I. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

Oleh : Sri Wilarso Budi R

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. penegakan hukum yang lemah, dan in-efisiensi pelaksanaan peraturan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora

METODE PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat) Lukman Yunus

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi karena adanya intervensi manusia dengan lingkungannya dalam bentuk konversi hutan dan lahan untuk kegiatan pertanian, transmigrasi, perladangan, perkebunan dan kegiatan pengusahaan hutan (HTI/HPH), pembukaan lahan dengan menggunakan api. Kegiatan-kegiatan tersebut cenderung bersifat eksploitatif tanpa memperhitungkan dampak kerugian terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Salah satu kejadian yang memberikan dampak sangat merugikan yaitu kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada periode 1997/1998 seluas 263.992 ha (Ditjen PHPA, 1998). Sebab, kebakaran menyebar hampir di seluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian besar terhadap lingkungan yaitu kerugian sumberdaya hutan dan lahan, sosial ekonomi masyarakat serta kerugian akibat asap kebakaran hutan yang menimbulkan polusi sampai ke negara tetangga Malaysia dan Singapura. Kalimantan Barat adalah salah satu propinsi yang mengalami kebakaran hutan dan lahan tahun 1997/1998 (43.978,30 ha) yang meliputi kawasan hutan 26.590,36 ha dan lahan perkebunan 17.387,94 ha (Pusdalkarhutla, 1997). Dari luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat diketahui bahwa 55% areal terbakar (24.111,23 ha) berada di Kabupaten Sintang, terdiri atas kebakaran hutan (20.437,23 ha) dan kebakaran lahan perkebunan (3.674 ha). Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang meliputi: Kawasan Taman Nasional Bukit Baka, Hutan Produksi dan Hutan Tanaman (HPH/HTI), Hutan Wisata Baning, dan lahan perkebunan (swasta dan masyarakat). Kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerugian lingkungan yang sangat besar baik ditinjau dari aspek sosial ekonomi, ekologi dan politis. Bentuk kerugian tersebut antara lain: rusak dan hilangnya sumberdaya hutan, meningkatnya laju erosi tanah, menurunnya sistem penyangga

kehidupan dengan berkurangnya keanekaragaman jenis flora dan fauna sebagai sumber plasma nutfah, berubahnya fungsi hidro-orologis, perubahan iklim mikro, dan menurunnya nilai estetika. Kerugian lain yang tidak kalah penting yaitu dampak asap tebal yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan yang berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas masyarakat dan aktivitas ekonomi lainnya, dan hubungan kerjasama dengan negara tetangga. Bentuk kerugian dari asap kebakaran dapat ditinjau dari aspek: kesehatan, kehilangan produksi industri, pariwisata, gangguan transportasi, menurunnya pengunjung hotel dan penginapan serta kemungkinan memburuknya kerjasama diplomasi dengan negara lain. Meningkatnya kebakaran hutan dan lahan akan memberikan dampak kerugian ekonomi yang sangat besar dalam bentuk hilangnya manfaat dari sumberdaya hutan dan tanaman perkebunan (on site effect) dan kerugian akibat asap tebal bagi manusia maupun aktivitas ekonomi lainnya (off site effect). Namun, sampai saat ini penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan masih sangat terbatas dan penilaiannya bersifat umum serta sangat bervariasi tergantung metode, waktu dan lokasi kebakaran hutan dan lahan. Penentuan metode penilaian ekonomi lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan relatif sulit untuk dilakukan, terutama untuk menilai manfaat ekologi (intangible) yang hilang dari dari sumberdaya hutan dan lahan seperti : pengatur tata air, pengendali erosi atau banjir, penyerap karbon, pengendali iklim mikro, keberadaan spesies langka, dan keanekaragaman hayati. Sementara untuk pengukuran manfaat dari sumberdaya hutan dan lahan yang dapat dinilai oleh pasar secara langsung (tangible) seperti nilai kayu dan manfaat lain yang dapat dikonsumsi dan mempunyai nilai pasar relatif lebih mudah dinilai kerugiannya. Dalam tataran menilai kerugian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, khususnya kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, tentunya diperlukan metode penilaian yang tepat dan valid menurut manfaat yang hilang (langsung dan tidak langsung) dari sumberdaya hutan dan lahan dan kerugian sosial ekonomi masyarakat, baik yang sifatnya tangible maupun intangible dalam menduga nilai 2

