TUGAS EVALUASI SURVEI DAN EVALUASI LAHAN TENTANG SURVEI LAPANGAN (METODE INDEKS STORIE)

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Kesesuaian Lahan

Pengertian Sistem Informasi Geografis

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

Analisis Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Menggunakan Modifikasi Metode Storie Di Wilayah Cisompet dan Sekitarnya, Kabupaten Garut

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... i. HALAMAN PERNYATAAN... iii. INTISARI... iii. ABSTRACT... iv. KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

MODEL PEMBELAJARAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS. Oleh: Dede Sugandi*)

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lokasi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Publik Di Kecamatan Palu Timur Dan Palu Barat

BAB I PENDAHULUAN I-1

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEBUTUHAN BASIS DATA UNTUK APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM ERA OTONOMI DAERAH

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener,

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS)

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (PPM) DOSEN

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

Gambar 1. Peta DAS penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LOGO Potens i Guna Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

TOPIK I Pengantar Sistem Informasi Geografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Atas (SMA) Swasta, Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Madrasah Aliyah Swasta

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS - PENGENALAN AWAL MENGENAI SIG & KONSEP DASAR SIG OUTLINE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan. Dunia Nyata dan SIG. Arna fariza. Mengubah dunia nyata menjadi informasi geografis di komputer 3/17/2016

KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SAMPANG

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (S I G )

BAB IV METODE PENELITIAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

[Type the document title]

RANCANG BANGUN PEMETAAN PERSEBARAN PENDUDUK BUTA AKSARA DI KALIMANTAN BARAT DENGAN METODE SAE (SMALL AREA ESTIMATION)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia,

MEMBUAT SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

BAB II METODE PENELITIAN

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

Transkripsi:

TUGAS EVALUASI SURVEI DAN EVALUASI LAHAN TENTANG SURVEI LAPANGAN (METODE INDEKS STORIE) Oleh: Tri Mulyadi 134130071 Sistim Informasi Geografis (SIG) mempunyai peran yang semakin penting dalam berbagai aspek kehidupan dewasa ini. Melalui SIG berbagai macam informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisa serta dikaitkan dengan letaknya di muka bumi. Menurut Danudoro (2006) SIG tumbuh sebagai respon atas kebutuhan akan pengelolaan data keruangan yang lebih efisien dan mampu menyelesaikan masalahmasalah keruangan. Secara garis besar, perkembangan SIG dipicu oleh setidak-tidaknya tiga hal utama, yaitu; (a) perkembangan teknologi komputer dan sistem informasi, (b) perkembangan metode analisis spasial di bidang geografi dan ilmu keruangan lainnya (pertanian), dan (c) tuntutan kebutuhan aplikasi yang menginginkan kemampuan pemecahan masalah di bidang masing-masing, yang terkait dengan aspek keruangan (spasial). Pengertian SIG sendiri telah diuraikan oleh banyak ahli dan memiliki arti yang relatif sama. Barus dan Wiradisastra (2000), menyatakan SIG adalah suatu sistim informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi Spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistim basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Sedangkan Aronoff (1989) dan Dulbahri (2003) menyebutkan bahwa SIG adalah sistim informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukkan, mengelola, memanipulasi dan menganalisis data serta memberi uraian. Pernyataan Aronoff sejalan dengan pernyataan Danudoro (2006) bahwa SIG adalah sebuah sistim untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis, dan penayangan data; yang mana data tersebut secara keruangan (spasial) terkait dengan muka bumi. Berdasarkan berbagai pengertian SIG, tercermin adanya pemrosesan data keruangan dalam bentuk pemrosesan data numerik. Pemrosesan yang mendasarkan pada kerja mesin, dalam hal ini komputer yang mempunyai persyaratan tertentu. Data sebagai masukan harus dalam bentuk numerik, artinya data masukan apapun bentuknya harus diubah menjadi angka

