang kelelawar di Indonesia masih terbatas. Buku ini disusun berdasar literatur untuk mempermudah proses identifikasi dan mengetahui keragaman jenis kelelawar Pulau Sulawesi. Diskripsi setiap jenis kelelawar juga didukung foto untuk semakin memudahkan dalam identifikasi. Harapan penulis informasi yang disajikan dalam buku ini bermanfaat untuk mengenal kelelawar sampai tingkat genus dan jenisnya. Saran dan masukkan diharapkan akan dapat semakin menyempurnakan buku ini. Salatiga, Juli 2014 Penulis iii

5 iv

6 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar gambar... vi Daftar tabel... viii I. Pendahuluan... 1 II. Penyakit bersumber kelelawar Rabies Nipah virus Hendra virus Japanese encephalitis III. Kelelawar Sulawesi i. Kunci Identifikasi Famili Kelelawar Indonesia ii. Famili Pteropodidae A. Genus Acerodon B. Genus Boneia C. Genus Chironax D. Genus Cynopterus E. Genus Dobsonia F. Genus Eonycteris G. Genus Herpyionycteris H. Genus Macroglosus I. Genus Neopteryx J. Genus Nyctimene K. Genus Pteropus L. Genus Rousettus M. Genus Syloctenium N. Genus Thoopterus iii. Famili Megadermatidae iv. Famili Vespertilionidae v

7 A. Genus Hesperoptenus B. Genus Kerivoula C. Genus Miniopterus D. Genus Murina E. Genus Myotis F. Genus Phoniscus G. Genus Pipistrellus H. Genus Tylonycteris v. Famili Rhinolophidae I. Genus Rhinolophus vi. Famili Hipposideridae J. Genus Hipposideros vii. Famili Emballonuridae A. Genus Emballonura B. Genus Mosia C. Genus Saccolaimus D. Genus Taphozous viii. Famili Molossidae a. Genus Chaerophon b. Genus Cheiromeles c. Genus Mops VI. Daftar Pustaka vi

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Morfologi kelelawar megachiroptera (pemakan buah)... 3 Gambar 2. Morfologi kelelawar Microcheroptera (pemakan serangga)... 4 Gambar 3. Kelelawar pemakan serangga Myotis muricola (A) dan Kelelawar pemakan buah Nyctimene cephalotes (B)... 5 Gambar 4. Macroglosus sobrinus sedang membantu proses penyerbukan pada bunga pisang (Old World Fruit Bats, 1992)... 7 Gambar 5. Negara dengan resiko penularan rabies Gambar 6. Siklus penyakit nipah virus Gambar 7. Negara dengan resiko penularan henipavirus Gambar 8. Negara dengan resiko penularan Japanese enchepalitis Gambar 9. Morfologi telinga Famili Kerivoulinae dan Vespertilioninae Gambar 10. Morfologi kepala Famili Rhinolophidae dan Hipposideridae Gambar 11. Distribusi Kelelawar pemakan buah Gambar 12. Ciri morfologi famili Megadermatidae Gambar 13. Ciri morfologi famili Vespertilionidae Gambar 14. Ciri morfologi famili Rhinolophidae Gambar 15. Ciri morfologi famili Hiposideridae Gambar 16. Ciri morfologi famili Emballonuridae Gambar 17. Ciri morfologi famili Molossidae vii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1. Jenis virus yang terdeteksi pada kelelawar Tabel 2. Morfometrik genus Acerodon Tabel 3. Morfometrik genus Cynopterus Tabel 4. Morfometrik genus Dobsonia Tabel 5. Morfometrik genus Nyctimene Tabel 6. Morfometrik genus Pteropus Tabel 7. Morfometrik genus Rousettus Tabel 8. Morfometrik genus Kerivoula Tabel 9. Morfometrik genus Miniopterus Tabel 10. Morfometrik genus Myotis Tabel 11. Morfometrik genus Pipistrellus Tabel 12. Morfometrik genus Rhinolophus Tabel 13. Morfometrik genus Hipposideros Tabel 14. Morfometrik genus Emballonura viii

10 I. PENDAHULUAN Farida Dwi Handayani Informasi dan dokumentasi kelelawar di Indonesia belum banyak disajikan, tetapi kelelawar telah dikenal masyarakat Indonesia secara luas, terbukti dengan adanya berbagai nama lokal untuk kelelawar. Masyarakat Indonesia timur mengenal kelelawar sebagai paniki, niki atau lawa; orang Sunda menyebutnya kampret, lalai; orang Jawa menyebutnya lawa, codot, kampret; sedangkan di Kalimantan disebut hawa, prok, cecadu, kusing dan tayo (Suyanto, 2001). Kelelawar merupakan mamalia termasuk dalam ordo Chiroptera. Chiroptera berasal dari bahasa Yunani cheir yang berarti tangan dan pteros berarti selaput, atau dapat diartikan sebagai sayap tangan, karena kaki depannya termodifikasi menjadi sayap (Corbeth dan Hill, 1992). Berbeda dengan sayap pada burung, sayap kelelawar merupakan perluasan tubuh, tidak berambut. terbentuk dari membran elastis berotot dan dinamakan patagium. Sayap kelelawar membentang di antara tulang-tulang telapak dan jari tangan atau anggota tubuh bagian depan sampai sepanjang sisi samping tubuh dan kaki belakang. Sayap kelelawar berfungsi untuk terbang dan untuk menyelimuti tubuhnya ketika 1

11 bergantung terbalik (Lekagul dan Mc Neely, 1977). Kelelawar betina akan menggunakan patagium untuk memegang anak yang baru dilahirkan dengan posisi kepala di bawah. Jenis kelelawar di dunia diketahui ada/terdapat 18 famili, 192 genus dan 977 spesies kelelawar (Nowak 1999), menurut Anthony M. Hutson et al, (2001) dalam bukunya Microchiropteran Bats, kelelawar dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) dan kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera). Menurutnya saat ini total terdapat 1001 spesies kelelawar di dunia, terbagi menjadi Megachiroptera 167 spesies dan Microchiroptera 834 spesies. Jumlah spesies terpublikasi terakhir berjumlah 1117 meliputi 1 famili 186 spesies megachiroptera dan 17 famili 931 spesies microchiroptera. (C. Srinivasulu et al. 2010) Kelelawar hidup pada berbagai tipe habitat dan memilih alternatif tempat bergelantung. Jenis-jenis kelelawar tertentu seperti kalong, codot dan beberapa jenis dari sub ordo Megachiroptera memilih tempat bergelantung untuk tidur pada pohon-pohon besar, sedangkan beberapa jenis kelelawar dari sub ordo Microchiroptera lebih memilih tempat berlindung pada gua, lubang-lubang batang pohon, celah bambu, pohon mati, jalinan rotan hingga langit-langit rumah pada pemukiman penduduk Beberapa jenis hidup secara berkoloni, berkelompok kecil, 2

12 berpasangan, dan bahkan hidup secara soliter. Kelelawar merupakan hewan aktif malam hari (nocturnal) dimulai dari matahari terbenam hingga pagi hari sebelum matahari terbit atau dikenal dengan istilah hewan crepuscular. Perilaku ini merupakan adaptasi dari bentuk sayap berupa selaput kulit tipis dan sangat rentan terkena sinar matahari, karena lebih banyak panas diserap daripada dikeluarkan (Corbeth dan Hill, 1992). Selain itu, kelelawar juga mengalami adaptasi khusus berupa indera yang sangat mendukung aktivitas mereka di malam hari, sehingga dapat mengurangi persaingan dengan hewan beraktivitas pada siang hari (diurnal) misalnya burung. Gambar 1. Morfologi kelelawar megachiroptera 3

13 Megachiroptera memiliki ciri ciri: mata besar, penciuman yang baik, struktur telinga sederhana, tidak memiliki tragus/antitragus pada telinganya, ekor biasanya pendek bahkan tidak ada, jari sayap kedua umumnya bercakar, kecuali Eonycteris, Dobsonia dan Neopteryx (gambar 1). Gambar 2. Morfologi kelelawar microcheroptera Microchiroptera pada umumnya berukuran kecil, memiliki struktur telinga kompleks, memiliki tragus/antitragus merupakan bagian kulit berdiri di depan saluran telinga, jari sayap kedua tidak bercakar (gambar 2). Jenis kelelawar tertentu terutama famili Rhinolophidae memiliki daun hidung sederhana, berupa lipatan kulit kecil tunggal dan tumbuh diujung moncong dan 4

