BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan (Arens dan Lobbecke: 2000). Kemudian prosedur audit adalah

dokumen-dokumen yang mirip
Pengujian Substantif Piutang Usaha

Audit Siklus Pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu kita ketahui tentang perbedaan sistem dengan prosedur. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

Pengujian Substantif Persediaan

Pengujian subtantif terhadap investasi

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009)

Pengantar ( Pertemuan ke-1)

Ekonomi dan Bisnis Akuntnasi S1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan maka dirancang sistem akuntansi pokok dan sistem akuntansi

BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi:

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

REPRESENTASI MANAJEMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SA Seksi 326 BUKTI AUDIT. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karena adanya pembelian dagangan secara kredit. kepercayaan. Utang usaha sering kali berbeda jumlah saldo utang usaha

BAB II LANDASAN TEORI

PROSES KONFI RMASI. SA Seksi 330. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN DAN KETERTERAPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mulyadi (2001:5) sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Bagian akuntansi personilnya dari lulusan akuntasi minimal D3. Penerapan struktur pengendalian intern tersebut kemudian akan di

PREVIEW AUDIT LAPORAN KEUANGAN (GENERAL AUDIT)

AUDIT SIKLUS PENJUALAN P E N J U A L A N P I U T A N G PPN P E R S E D I A A N H P P R E T U R P E N J U A L A N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

5. Memastikan bahwa tidak ada kewajiban perusahaan yang belum dicatat per tanggal neraca

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP UTANG JANGKA PANJANG DAN EKUITAS

AUDIT TERHADAP SIKLUS PENDAPATAN: PENGUJIAN PENGENDALIAN

Audit Terhadap Siklus Pendapatan : Pengujian Pengendalian

SA Seksi 324 PELAPORAN ATAS PENGOLAHAN TRANSAKSI OLEH ORGANISASI JASA. Sumber: PSA No. 61 PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Pemisahan tugas yang terbatas; atau b. Dominasi oleh manajemen senior atau pemilik terhadap semua aspek pokok bisnis.

REPRESENTASI MANAJEMEN

PERIKATAN AUDIT TAHUN PERTAMA SALDO AWAL

BAB II LANDASAN TEORI

Standar Audit SA 330. Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai

BAB II LANDASAN TEORI. karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut American Accounting Association (AAA) Siti Kurnia Rahayu

Tugas Individu Kasus 10

SPR Perikatan untuk Reviu atas Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Auditing Menurut Sukrisno Agoes : mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

Prosedur Audit Persediaan

PENENTUAN RISIKO DAN PENGENDALIAN INTERN-PERTIMBANGAN DAN KARAKTERISTIK SISTEM INFORMASI KOMPUTER

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Piutang Pengertian Piutang Herry (2009:266)

TEKNIK AUDIT BERBANTUAN KOMPUTER

BAB VIII AUDIT SIKLUS INVESTASI INSTRUMEN KEUANGAN

BUKTI AUDIT. Akuntansi Pemeriksan I. Tutut Dewi Astuti, SE, M.Si, Ak, CA

KOMUNIKASI MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGENDALIAN INTERN YANG DITEMUKAN DALAM SUATU AUDIT

BAB II LANDASAN TEORI. untuk mengarahkan pada pokok bahasan yang telah dikemukakan pada bab I.

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit.

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi dan Akuntansi Kas. Akuntansi sebagai sistem informasi ekonomi dan keuangan mampu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Alvin A. Arens, at all (2011:4) menjelaskan bahwa: orang yang kompeten dan independen.

Bab II Elemen dan Prosedur SIA

A. PENGERTIAN CLIENT REPRESENTATION LETTER

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi

Pertanyaan. Pertanyaan ini berhubungan dengan prosedur audit. (Sumber : Weningtyas, 2006 ) Tidak. selalu. Pernah. kadang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

pengauditan siklus investasi dan pendanaan siklus investasi

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Praktek di PT. Dirgantara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan yang semakin maju,

AUDIT SIKLUS PENJUALAN DAN PENERIMAAN KAS

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI 1

KUESIONER PENELITIAN

AUDIT SIKLUS PENJUALAN DAN PENAGIAN: PENGUJIAN PENGENDALIAN DAN PENGUJIAN SUBSTANTIF ATAS TRANSAKSI

Tiga fungsi dasar yang dilaksanakan oleh Sistem Informasi Akuntansi (SIA).