digital, sedangkan data lain adalah data atribut (Dulbahri, 2003). Komponen utama SIG terbagi dalam empat kelompok yaitu perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai. Porsi masingmasing komponen tersebut berbeda dari satu sistim ke sistim lainnya, tergantung dari tujuan dibuatnya SIG (Barus dan Wiradisastra, 2000). Fasilitas perangkat lunak SIG digital pada dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait, yaitu; (1) sub sistem pemasukan data, (2) sub sistem pemrosesan data, dan (3) sub sistem output data. Sementara itu, Chang (2002) membagi SIG kedalam komponen-komponen berikut; (a) sistem komputer meliputi perangkat keras dan sistem operasinya, (b) perangkat lunak SIG yang meliputi program dan user interface untuk mengendalikan perangkat keras, (c) brainware untuk pengendalian aspek tujuan, manfaat, alasan dan justifikasi dalam penggunaan SIG, dan (d) infrastruktur yang mencakup lingkungan fisik, organisasional, administratif, serta kultural untuk mendukung mendukung operasi SIG, yang juga meliputi ketrampilan, standarisasi, data clearinghouse, serta pola organisasional. Salah satu isu utama dalam SIG adalah pemodelan spasial. Pemodelan spasial digunakan untuk memodelkan dunia nyata (real world), dan hal ini dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah lingkungan atau kewilayahan. Danudoro (2006) menyatakan terdapat lima macam model dalam SIG yang biasanya digunakan untuk pemodelan lingkungan dan kewilayahan, yaitu: 1) Model biner, Yang bertumpu pada logika biner (boolean logic) pada pengambilan keputusan masuk-tidaknya (atau memenuhi-tidaknya) suatu informasi digunakan pada tahap proses selanjutnya. Karena dasar pengambilan keputusan adalah logika biner (ya atau tidak), risiko kekeliruan pada penentuan nilai/kondisi ambang (threshold) juga cukup tinggi. Model ini biasanya hanya sesuai diterapkan pada skala kecil, di mana tidak tersedia cukup informasi rinci sebagai dasar pengambilan keputusan. Model biner dapat diterapkan dengan SIG vektor maupun raster, 2) Model indeks, Melibatkan penggunaan skor untuk setiap kategori yang berbeda dalam suatu peta tematik. Tumpangsusun peta-peta dengan model indeks biasanya akan melibatkan proses kalkulasi aritmetik, baik penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian. Indeks atau skor akhir yang dimiliki oleh satuansatuan pemetaan baru pada peta turunan (peta baru) akan menggambarkan kondisi atau performa gabungan dari berbagai kriteria, yang dijadikan dasar pengambilan keputusan. Model ini dapat diterapkan pada SIG vektor maupun raster,

3) Model regresi, Merupakan model yang memanfaatkan persamaan regresi untuk mengubah nilai pada peta menjadi nilai baru yang menggambarkan suatu kecenderungan (trend) fenomena tertentu. Model ini biasa diterapkan pada SIG raster, di mana nilai piksel diubah melalui persamaan regresi, dan peta raster berubah menjadi peta kuasi-kontinyu nilai kuantitatif, 4) Model proses, Adalah model yang menggunakan pengetahuan mengenai proses lingkungan di dunia nyata ke dalam suatu himpunan persamaan untuk mengkuantifikasi proses tersebut. Model ini lebih efektif dijalankan dalam lingkungan SIG raster, khususnya apabila datanya bersifat kuasi-kontinyu, dan 5) Model jaringan, Merupakan jenis pemodelan SIG yang hanya dapat dijalankan pada SIG vektor yang mempunyai struktur topologi (topological vector). Struktur topologi dalam data vektor itu secara eksplisit menyatakan hubungan antarentitas spasial dalam peta; titik (point), garis (arc) dan area (polygon). INDEKS STORIE Indeks Storie adalah metode semi kuantitatif untuk penilaian tanah yang pada awalnya digunakan untuk mengklasifikasikan tanah untuk keperluan tata guna lahan pertanian berdasarkan produktivitas tanamannya (Storie, 1978; Reganold and Singer 1979). Pada perkembangannya indeks Storie ini juga dapat digunakan untuk mengkaji kerentanan gerakan tanah (Sitorus, 1995; Arifin et al., 2006). Pada perkembangannya indeks Storie ini juga dapat digunakan untuk mengkaji kerentanan gerakan tanah (Sitorus, 1995; Arifin et al., 2006). Metode ini tidak memperhitungkan faktor fisik lainnya atau faktor ekonomi yang mungkin mempengaruhi kesesuaian tanaman di suatu lokasi. Analisisnya mudah dilakukan: berbagai kategori dikelompokkan menjadi beberapa kategori saja. Ada empat atau lima parameter yang lazim dievaluasi yaitu: A: Kedalaman tanah dan tekstur; B: Permeabilitas tanah; C: Sifat Kimia tanah; D: Drainase, limpasan permukaan; E: Iklim. Indeks dihitung dengan perkalian parameter-parameter, yaitu: Sindex = A x B x C x D x E...(1) Metode ini memiliki kelemahan adalah jika ada suatu kategori parameter memiliki nilai nol, maka hasil perkalian (Indeks Storie) akan menjadi nol dan tanah dianggap memiliki keterbatasan fisik dan tidak sesuai untuk keperluan lahan pertanian. Berdasarkan hasil penilaian Indeks Storie maka karakteristik tanah untuk pertanian dapat dibagi menjadi enam peringkat mulai dari Peringkat 1 (nilai 80-100) hingga Peringkat 6 (nilai<10) (anonim 2011). Peringkat 1 menunjukkan kemampuan lahan yang