14 Hipposideridae memiliki bagian khusus pada wajah, terutama disekitar lubang hidung, disebut daun hidung yang merupakan tonjolan kulit. (Suyanto, 2001). A B Gambar 3. Kelelawar pemakan serangga Myotis muricola (A) dan Kelelawar pemakan buah Nyctimene cephalotes) (B) Kelelawar membutuhkan lebih banyak oksigen pada saat terbang, yaitu 27 ml O2/g bobot tubuh, sedangkan saat tidak terbang kelelawar hanya membutuhkan 7 ml O2/g bobot tubuh. Pada saat terbang jantung kelelawar berdenyut lebih cepat yaitu 822 kali/menit, sedangkan pada saat tidak terbang hanya 522 kali/menit. Untuk mendukung kebutuhan oksigen yang tinggi, jantung kelelawar berukuran relatif lebih besar dibandingkan 5

15 kelompok hewan lain. Jantung kelelawar berukuran 0.09% dari bobot tubuhnya, sedangkan hewan lain hanya 0.05% dari bobot tubuhnya. Tingginya kebutuhan energi pada saat terbang mengharuskan kelelawar makan dalam jumlah banyak (Suyanto, 2001). Makanan kelelawar megachiroptera cenderung mencolok, mengelompok, dan umumnya berlimpah serta mudah dipanen. Microchiroptera pemakan serangga aktif malam hari seperti nyamuk, kumbang-kumbangan, ngengat dan sebagainya. Kingston dkk (2006) dan Suyanto (2001), menyatakan bahwa satu ekor kelelawar dapat makan serangga hingga setengah bobot tubuhnya atau setara dengan 600 ekor serangga berukuran sebesar nyamuk dalam waktu satu jam. Di daerah khatulistiwa makanan tersedia sepanjang tahun, sedangkan di daerah sub tropis makanan mungkin langka selama berbulan-bulan. Beberapa spesies kelelawar bisa bertengger tunggal dekat dengan makanan mereka, sedangkan yang lain mungkin bertengger dikoloni besar sehingga mereka harus terbang jarak jauh untuk mencari makan. Kelelawar juga sangat penting sebagai penyerbuk dan penyebar biji (gambar 4) di hutan tropis seluruh dunia (Marshall, 1983, 1985; Fleming et al, 1987; Fleming, 1988; Coxetal, 1991, 1992; Pierson dan Rainey, 1992) Buah-buahan besar, seperti mangga (Anacardiaceae: Mangi feraindica), harus dikonsumsi di 6

16 tempat, tapi buah-buahan lebih kecil dapat dibawa dari pohon induknya sebelum dimakan dan benih dikeluarkan melalui mulut atau anus. Jarak benih terpencar tergantung pada ukuran kelelawar. Cynopterus brachyotis dengan berat badan kurang lebih 30 gr dapat membawa buah hingga 75 gr, dan terbang sampai 200 m (van der Pijl, 1957). Di sisi lain, Pteropus vampyrus (800 gr) dapat membawa buah lebih dari 200 gr (van der Pijl, 1957; Marshall dan Mc William, 1982). Pteropus vampyrus dapat melakukan perjalanan sekitar 50 km setiap malam untuk mencari makan sehingga penyebaran jarak jauh mungkin terjadi. Banyak buahbuahan dimakan oleh kelelawar juga disukai oleh hewan lain, sehingga terjadi kompetisi intraspesifik. K. G. Heller Gambar 4. Macroglosus sobrinus sedang membantu proses penyerbukan pada bunga pisang (Old World Fruit Bats, 1992) 7

17 Terlepas dari peranannya secara ekologis, Kelelawar adalah reservoir alami dari sejumlah virus potensial terhadap penyakit zoonosis (Angela D. Luis, 2013). Keragaman spesies kelelawar mewakili sekitar 24% dari semua spesies mamalia. Secara khusus, kelelawar pemakan serangga memainkan peran penting dalam epidemiologi rabies, kelelawar vampir (haematophagous) adalah reservoir rabies pada satwa liar di Amerika Latin. Sebaliknya, informasi tentang patogenesitas lyssaviruses pada kelelawar buah (flying fox) baru-baru ini ditemukan berperan dalam epidemiologi lyssavirus di Australia. Namun, secara umum, angka kematian pada kelelawar terinfeksi rendah, dan serokonversi terjadi pada banyak kelelawar yang bertahan hidup. Transmisi rabies dari kelelawar terinfeksi terjadi melalui gigitan atau media lainnya. (K.A. Mc Coll, N. Tordo & A. Aguilar Setién, 2000). 8

18 II. PENYAKIT BERSUMBER KELELAWAR Tika Fiona Sari Emerging Infectious Disease (EID) merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat global, lebih dari 25 persen kematian tahunan di seluruh dunia diperkirakan langsung berhubungan dengan penyakit menular (Morens, Folkers dan Fauci, 2004). Beberapa tahun belakangan ini, kelelawar dianggap berperan dalam penyebaran berbagai EID dan merupakan salah satu hewan reservoir yang mampu menularkan berbagai penyakit zoonosis kepada manusia, hewan domestik maupun hewan liar lainnya (Calisher dkk, 2006). Banyak informasi telah dikumpulkan tentang peran kelelawar dalam pemeliharaan dan penyebaran virus dari spesies Microchiroptera (kelelawar pemakan serangga), dan hanya ada sedikit informasi yang tersedia untuk anggota subordo Megachiroptera (flying fox dan fruit bats) (Mackenzie, Field dan Guyatt, 2003). Kelelawar merupakan inang keanekaragaman virus patogenik penyakit zoonosis di seluruh dunia. Meski tampak tidak patogen terhadap kelelawar, beberapa virus sangat mempengaruhi mamalia lain termasuk manusia, Contohnya : coronavirus sindrom pernapasan akut, Ebola, Marburg virus, Nipah dan Hendra. Pada 9

19 skala evolusi, mengakibatkan interaksi antara host dan keragaman virus penyakit zoonosis, sehingga kemungkinn virus pada kelelawar beradaptasi menjadi lebih toleran terhadap respon demam dan kurang mematikan terhadap inang alaminya. (Thomas J. O Shea, 2014). Hal diatas karena kelelawar telah berevolusi selama jutaan tahun dan banyak virus juga telah berevolusi dengan mereka, yang berarti tidak menyebabkan penyakit pada kelelawar sendiri. Hubungan antara kelelawar dan penyakit menular yang kompleks telah diakui oleh Ecohealth Aliansi: "Kami menghadapi tantangan penting dalam upaya kami untuk melindungi hewan-hewan penting dari perburuan, hilangnya habitat dan penyakit. Memahami situasi yang kompleks penyebab virus kelelawar menular ke populasi manusia dan hewan serta melindungi kesehatan hewan domestik dan manusia. Beberapa sejarah kehidupan kelelawar dapat menjelaskan mengapa kelelawar menjadi reservoir dari sejumlah virus. Ada beberapa variasi antara spesies dalam sifat-sifat ini, tapi satu hal yang sama adalah kelelawar memiliki kemampuan terbang. Sifat ini menjadi alasan kelelawar mampu membawa, tetapi tidak terpengaruh keberadaan virus, termasuk siklus hidup kelelawar yang relatif panjang, jarak terbang kelelawar saat mencari makan, migrasi dan perilaku bertengger secara sosial. 10

20 Kemampuan terbang diyakini mengakibatkan kelelawar mengembangkan sistem kekebalan tubuh mereka untuk melawan penyakit. Tingginya tingkat metabolisme selama terbang pada kelelawar dapat meningkatkan, memfasilitasi, atau mengaktifkan respon imun. Metabolisme selama terbang juga memungkinkan beberapa virus untuk bertahan dalam kelelawar dan menjadi resisten terhadap respon imun bawaan. (Luis dkk, 2013) Memahami bagaimana kelelawar melakukan ini dapat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Bahkan ada banyak aspek dari kemampuan kelelawar untuk melawan penyakit pada akhirnya dapat menyebabkan kemajuan dalam perawatan kesehatan manusia. Kelelawar memiliki berbagai karakteristik yang dapat memaksimalkan perannya sebagai reservoir virus dan menunjang perannya dalam penyebaran EID, diantaranya masa hidup yang panjang, keragaman spesies, memiliki jarak terbang jauh, jumlah koloni besar, dan memiliki imunitas. Penyakit zoonosis yang ditularkan oleh kelelawar diantaranya adalah rabies, Nipah virus, Japanese encephalitis, Hendra virus, Lyssavirus dan Menangle. Secara keseluruhan, telah diidentifikasi virus zoonosis pada > 15 genus setidaknya 200 spesies virus dalam 12 genus kelelawar di seluruh dunia (tabel 1) (FAO, 2011). 11

21 Tabel 1. Jenis virus yang terdeteksi pada kelelawar 12

22 13

23 Dari tabel diatas beberapa spesies kelelawar ditemukan di Sulawesi, belum adanya penelitian secara komprehensif tentang kemungkinan adanya patogen pada kelelawar di Sulawesi 14

