BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan.

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

III. KELAINAN DENTOFASIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Nama : Vanny Anandita Gayatri Aulia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI CEKAT MENGGUNAKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME AND NEED

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2012). Perawatan ortodontik mempunyai riwayat yang panjang, anjuran tertulis

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di RSGM-P FKG Unair

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. PERAWATAN ORTODONTIK

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA KELAS II DI SMP NEGERI 2 BITUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

III. RENCANA PERAWATAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

Analisa Ruang Metode Moyers

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 12, 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata kunci : IOTN, Dental Health Component, Aesthetic Component, Tingkat Kebutuhan Perawatan Ortodontik

BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III. Penanggungjawab Mata Kuliah drg. Soehardono D., MS., Sp.Ort (K)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

FREKUENSI KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTIK BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED DI SMP NEGERI 1 SALATIGA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

yaitu: 5 a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Oklusi Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dalam segala posisi dan pergerakan mandibula. Oklusi dikontrol oleh komponen neuromuskular dan sistem mastikasi, yaitu gigi, struktur periodontal, rahang atas dan rahang bawah, sendi temporomandibular, otot dan ligamen. 5 2.. Oklusi Ideal Oklusi ideal merupakan sebuah konsep hipotesis atau teoritis berdasarkan anatomi gigi dan jarang ditemukan di alam. Konsep bahwa ada yang ideal untuk setiap komponen oklusi gigi geligi, dari suatu pengetahuan di mana variasi, atau maloklusi bisa diukur, dimulai dari hasil penelitian Angle. Angle mengadakan penelitian mengenai oklusi statis pada posisi interkuspal, mendefinisikan hubungan ideal dari gigi-gigi molar pertama atas dan bawah tetap pada bidang sagital.,5 Houston et al. menyebutkan beberapa konsep oklusi ideal pada gigi permanen, dan bukolingual yang ideal dan hubungan aproksimal gigi yang benar pada setiap area kontak interdental. b. Hubungan antar lengkung yang sedimikian rupa sehingga gigi geligi rahang bawah berkontak dengan gigi geligi rahang atas (kecuali gigi insisivus sentralis). c. Ketika gigi geligi berada pada posisi interkuspal maksimum, mandibula harus berada pada posisi sentrik relasi, yaitu kedua kondilus mandibula berada pada posisi yang simetris dan terletak paling retrusi/posterior dalam fossa glenoidalis.

7 d. Hubungan fungsional pada pergerakan mandibula harus ideal. Khususnya ketika pergerakan lateral, harus ada kontak oklusal pada sisi kerja dengan tidak ada kontak oklusal pada sisi kontralateral, serta pada oklusi protrusi, kontak terjadi pada gigi insisivus, tetapi tidak pada gigi molar. 2..2 Oklusi Normal Angle merupakan orang pertama yang menjelaskan definisi oklusi normal. Oklusi normal menurut Angle adalah ketika gigi molar rahang atas dan rahang bawah berada dalam suatu hubungan di mana puncak cusp mesiobukal molar rahang atas berada pada groove bukal molar rahang bawah, serta gigi tersusun rapi dan teratur mengikuti garis kurva oklusi. Sedangkan oklusi normal menurut Houston et al. adalah oklusi ideal yang mengalami penyimpangan yang masih dapat diterima dan tidak menimbulkan masalah estetik dan fungsional. 5 Andrew menyebutkan enam kunci oklusi normal berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya terhadap 20 model studi pasien tanpa perawatan ortodonti dengan oklusi normal. Bila satu atau beberapa ciri ini tidak tepat, hubungan oklusal dari gigi geligi tidaklah normal.,5 Keenam ciri-ciri oklusi normal tersebut adalah:. Hubungan yang tepat dari gigi molar pertama permanen pada bidang sagital. 2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal. 3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital. 4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual. 5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing lengkung gigi, tanpa diastema maupun berjejal. 6. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung. 2.2 Maloklusi Menurut Angle, istilah penyimpangan gigi ditujukan pada gigi yang susunannya tidak teratur. Menurut WHO, maloklusi adalah suatu anomali yang