terbaik untuk pertanian, kemudian peringkat selanjutnya menunjukkan kemampuan lahan yang baik, sedang, buruk, sangat buruk dan tidak sesuai untuk pertanian (Peringkat 6). Diagram alir penelitian. Pada perkembangannya dilakukan revisi terhadap Indeks Storie (1978) dengan menggunakan algoritma discrete dan fuzzy logic untuk menghasilkan nilai peringkat yang lebih akurat dan mengurangi unsur subjektifitas dalam pemeringkatan (rating) (O Geen dan Southard, 2005). Penggunakan Indeks Storie di Indonesia selain di bidang pertanian juga telah diaplikasikan untuk menentukan tingkat kerentanan gerakan tanah (Sitorus, 1995 dan Arifin, e.l, 2006) dengan modifikasi parameter pada Indeks Storie sebagai berikut: L = A x B/10 x C/10 x D/10 x...(2) dimana : L = tingkat kerentanan A = tataguna lahan B = kemiringan lereng C = jenis tanah D = curah hujan Daftar pustaka Barus, B., dan U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografi: Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Chang, K.T. 2002. Introduction to Geographic Information Systems. Prentice Hall. New York. Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Danudoro, P. 2006. Sains Informasi Geografis: Dari Perolehan dan Analisis Citra hingga Pemetaan dan Pemodelan Spasial. Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Dulbahri. 2003. Sistem Informasi Geografi. Pelatihan Sistem Informasi Geografis Informasi Sumberdaya Lahan. Lokakarya Sistem Informasi Sumberdaya Lahan Untuk Perencanaan Tata Ruang. Kerjasama Fakultas Geografi UGM bersama Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Yogyakarta 24-25 Desember 1989. Arifin, S., Carolila, I., Winarso, G., 2006. Implementasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor (Propinsi Lampung). Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital, 3 (1), 77-86. Badan Geologi, 2013, Kejadian Gerakan Tanah, Anonim. 2011. Rekapitula kejadian gerakan tanah. esdm.go.id index.php gerakan tanah. Reganold, J. P., and M.J. Singer, 1979. Defining Prime Farmland by Three Land Classification System. Journal of Soil and Water Conservation 34, 172-176. Sitorus, S., 1995. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito, Bandung. Storie, R., 1978. Storie Index Soil Rating. Oakland, University of California Division of Agricultural Sciences Special Publication 3203. Wiradisastra, U.S. 1989. Metodologi Evaluasi Lahan Dalam Hubungan Sistem O Green, A. T., and S.B. Southard, 2005. A Revised Storie Index Modeled in NASIS. Soil Survey Horizons 46 (3), 98-109.