24 menjadikan peringatan bagi institusi terkait. Beberapa penyakit potensial di Sulawesi berdasar keberadaan kelelawar (reservoir) antara lain : 1. Rabies merupakan penyakit infeksi susunan saraf pusat disebabkan oleh virus dari famili Rhabdovirus dan genus Lyssavirus. Saat ini, rabies merupakan salah satu penyakit reemerging di beberapa Negara, hal ini ada hubungannya dengan meningkatnya kontak antara manusia maupun hewan domestik dengan hewan reservoir. Gambar 3. Negara dengan resiko penularan rabies Di beberapa negara kelelawar berperan sebagai reservoir untuk lyssavirus. Kelelawar yang sudah terbukti menularkan 15

25 penyakit rabies di Amerika Latin adalah Desmodus rotundus (Johnson dkk, 2014). Menurut Hughes, G. J dkk, Adaptasi varian virus rabies pada kelelawar terjadi dan lebih cepat pada genus berkoloni (Eptesicus dan Myotis) dibandingkan kelelawar genus soliter (Lasionycteris, Pipistrellus, dan Lasiuris). Negara dengan resiko penularan rabies dapat dilihat pada gambar Nipah Virus (NiV) termasuk dalam famili Paramixoviridae dan genus Henipavirus, virus ini tergolong sangat patogen bagi ternak babi dan manusia. Penyakit ini pertama kali muncul di Malaysia pada tahun 1998, menyebabkan wabah respirasi pada babi, yang kemudian menyerang manusia dengan mortalitas tinggi. Kelelawar dari genus Pteropus merupakan reservoir alami dari Nipah virus (symptomless carriers) dan diidenfikasi sebagai penyebab outbreak penyakit nipah pada babi dan manusia. Kelelawar yang terinfeksi akan menularkan Nipah virus melalui eskresi dan sekresinya, seperti air liur, urine, dan air mani (CDC). Penularan nipah juga dapat terjadi dari manusia ke manusia Ilustrasi jelas transmisi NIV dari manusia ke manusia terjadi selama wabah di Faridpur, Bangladesh tahun 2004 (Gurley ES, 2007). Di Indonesia kasus Nipah pada manusia dan babi belum pernah dilaporkan secara klinis. Sendow dkk (2008), melaporkan 16

26 bahwa serum kelelawar (Pteropus vampyrus) di daerah Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki antibody terhadap Nipah virus. Prevalensi tertinggi ditemukan di daerah Jawa Tengah yaitu sebesar 33%, menyusul Sumatra Utara (30,6%), Jawa Timur (19%) dan Jawa Barat (18%). Gambar 4. Siklus penyakit nipah virus 3. Hendra virus (HeV) termasuk dalam famili Paramixoviridae dan genus Henipavirus, virus ini memiliki hubungan kekerabatan dengan Nipah virus. HeV pertama kali ditemukan di kota Brisbane, Australia 1994, yaitu menyebabkan penyakit 17

27 respiratori akut pada kuda. Survei yang dilakukan pada hewan liar, menunjukkan bahwa kelelawar pemakan buah dari genus Pteropus merupakan reservoir alami bagi Hendra virus. Manusia bisa tertular penyakit ini karena kontak dengan kuda yang terinfeksi Hendra virus. Penyebaran Hendra virus hingga saat ini masih terbatas pada daerah Australia dan Papua Nugini (FAO, 2011; Merck Manual). Kasus Hendra virus di Indonesia secara klinis belum pernah dilaporkan Gambar 5. Negara dengan resiko penularan henipavirus 4. Japanese encephalitis (JE) adalah penyakit viral yang penularannya melalui vektor dan menyebabkan penyakit encephalitis pada manusia, dan juga dapat menyerang ternak. 18

28 Virus JE dapat menginfeksi ternak dan manusia, terbukti dengan adanya laporan terdeteksinya antibodi terhadap virus JE pada beberapa spesies ternak seperti kerbau, sapi, kambing, domba babi, kuda, kera, burung liar (sendow dkk, 1995). Menurut Cui dkk (2008); Miura dkk (1970) dan Banerjee dkk (1988) kelelawar yang terdeteksi memiliki antibodi terhadap virus JE, diantaranya adalah genus Hipposideros, Rhinolophus, Myotis dan Rousettus. Menurut Winoto dkk (1995), serum kelalawar yang terdeteksi positif mengandung antibodi terhadap virus JE memakai uji netralisasi di daerah Kalimantan Barat adalah genus Cynopterus. Gambar 6. Negara dengan resiko penularan Japanese enchepalitis 19

29 20

30 III. KELELAWAR SULAWESI Bernadus Yuliadi Buku kunci identifikasi kelelawar yang dapat digunakan di lapangan dan laboratorium masih sangat kurang. Buku ini berisi diskripsi dan ukuran morfometrik kelelawar yang berada di Pulau Sulawesi. Dalam kelas mamalia ordo chiroptera merupakan terbesar kedua setelah rodensia. Jumlah spesies terpublikasi terakhir berjumlah 1117 meliputi 1 famili 186 spesies megachiroptera dan 17 famili 931 spesies microchiroptera. (C. Srinivasulu et al. 2010) Jenis kelelawar di Asia Tenggara terdapat 254 spesies tersebar di Indochina region malaya dan islands of the continental. Indonesia dengan kepulauan terbentang dari Sumatera sampai Papua mendukung keanekaragaman hayati. Lebih dari 200 spesies kelelawar (20% jenis kelelawar di dunia) berada di Indonesia, 75 spesies dilaporkan berada di Pulau Sulawesi (Suyanto 2001). Beberapa pulau seperti Kalimantan sangat kaya jenis kelelawarnya tetapi Pulau Sulawesi memiliki keragaman spesies endemik (Karl F. Koopman, 1989). Kelelawar dibagi menjadi dua subordo. Megachiroptera (Kelelawar buah/ Old world fruit bat), memakan buah atau nektar bunga, memiliki mata besar digunakan untuk menemukan jalan 21

31 mereka. Margin telinga membentuk cincin terus menerus sepanjang telinga, memiliki cakar pada jari kedua (kecuali Eonycteris), menggunakan cakar serta kaki mereka untuk pegangan, mereka sering memanjat melalui pohon. selaput kulit antar pahasempit/ tidak berkembang dan ekor pendek atau tidak ada. Kelelawar buah memiliki mata besar mencolok, kecuali Rousettus. Microchiroptera, memakan sebagian besar serangga, memiliki mata tetapi biasanya kecil, untuk menemukan jalan menggunakan mekanisme ekolokasi. Margin telinga dimulai dan berakhir di kepala, daun hidung ada atau tidak ada, tidak memiliki cakar pada jari kedua, selaput kulit antar paha berkembang dengan baik, ekor biasanya panjang. Kelelawar memiliki ciri-ciri khusus yang digunakan dalam penggolongan berdasarkan taksanya sebagai contoh: Famili Pteropodidae mempunyai cakar pada jari kedua, merupakan adaptasi dari jenis pakannya yaitu buahbuahan. Genus tertentu seperti Dobsonia memiliki rambut sangat jarang atau bahkan gundul (Cheiromeles), sedangkan Genus lain rambutnya sangat lebat (Pteropus vampyrus). Secara umum, kelelawar mempunyai selaput kulit antar paha (selaput kulit antar paha), berlekatan dengan ekor 22

32 atau tulang ekor. Perlekatan ekor ini dapat terjadi sebagian kecil atau seluruhnya. Kelelawar dengan selaput kulit antar paha tidak berkembang, umumnya memiliki ekor pendek, kecuali pada Rhinopomatidae memiliki ekor sangat panjang (Suyanto, 2001). Kelelawar microchiroptera mempunyai daun telinga berbentuk tragus atau antitragus. Tragus adalah bagian menonjol berbentuk seperti tongkat dari dalam daun telinga, sedangkan antitragus adalah bagian menonjol berbentuk bundar atau tumpul di luar daun telinga, seperti pada kelelawar Famili Molossidae Gambar 9. Morfologi telinga Famili Kerivoulinae dan Vespertilioninae Jenis kelelawar tertentu dari Famili Rhinolophidae dan Hipposideridae memiliki bagian khusus pada wajah, terutama di sekitar lubang hidung yang disebut daun hidung (Lekagul dan McNeely, 1977). 23

33 Gambar 10. Morfologi kepala Famili Rhinolophidae dan Hipposideridae Indonesia menjadi negara dengan jumlah jenis kelelawar pemakan buah tertinggi di dunia. Pulau Sulawesi menjadi pulau dengan keanekaragaman jenis kelelawar pemakan buah tertinggi di dunia sedangkan Irian Jaya Timur ketiga dunia. Beberapa pulau lain (Kalimantan, Jawa, Lombok dan Sumatera) juga berperan dalam jumlah keragaman fauna kelelawar pemakan buah Indonesia (Simon P. et al, 1992) Dalam melakukan identifikasi kelelawar baik genus maupun spesies yang perlu diperhatikan adalah bagian eksternal, terdiri atas pengukuran anatomi meliputi : panjang badan dan kepala (Head Body lenght/hb), panjang lengan bawah (Forearm length/fa), panjang betis (Tibia length/tb), panjang ekor (Tail lenght/t) dan panjang kaki belakang (Hindfoot lenght/hf); Bentuk 24