ekonomi total kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan. 1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, maka tujuan utama dari penelitian ini yaitu menyusun dan mengevaluasi metode penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan. Atas dasar tujuan utama penelitian maka tujuan operasional dari penelitian ini sebagai berikut: (1) Menganalisis pengaruh kebakaran hutan dan lahan serta metode penilaiannya, untuk mengetahui total kerugian di kawasan hutan dan lahan (manfaat dan fungsinya), biaya mitigasi dan dampak asap kebakaran terhadap masyarakat. (2) Menganalisis dampak politis kebakaran hutan dan lahan terhadap hubungan kerjasama dengan negara lain (3) Menganalisis korelasi dan pengaruh dari faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat terhadap kebakaran hutan dan lahan (4) Membangun dan menganalisis model pendugaan dampak kebakaran hutan dan lahan serta nilai kerugian yang ditimbulkan 1.3. Kerangka Berpikir Sumberdaya hutan dan lahan merupakan salah satu jenis sumberdaya yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan ekonomi suatu daerah. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan keinginan meningkatkan perekonomian, menyebabkan pola penggunaan hutan dan lahan cenderung mengalami degradasi, baik dalam bentuk konversi lahan untuk pemukiman, perkebunan, penebangan secara illegal, dan pembakaran hutan dan lahan. Degradasi sumberdaya hutan dan lahan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas dan kebutuhan manusia, sementara disisi lain ketersediaan lahan semakin terbatas. Hubungan yang asimetris ini akan semakin mempercepat terjadinya kerusakan lingkungan akibat degradasi sumberdaya hutan dan lahan, terlebih jika terdapat aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti: 3

pola pembukaan lahan menggunakan api yang akan meningkatkan peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan pembukaan lahan dengan menggunakan api dan adanya perubahan cuaca atau faktor alami dalam bentuk musim kemarau panjang serta ketersediaan bahan bakar yang cukup, maka akan semakin meningkatkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan serta kerusakan lingkungan yang lebih luas. Kebakaran hutan dan lahan tersebut akan memberikan dampak antara lain: menurunnya potensi sumberdaya hutan (tangible maupun intangible), meningkatnya biaya pemadaman kebakaran, kerusakan tanaman perkebunan dan pertanian, serta perubahan kualitas udara akibat asap kebakaran hutan dan lahan. Dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap potensi sumberdaya hutan yang bersifat tangible antara lain: kerugian kayu (log dan kayu bakar) dan kerugian hasil hutan non kayu (flora fauna). Kerugian kayu dan hasil hutan non kayu dikategorikan sebagai nilai manfaat (use value) dan mempunyai nilai pasar (tangible) sehingga dalam perhitungan ekonomi dinilai sebagai kerugian finansial. Sementara kerugian lingkungan dari sumberdaya hutan akibat kebakaran dan tidak ternilai oleh pasar (intangible) antara lain dalam bentuk: (a) hilangnya fungsi hutan sebagai: (a) penyedia air, (b) pengendali banjir dan erosi; (c) fungsi penyerap dan pelepas karbon; dan (d) fungsi sebagai habitat bagi spesies langka, estetika dan keanekaragaman hayati, dan sebagai habitat bagi satwaliar termasuk flora fauna (nilai pilihan, nilai warisan dan keberadaan). Kerugian dari hilangnya nilai guna (use value) dari fungsi hutan sebagai: penyedia air, pengendali banjir, erosi dan penyerap karbon termasuk dalam kategori nilai kerugian non finansial atau tidak ternilai oleh pasar, sedang kerugian dari hilangnya spesies langka, fungsi estetika, kerusakan keanekaragaman hayati, dan kerusakan habitat dari sumberdaya hutan termasuk kerugian nilai yang tidak dimanfaatkan (non use value). Kebakaran hutan dan lahan juga menimbulkan kerugian dalam bentuk biaya pemadaman kebakaran. Biaya yang dikeluarkan dalam bentuk biaya tenaga kerja, peralatan dan bahan untuk memadamkan api kebakaran hutan dan lahan. Biaya yang dikeluarkan termasuk kerugian finansial (manfaat hilang) yang 4