8 menyebabkan cacat atau mengganggu fungsi, dan memerlukan perawatan jika cacat atau gangguan fungsi menyebabkan atau kemungkinan akan menyebabkan rintangan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien. Salzmann mendefinisikan maloklusi sebagai suatu keadaan yang memberikan pengaruh merugikan terhadap estetik, fungsi, maupun bicara.,5 Menurut beberapa studi epidemiologi yang dilakukan pada remaja Amerika Serikat dilaporkan % remaja umur 2-7 tahun mempunyai oklusi normal, 34,8% mempunyai maloklusi ringan dan 25,2% mempunyai maloklusi yang berat sehingga beberapa kasus memerlukan perawatan. Penelitian Gan-Gan tentang maloklusi pada murid-murid SMP di wilayah Kotamadya Bandung menunjukkan prevalensi maloklusi telah mencapai 90,79%. Keadaan ini mencakup maloklusi berat 26,32%, maloklusi sedang,84% dan maloklusi ringan,84% (cit. Dewi). 3 2.2. Etiologi Maloklusi Menurut Robert E. Moyers, maloklusi disebabkan oleh: 6. Herediter 2. Gangguan tumbuh kembang. Dapat terjadi karena faktor idiopatik, seperti mikrognatia, facial cleft, oligodontia, dan anodontia. 3. Trauma a. Trauma prenatal dan cedera pada masa kelahiran - Tekanan intrauterine pada masa kehamilan dapat menyebabkan hipoplasia mandibula. - Vogelgesicht, yaitu terhambatnya pertumbuhan mandibula karena ankilosis pada TMJ. - Lutut atau kaki yang tidak simetris dapat menekan wajah sehingga menyebabkan pertumbuhan wajah yang asimetris atau retardasi perkembangan mandibula. b. Trauma postnatal - Fraktur rahang dan gigi

9 - Trauma pada TMJ 4. Agen fisik a. Pencabutan prematur gigi desidui b. Makanan 5. Kebiasaan buruk a. Mengisap ibu jari b. Menjulur-julurkan lidah c. Mengisap dan menggigit bibir d. Menggigit kuku 6. Penyakit a. Penyakit sistemik - Penyakit demam dapat mengganggu perkembangan gigi pada masa balita dan kanak-kanak. b. Gangguan pada kelenjar endokrin - Disfungsi endokrin pada masa prenatal dapat menyebabkan hipoplasia gigi. - Disfungsi endokrin pada masa postnatal dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan menjadi lebih lambat atau lebih cepat, seperti proses osifikasi pada tulang, waktu erupsi gigi, dan kecepatan resorpsi gigi desidui. c. Penyakit lokal - Penyakit nasofaringeal dan gangguan fungsi pernafasan - Penyakit gingiva dan periodontal - Tumor - Karies. Dapat menyebabkan kehilangan dini gigi desidui, terganggunya urutan erupsi gigi permanen, dan kehilangan gigi permanen. 7. Malnutrisi

0 2.2.2 Klasifikasi Maloklusi Menurut Edward Angle, pengklasifikasian oklusi gigi berdasarkan hubungan anteroposterior lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak melibatkan hubungan lateral serta vertikal, gigi berjejal, malposisi lokal dari gigi. Pengklasifikasian ini digunakan secara luas dan berfungsi sebagai sarana yang sangat baik dalam mendeskripsikan gambaran umum tentang maloklusi sehingga dapat memfasilitasi perbedaan persepsi maloklusi dalam profesi.,7 a. Klas I Angle Klas I merupakan hubungan anteroposterior yang sedemikian rupa dengan gigi-gigi berada pada posisi yang tepat di lengkung rahang, ujung gigi kaninus atas berada pada bidang vertikal yang sama seperti ujung distal gigi kaninus bawah. Gigigigi premolar atas berinterdigitasi dengan cara yang sama dengan gigi-gigi premolar bawah, dan tonjol anterobukal dari molar pertama atas tetap beroklusi dengan groove bukal dari molar pertama bawah tetap. Jika gigi insisivus berada pada inklinasi yang tepat, overjet insisal adalah sebesar 3 mm. b. Klas II Angle Pada hubungan Klas II, lengkung gigi bawah terletak lebih posterior daripada lengkung gigi atas dibandingkan dengan hubungan Klas I. Karena itulah, keadaan ini kadang disebut sebagai hubungan postnormal. Pada kasus Klas II P, tonjol distobukal molar pertama tetap rahang atas berada dalam sulkus antara bagian mesial dan tengah dari tonjol bukal molar pertama tetap rahang bawah.,7 Ada dua tipe hubungan Klas II yang umum dijumpai, dan karena itu, Klas II umumnya dikelompokkan menjadi dua divisi, yaitu:,7. Klas II divisi Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II dengan karakteristik gigi-gigi insisivus sentralis dan lateralis atas proklinasi, dan overjet insisal yang besar, juga disertai fungsi bibir yang abnormal, obstruksi nasal dan pernafasan melalui mulut.