34 moncong, warna rambut, bentuk hidung dan telinga (ada tragus dan antitragus pada kelompok microchiroptera). Gambar 11. Bagian bagian yang diukur pada kelelawar Cara pengukuran morfometrik pada kelelawar dapat dilihat pada gambar 12 Gambar 12. Pengukuran morfometrik pada kelelawar 25

35 Selain anatomi bentuk, urutan dan jumlah gigi juga sebagai penanda pada setiap genus dan spesies kelelawar. Di Indonesia terdapat 9 famili dan 7 famili terdapat di P. Sulawesi yaitu : Pteropodidae (megachiroptera) dan, Megadermatidae, Vespertilionidae, Rhinolophidae, Hiposideridae, Molossidae, Emballonuridae (microchiroptera) i. Kunci Identifikasi famili kelelawar di Indonesia 1. Mempunyai cakar pada jari kedua (kecuali Eonycteris), mata besar, telinga tanpa tragus dan anti tragus, bentuk telinga sederhana, selaput kulit antar paha tidak berkembang, tonjolan geraham tumpul, muka menyerupai anjing atau serigala.... Pteropodidae Tidak mempunyai cakar pada jari kedua, mata kecil telinga terdapat tragus dan/atau anti tragus, tonjolan geraham tumpul, selaput kulit antar paha berkembang dengan baik Seluruh ekor terbungkus dalam selaput kulit antar paha

36 Tidak seluruh ekor terbungkus dalam selaput kulit antar paha Hidung sederhana, tidak memiliki daun hidung (kecuali Nyctophilus), gigi seri kecil terpisah di tengah.... Vespertilionidae Memiliki daun hidung, gigi seri tidak terpisah ditengah 4 4. Ujung tulang ekor membentuk huruf T, ekor terbungkus sempurna dalam selaput kulit antar paha Nycteridae Ujung ekor tidak membentuk huruf T, ekor tidak terbungkus sempurna dalam selaput kulit antar paha Telinga besar, panjang dan bundar, pangkalnya bersambung tepat di atas kepala. Tragus panjang dan bercabang, ekor pendek, tidak memiliki gigi seri atas Megadermatidae Ujung ekor tidak demikian

37 6. Daun hidung tengah (di belakang lubang hidung) memiliki bagian mencuat ke atas yang disebut sella, daun hidung posterior mencuat membentuk lanset panjang dengan ujung lancip, anti tragus pada telinga tampak jelas. Rhinolophidae Lipatan kulit hidung sebelah belakang tumpul, daun hidung tengah (di belakang lubang hidung) berbentuk bantalan, daun hidung depan rendah dan melebar, telinga mempunyai anti tragus pendek.. Hipposideridae 7. Bentuk hidung sederhana (tanpa daun hidung), bagian ekor bebas tidak terbungkus selaput kulit antar paha, mencuat di tengah membran, tragus kecil sampai sedang, Tubuh kecil sampai sedang dengan panjang lengan bawah sayap <50 mm.... Emballoniridae Bagian ekor yang mencuat berada di ujung selaput kulit antar paha Ekor yang bebas sangat panjang, lebih dari separuh panjang ekor. Ada lipatan kulit 28

38 sederhana di atas lubang hidung, jari kedua terdiri dari dua tulang jari... Rhinopomatidae Bagian ekor yang mencuat berada di ujung selaput kulit antar paha, moncong menjorok ke depan melebihi rahang bawah, bibir agak keriput Molossidae Penulisan dengan huruf tercetak miring tebal merupakan genus terlaporkan ada di Pulau Sulawesi ii. Famili Pteropodidae Famili Pteropodinae di dunia ada 42 Genus 169 spesies, di Indonesia ada 21 Genus, 72 spesies dan di Pulau Sulawesi terdapat 14 genus 29 spesies (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002), Genus Boneia, Harpionycteris, Neopteryx dan Styloctenium bahkan dilaporkan hanya ditemukan di P. Sulawesi. Famili Pteropodidae hidup berkoloni, masa bunting 3-6 bulan dan hanya melahirkan 1 anak pertahun. Makanan : daun, buah, nektar dan serbuk sari. Anggota ini juga dikenal sebagai kelelawar pemencar Ciri ciri : mata besar, telinga tidak memiliki tragus dan antitragus, tonjolan geraham tumpul, proicessus postorbitalis umumnya berkembang. Genus Eonycteris, Dobsonia dan Neopteryx jari sayap nomor dua tidak bercakar. 29

39 Gambar 11. Distribusi Kelelawar pemakan buah Kunci Identifikasi Famili Pteropodidae 1. Jari sayap kedua tidak bercakar Jari sayap kedua bercakar Punggung gundul, gigi seri sepasang. Dobsonia Punggung berbulu, gigi seri 2 pasang 3 3. Tidak berekor.... Neopteryx Berekor. Eonycteris 4. Gigi seri bawah tidak ada. 5 30

40 Gigi seri bawah ada Ada garis coklat kehitaman sepanjang tengah punggung, bercak kuning pada sayap, lengan bawah dan telinga. Nyctimene Punggung tanpa garis coklat, Bercak kuning ada tetapi tidak jelas.. Paranyctimene 6. Gigi seri bawah dua.. 7 Gigi seri bawah empat Berekor, telinga hitam, kecuali sekitar mata berwarna pucat, gigi seri atas bagian luar lebih besar dari sebelah dalam, panjang lengan bawah mm... Penthetor Tidak berekor 8 8. Gigi seri atas 2 buah dan ukurannya lebih besar daripada taring, taring atas mempunyai tiga tonjolan, geraham bawah 5 6 tonjolan, panjang lengan bawah mm Herpyionycteris Gigi seri atas 4 buah

41 9. Ada garis pendek putih di atas mata dan hidung, warna rambut kemerahan, ada rumpang antara P 4 dan M 1, taring pendek dan tebal, panjang lengan bawah mm. Styloctenium Tidak ada garis pendek putih di atas mata dan hidung, rumpang antara P 4 dan M 1 tidak ada Ada bercak bercak kuning muda pada sayap terutama sekitar sambungan tulang. Warna rambut badan coklat abu abu muda, rambut bagian kepala berwarna lebih hitam, panjang lengan bawah mm. Ballionycteris Bercak bercak kuning muda terutama sekitar sambungan tulang pada sayap tidak ada Selaput kulit antar paha berambut tebal, tulang kalkar pada kaki sangat kecil, panjang lengan bawah mm Aethalops Selaput kulit antar paha berambut tipis, tulang kalkar pada kaki besar,ibu jari sayap 32

42 sebgian terbungkus membran sayap, panjang lengan bawah mm 12. Gigi seri atas 2 buah dan ujungnya berbelah 2, rambut leher membentuk jumbai berwarna coklat tua. Langit langit sebelah depan melebar, panjang lengan bawah 95 mm. Megaerops Boneia Gigi seri atas empat buah, rambut leher tidak membentuk jumbai Gigi seri kecil dan jarak antar gigi seri sebelah dalam lebar, moncong panjang dan ramping, lidah 2 kali panjang moncong, tidak berekor atau sangat pendek, panjang lengan bawah mm, warna rambut coklat.. Macroglossus Jarak antar gigi seri sebelah dalam tidak lebar Ekor tidak ada Ekor ada Panjang lengan bawah lebih 84 mm

43 Panjang lengan bawah < 84 mm Tonjolan mesolingual P 4 dan M 1 tumbuh baik, rigi palatum Warna rambut sekitar bahu kuning kontras dengan bagian tubuh lainnya (abu abu coklat kekuningan atau kehitaman). Panjang lengan bawah mm... Acerodon Tonjolan mesolingual P 4 dan M 1 tidak tumbuh baik, rigi palatum Warna rambut sekitar bahu kuning kontras dengan bagian tubuh lainnya (abu abu coklat kekuningan atau kehitaman). Panjang lengan bawah mm Pteropus 17. Warna rambut dan bentuk tubuh menyerupai Macroglossus, gigi seri atas besar dan rapat, panjang lengan bawah mm Syconycteris Warna rambut dan bentuk tubuh tidak menyerupai Macroglossus, 19 34

44 18. Warna coklat keabu abuan, panjang lengan bawah lebih dari 60 mm Thoopterus Warna kepala hitam, tubuh coklat keabu abuan, panjang lengan bawah lebih dari mm. Chironax 19. Geraham atas 3, besar, permukaan berbentuk persegi dengan tonjolan besar. Rambut pendek bagian punggung coklat abu abu, Panjang lengan bawah mm Dyacopterus Geraham atas lebih dari tiga, rambut tubuh lebih panjang Geraham atas kecil 5 buah, gigi seri terbelah ujungnya, rambut pendek hanya di bagian tengkuk panjang seperti jumbai, panjang lengan bawah mm. Geraham atas sedang 4 buah, gigi seri tidak terbelah ujungnya, rambut pendek sedang, lebat, panjang lengan bawah mm. Rousettus Cynopterus Penulisan dengan huruf tercetak miring tebal merupakan genus terlaporkan ada di Pulau Sulawesi 35