seharusnya tidak akan ada, jika tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan. Dampak kebakaran hutan dan lahan juga terjadi pada tanaman perkebunan dan tanaman pangan antara lain: (a) kerugian finansial dalam bentuk kerusakan tanaman dan menurunnya produktivitas tanaman, (b) kerugian non finansial yaitu menurunnya fungsi tanaman sebagai penyerap dan pelepas karbon, serta sebagai pengendali erosi. Kerugian yang terjadi pada lahan perkebunan dan tanaman pangan termasuk nilai manfaat yang dapat dikonsumsi atau diproduksi langsung sehingga dikategorikan sebagai kerugian nilai manfaat (use value). Kebakaran hutan dan lahan selain memberikan kerugian terhadap sumberdaya hutan, tanaman perkebunan dan pertanian, dan biaya pemadaman kebakaran, juga menimbulkan kerugian akibat adanya asap kebakaran hutan dan lahan yaitu perubahan kualitas lingkungan udara baik skala regional, nasional maupun internasional. Perubahan kualitas lingkungan udara ini akan berpengaruh terhadap: (a) menurunnya kesehatan masyarakat (sakit mata, ISPA dan TBC); (b) menurunnya produktivitas penduduk (tidak kerja); (c) gangguan transportasi (udara, laut, darat); (d) menurunnya kunjungan wisatawan, hotel maupun penginapan, dan (e) menurunnya produktivitas tanaman pangan dan perkebunan. Perubahan kualitas udara dan akibat yang ditimbulkannya merupakan kerugian dalam bentuk finansial (dapat dinilai oleh pasar) dan termasuk nilai guna (use value) dalam penilaian kerugian ekonomi total kebakaran hutan dan lahan. Selain kerugian dari sisi domestik dalam negeri, adanya asap kebakaran hutan dan lahan yang menyebar ke negara tetangga (Singapura dan Malaysia) berpeluang menimbulkan masalah dari aspek politis yaitu dalam hubungannya dengan diplomasi dan kerjasama internasional karena negara kita dianggap sebagai perusak dan pencemar lingkungan. Kerugian dari aspek politis dalam penelitian ini belum dinilai secara ekonomi, tetapi dianalisis secara deskriptif. Atas dasar dampak dan total kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap lingkungan maka diharapkan menjadi salah satu parameter untuk mencegah terjadinya kebakaran sehingga keberadaan hutan dan lahan tetap lestari dan bermanfaat bagi manusia. 5

Penggunaan SD Hutan dan Lahan Faktor Alami Kebakaran Hutan dan Lahan Aktivitas Manusia/SOSEK Dampak Politis Kesehatan masyarakat: Mata, ISPA dan TBC Penduduk tidak kerja Terganggunya Diplomasi & Kerjasama dengan Negara Tetangga & Internasional Asap Perubahan Kualitas Lingkungan Udara Gangguan Transportasi: Udara, Laut, & Darat Perkebunan & Tanaman Pertanian Kerusakan & Penurunan Produksi Tanaman, Erosi Lahan Nilai Kerugian Finansial Dampak Biaya Pemadaman Kebakaran Sumberdaya Kayu: Log & Kayu Bakar Kerugian / Hilangnya Nilai Manfaat (Use Value) Sumberdaya Hutan tangible Menurunnya Potensi SD Hutan Sumberdaya Non-Kayu: Flora & Fauna Wisata/ Penginapan Pelepasan Karbon Nilai Kerugian Non- Finansial Sumberdaya Hutan intangible Pengatur tata air, pengendali erosi & Penyerap Karbon Spesies Langka, Estetika, Keanekaragaman Hayati, Habitat Nilai Pilihan Nilai Warisan Nilai Eksistensi Kerugian Nilai Tidak Dimanfaatkan (Non-Use Value) Belum dinilai kerugian ekonominya Total Nilai Kerugian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Gambar 1. Kerangka Berpikir Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 6

Memperhatikan besarnya kerugian terhadap lingkungan, finansial maupun non finansial akibat kebakaran hutan dan lahan terhadap sumberdaya hutan dan lahan perkebunan (tangible dan intangible), peningkatan biaya pemadaman api dan kerugian akibat asap kebakaran hutan dan lahan, maka perlu dilakukan penilaian ekonomi total kerugian lingkungan dari setiap sumberdaya yang terkena dampak, baik yang dapat dimanfaatkan (use value) maupun yang tidak dimanfaatkan (non use value). Penilaian kerugian dari kerusakan lingkungan akibat adanya kebakaran hutan dilakukan dengan menggunakan metode penilaian ekonomi total (total economic value). Bagan alir kerangka berpikir dalam melakukan penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1. 1.4. Perumusan Masalah Kebakaran hutan tahun 1997 di Kabupaten Sintang seluas 20.437,23 ha terdiri atas kebakaran HTI (97,71%), HPH (1,07%), hutan wisata atau TWA (0,09%) dan Taman Nasional (1,13%). Sementara kebakaran lahan perkebunan seluas 3.674 ha yang meliputi tanaman karet (32,8%), tanaman sawit (23,6%), dan lahan perkebunan belum ada tanaman (43,6%). Kebakaran tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan dan menimbulkan kerugian dalam bentuk hilangnya manfaat langsung maupun tidak langsung dari kawasan hutan dan lahan maupun dampak lain terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat dan aspek politik terhadap negara lain. Dampak kebakaran hutan dan lahan dalam bentuk kehilangan manfaat langsung antara lain: hilangnya potensi kayu, flora fauna, dan hasil hutan non kayu yang biasa dimanfaatkan masyarakat. Kerugian akibat hilangnya manfaat tidak langsung seperti: pengatur tata air, pengendali banjir dan erosi, penyerap karbon, kerusakan habitat, dan keanekaragaman hayati (fungsi ekologis). Selain itu, terdapat dampak lain yang sangat merugikan yaitu adanya asap kebakaran hutan dan lahan, yang dapat menurunkan produktivitas dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat maupun aspek politis. Penurunan produktivitas dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat antara lain: kesehatan masyarakat, penduduk 7

tidak kerja, menurunnya kunjungan wisata dan produktivitas penginapan atau hotel, gangguan transportasi, menurunnya produktivitas tanaman pangan (padi, palawija dan sayuran). Sedang gangguan dari aspek politis yaitu adanya ancaman atau gugatan dari negara lain yang dapat mengganggu hubungan diplomasi antara negara. Dalam menduga dampak kebakaran akibat asap diketahui relatif sulit karena sumber polusinya dapat berasal dari daerah lain, sehingga dalam menilai dampak asap kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Sintang, diasumsikan bahwa asap yang terjadi bersumber dari kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang, sedang pengaruh dari daerah lain adalah relatif kecil. Memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh asap kebakaran hutan terhadap perubahan kualitas udara dan dampak lanjutannya terhadap kehidupan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat di Kabupaten Sintang, maka penilaian kerugian ekonomi akibat asap kebakaran hutan dan lahan difokuskan pada penilaian kerugian akibat menurunnya kesehatan masyarakat, produktivitas penduduk, wisata dan penginapan, gangguan transportasi dan menurunnya produktivitas tanaman pangan. Sedang pengaruh kebakaran hutan terhadap hubungan kerjasama dengan negara tetangga yang terpapar asap dianalisis secara deskriptif, namun belum dinilai kerugian ekonominya. Meskipun kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang sangat besar, namun sampai saat ini, metode atau cara penilaian ekonomi secara detail masih sangat terbatas, karena metode penilaiannya agak sulit terutama dalam menilai hilangnya fungsi ekologis yang tidak mempunyai nilai pasar (intangible). Oleh sebab itu, dalam melakukan perhitungan nilai kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan memerlukan pendekatan dan metode penilaian yang sesuai dengan fungsi dan manfaat dari suatu kawasan, baik manfaat yang dapat dinilai oleh pasar maupun yang tidak dapat dinilai oleh pasar. Kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan akan bertambah besar apabila faktor-faktor penyebab kebakaran tidak kondusif dalam mencegah atau mengurangi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (faktor alami dan faktor sosial). Keragaan curah hujan, kelembaban, suhu dan angin di Kabupaten Sintang tahun 8

1997 dan secara simultan terjadi konflik pemilikan lahan dan ketidakpastian penguasaan lahan, penggunaan api tidak terkontrol dalam penyiapan lahan oleh masyarakat, petani maupun perusahaan, tentunya akan semakin memperluas areal yang terbakar. Adanya kompleksitas penyebab kebakaran hutan dan lahan serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap lingkungan, maka perlu pendugaan model kebakaran hutan dan lahan antara faktor-faktor penyebab kebakaran dengan besarnya kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan. Penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, mengambil kasus di Kabupaten Sintang meliputi enam lokasi kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 yaitu: Taman Nasional Bukit Baka, Hutan Wisata Baning, HTI Inhutani III, HTI Finantara Intiga, Lahan Perkebunan TCSDP dan Perkebunan Masyarakat. Penilaian ekonomi kerugian kebakaran hutan dan lahan dari ke-enam lokasi penelitian meliputi: penilaian hilangnya manfaat langsung (kayu pertukangan/pulp, kayu bakar, flora fauna yang dimanfaatkan masyarakat), manfaat tidak langsung (fungsi penyedia air, pengendali banjir dan erosi, serta penyerap karbon) dan nilai yang tidak dimanfaatkan yaitu keanekaragaman hayati flora fauna dan keberadaan habitat. Sementara fungsi ekologis seperti pengatur iklim, penghasil oksigen, dan fungsi ekologis lainnya belum dikaji dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka dalam penelitian ini terdapat beberapa permasalahan yang perlu dianalisis yaitu: (1) Kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang sangat merugikan baik secara ekologi, sosial ekonomi maupun politik. Namun, metode penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan masih sedikit dan bervariasi menurut metode penilaian, luas dan lokasi dampak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian seberapa besar kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan serta bagaimana metode penilaian ekonominya?. (2) Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan kerugian dalam bentuk hilangnya manfaat langsung, tidak langsung dan manfaat bukan guna. Kerugian berbeda menurut fungsi kawasan hutan dan lahan. Kerugian lain yaitu menurunnya 9

produktivitas masyarakat akibat asap kebakaran dan berpengaruh secara politis terhadap hubungan kerjasama dengan negara tetangga. Berapa total nilai ekonomi kerugian lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang? Berapa nilai ekonomi kerugian sumberdaya hutan dan lahan atas dasar manfaat maupun klasifikasi fungsi kawasan (konservasi, hutan tanaman, dan perkebunan)? Berapa nilai biaya mitigasi dan kerugian ekonomi adanya asap kebakaran hutan di Kabupaten Sintang? Bagaimana dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap hubungan kerjasama dengan negara tetangga? (3) Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang terkait dengan adanya aktivitas sosial ekonomi masyarakat dan faktor cuaca atau kemarau panjang. Sejauhmana pengaruh faktor-faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat (aktivitas manusia) berperan dalam menyebabkan kebakaran hutan dan lahan? (4) Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Sintang diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat dan faktor alami. Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar terhadap masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Bagaimana model kebakaran hutan dan lahan akibat pengaruh faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat terhadap luas areal terbakar dan nilai kerugian ekonomi? 1.5. Manfaat Penelitian (1) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti dan praktisi untuk melakukan perhitungan nilai kerugian ekonomi lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan (2) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti lain dalam mengembangkan model pendugaan dampak dan kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan (3) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. 10

1.6. Novelty (Kebaruan) Kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi setiap tahunnya di Indonesia memberikan dampak yang sangat luas, baik dalam skala domestik atau dalam negeri maupun skala regional dan internasional. Intensitas dan luas dampak yang ditimbulkan akan berimplikasi pada kerugian biofisik, ekologi, sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Melalui penelitian ini, temuan atau hal-hal baru yang secara akademis diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan, khususnya dalam bidang penilaian ekonomi dampak kebakaran hutan adalah sebagai berikut: (1) Menemukan dan mengembangkan metode penilaian ekonomi yang tepat dalam menduga besarnya kerugian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, menurut tipe penggunaan lahan yang terbakar, baik dalam bentuk kerugian hilangnya manfaat langsung, hilangnya manfaat tidak langsung dan manfaat bukan guna (non use value). (2) Mengenali dan menganalisis faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan melalui pendekatan analisis sistem. Sehingga dampak kebakaran hutan dan lahan, maupun besarnya kerugian yang terjadi dapat dikurangi dengan cara mengendalikan faktor yang paling berpengaruh dalam menimbulkan kebakaran hutan dan lahan di suatu wilayah. 11