2. Klas II divisi 2 Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II dengan gigi insisivus sentralis atas berinklinasi ke lingual dan memiliki overbite insisal yang besar. Gigi insisivus lateralis atas bisa proklinasi atau retroklinasi dengan fungsi bibir yang normal. c. Klas III Angle Pada hubungan Klas III, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior terhadap lengkung gigi atas dibandingkan pada hubungan Klas I. Oleh karena itu, hubungan ini kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan prenormal. Umumnya ditemukan susunan gigi yang berjejal pada rahang atas. Gigi insisivus dan kaninus bawah berinklinasi ke lingual karena adanya tekanan dari bibir bawah ketika bibir berusaha untuk menutup. Pada beberapa kasus bisa menyebabkan terjadinya deformitas pengucapan.,7 2.2.3 Derajat Maloklusi Klasifikasi Angle tidak membedakan maloklusi yang memiliki diskrepansi lengkung gigi anteroposterior yang berhubungan dengan ketidakseimbangan struktur wajah. Selain itu, klasifikasi Angle juga tidak dapat menilai hubungan vertikal dan transversal, rotasi gigi, crowding, diastema dan impaksi dari gigi yang memerlukan perawatan ortodonti. Oleh sebab itu, dalam survei epidemiologi tidak bisa hanya mengandalkan sistem klasifikasi Angle karena faktor-faktor penting seperti kesejajaran gigi, overbite, overjet dan crossbite tidak dinilai dalam klasifikasi Angle. Jelas terlihat bahwa dalam klasifikasi Angle tidak mengandung informasi mengenai derajat penyimpangan. Pada diagnosis klinis dan rencana perawatan, seperti juga pada penelitian epidemiologi, derajat variasi oklusal perlu diukur dan ditentukan. Overjet dan overbite insisal bisa diukur secara langsung dengan menambahkan deskripsi menyeluruh atau sebagian untuk overbite. Meskipun demikian, karena gigi-gigi insisivus berbeda panjangnya di antara berbagai individu, derajat overbite seringkali ditentukan dalam satuan derajat penutupan insisivus bawah oleh insisivus

2 atas pada bidang oklusi vertikal. Overjet tergantung pada inklinasi dari gigi-gigi insisivus dan hubungan anteroposterior dari lengkung gigi.,7 Gigitan terbalik bukal dan lingual juga bisa diukur, tetapi biasanya dinyatakan dengan kata-kata. Derajat gigi berjejal atau celah (spacing) dari lengkung gigi juga diukur dengan cara mengukur perbedaan antara jumlah total dari lebar gigi-gigi individual dan ukuran lengkung yang merupakan tempat gigi-gigi tersebut. Meskipun demikian, untuk tujuan perawatan klinis adalah lebih umum untuk membagi lengkung menjadi empat kuadran dan menjumlahkan crowding dari lengkung dalam satuan unit dari satu lebar premolar pertama, untuk masing-masing kuadran. Kelainan oklusal yang lain, seperti rotasi dan malposisi gigi, biasanya dinyatakan dalam katakata dan ditentukan besarnya jika memungkinkan. 2.3 Oklusal Indeks Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran gigi yang bertujuan untuk mendapatkan penampilan dentofasial yang menyenangkan secara estetika yaitu dengan menghilangkan susunan gigi yang berdesakan, mengoreksi penyimpangan rotasional dan apikal dari gigi-geligi, mengoreksi hubungan antar insisal serta menciptakan hubungan oklusi yang baik. 8 Sejak dimulainya sejarah ilmu ortodonti, banyak peneliti telah membuat tata cara penilaian yang dapat menjadi acuan untuk dilakukan perawatan ortodonti. Oklusal indeks awalnya digunakan sebagai alat epidemiologi untuk mengklasifikasikan oklusi. Sejumlah besar indeks oklusal mulai bermunculan pada 950-an dan 960-an untuk membantu studi epidemiologi. Sebagian besar diantaranya merupakan alat penilaian yang objektif. Indeks-indeks ini dibuat dengan membagi oklusi menjadi komponen-komponen yang lebih penting, seperti susunan berjejal, celah, hubungan anteroposterior, overjet dan overbite insisal, malposisi gigi tunggal, dan lainnya. Setiap komponen dianalisis terpisah, menggunakan kriteria yang didefinisikan dengan cermat, atau bila mungkin menggunakan ukuran yang sesungguhnya. Indeks kebutuhan perawatan ortodonti adalah bentuk oklusal indeks