45 A. Genus Acerodon Genus ini di Indonesia terdapat 3 spesies yaitu Acerodon celebensis, A. humilis dan A. mackloti, 2 spesies dilaporkan ada di P. Sulawesi. (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : Warna rambut sekitar bahu kuning kontras dengan bagian tubuh lainnya, abu abu, coklat kekuningan atau kehitaman (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 1 I 2 CP 1 P 2 P 3 P 4 M 1 M 2 /I1I2CP1P3P4M1M2 Tabel 2. Morfometrik genus Acerodon Spesies FA (mm) Tb (mm) E (mm) A. celebensis A. humilis FA : Panjang lengan bawah, Tb : Panjang betis, E : Panjang telinga 1. Acerodon celebensis, Peters 1867 (Kalong Sulawesi) beristirahat di pohon-pohon, dan juga dalam bambu di desa-desa. Umumnya ditemukan di sepanjang pantai dan menunjukkan toleransi terhadap gangguan manusia. Terlihat sering 36

46 makan di pohon familin dan kelapa (Flannery 1995). Ciri ciri : Warna rambut coklat kekuningan, Hanya ditemukan di Pulau Sulawesi 2. Acerodon humillis, K. Andersen 1909 (Kalong Talaud) Ciri ciri : Warna rambut coklat Kehitaman, di bagian leher berwarna coklat kemerahan Hanya ditemukan di Kepulauan Talaud 37

47 B. Genus Boneia Di Indonesia hanya terdapat 1 spesies dan endemik di P. Sulawesi (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : rambut leher membentuk jumbai berwarna coklat tua. (Suyanto 2001) Muka di depan telinga coklat kekuningan dan belakang kepala sampai sisi leher dan bahu kuning keemasan. Dagu, dada, perut, paha dan bagian atas humerus coklat gelap. Bagian membran sayap dan interfemoral coklat (Jentink, F. A, 1879) Rumus gigi : I 2 CP 1 P 3 P 4 M 1 M 2 /I1I2CP1P3P4M1M2M3 3. Boneia bidens, Jentink 1879 (Cecadu Sulawesi) Panjang lengan bawah : mm Panjang Betis : 50.5 mm Panjang telinga : 23.5 mm Panjang kaki belakang : 31 mm Sekilas sama dengan Rousettus Gigi seri atas 1 pasang, gigi seri bawah sebelah luar lebih besar 38

48 C. Genus Chironax Genus ini di Indonesia hanya terdapat 1 spesies, daerah persebaran meliputi : Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Lombok dan. Sulawesi (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : tidak berekor warna kepala hitam, badan coklat kehitaman, (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 1 I 2 CP 1 P 3 P 4 M 1 /I1I2CP1P3P4M1M2 4. Chironax melanochepalus, Temminck 1825 (Bukal Kepala Hitam) Panjang lengan bawah : mm Ekor tidak ada Warna kepala lebih hitam, Warna bagian lain coklat kehitaman Pada spesies dewasa terdapat warna jingga kuning pada sisi leher Telinga memiliki tepi gelap. Hanya satu pasang gigi seri bawah. 39

49 D. Genus Cynopterus Di Indonesia terdapat 7 spesies, di P. Sulawesi terdapat 4 spesies yaitu : Cynopterus brachyotis, C. luzonienzis, C. minutus dan C. Sphinx. (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri :Pada Genus Cynopterus semua tepi telinganya ada garis putih tegas kecuali C. nusatenggara, berekor dan moncong pendek (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 1 I 2 CP 1 P 3 P 4 M 1 /I1I2CP1P3P4M1M2 Tabel 3. Morfometrik genus Cynopterus Spesies FA (mm) Tb (mm) E (mm) HF (mm) C. brachyotis C. luzonienzis C. minutus C. Sphinx FA : Panjang lengan bawah, Tb : Panjang betis, E : Panjang telinga, HF : Panjang kaki belakang 5. Cynopterus brachyotis, Muller 1838 (Codot Krawar) Warna rambut bagian sisi kanan dan kiri ventral berwarna oranye Daerah perkotaan, hutan 40

50 6. Cynopterus luzonienzis, Peters 1861 (Codot Sulawesi) 7. Cynopterus minutus, Miller 1906 (Codot mini) Berukuran kecil, warna rambut oranye hanya terdapat di bagian pundak 8. Cynopterus sphinx, Vahl 1797 (Codot Barong) Berukuran paling besar, warna rambut oranye tersebar di hampir seluruh bagian ventral hutan, kebun, lahan pertanian, bangunan 41

51 E. Genus Dobsonia Di Indonesia terdapat 9 spesies, di Sulawesi terlaporkan 4 spesies yaitu: Dobsonia crenulata, D. exoleta, D. minor dan D. viridis. (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri: Rambut di daerah punggung tidak tumbuh, membran sayap terlihat menyambung di bagian punggung. Ukuran panjang lengan bawah menjadi ciri identifikasi Genus Dobsonia. (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 2 CP 3 P 4 M 1 M 2 /I2CP1P3P4M1M2M3 Tabel 4. Morfometrik genus Dobsonia Spesies FA (mm) Tb (mm) E (mm) HF (mm) D. crenulata D. exoleta D. minor D. viridis : FA : Panjang lengan bawah, Tb : Panjang betis, E : Panjang telinga, HF : Panjang kaki belakang 42

52 9. Dobsonia crenulata, Andersen 1909 (Kubu Halmahera) Ditemukan di kebun dan hutan sekunder. Tidak tergantung air. beristirahat di gua-gua, pohon, dan celah-celah batu. Spesies ini hidup dalam koloni besar. Kelahiran mungkin terjadi pada bulan Desember (Flannery 1995). Ciri ciri : Warna cakar : kuning gading Warna kepala lebih kehitaman 10. Dobsonia exoleta, Andersen 1909 (Kubu Sulawesi) Warna cakar : kuning gading Warna rambut bagian ventral kuning kehijauan Hampir sama dengan D. crenuleta tetapi lebih kecil 43

53 11. Dobsonia minor, Dobson, 1879 (Kubu Kecil) Warna cakar : kuning gading 12. Dobsonia viridis, Heude 1896 (Kubu Hijau) Warna cakar : hijau 44

54 F. Genus Eonycteris Di Indonesia hanya 2 spesies, 1 spesies terdapat di pulau Sulawesi. (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : tidak memiliki cakar pada jari sayap kedua, moncong sempit panjang, lidah panjang dan rambut halus pendek seperti beludru. (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 1 I 2 CP1P 3 P 4 M 1 M 2 /I1I2CP1P3P4M1M2M3 13. Eonycteris spelaea, Dobson 1873 (Lalai Kembang) Panjang lengan bawah : mm Panjang betis : mm Panjang telinga : mm Panjang kaki belakang : mm Panjang telinga : mm Rambut pendek, bagian punggung abu-abu-coklat, di bagian perut sedikit pucat. Habitat perbukitan berhutan daun lembab, hutan cemara 45

55 G. Genus Harpyionycteris Genus ini hanya memiliki 2 spesies, 1 spesies terdapat di pulau Sulawesi dan H. whiteheadi tersebar di Philipina. (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : tidak berekor dan taring atas lebih lebar serta kurang mencuat ke depan. (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 2 CP1P 3 P 4 M 1 M 2 /I2CP1P3P4M1M2M3, P 1 kecil 14. Harpyionycteris celebensis, Miller & Hollister 1921 (Codot Harpi) Panjang lengan bawah : mm Panjang betis : mm Panjang telinga : mm Panjang kaki belakang dengan cakar: mm Panjang telinga : mm 46

56 H. Genus Macroglossus Genus ini memiliki 2 spesies dan hanya 1 spesies ditemukan di P. Sulawesi, (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : warna tubuh coklat, lidah sangat panjang, 2 kali panjang moncong, (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 1 I 2 CP1P 3 P 4 M 1 M 2 /I1I2CP1P3P4M1M2M3, 15. Macroglossus minimus, Geoffroy 1810 (Cecadu Pisang kecil) Panjang lengan bawah : mm Panjang betis : mm Ada alur pada tengah bibir atas Ada tonjolan pelekat belahan rahang bawah kanan dan kiri sebelah atas Kelelawar kecil dengan moncong panjang sempit dan lidah sangat panjang, Rahang bawah tipis dan lemah. 47