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. memudahkan pengelolaan perusahaan. besar dan buku pembantu, serta laporan.

BAB II LANDASAN TEORI

TEKNIK AUDIT BERBANTUAN KOMPUTER

SIKLUS PENDAPATAN. By: Mr. Haloho

BAB IV PEMBAHASAN AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI PENJUALAN KREDIT DAN PIUTANG USAHA PADA PT. GROOVY MUSTIKA SEJAHTERA

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KEMAMPUAN ENTITAS DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENGIDENTIFIKASI RISIKO DAN PENGENDALIAN DALAM PROSES BISNIS

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Fungsi dan Manfaat Sistem Informasi Akuntansi. Akuntansi sebagai sistem informasi ekonomi dan keuangan mampu

AUDIT ATAS ESTIMASI AKUNTANSI

BAB III SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL KAS PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROVINSI SUMATERA UTARA

AUDIT SIKLUS AKUISISI MODAL DAN PEMBAYARAN KEMBALI MODAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya setiap perusahaan, baik perusahaan besar maupun kecil pasti mempunyai kas. Kas merupakan alat pembayaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem pengendalian internal menurut Rama dan Jones (2008) adalah suatu

PERTIMBANGAN ATAS PENGENDALIAN INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROSEDUR AUDIT Menurut Arens dan Loebbecke prosedur audit adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi yang diterima dan kriteria yang telah ditetapkan (Arens dan Lobbecke: 2000). Kemudian prosedur audit adalah proses sistematis yang bertujuan untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara independen tentang tindakan dan peristiwa ekonomi sesuai kriteria yang ditetapkan kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Widodo: 2013). Mulyadi mendiksripsikan bahwa prosedur audit merupakan suatu daftar prosedur audit seluruh audit unsur tertentu. Dengan kata lain, prosedur audit tersebut berisikan kumpulan instruksi-instruksi rinci yang harus dilakukan oleh seorang auditor dalam melakukan proses auditnya guna memperoleh bukti audit yang diperlukan (Mulyadi: 2002). Sesuai dengan beberapa pengertian tentang prosedur audit tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa prosedur audit yaitu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti audit yang kemudian mengkomunikasikannya kepada pengguna yang berkepentingan atas informasi tersebut. 4

5 B. PENGUJIAN SUBSTANTIF Beberapa pendapat tentang pengujian substantif menurut para ahli, diantaranya pengertian pengujian substantif adalah prosedur audit dimana auditor harus mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Rerangka umum pengembangan prosedur audit untuk pengujian substantif adalah: (1) prosedur audit awal; (2) prosedur analitik; (3) pengujian terhadap transaksi rinci; (4) pengujian terhadap saldo akun rincidan; (5) verifikasi terhadap penyajian dan pengungkapan (Mulyadi: 2002). Pendapat lain menyebutkan bahwa pengujian substantif adalah langkah-langkah yang harus dijalankan akuntan dalam pemeriksaan terhadap perkiraan-perkiraan yang ada, untuk meyakinkan akuntan terhadap 6 ciri yang mendasari penyajian akuntansi keuangan, yaitu: (1) eksistensi; (2) penilaian; (3) kecermatan; (4) klasifikasi; (5) pisah batas; dan (6) pengungkapan (Santoso: 2013). Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengujian substantif ialah pengujian pokok/inti dari pemeriksaan audit yang harus dilakukan auditor untuk memberikan keyakinan terhadap adanya atribut yang mendasari penyajian akuntansi keuangan, diantaranya: (1) keterjadian; (2) kelengkapan; (3) klasifikasi; (4) penilaian; dan (5) penyajian.

6 C. PIUTANG USAHA Terdapat beberapa pengertian piutang usaha menurut para ahli, diantaranyapiutang didefinisikan sebagai klaim yang diharapkan akan selesai dengan diterimanya uang tunai (Earl di dalam Kumpulan Ilmu: 2004). Piutang adalah klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya (Kieso di dalam Kumpulan Ilmu: 2002). Ada juga pendapat bahwa yang dimaksud dengan piutang adalah kebiasaan bagi perusahaan untuk memberikan kelonggaran kepada para pelanggan pada waktu melakukan penjualan. Kelonggaran yang diberikan biasanya dalam bentuk memperbolehkan para pelanggan tersebut membayar kemudian atas penjualan barang atau jasa yang dilakukan (Soemarso di dalam Kumpulan Ilmu: 2004). Selanjutnya ada yang berpendapat bahwa piutang adalah hak untuk menagih sejumlah uang dari penjual kepada pembeli yang timbul karena adanya suatu transaksi (Yusup di dalam Kumpulan Ilmu: 2001). Horne memberikan pendapat bahwa piutang meliputi jumlah uang yang dipinjam dari perusahaan oleh pelanggan yang telah membeli barang atau memakai jasa secara kredit (Horne di dalam Kumpulan Ilmu: 2005). Menurut beberapa pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa piutang usaha adalah klaim kepada pihak lain atas uang, barang, atau jasa yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau sesuai dengan perjanjian antar kedua belah pihak.