3 yang digunakan untuk memprioritaskan kebutuhan akan perawatan ortodonti. Oklusal indeks ini juga bisa digunakan untuk penilaian diagnosis, hasil dan kompleksitas suatu perawatan ortodonti.,2,8 Indeks oklusal yang ideal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 5,2. Reliabilitas. Oklusal indeks harus mampu memberikan pengukuran yang konsisten pada waktu yang berbeda dan ketika digunakan oleh pemeriksa yang berbeda. 2. Validitas. Oklusal indeks harus mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. 3. Oklusal indeks harus menghasilkan data kuantitatif. 4. Oklusal indeks harus mampu mengidentifikasi pasien yang tidak memerlukan perawatan (spesifisitas) dan yang memerlukan perawatan (sensitivitas). 5. Dapat digunakan secara cepat dan mudah oleh pemeriksa. 6. Dapat diterima oleh norma-norma budaya. Oklusal indeks seperti Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Peer Assessment Rating (PAR), Dental Aesthetic Index (DAI), dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) telah berhasil digunakan oleh banyak negara di dunia dan telah memberikan informasi yang bermanfaat mengenai kebutuhan perawatan dan penyediaan pelayanan ortodonti. 9 IOTN (AC, DHC), DAI digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti, sedangkan ICON dan PAR lebih sering digunakan untuk menilai keberhasilan perawatan, walaupun ICON dapat juga menilai kebutuhan perawatan ortodonti. Ada kesamaan dalam beberapa hal antara indeks IOTN, DAI, dan ICON. Ketiga indeks ini memiliki dua komponen, yaitu morfologi dan estetik, sedangkan IOTN memiliki sedikit perbedaan, yaitu komponen estetiknya dipisahkan dari komponen kesehatan gigi. Ketiga indeks ini mengukur komponen yang sama seperti overjet, crossbite, openbite, overbite, hubungan molar anteroposterior, dan pergeseran. Namun, bobot untuk komponen ini berbeda pada masing-masing indeks.

4 2.3. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) yang dikemukakan oleh Brook dan Shaw pada tahun 989 merupakan kombinasi dari The Standardized Continuum of Aesthetic Need (SCAN) dan The Swedish System. IOTN mengkategorikan maloklusi dalam berbagai ciri-ciri oklusal yang berkaitan dengan kesehatan gigi individu dan sifat oklusal yang dapat menurunkan nilai-nilai estetik, dengan tujuan untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang akan sangat mungkin memperoleh manfaat dari perawatan ortodonti. 20 IOTN menggabungkan komponen kesehatan gigi (DHC) dan komponen estetik (AC). Komponen kesehatan gigi dikembangkan oleh Brook dan Shaw dan komponen indeks estetik dikembangkan oleh Evans dan Shaw. Kedua komponen tidak dapat digabungkan dan keduanya dicatat secara terpisah. Dalam penggunaannya, komponen kesehatan gigi (DHC) dipergunakan terlebih dahulu baru kemudian komponen estetik (AC). Komponen AC menunjukkan kebutuhan subjektif pasien dan komponen DHC mengungkapkan kebutuhan objektif perawatan ortodonti. 2,8,20-2 2.3.. Dental Health Component (DHC) Dental Health Component (DHC) sebenarnya didasarkan pada Index of the Swedish Dental Board. The Swedish Index dimaksudkan sebagai pedoman dasar dan dalam penerapan praktisnya mampu mencatat berbagai variasi keadaan oklusal dari maloklusi yang akan meningkatkan morbiditas gigi dan struktur sekitarnya. Setiap sifat oklusal memberikan suatu kontribusi untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi gigi menjadi lebih memuaskan. Dengan menggunakan suatu penggaris yang didesain khusus, berbagai variasi maloklusi dapat dicatat dan diukur.,20,2 Dental Health Component diajukan untuk mengatasi subjektifitas pengukuran dengan batas ambang yang jelas. DHC mengukur sifat-sifat maloklusi seperti overjet,

5 reverse overjet, overbite, openbite, crossbite, pergeseran gigi-gigi (displacement of teeth), erupsi gigi yang terhambat, buccal occlusion, hipodontia, cacat akibat celah bibir dan palatum. Gangguan fungsional juga tercatat dalam DHC seperti inkompetensi bibir, mandibular displacement, traumatik oklusi, serta kesulitan penguyahan dan bicara.,8 Tingkatan derajat DHC menunjukkan berapa besar prioritas untuk perawatan, dengan perincian sebagai berikut: 2,2 Skor -2: tidak perlu perawatan/perawatan ringan (Tabel ). Skor 3: perawatan borderline/sedang (Tabel 2). Skor 4-5: memerlukan perawatan/sangat memerlukan perawatan (Tabel 3-4). Tabel. Skor -2 Dental Health Component (DHC) dari IOTN 2 Skor (tidak perlu perawatan). Maloklusi yang sangat ringan, termasuk pergeseran kontak poin < mm Skor 2 (perawatan ringan) 2.a. Overjet > 3,5 mm tetapi 6 mm disertai bibir yang kompeten 2.b. Reverse overjet > 0 mm tetapi mm 2.c. Crossbite anterior atau posterior mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal 2.d. Pergeseran titik kontak gigi > mm, tetapi 2 mm 2.e. Openbite anterior atau posterior > mm, tetapi 2 mm 2.f. Overbite 3,5 mm tanpa kontak gingiva 2.g. Pre-normal atau post-normal oklusi dengan atau tanpa anomali