57 I. Genus Neopteryx Genus ini hanya memiliki 1 spesies dan hanya dijumpai di Sulawesi, (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : berwarna kecoklatan dengan mantel keputih putihan, sayap melekat dekat tengah punggung. Tidak memiliki cakar pada jari kedua sayap, ada garis putih disepanjang sisi wajah dan hidung bersambung dengan alis mata (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 1 I 2 CP1P 3 P 4 M 1 M 2 /I2CP1P3P4M1M2M3 16. Neopteryx frosti, Hayman 1946 (Codot Gigi Kecil) Panjang lengan bawah : mm Panjang betis : mm Panjang kaki belakang dengan cakar: mm 48

58 J. Genus Nyctimene Di dunia terdapat 13 jenis dan 8 diantaranya dijumpai di Indonesia. Di P. Sulawesi terdapat 2 jenis yaitu Nyctimene cephaletos dan N. minutus. (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : hidung berbentuk tabung dan ada bercak bercak kuning pada sayap dan telinga dengan warna seluruh tubuh kecoklatan. Ada garis coklat kehitaman sepanjang tengah punggung, gigi seri bawah tidak tumbuh dan gigi seri atas besar. (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 1 CP1P 3 P 4 M 1 /CP1P3P4M1M2 Tabel 5. Morfometrik genus Nyctimene Spesies FA (mm) Tb (mm) E (mm) S (mm) N. cephalotes N. minutus FA : Panjang lengan bawah, Tb : Panjang betis, E : Panjang telinga, S : Panjang tengkorak 17. Nytimene cephalotes, Pallas 1767 (Paniki Pallas) 18. Nyctimene minutus, K. Andersen 1910 (Paniki Sulawesi) 49

59 K. Genus Pteropus Genus ini merupakan kelelawar pemakan buah terbesar, di dunia dilaporkan ada 60 jenis, sedangkan di Indonesia 20 jenis. Di P. Sulawesi terdapat 6 jenis yaitu: Pteropus alecto, P. caniceps, P. grisseus, P. pumilus dan P. speciosus. Jenis jenis Genus Pteropus dibedakan berdasarkan ada tidaknya tonjolan belakang pada geraham depan, ukuran panjang lengan bawah, telinga dan warna bulu (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Rumus gigi : I 1 I 2 CP1P 3 P 4 M 1 M 2 /I1I2CP1P3P4M1M2M3 Tabel 6. Morfometrik genus Pteropus Spesies FA (mm) Tb (mm) S (mm) P. alecto P. aniceps P. griseus P. pumilus P. speciosus FA : Panjang lengan bawah, Tb : Panjang betis, S : Panjang tengkorak 50

60 19. Pteropus alecto, Temminck 1873 (Kalong Hitam) Warna rambut hitam seragam Telinga berujung bundar 20. Pteropus caniceps, Gray 1981 (Kalong Morotai) Warna rambut punggung coklat tua Mantel coklat muda, rambut perut coklat berulas putih perak 21. Pteropus griseus, E. Geofroy 1810 (Kalong Kelabu) Warna rambut coklat kelabu 51

61 22. Pteropus pumilus, Miller 1910 (Kalong talaud) Memiliki ciri seperti P. griseus tetapi ukuran lebih kecil Panjang kaki belakang dengan cakar : 35 mm 23. Pteropus speciosus, Andersen 1908 (Kalong Laut) 52

62 L. Genus Rousettus Genus ini terdiri 9 sembilan spesies, di Indonesia terdapat 4 spesies 3 diantaranya berada di P. Sulawesi (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : moncong panjang, perbedaan antar jenis genus ini pada ukuran lengan bawah dan ada tidaknya perlekatan sayap di bagian punggung (Suyanto 2001). Besar, cakar pada jari kedua dan ekor berkembang baik. Menghasilkan panggilan khas ekolokasi dengan lidah Rumus gigi : I 1 I 2 CP 1 P 3 P 4 M 1 M 2 M 3 /I1I2I3P1P3P4M1M2M3 Tabel 7. Morfometrik genus Rousettus Spesies FA (mm) Tb (mm) HB (mm) R. amplexicaudatus R. celebensis R. linduensis FA : Panjang lengan bawah, Tb : Panjang betis, HB : Panjang badan 24. Rousettus amplexicaudatus, E Geoffroy 1810 (Nyap Biasa) M3 memiliki bentuk 53 membundar Sayap melekat pada sisi belakang, dipisahkan oleh rambut pita lebar.

63 Bagian punggung sampai atas kepala abu-abu-coklat sampai coklat, gelap. Di bawah bagian pucat abu-abucoklat. 25. Rousettus celebensis, K. Andersen 1907 (Nyap Sulawesi) Selaput interfemolar dengan rambut lebat Rambut lebat dan panjang Ada noktah warna orange di bagian kiri dan kanan pangkal leher 26. Rousettus linduensis - 54

64 M. Genus Styloctenium Genus ini hanya memiliki 1 spesies dan persebaran hanya di Sulawesi dan pulau pulau kecil di sekitarnya, (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri : Berwarna kecoklatan dengan mantel keputih putihan, sayap melekat dekat tengah punggung. Tidak memiliki cakar pada jari kedua sayap, ada garis putih disepanjang sisi wajah dan sepanjang hidung bersambung dengan alis mata (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 1 I 2 CP1P 3 P 4 M 1 M 2 /I2CP1P3P4M1M2 27. Styloctenium wallacei, Gray 1866 (Codot Muka Garis) P 1 sangat kecil, P1 dan M2 kecil Panjang lengan bawah : mm Panjang betis : mm 55

65 N. Genus Thoopterus Genus ini hanya memiliki 1 spesies dan hanya dijumpai di Sulawesi dan Maluku, Berwarna coklat kelabu, mirip Cynopterus tetapi tidak berekor (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Rumus gigi : I 1 I 2 CP 1 P 3 P 4 M 1 /I1I2CP1P3P4M1M2 28. Thoopterus nigrescens, Matschie 1899 (Codot Walet) Panjang lengan bawah : mm Panjang betis : mm 56

66 iii. Famili Megadermatidae Di Indonesia hanya memiliki 1 genus dan 1 spesies, persebaran meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002). Ciri ciri :Telinga bersambungan antara kiri dan kanan pada pangkalnya, tegak dan besar, daun hidung tegak besar. Tragus panjang dan terbelah, Ekor sangat pendek/tidak ada, kalau ada terbenam dalam selaput kulit antar paha(suyanto 2001) Rumus gigi : I 0/2, C 1/1, P 2/2, M3/3 Sedlock, J.L. & N.R. Ingle Gambar 12. Ciri morfologi famili Megadermatidae 29. Megaderma spasma, Linnaeus 1758 (Vampir Palsu) Panjang lengan bawah : mm Panjang betis : mm Panjang kaki belakang : mm Panjang telinga: mm 57

67 Daun hidung tegak panjang Bulu abu-abu pucat abu-abu-coklat. Daun hidung memiliki lobus dorsal panjang dengan kaku punggungan pusat. Telinga sangat besar bergabung di pangkalan. Tragus panjang dan bercabang. Tidak ada ekor terlihat meskipun selaput kulit antar pahaberkembang dengan baik. 58

68 iv. Famili Vespertilionidae Di dunia famili Vespertilionidae memiliki 43 genus dan 342 spesies, di Indonesia 14 genus 63 spesies dan di P. Sulawesi terdapat 8 Genus 22 spesies (Suyanto 2001; Suyanto, A., et all, 2002) Ciri ciri : lipatan kulit sekitar hidung tidak ada dan telinga kanan kiri terpisah kecuali pada genus Nyctophilus. Tragus berkembang dengan baik, ekor terbenam semua pada selaput kulit antar pahadan berbentuk V (Suyanto 2001, Yasuma S, et al,2003) Sedlock, J.L. & N.R. Ingle Gambar 13. Ciri morfologi famili Vespertilionidae Kunci identifikasi genus pada famili Vespertilionidae 1. Telinga kanan kiri bersambungan, ada lipatan kulit sekitar hidung Nyctophillus Telinga kanan kiri terpisah, tidak ada lipatan kulit sekitar hidung. 2 59

69 2. Ada bentuk penebalan kulit di bawah jari sayap dan kaki belakang 3 Tidak ada bentuk penebalan kulit di bawah jari sayap dan kaki belakang Kepala dan badan gepeng, bantalan kulit berbentuk cakram berwarna coklat tua sampai abu abu, geraham 4 buah... Tylonicteris Kepala dan badan tidak gepeng, bantalan kulit berwarna coklat tua sampai abu abu Gigi seri atas sebelah dalam berukuran besar, gigi seri atas sebelah luar menjorok ke dalam antara gigiseri sebelah dalam dan taring. Geraham atas 4 buah, bantalan kulit di bawah ibu jari dan telapak berwarna coklat tua Hesperoptenus Gigi seri atas sebelah dalam tidak besar, gigi seri atas sebelah luar menjorok ke luar. Geraham atas 5 buah geraham terdepan sangat kecil, bantalan kulit di bawah ibu jari dan telapak kaki tidak berwarna Glischropus 60