7 D. JENIS PIUTANG YANG MEMERLUKAN PENGUNGKAPAN DALAM PENYAJIANNYA DI NERACA Sesuai dengan peraturan yang tercantum di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) maupun dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) terdapat piutang yang memerlukan pengungkapan dan penyajiannya di neraca, diantaranya sebagai berikut: 1. Piutang yang Memiliki Hubungan Istimewa Berdasarkan PSAK No. 7, pengertian dari pihak-pihak istimewa adalah pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan istimewa apabila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional. Pihak-pihak yang dianggap memiliki hubungan istimewa yaitu: a. Perusahaan yang melalui satu atau lebih perantara (intermediaries), mengendalikan, atau dikendalikan oleh, atau berada di bawah pengendalian bersama dengan perusahaan pelapor (termasuk holding companies, subsidiaries, dan fellow subsidiaries). b. Perusahaan asosiasi (associated company). c. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan, dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut (yang dimaksudkan dengan anggota keluarga dekat adalah mereka yang dapat diharapkan mempengaruhi atau

8 dipengaruhi perorangan tersebut dalam transaksinya dengan perusahaan pelapor). d. Karyawan kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota dewan komisaris, direksi, dan manajer dari perusahaan serta anggota keluarga dekat orang-orang tersebut. e. Perusahaan dimana suatu kepentingan substansial dalam hak suara dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang yang diuraikan dalam (c) atau (d), atau setiap orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. 2. Piutang yang Digadaikan Secara umum, piutang yang digadaikan dapat diartikan sebagai piutang usaha yang dipakai untuk jaminan atas pinjaman entitas tertentu yang merupakan bagian dari perjanjian pinjaman tersebut. Dengan demikian, jika di dalam saldo piutang usaha yang dicantumkan di dalam neraca terdapat piutang yang digadaikan, maka hal tersebut harus diungkapkan secara memadai dalam penyajiannya di neraca. 3. Anjak Piutang Berdasarkan PSAK No. 43, anjak piutang adalah jenis pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang atau tagihan

9 jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha. Kegiatan anjak piutang dapat dibedakan menjadi 2, yaitu jasa non pembiayaan dan jasa pembiayaan. Jasa non pembiayaan meliputi jasa penatausahaan penjualan secara kredit dan penagihan piutang klien, seperti: investigasi kredit, administrasi penjualan,penagihan, dan proteksi terhadap risiko kredit. Jasa pembiayaan merupakan jasa pembelian dan atau pengalihan piutang jangka pendek dari kegiatan usaha, termasuk transaksi perdagangan dalam dan luar negeri. Anjak piutang pembiayaan ini dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: anjak piutang tanpa recourse dan anjak piutang dengan recourse. Recourse merupakan hak lembaga pembiayaan atau lembaga lain yang membeli dan atau menerima pengalihan piutang untuk menerima pembayaran dari klien apabila piutang yang dialihkan tidak dapat dibayar oleh nasabah pada saat piutang tersebut jatuh tempo. E. PRINSIP AKUNTANSI BERTERIMA UMUM DALAM PENYAJIAN PIUTANG USAHA DI NERACA Sebelum membahas pengujian substantif terhadap piutang, perlu diketahui terlebih dahulu Prinsip Akuntansi Berterima Umum dalam penyajian piutang di neraca menurut Mulyadi (2002) berikut ini: 1. Piutang usaha harus disajikan di neraca sebesar jumlah yang diperkirakan dapat ditagih dari debitur pada tanggal neraca. Piutang

10 usaha disajikan di neraca dalam jumlah kotor dikurangi dengan taksiran kerugian tidak tertagihnya piutang. 2. Jika perusahaan tidak membentuk cadangan kerugian piutang usaha, harus dicantumkan pengungkapannya di neraca bahwa saldo piutang usaha tersebut adalah jumlah bersih. 3. Jika piutang usaha bersaldo material pada tanggal neraca, harus disajikan rinciannya di neraca. 4. Piutang usaha yang bersaldo kredit (terdapat di dalam kartu piutang) pada tanggal neraca harus disajikan dalam kelompok utang lancar. 5. Jika jumlahnya material, piutang non usaha harus disajikan terpisah dari piutang usaha. F. TUJUAN PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP PIUTANG USAHA Tujuan pengujian substantif terhadap piutang usaha menurut Budiman (2007) adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan piutang. 2. Membuktikan keberadaan piutang usaha dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha. 3. Membuktikan kelengkapan transaksi dan kelengkapan saldo piutang usaha. 4. Membuktikan hak kepemilikan.

11 5. Membuktikan kewajaran penilaian. 6. Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan piutang usaha di neraca. G. PROSEDUR PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP PIUTANG USAHA Prosedur audit untuk pengujian substantif terhadap piutang usaha berisi prosedur audit yang dirancang untuk mencapai tujuan audit seperti yang telah diuraikan di atas. Berbagai prosedur audit menurut Mulyadi (2002) dilaksanakan dalam lima tahap berikut: 1. Prosedur Audit Awal Auditor menempuh prosedur audit awal dengan cara melakukan rekonsiliasi antara informasi piutang usaha yang dicantumkan di neraca dengan catatan akuntansi yang mendukungnya. Melakukan rekonsiliasi ini penting agar auditor memperoleh keyakinan bahwa informasi piutang usaha yang dicantumkan di neraca didukung oleh catatan akuntansi yang andal. Auditor melakukan 6 prosedur audit berikut ini dalam melakukan rekonsiliasi informasi piutang usaha di neraca dengan catatan akuntansi yang bersangkutan: a. Mengusut Saldo Piutang yang Tercantum di dalam Neraca Ke Saldo Akun Piutang Usaha yang Bersangkutan di dalam Buku Besar.

12 Untuk memperoleh keyakinan bahwa saldo piutang yang tercantum di neraca didukung dengan catatan akuntansi yang andal kebenaran mekanisme pencatatan saldo piutang yang dicantumkan di neraca, maka auditor mengusut ke akun buku besar Piutang Usaha, Piutang Nonusaha, dan Cadangan Kerugian Piutang Usaha. b. Menghitung Kembali Saldo Akun Piutang di dalam Buku Besar. Auditor menghitung kembali saldo akun Piutang Usaha dan Piutang Nonusaha dengan cara menambah saldo awal dengan jumlah pendebitan dan menguranginya dengan jumlah pengkreditan akun tersebut, untuk memperoleh keyakinan mengenai ketelitian penghitungan saldo akun piutang usaha. c. Melakukan review terhadap Mutasi Luar Biasa dalam Jumlah dan Sumber Posting dalam Akun Piutang Usaha dan Akun Cadangan Kerugian Piutang Usaha. Auditor dapat menemukan kecurangan dalam transaksi penjualan kredit dan transaksi yang mengurangi piutang usaha (retur penjualan dan penghapusan piutang) melalui review atas mutasi luar biasa yang dilakukan, baik dalam jumlah maupun sumber posting dalam Akun Piutang Usaha dan Akun Cadangan Kerugian Piutang Usaha. d. Mengusut Saldo Awal Akun Piutang Usaha dan Akun Cadangan Kerugian Piutang ke Kertas Kerja Tahun yang Lalu.

13 Untuk mecapai tujuan ini, auditor mengusut saldo awal akun piutang usaha dan cadangan kerugian piutang usaha ke kertas kerja tahun yang lalu. Kertas kerja tahun lalu dapat menyediakan informasi tentang berbagai koreksi yang diajukan oleh auditor dalam audit tahun yang lalu, sehingga auditor dapat mengevaluasi tindak lanjut yang telah ditempuh oleh klien dalam menanggapi koreksi yang diajukan oleh auditor tersebut. e. Mengusut Posting Pendebitan Akun Piutang Usaha ke dalam Jurnal yang Bersangkutan. Mengusut pendebitan di dalam akun piutang usaha ke jurnal penjualan dan pengkreditan ke akun tersebut auditor mengusut ke jurnal penerimaan kas dan jurnal umum. Mengusut juga pendebitan di dalam akun piutang nonusaha ke jurnal pengeluaran kas dan jurnal umum serta pengkreditan ke akun tersebut auditor mengusut ke jurnal penerimaan kas dan jurnal umum. Pengusutan ini dilakukan untuk memperoleh keyakinan bahwa mutasi penambahan dan pengurangan piutang usaha berasal dari jurnaljurnal yang bersangkutan. f. Melakukan Rekonsiliasi Akun Kontrol Piutang Usaha dalam Buku Besar ke Buku Pembantu Piutang Usaha. Auditor mencocokkan saldo akun kontrol (controlling account)piutang usaha di dalam buku besar tersebut dengan jumlah saldo akun pembantu (subsidiary account) piutang usaha

14 untuk memperoleh keyakinan bahwa catatan akuntansi klien yang bersangkutan dengan piutang usaha dapat dipercaya ketelitiannya. Kemudian jika piutang non usaha jumlahnya material, klien menyelenggarakan buku pembantu. Dengan demikian auditor menempuh prosedur rekonsiliasi pula terhadap piutang non usaha tersebut. 2. Prosedur Analitik Pada tahap awal pengujian substantif terhadap piutang usaha, pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Auditor melakukan perhitungan berbagai rasio, setelah mengihitung rasio tersebut kemudian membandingkan dengan harapan auditor, misalnya rasio tahun yang lalu, rerata ratioindustri, atau ratioyang dianggarkan. Pembandingan ini membantu auditor untuk mengungkapkan peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji. 3. Prosedur Audit terhadap Transaksi Rinci Auditor melakukan beberapa prosedur audit terhadap transaksi rinci, yaitu sebagai berikut: a. Memeriksa Sampel Transaksi Tercatat dalam Akun Piutang Usaha ke Dokumen yang Mendukung Timbulnya Transaksi tersebut.

15 Prosedur audit ini dimulai oleh auditor dari buku pembantu piutang usaha. Pengujian dilakukan dengan mengambil sampel berikut ini: (1) Sampel akun debitur yang akan diperiksa transaksi mutasinya;(2) Sampel transaksi yang dicatat dalam akun debitur pilihan. b. Memeriksa Pendebitan Akun Piutang ke Dokumen Pendukung: Faktur Penjualan, Laporan Pengiriman Barang, dan Order Penjualan. Auditor mengambil sampel transaksi yang dicatat di sebelah debit akun debitur yang terpilih dalam sampel, kemudian melakukan prosedur audit berikut ini: 1) Mengambil dari arsip klien faktur penjualan beserta dokumen pendukungnya: laporan pengiriman barang dan order penjualan. 2) Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung faktur penjualan. 3) Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam faktur penjualan dan dokumen pendukungnya. 4) Memeriksa kebenaran data yang di-posting ke dalam akun debitur berdasarkan faktur penjualan. 5) Memastikan bahwa klien telah mencatat semua faktur penjualan yang disampel di sebelah debit akun debitur. c. Memeriksa Pengkreditan Akun Piutang ke Dokumen Pendukung: Bukti Kas Masuk, Memo Kredit untuk Retur Penjualan atau

16 Penghapusan Piutang. Auditor mengambil sampel transaksi yang dicatat di sebelah kredit akun debitur yang terpilih dalam sampel, kemudian melakukan prosedur audit berikut ini: 1) Mengambil dari arsip klien bukti kas masuk dan memo kredit beserta dokumen pendukungnya: surat pemberitahuan (remittance advice) dan laporan penerimaan barang. 2) Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung bukti kas masuk dengan memo kredit. 3) Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam bukti kas masuk dan memo kredit dan dokumen pendukung lainnya. 4) Memeriksa kebenaran data yang di-posting ke dalam akun debitur berdasarkan bukti kas masuk dan memo kredit. 5) Memastikan bahwa semua bukti kas masuk dan memo kredit yang disampel telah dicatat di sebelah kredit akun debitur. d. Melakukan Verifikasi Pisah Batas (Cut Off) Transaksi Penjualan dan Retur Penjualan. Verifikasi ini untuk membuktikan apakah klien menggunakan pisah batas yang konsisten dalam memperhitungkan transaksi penjualan yang termasuk dalam tahun yang diaudit dibanding dengan tahun sebelumnya. e. Memeriksa dokumen yang mendukung timbulnya piutang usaha dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal neraca.

17 Untuk membuktikan bahwa klien menggunakan pisah batas yang konsisten terhadap trsansaksi penjualan, auditor memeriksa faktur penjualan dan dokumen pendukungnya yang dibuat dan dicatat oleh klien dalam periode sebelum dan sesudah tanggal neraca. f. Memeriksa dokumen yang mendukung berkurangnya piutang usaha dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal neraca. Untuk membuktikan ketepatan pisah batas dalam transaksi berkurangnya piutang usaha karena penerimaan kas dari debitur, auditor memeriksa dokumen bukti kas masuk dan surat pemberitahuan (remittance advice) dari debitur yang dipakai sebagai dasar pencatatan ke dalam kartu piutang. g. Melakukan Verifikasi Pisah Batas (Cut Off) Transaksi Penerimaan Kas. Untuk membuktikan ketepatan pisah batas transaksi penerimaan kas, auditor melakukan observasi terhadap semua kas yang diterima pada hari terakhir tahun yang diaudit untuk membuktikan apakah penerimaan kas tersebut telah dimasukkan ke dalam kas di tangan atau setoran dalam perjalanan dan penerimaan kas dalam tahun berikutnya tidak dimasukkan sebagai penerimaan kas tahun yang diaudit.

18 4. Pengujian terhadap Saldo Akun Rinci Pengujian terhadap saldo akun rinci dalam siklus pendapatan lebih difokuskan ke saldo piutang usaha dan akun penilaianya (Cadangan Kerugian Piutang Usaha). Tujuan pengujian saldo akun piutang usaha rinci adalah untuk memverifikasi: (a) Keberadaan atau keterjadian; (b) Kelengkapan;(c) Hak kepemilikan;(d) Penilaian. Untuk mencapai tujuan tersebut, auditor harus melakukan beberapa prosedur audit sebagai berikut: a. Melakukan Konfirmasi Piutang Ada tiga tahap yang harus ditempuh oleh auditor dalam mengirimkan surat konfirmasi kepada debitur: 1) Menentukan metode surat, saat, dan luas konfirmasi yang akan dilaksanakan. Terdapat dua metode konfirmasi piutang yang dapat digunakan oleh auditor metode konfirmasi positif dan metode konfirmasi negatif. Metode konfirmasi positif adalah metode konfirmasi yang meminta jawaban penegasan dari debitur, baik dalam hal terdapat kesesuaian maupun ketidaksesuaian antara saldo utang debitur menurut catatan akuntansinya dengan saldo utangnya yang tercantum di dalam surat konfirmasi tersebut. Metode konfirmasi negatif adalah metode konfirmasi yang meminta jawaban penegasan dari debitur hanya jika terdapat ketidaksesuaian antara saldo utang

19 debitur menurut catatan akuntansinya dengan saldo utangnya yang tercantum di dalam surat konfirmasi tersebut. Metode konfirmasi positif umumnya digunakan jika auditor menghadapi situasi: saldo piutang klien kepada debitur secara individual berjumlah besar, auditor mempunyai dugaan bahwa terdapat banyak akun piutang yang disengketakan antara klien dengan debiturnya dan terdapat ketidaktelitian atau kecurangan saldo akun piutang. Metode konfirmasi negatif umumnya digunakan oleh auditor jika pengendalian intern terhadap piutang dinilai baik oleh auditor, akun piutang klien berjumlah banyak dengan saldo piutang yang secara individual kecil, atau auditor memperkirakan bahwa debitur yang menerima konfirmasi tidak akan menaruh perhatian terhadap surat konfirmasi yang diterimanya. 2) Mengirimkan surat konfirmasi kepada debitur a) Memeriksa dokumen yang mendukung timbulnya piutang. Untuk konfirmasi positif yang diperoleh jawabannya, auditor melaksanakan prosedur alternatif dengan cara memeriksa dokumen yang mendukung pencatatan penerimaan kas dari debitur yang terjadi setelah tanggal neraca dan memeriksa dokumen yang mendukung pendebitan dan pengkreditan akun piutang usaha kepada debitur yang bersangkutan.

20 b) Memeriksa dokumen yang mendukung pencatatan penerimaan kas dari debitur yang terjadi setelah tanggal neraca. Prosedur audit ini juga merupakan prosedur audit alternatif, jika surat konfirmasi yang dikirimkan kepada debitur tidak diperoleh jawaban. c) Memeriksa dokumen pendukung timbulnya piutang usaha. Pemeriksaan terhadap dokumen pendukung transaksi timbulnya piutang usaha ini mempunyai dua tujuan, yaitu untuk membuktikan keberadaan piutang usaha dan untuk membuktikan hak milik atas piutang usaha yang dicantumkan di neraca. 3) Memeriksa jawaban konfirmasi bank. Melalui jawaban konfirmasi bank ini, auditor dapat mengetahui wesel tagih yang didiskontokan ke bank dan piutang usaha yang dijaminkan dalam penarikan kredit dari bank. 4) Meminta surat representasi piutang dari klien. Surat representasi digunakan oleh auditor untuk menyadarkan klien bahwa tanggung jawab atas kewajaran informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan berada ditangan klien, bukan di tangan auditor.

21 b. Melakukan Evaluasi terhadap Kecukupan Cadangan Kerugian Piutang Usaha yang dibuat oleh Klien. Prosedur ini ditempuh oleh auditor untuk memverifikasi penilaian piutang usaha yang dicantumkan di neraca. 1) Menghitung kembali cadangan kerugian piutang usaha yang dibuat oleh klien. Cadangan kerugian piutang umumnya ditentukan berdasarkan pengalaman perusahaan dan pengumpulan piutang usaha dari debiturnya. 2) Memeriksa penetuan umur piutang usaha yang dibuat oleh klien. Langkah pertama dalam memverifikasi kewajaran penilaian piutang usaha adalah meminta dari klien daftar umur piutang usaha per tanggal neraca. 3) Membandingkan cadangan kerugian piutang usaha yang tercantum di neraca tahun yang diaudit dengan cadangan tersebut yang tercantum di neraca tahun sebelumnya. Dengan prosedur ini, auditor akan memperoleh gambaran mengenai cukup tidaknya cadangan kerugian piutang usaha yang dibentuk oleh klien di neraca yang sekarang diaudit oleh auditor. 4) Memeriksa catatan kredit untuk debitur yang utangnya telah kadaluwarsa. Melalui daftar umur piutang usaha, auditor dapat memperoleh informasi nama debitur yang piutang kepadanya telah lama kadaluwarsa.

22 5. Verifikasi Penyajian dan Pengungkapan Akun dalam Laporan Keuangan. a. Membandingkan Penyajian Piutang Usaha dengan Penyajian Menurut Prinsip Akuntansi Berterima Umum Prosedur audit terhadap penyajian dan pengungkapan piutang usaha yaitu, memeriksa klasifikasi piutang ke dalam kelompok aktiva lancar dan aktiva tidak lancar, memeriksa piutang ke dalam kelompok piutang usaha dan piutang non usaha, dan menentukan kecukupan pengungkapan dan akuntansi untuk transaksi antarpihak yang memiliki hubungan istimewa, piutang yang digadaikan, piutang yang telah dianjakkan (factored account receivable) ke perusahaan anjak piutang. b. Memeriksa klasifikasi piutang ke dalam kelompok aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Piutang tipe tertentu tidak dapat dimasukkan dalam kelompok aktiva lancar, seperti piutang kepada manajer perusahaan, direksi, dan perusahaan afiliasi yang laporan keuangannya tidak dikonsolidasikan. c. Memeriksa klasifikasi piutang ke dalam kelompok piutang usaha dan piutang non usaha. Seperti tercantum di prinsip akuntansi berterima umum, piutang usaha harus disajikan di neraca terpisah dari piutang non usaha.

23 d. Menentukan kecukupan pengungkapan dan akuntansi untuk transaksi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa, piutang yang digadaikan, piutang yang telah dianjakkan (factored account receivable) ke perusahaan anjak piutang. Menurut prinsip akuntansi berterima umum, transaksi antarpihak yang memiliki hubungan istimewa harus diungkapkan memadai dalam neraca. Begitu juga piutang yang digadaikan dan yang dianjakkan harus diungkapkan memadai dalam neraca. H. PROSEDUR PENGUJIAN SUBSTANTIF BERDASARKAN STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK (SPAP) Sesuai yang tercantum di dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SA Seksi 326) untuk memperoleh bukti audit yang kompeten dan andal guna mencapai tujuan audit yang telah ditetapkan, maka prosedur pengujian substantif yang dirancang dan ditetapkan oleh setiap kantor akuntan publik hendaknya harus dapat membuktikan adanya kelima asersi manajemen berikut ini: 1. Asersi keberadaan atau keterjadian Asersi ini berhubungan dengan apakah aset atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.

24 2. Asersi kelengkapan Asersi ini berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. 3. Asersi hak dan kewajiban Asersi ini berhubungan dengan apakah aset merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. 4. Asersi penilaian atau alokasi Asersi ini berhubungan dengan apakah komponen aset, liabilitas, pendapatan, dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. 5. Asersi penyajian dan pengungkapan Asersi ini berhubungan dengan apakah komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Selain harus terpenuhinya kelima asersi tersebut, sesuai yang tercantum di dalam SPAPpada SA seksi 326 (PSA No. 07) tentang bukti audit menyatakan bahwa bukti audit yang diperoleh dari sumber independen di luar entitas memberikan keyakinan yang lebih besar atas keandalan untuk tujuan audit independen dibandingkan dengan bukti audit yang disediakan hanya dari dalam entitas tersebut. Dengan demikian, auditor perlu meminta bukti-bukti tertentu kepada pihak di luar perusahaan sebagai bukti pendukung yang andal atas proses audit yang dilakukannya.

25 I. SIMBOL-SIMBOL UMUM BAGAN ALIR(FLOWCHART) Menurut Romney dan Steinbart (2003) simbol-simbol umum bagan alir serta simbol, disajikan dalam tabel berikut: Tabel II.1 Simbol-Simbol Bagan Alir Input/Output Simbol Nama Keterangan Dokumen Beberapa dokumen Dokumen atau paloran, dokumen tersebut dapat dipersiapkan dengan tulisan tangan, atau dicetak dengan komputer. Digambarkan dengan cara menumpuk simbol dokumen dan mencetak nomor dokumen dengan di bagian depan sudut kanan atas. Input / output, jurnal / buku besar Fungsi Input atau Output apapun di dalam bagan alir prosedur,juga dipergunakan untuk mewakili jurnal dan buku besar dalam bagan alir dokumen. Tampilan Informasi yang ditampilkan oleh peralatan output online seperti terminal, monitor atau layar. Pengetikan online (online keying) Memasukan (entry) data melalui peralatan on-line seperti terminal atau personal komputer. Terminal atau personal komputer Simbol tampilan dan pengetikan online dipergunakan bersama untuk mewakili terminal personal komputer

26 Tabel II.2 Simbol-Simbol Bagan Alir Pemrosesan Simbol Nama Keterangan Pemrosesan dengan komputer Fungsi pemrosesan yang dilaksanakan dengan komputer, biasanya menghasilkan perubahan atas data atau informasi. Proses manual Pelaksanaan pemrosesan yang dilakukan secara manual. Proses pendukung (auxiliary operation) Fungsi pemrosesan yang dilaksanakan oleh peralatan selain komputer. Tabel II.3 Simbol-Simbol Bagan Alir Penyimpanan Simbol Nama Keterangan Data disimpan secara permanen didalam disk megnetis Disk magnetis dipergunakan untuk file utama dan database. Pita magnetis Penyimpanan online File Data disimpan ke dalam pita magnetis. Data disimpan di dalam file online temporer melalui media yang dapat diakses secara langsung seperti disk. File dokumen secara manual disimpan dan ditarik kembali, huruf yang ditulis didalam simbol menunjukan urutan pengaturan file secara N= Numeris, A= alfabetis, D/T= berdasarkan tanggal.

27 Tabel II.4 Simbol-Simbol Arus dan Lain-lain Simbol Nama Keterangan Arus dokumen Arah pemrosesan atau arus dokumen, arus yang normal berada di bawah dan mengarah. Arah data / informasi sering Arus data / informasi dipergunakan untuk memperlihatkan data yang dicopy dari suatu dokumen ke dokumen lainnya. Communication Link Pengiriman dari satu lokasi ke lokasi lainnya melalui jalur komunikasi. On-page connector Menghubungkam arus pemrosesan di satu halaman yang sama, penggunaan konektor ini akan menghindari garis yang saling silang di satu halaman. Off-page connector Suatu penanda masuk dari, atau keluar ke halaman lain. Terminal Titik awal, akhir, atau pemberhentian dalam suatu proses atau prosedur, juga dipergunakan untuk menunjukan adanya pihak eksternal. Keputusan Langkah pengambilan keputusan. Anotasi Komentar deskriptif tambahan atau catatan penjelasan untuk klarifikasi.