6 Tabel 2. Skor 3 Dental Health Component (DHC) dari IOTN 2 3.a. Skor 3 (perawatan borderline/sedang) Overjet > 3,5 mm tetapi 6 mm disertai bibir yang tidak kompeten 3.b. Reverse overjet > mm tetapi 3,5 mm Crossbite anterior atau posterior > mm tetapi 2 mm diskrepansi antara posisi 3.c. kontak retrusi dan posisi interkuspal 3.d. Pergeseran titik kontak gigi > 2 mm tetapi 4 mm 3.e. Openbite anterior atau lateral > 2 mm tetapi 4 mm 3.f. Komplit overbite tanpa trauma gingiva atau palatal Tabel 3. Skor 4 Dental Health Component (DHC) dari IOTN 2 Skor 4 (memerlukan perawatan) 4.a. Overjet > 6 mm tetapi 9 mm 4.b. Reverse overjet > 3,5 mm tanpa kesulitan pengunyahan atau bicara 4.c. Crossbite anterior atau posterior > 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal 4.d. Pergeseran titik kontak gigi yang parah > 4 mm 4.e. Openbite anterior atau lateral yang ekstrim > 4 mm 4.f. Komplit overbite dengan trauma gingiva atau palatal 4.h. Daerah hipodontia yang tidak begitu luas yang membutuhkan perawatan pre-restorasi ortodonti atau penutupan ruang untuk meniadakan kebutuhan perawatan prostetik 4.i. Crossbite lingual posterior tanpa kontak fungsional oklusal pada salah satu atau kedua segmen bukal 4.m. Reverse overjet > mm tetapi 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan atau bicara 4.t. Gigi erupsi sebagian, miring atau terpendam terhadap gigi yang berdekatan 4.x. Gigi supernumerary

7 Tabel 4. Skor 5 Dental Health Component (DHC) dari IOTN 2 5.a. 5.h. Skor 5 (sangat memerlukan perawatan) Overjet > 9 mm Daerah hipodontia yang luas dengan implikasi restorasi (lebih dari gigi pada setiap kuadran) yang membutuhkan perawatan ortodonti pre-restorasi Gigi terpendam (kecuali molar tiga) yang disebabkan karena gigi 5.i. berjejal,pergeseran titik kontak gigi, gigi supernumerary, gigi desidui yang persisten dan penyebab patologi lainnya 5.m. Reverse overjet > 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan dan bicara 5.p. Cacat akibat celah bibir dan palatum 5.s. Gigi desidui yang terpendam 2.3..2 Aesthetic Component (AC) Komponen estetik (AC) berasal dari indeks SCAN yang dikemukan oleh Evans dan Shaw pada tahun 987 yang terdiri dari 0 foto berwarna yang menunjukkan tingkatan derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan gigi geligi (Gambar ). Dengan mengacu pada gambar ini, derajat penampilan estetik gigi geligi dari pasien dapat dinilai dalam salah satu tingkatan derajat tertentu. Skor menunjukkan sususan gigi yang paling menarik dari sudut estetik geligi, sedangkan skor 0 menunjukkan susunan gigi geligi yang paling tidak menarik. Skor ini merefleksikan kelainan estetik susunan gigi geligi. Skor yang dihasilkan dapat memberikan sebuah indikasi perlunya perawatan bagi pasien yang didasarkan pada penurunan nilai estetik gigi serta kebutuhan psikologis dan sosial untuk perawatan ortodonti.,8,20 Foto hitam putih dapat digunakan untuk menilai estetik susunan gigi geligi dari model. Foto hitam putih dan model gigi memberikan keuntungan dalam menilai estetik susunan gigi geligi karena tidak dipengaruhi oleh kebersihan mulut, kondisi

8 gingiva dan warna restorasi dari gigi anterior. Tingkat derajat keparahan dari Aesthetic Component (AC) adalah sebagai berikut:,8,2 Skor -4 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan Skor 5-7 : perawatan borderline/sedang Skor 8-0 : sangat memerlukan perawatan Gambar. Skala Aesthetic Component (AC) dari IOTN 4

9 2.3.2 Dental Aesthetic Index (DAI) Dental Aesthetic Index (DAI) berkembang di Amerika Serikat dan terintegrasi ke dalam The International Collaboration Study of Oral Health Outcomes oleh WHO pada tahun 989 sebagai indeks internasional, yang mengidentifikasi ciri-ciri oklusal dan menghasilkan skor tunggal secara matematis. DAI dapat digunakan untuk menentukan pasien yang harus dirujuk ke dokter gigi spesialis sehingga dapat meminimalisasi jumlah konsultasi awal dengan dokter gigi umum atau ortodontis, hal ini dapat memberikan keuntungan dalam program kesehatan masyarakat. 23 DAI menggabungkan komponen klinis dan estetik untuk menghasilkan skor tunggal yang menggabungkan aspek fisik dan estetik oklusi, termasuk persepsi pasien. DAI mengevaluasi 0 karakteristik oklusal seperti overjet, negative overjet, kehilangan gigi, celah (diastema), openbite anterior, berjejal anterior, celah (diastema) anterior, penyimpangan yang parah pada anterior (maksila dan mandibula), hubungan anteroposterior molar (Tabel 5). DAI menilai kebutuhan perawatan ortodonti dan keparahan maloklusi dalam empat Grade, yaitu Grade 25 mengindikasikan normal atau maloklusi ringan dan tidak atau sedikit memerlukan perawatan; Grade 26-30 mengindikasikan maloklusi nyata dan memerlukan perawatan pilihan; Grade 3-35 mengindikasikan maloklusi parah dan sangat memerlukan perawatan; Grade 36 mengindikasikan maloklusi sangat parah dan wajib dilakukan perawatan.,23-5 Rumus persamaan untuk menilai Grade DAI adalah: (gigi yang hilang x 6) + (crowding x ) + (spacing x ) + (diastema midline x 3) + (penyimpangan yang parah pada anterior maksila x ) + (penyimpangan yang parah pada anterior mandibula x ) + (overjet anterior maksila x 2) + (overjet anterior mandibula x 4) + (openbite anterior x 4) + (hubungan anteroposterior molar x 3) + 3.

20 Tabel 5. Standar penilaian DAI (Cons et al. 986) 23,26 Komponen DAI Jumlah gigi yang hilang (insisivus, caninus, dan premolar pada maksila dan mandibula) Crowding pada segmen insisivus (0 = tidak ada crowding, = crowding pada satu segmen, 2 = crowding pada kedua segmen) Spacing pada segmen insisivus (0 = tidak ada spacing, = spacing pada satu segmen, 2 = spacing pada kedua segmen) Bobot 6 Diastema midline, dalam milimeter 3 Penyimpangan yang parah pada anterior maksila, dalam milimeter Penyimpangan yang parah pada anterior mandibula, dalam milimeter Overjet anterior maksila, dalam milimeter 2 Overjet anterior mandibula, dalam milimeter 4 Openbite anterior, dalam milimeter 4 Hubungan anteroposterior molar, kedua sisi kiri dan kanan dinilai. (0 = normal, = setengah cusp mesial atau distal, 2 = satu cusp penuh atau lebih dari mesial dan distal) 3 Konstan 3 Total Skor DAI

2 2.3.3 Peer Assessment Rating (PAR) Peer Assessment Rating Index (Indeks PAR) diperkenalkan oleh Richmond dkk., terutama untuk mencatat maloklusi pada masa gigi bercampur dan permanen, serta untuk memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap keberhasilan perawatan ortodonti. 27,28 Indeks PAR dapat digunakan secara luas, mengukur maloklusi secara menyeluruh, membandingkan maloklusi sebelum, sesudah perawatan dan setelah retensi, menentukan evaluasi standar kualitas hasil perawatan dan menyimpulkan nilai dari kelainan semua tipe maloklusi serta kebutuhan perawatan. Pengukurannya dapat dilakukan dengan cepat, akurat dan penggunaannya pun mudah dan sederhana. 29 Indeks PAR menilai lima komponen oklusal gigi, yaitu segmen anterior rahang atas dan bawah (Tabel 6), segmen bukal kiri dan kanan (Tabel 7), garis median (Tabel 8), overbite (Tabel 9), dan overjet (Tabel 9) yang kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing komponen untuk mendapatkan skor total.,27 Tabel 6. Penilaian skor penyimpangan titik kontak pada segmen anterior rahang atas dan bawah 27-9 Skor Kelainan Bobot 0 2 3 4 5 0 mm, 2 mm 2, 4 mm 4, 8 mm > 8 mm Gigi impaksi

22 Tabel 7. Penilaian skor segmen bukal kiri dan kanan 27-9 Skor Kelainan Bobot A. Anteroposterior 0 2 B. Vertikal 0 C. Transversal 0 2 3 4 Interdigitasi baik kelas I,II,III Kurang dari ½ unit ½ unit (cusp to cusp) Tidak ada kelainan Openbite lateral sedikitnya 2 gigi, jarak > 2 mm Tidak ada crossbite Kecenderungan crossbite Crossbite gigi Crossbite > gigi Lebih dari gigi scissor bite Tabel 8. Penilaian skor garis median 27-9 Skor Penilaian Bobot 0 2 Tempat bertemu ¼ lebar gigi insisivus bawah ¼ - ½ lebar gigi insisivus bawah > ½ lebar gigi insisivus bawah 4

23 Tabel 9. Penilaian skor overbite dan overjet 27-9 Skor Kelainan Bobot A. Openbite 0 2 3 4 Tidak ada openbite Openbite mm Openbite, 2 mm Openbite 2, 3 mm Openbite 4 mm B. Overbite 0 2 3 Penutupan /3 tinggi insisivus bawah Penutupan > /3, tetapi < 2/3 insisivus bawah Penutupan > 2/3 insisivus bawah Penutupan sama dengan atau lebih besar dari tinggi insisivus bawah 2 Skor Kelainan Bobot A. Overjet 0 2 3 4 0 3 mm 3, 5 mm 5, 7 mm 7, 9 mm > 9 mm B. Crossbite 6 anterior 0 2 3 4 Tidak ada crossbite Satu atau lebih gigi edge to edge Crossbite gigi Crossbite 2 gigi Crossbite > 2 gigi

24 2.3.4 Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) dikembangkan oleh Charles Daniels dan Stephen Richmond dari Universitas Cardiff. Berdasarkan pada pendapat dari 97 ahli spesialis ortodonti dari Jerman, Yunani, Hungaria, Italia, Belanda, Norwegia, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat, indeks internasional ini telah memberikan sebuah metode penilaian tunggal untuk mengukur kebutuhan perawatan ortodonti, kompleksitas maloklusi, dan keberhasilan perawatan ortodonti. 2,30,3 Mereka menilai tingkat kebutuhan perawatan pada 240 model studi sebelum perawatan dan mencatat tingkat keberhasilan perawatan pada 98 model studi sebelum dan sesudah perawatan. 8,2 ICON merupakan indeks multifungsional karena ICON menilai indeks kebutuhan perawatan, kompleksitas maloklusi, dan keberhasilan perawatan. Oleh karena itu, ICON memberikan suatu nilai yang lebih dibandingkan dengan indeks kebutuhan perawatan yang lain. Kebutuhan perawatan ortodonti tidak selalu sama dengan kompleksitas perawatan. Penilaian terhadap kompleksitas maloklusi membantu untuk menginformasikan kemungkinan keberhasilan perawatan yang diterima, dan untuk mengidentifikasi kasus yang lebih sulit, yang memerlukan waktu lebih lama dalam perawatan.,2,32 Sebuah indeks yang baik harus memiliki reliabilitas yang tinggi (konsisten dari waktu ke waktu) dan validitas (mengukur apa yang seharusnya diukur). ICON telah terbukti menjadi indeks yang dapat diandalkan dan valid untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti serta memiliki sensitivitas yang tinggi (mampu mendeteksi kebutuhan perawatan pada individu) dan spesifisitas (kemampuan untuk mengidentifikasi individu yang tidak memerlukan perawatan). ICON juga dinilai valid untuk mengukur kompleksitas maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti. 9,2 ICON memberikan beberapa keuntungan, yaitu: mudah digunakan, mengukur sifat-sifat yang relatif sedikit, dan dapat digunakan pada pasien atau model studi tanpa memerlukan modifikasi. 8 Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) terdiri dari lima komponen, yang masing-masing komponen memiliki bobot yang berbeda sesuai dengan

25 kepentingannya. Komponen pertama diadaptasi dari komponen estetik (AC) IOTN. Komponen lainnya adalah berjejal/diastema rahang atas, crossbite, openbite/overbite anterior, dan relasi anteroposterior segmen bukal. Masing-masing komponen dapat diukur dari pasien atau model studi. Skor ICON mencerminkan tingkat dari kebutuhan, kompleksitas, dan derajat perubahan sebagai hasil dari perawatan ortodonti. 2,4,3 a. Komponen estetik Komponen estetik yang dipakai adalah komponen estetik (AC) dari IOTN yang memiliki sepuluh Grade (Gambar ). Setelah skor diperoleh, kemudian dikalikan dengan bobot 7.,9 b. Berjejal/diastema rahang atas Komponen ini didapat dengan mengukur diskrepansi jumlah lebar mesiodistal gigi dengan lengkung gigi. Komponen ini memiliki skor satu sampai lima (Tabel 0). 4,3 Tabel 0. Skor penilaian berjejal/diastema rahang atas,9 Ciri oklusal Skor 0 2 3 4 5 Bobot Berjejal rahang atas < 2 mm 2,-5 mm 5,-9 mm 9,-3 mm 3,-7 mm > 7 mm atau gigi impaksi 5 Diastema rahang atas < 2 mm 2,-5 mm 5,-9 mm > 9 mm 5

26 Keterangan: 3 - Skor 5 untuk gigi yang impaksi/ektopik dan gigi supernumerary (kecuali gigi molar 3). - Diastema di salah satu bagian rahang akan menggantikan crowding yang ada. - Gigi desidui yang dipertahankan (tidak ada gigi permanennya) dan gigi supernumerary yang erupsi dicatat sebagai diastema (kecuali kalau harus dipertahankan untuk menghindari kebutuhan protesa). - Gigi yang hilang akibat trauma atau ekstraksi dicatat sebagai diastema (kecuali ruang yang ada dipertahankan sebagai tempat protesa). c. Crossbite Pada segmen posterior, relasi transversal menunjukkan adanya gigitan tonjol pada segmen bukal atau gigitan terbalik. Sedangkan pada segmen anterior, crossbite didefinisikan dengan gigi insisivus atau kaninus rahang atas pada saat oklusi dalam keadaan edge to edge atau linguoversi. Skor yang diberikan apabila dijumpai adanya crossbite adalah dan 0 bila tidak. 4 d. Relasi anteroposterior segmen bukal Relasi anteroposterior segmen bukal (termasuk gigi kaninus, premolar dan molar) kiri dan kanan dinilai sesuai dengan Tabel dan kemudian skor kedua sisi dijumlahkan.,4,20 Tabel. Skor penilaian relasi anteroposterior segmen bukal 9 Ciri oklusal Relasi anteroposterior segmen bukal Skor 0 2 Relasi cusp ke Relasi cusp embrasur yang lain Relasi cusp to (Klas I,II dan kecuali cusp to cusp III) cusp Bobot 3

27 e. Relasi vertikal anterior Sifat ini termasuk openbite (kecuali masih dalam tahap perkembangan) dan overbite/deepbite. Jika kedua ciri dijumpai, hanya skor tertinggi yang dicatat.,20,3 Tabel 2. Skor penilaian relasi vertikal anterior 9 Relasi vertikal anterior Skor 0 2 3 4 Bobot Openbite Edge to edge < mm,-2 mm 2,-4 mm > 4 mm 4 Menutupi Overbite < /3 gigi insisivus Menutupi /3 2/3 Menutupi > 2/3 Menutupi semua 4 bawah Setelah semua skor untuk masing-masing komponen diperoleh dan dikalikan dengan bobot masing-masing, kemudian ditambahkan untuk menghasilkan skor akhir.,4 Pada model studi sebelum perawatan, skor yang didapatkan dari penjumlahan tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui kebutuhan perawatan (Tabel 3) dan juga tingkat keparahan maloklusi (Tabel 4). Pada model studi setelah perawatan, angka yang didapatkan dari penjumlahan tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan (Tabel 5). Cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan adalah dengan mengurangi skor yang diperoleh dari perhitungan pada model studi sebelum perawatan dengan empat kali skor yang didapatkan dari perhitungan pada model studi setelah perawatan. 4

28 Tabel 3. Kategori kebutuhan perawatan 7 Kategori Skor Tidak membutuhkan perawatan < 3 Membutuhkan perawatan > 43 Tabel 4. Tingkat keparahan maloklusi 7 Tingkat kompleksitas Skor Easy < 29 Mild 29-50 Moderate 5-63 Difficult 64-77 Very Difficult > 77 Tabel 5. Tingkat keberhasilan perawatan 7 Tingkat keberhasilan Skor Greatly improved > - Substantially improved -25 sampai - Moderately improved -53 sampai -26 Minimally improved -85 sampai -54 Not improved or worse < -85