70 5. Panjang tulang jari ke 3 pada jari sayap ke 2 tiga kali panjang tulang jari ke 2 Miniopterus Panjang tulang jari ke 3 pada jari sayap ke 2 tidak tiga kali panjang tulang jari ke Cuping hidung berbentuk tabung 7 Cuping hidung tidak berbentuk tabung Panjang lengan bawah lebih dari 45 mm, Geraham atas terakhir tidak ada atau sangat kecil. Selaput kulit antar pahasebelah dorsal ditumbuhi rambut, warna permukaan atas oranye cerah... Harpiocephalus Panjang lengan bawah kurang dari 45 mm, Geraham atas terakhir besar, warna permukaan atas beragam bagian bawah lebih muda... Murina 8. Telinga bentuk corong dengan lipatan besar pada bagian luar, tragus panjang lurus, sempit dan meruncing. Rambut panjang seperti wol sering menutupi sebagian wajah. 61

71 Warna sayap mencolok kontras dengan warna tubuhnya, Panjang lengan bawah mm... Kerivoula Telinga tidak berbentuk corong Gigi taring beralur sebelah luar, tragus putih dan bertakik, geraham 6 buah dan panjang lengan bawah mm Phoniscus Gigi taring tidak beralur Gigi seri atas sepasang.. 11 Gigi seri atas 2 pasang Panjang lengan bawah lebih dari 45 mm, warna permukaan atas coklat, permulkaan bawah coklat kekuningan... Scotophilus Panjang lengan bawah < 45 mm (27 36 mm) moncong menggelembung karena bantalan penuh kelenjar. Warna rambut dwi warna, punggung coklat kehitaman dengan 62

72 ujung coklat kemerahan, daerah perut keputih putihan/ lebih muda Scotorepens 12. Geraham atas 4, gigi seri atas sebelah dalam (I 2 ) lebih besar dari I Geraham atas 5, gigi seri atas sebelah dalam dan luar hampir sama besar Gigi seri atas sebelah dalam (I 2 ) besar, berukuran hampir setengah taring, gigi seri sebelah luar (I 3 ) terletak di samping I 2.. Philetor Gigi seri atas sebelah dalam (I 2 ) panjang sempit dan memiliki 2 tonjolan, gigi seri sebelah luar (I 3 ) menjorok kedalam di belakang I 2.. Hersperoptenus 14. Geraham depan atas hanya 2, depan lebih kecil dan terdesak ke dalam, Bentuk telinga bundar dan pendek. Tragus pendek dan tidak meruncing, gigi seri agak kecil, panjang lengan bawah mm. Pipistrellus 63

73 Geraham depan atas 3 kecuali M. ridleyi, geraham tengah biasanya kecil dan terdesak ke dalam, telinga berbentuk segitiga dan relatif panjang, Tragus panjang meruncing dengan ujung membengkok ke depan, panjang lengan bawah mm.. Myotis Penulisan dengan huruf tercetak miring tebal merupakan genus terlaporkan ada di Pulau Sulawesi 64

74 A. Genus Hesperoptenus Genus ini dikenali melalui bentuk telinganya, bundar dan pendek dengan tragus berbentuk seperti sabit. Di Indonesia hanya ada 1 jenis. Ciri ciri : warna punggung coklat kehitaman, daerah antara lubang hidung gundul serta permukaan dorsal lengan bawah sayap tidak ditumbuhi rambut. (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 1 I 2 CP1P 3 P 4 M 1 M 2 /I2CP1P3P4M1M2M3 30. Hesperoptenus geskelli, Hill 1983 (Bengkalit Sulawesi) Panjang badan dan kepala : mm Panjang ekor : mm Panjang lengan bawah : mm Berat : 6,1 32 gr 65

75 B. Genus Kerivoula D Indonesia genus Kerivoula ada 10 jenis dengan 2 spesies terdapat di P. Sulawesi. Ciri ciri : Telinga berbentuk corong dengan lekukan lebar di sebelah luar. Jenis genus Kerivoula dibedakan berdasarkan warna tubuh, ukuran lengan bawah, ekor dan telinga (Suyanto 2001) Rumus gigi : I 2 I 3 CP2P 3 P 4 M 1 M 2 M 3 /I1I2I3CP24M P3P 1M2M3 Tabel 8. Morfometrik genus Kerivoula Spesies FA (mm) Tr (mm) Tb (mm) T (mm) K. hardwickei R. celebensis FA : Panjang lengan bawah, Tr : tragus Tb : Panjang betis, T : Ekor 31. Kerivoula hardwickei, Horsfield, 1824 (Lenawai Hardwick) Warna rambut atas dan bawah coklat sampai abu abu 66

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar Kelelawar merupakan mamalia yang dapat terbang yang termasuk ordo Chiroptera. Hewan ini merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang dengan menggunakan sayap.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin pada otak yang berasal dari badan sel di daerah mesensefalon (ventral tegmental area) dengan akson menuju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelelawar sudah dikenal masyarakat Indonesia secara luas, terbukti dari adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan paniki, niki, atau

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar adalah mamalia dari ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar adalah mamalia dari ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Kelelawar Kelelawar adalah mamalia dari ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang dibedakan atas jenis pakannya. Ordo Chiroptera memiliki 18 famili, 188 genus, dan 970 spesies

Lebih terperinci

Megaerops Peters, Megaerops ecaudatus (Temminck, 1837) Pteropodidae

Megaerops Peters, Megaerops ecaudatus (Temminck, 1837) Pteropodidae Megaerops Peters, 1865 Marga Megaerops Peters, 1865 terdiri tiga jenis, tetapi hanya dua jenis yang dijumpai di Pulau Sumatera yaitu Megaerops ecaudatus (Temminck, 1837) dan Megaerops wetmorei (Taylor,

Lebih terperinci

Gambar 29. Cynopterus brachyotis sunda Lineage

Gambar 29. Cynopterus brachyotis sunda Lineage 69 Nama Spesies : Cynopterus brachyotis sunda lineage Nama Lokal : Codot Nama Inggris : Lesser Short-nosed Fruit Bat Deskripsi : Panjang lengan = 55-65 mm, Panjang ekor =8-10 mm, panjang telinga= 14-16

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah karst sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia. Istilah aslinya adalah krst / krast yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

KUNCI IDENTIFIKASI KELELAWAR DI SUMATERA: DENGAN CATATAN HASIL PERJUMPAAN DI KAWASAN BUKIT BARISAN SELATAN

KUNCI IDENTIFIKASI KELELAWAR DI SUMATERA: DENGAN CATATAN HASIL PERJUMPAAN DI KAWASAN BUKIT BARISAN SELATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 KUNCI IDENTIFIKASI KELELAWAR DI SUMATERA: DENGAN CATATAN HASIL PERJUMPAAN DI KAWASAN BUKIT BARISAN SELATAN Electronic Publication Version 1.0. released

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro Hendrik Nurfitrianto, Widowati Budijastuti,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Sumatera Barat banyak ditemukan kawasan berkapur (karst) dengan sejumlah goa. Goa-goa yang telah teridentifikasi di Sumatera Barat terdapat 114 buah goa (UKSDA, 1999

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kingston (2006) terdapat lebih dari 31 jenis tumbuhan di Malaysia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kingston (2006) terdapat lebih dari 31 jenis tumbuhan di Malaysia yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Kelelawar Menurut Kingston (2006) terdapat lebih dari 31 jenis tumbuhan di Malaysia yang polinasinya dibantu oleh kelelawar Megachiroptera. Kelelawar Megachiroptera memegang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

SPESIES KELELAWAR PADA KAWASAN LAHAN BASAH DI DESA SIMPANG ARJA, KECAMATAN RANTAU BADAUH, KABUPATEN BARITO KUALA

SPESIES KELELAWAR PADA KAWASAN LAHAN BASAH DI DESA SIMPANG ARJA, KECAMATAN RANTAU BADAUH, KABUPATEN BARITO KUALA SPESIES KELELAWAR PADA KAWASAN LAHAN BASAH DI DESA SIMPANG ARJA, KECAMATAN RANTAU BADAUH, KABUPATEN BARITO KUALA Bat Species in Wetland Area of Simpang Arja Village, Rantau Badauh District, Barito Kuala

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kota Tual, desa Ohoira, desa Ohoidertawun dan desa Abean, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian lapang dilaksanakan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H 18 KELIMPAHAN, SEBARAN DAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (Chiroptera) PADA BEBERAPA GUA DENGAN POLA PENGELOLAAN BERBEDA DI KAWASAN KARST GOMBONG JAWA TENGAH AMIN ASRIADI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KELELAWAR (ORDO CHIROPTERA) DI GUA TOTO DAN LUWENG TOTO KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA. Skripsi

IDENTIFIKASI KELELAWAR (ORDO CHIROPTERA) DI GUA TOTO DAN LUWENG TOTO KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA. Skripsi digilib.uns.ac.id IDENTIFIKASI KELELAWAR (ORDO CHIROPTERA) DI GUA TOTO DAN LUWENG TOTO KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kelelawar memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dan menempati

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kelelawar memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dan menempati II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Kelelawar Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Chiroptera Kelelawar memiliki

Lebih terperinci

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG 1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG Istilah dugong sering dikacaukan dengan istilah lain seperti ikan duyung dan putri duyung. Dalam khasanah ilmiah, istilah dugong adalah satwa mamalia yang hidup di perairan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar termasuk ke dalam Ordo Chiroptera, merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar termasuk ke dalam Ordo Chiroptera, merupakan salah satu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Ekologi Kelelawar Kelelawar termasuk ke dalam Ordo Chiroptera, merupakan salah satu kelompok mamalia yang sukses beradaptasi hingga saat ini, hal ini dibuktikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa MILLI-PEET, kunci identifikasi dan diagram alur, Page 1 F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa 1A Tubuh lunak, tergit mengandung rambut seperti kuas atau rambut sikat, sepasang kuas terdapat bagian

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Kelelawar Khas Agroforest Sumatera

Jenis-Jenis Kelelawar Khas Agroforest Sumatera Teknik Survei & Identifikasi Jenis-Jenis Kelelawar Khas Agroforest Sumatera Pandam Nugroho Prasetyo Sephy Noerfahmy Hesti Lestari Tata World Agroforestry Centre Teknik Survei & Identifikasi Jenis-Jenis

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN PEMULASARAN JENAZAH RUMAH SAKIT DR. KARIADI Jl. Dr. Sutomo No. 16 Semarang. Telp. (024) 8413993 PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 Atas permintaan tertulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA BAB 1 CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA Tujuan Pembelajaran: 1) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus hewan dengan lingkungannya; 2) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil HEWAN YANG HIDUP DI AIR 1. Hiu Kepala Martil Hiu kepala martil memiliki kepala berbentuk seperti martil. Dengan satu cuping hidung dan satu mata di setiap pangkal "martil"nya, mereka mengayunkan kepalanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI Komponen Ya Dilakukan Tidak Pengertian Gerakan/sentuhan yang diberikan pada bayi setiap hari selama 15 menit, untuk memacu sistem sirkulasi bayi dan denyut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman hayati. Salah satu bentuk keanekaragaman hayati Indonesia adalah ekosistem karst. Ekosistem karst adalah kesatuan komunitas

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) yang mempunyai kekhasan tertentu bila dibandingkan dengan sapi-sapi lainnya.

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA Diversity of Bats (Chiroptera) at The Mountain of Ambawang Forest Protected Areas

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 1. Cara adaptasi tingkah laku hewan mamalia air yang hidup di air laut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

Lampiran 1 Rataan, simpangan baku, jumlah sampel, kisaran maksimum dan minimum ukuran tubuh dan tengkorak A. celebensis di Lamaya dan Kolono

Lampiran 1 Rataan, simpangan baku, jumlah sampel, kisaran maksimum dan minimum ukuran tubuh dan tengkorak A. celebensis di Lamaya dan Kolono LAMPIRAN 182 183 Lampiran 1 Rataan, simpangan baku, jumlah sampel, kisaran maksimum dan minimum ukuran tubuh dan tengkorak A. celebensis di Lamaya dan Kolono Ukuran Tubuh dan Tengkorak (mm) Lamaya Kolono

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat sumber: (http://www.google.com/earth/) Lampiran 2. Data spesies dan jumlah Amfibi yang Ditemukan Pada Lokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT)

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) OLEH AGUS SAMSUDRAJAT S J 410040028 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

Identifikasi Kelelawar Pemakan Buah Asal Sulawesi Berdasarkan Morfometri

Identifikasi Kelelawar Pemakan Buah Asal Sulawesi Berdasarkan Morfometri Jurnal Veteriner Desember 2013 Vol. 14 No. 4: 485-494 ISSN : 1411-8327 Identifikasi Kelelawar Pemakan Buah Asal Sulawesi Berdasarkan Morfometri (THE MORPHOMETRIC IDENTIFICATION OF CELEBES FRUIT BATS) Tiltje

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang termasuk ordo Chiroptera, subordo Megachiroptera. Kelelawar ini sangat berperan dalam ekosistem yaitu menyebarkan

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition David G. Itano 1 1 Pelagic Fisheries Research Programme, Honolulu, Hawaii Translation by

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar masuk ke dalam ordo Chiroptera yang berarti mempunyai sayap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar masuk ke dalam ordo Chiroptera yang berarti mempunyai sayap 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelawar Kelelawar masuk ke dalam ordo Chiroptera yang berarti mempunyai sayap tangan, karena tungkai depannya termodifikasi sebagai sayap, sehingga kelelawar memiliki kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar

Lebih terperinci

Kompetensi. created by darmadi ahmad MAMALIA. Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia CIRI-CIRI UMUM PENYEBARAN

Kompetensi. created by darmadi ahmad MAMALIA. Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia CIRI-CIRI UMUM PENYEBARAN CIRI-CIRI UMUM Kompetensi Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia PENYEBARAN KLASIFIKASI MORFOLOGI DAN ANATOMI EXIT CIRI-CIRI UMUM - Memiliki kelenjar MAMAE - Tubuh

Lebih terperinci

TATA RIAS KOREKSI A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah

TATA RIAS KOREKSI A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah TATA RIAS KOREKSI A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah Tata rias koreksi wajah dimaksudkan untuk menyempurnakan bentuk wajah yang kurang sempurna menjadi bentuk wajah ideal atau bentuk wajah oval (bulat telur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA Editor: Nama : Istiqomah NIM : G1C015022 FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015 /2016 1 IDENTIFIKASI FILARIASIS

Lebih terperinci

BAB VIII TATA RIAS KOREKTIF

BAB VIII TATA RIAS KOREKTIF 86 BAB VIII TATA RIAS KOREKTIF A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah Tata rias koreksi wajah diperlukan atas prinsip dasar bahwa bentuk muka yang dianggap kurang sempurna dapat diubah sedemikian rupa, sehingga

Lebih terperinci

Ini Dia Si Pemakan Serangga

Ini Dia Si Pemakan Serangga 1 Ini Dia Si Pemakan Serangga N. bicalcarata Alam masih menyembunyikan rahasia proses munculnya ratusan spesies tanaman pemakan serangga yang hidup sangat adaptif, dapat ditemukan di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

MENGENAL DUNIA KELELAWAR

MENGENAL DUNIA KELELAWAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN / KONSERVASI SERI 2.1 : Pengenalan Dunia Fauna PENGANTAR. MENGENAL DUNIA KELELAWAR Kelelawar sayapnya hitam Terbangnya di waktu malam dst group band Koes Plus.. Oleh : Ir. Sudarsono

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2014 di Kecamatan Kepenuhan, Kepenuhan Hulu Dan Kecamatan Rambah Hilir di Kabupaten Rokan Hulu.

Lebih terperinci

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *) Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

Hipposideros galeritus Cantor, Hipposideridae. Barong Cantor Status : LC Cantor s Leaf-nosed Bat. Intensitas Pertemuan : Habitat Potensial

Hipposideros galeritus Cantor, Hipposideridae. Barong Cantor Status : LC Cantor s Leaf-nosed Bat. Intensitas Pertemuan : Habitat Potensial Teknik Survei dan Identifikasi Jenis-jenis Kelelawar Agroforest Sumatra Hipposideros galeritus Cantor, 1846 Barong Cantor Status : LC Cantor s Leaf-nosed Bat Hipposideridae Hipposideros galeritus Cantor,

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

REAKSI PUTRI MALU TERHADAP RANGSANG

REAKSI PUTRI MALU TERHADAP RANGSANG REAKSI PUTRI MALU TERHADAP RANGSANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tumbuhan putri malu sering dijumpai di sekitar sawah, kebun, rerumputan. Tumbuhan putri malu merupakan herba memanjat atau

Lebih terperinci

Kegiatan Semester 1. 3) Keriklah lendir (kambium) hingga bersih. 4) Keringkan dahan yang disayat selama 2-4 hari. Kegiatan Semester 1 1

Kegiatan Semester 1. 3) Keriklah lendir (kambium) hingga bersih. 4) Keringkan dahan yang disayat selama 2-4 hari. Kegiatan Semester 1 1 Kegiatan Semester 1 Pada awal setiap semester, kamu akan mendapatkan kegiatan semester. Di Semester 1 Kelas VI ini, kamu akan mempelajari perkembangbiakan makhluk hidup. Makhluk hidup berkembang biak untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi bali merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK 1. Lokasi :... 2. Bangsa Sapi 1 :... 3. Identitas : (Kalung/No. Sapi/Nama Pemilik...) *) 4. Jenis Kelamin : ( / ) *) 5. Pengenalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci