Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu

dokumen-dokumen yang mirip
Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015

ISSN OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN

OUTLOOK KOMODITI TOMAT

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI JAHE

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS

OUTLOOK KOMODITI PISANG

OUTLOOK TELUR Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR

OUTLOOK KOMODITI TEBU

OUTLOOK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah

OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU

OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

OUTLOOK KOMODITI MANGGA

I. PENDAHULUAN. serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan (Kementan RI, 2012). keunggulan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pembangunan pertanian tidak lagi berorientasi semata - mata

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

KETERANGAN TW I

ISSN OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

ISSN OUTLOOK ANGGREK

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

OUTLOOK KOMODITI DURIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

ISSN OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

STABILISASI HARGA PANGAN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

Transkripsi:

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 74 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi Penyunting : Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc Dr. Ir. Budi Waryanto, M.Si Drh. Akbar, MP Naskah : Ir. Roch Widaningsih, MSi Design dan Layout : Tarmat Victor S. B. H. Diterbitkan oleh: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2016 Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya sehingga Publikasi Buku Outlook Komoditas Ubi Kayu Tahun 2016 dapat diselesaikan. Publikasi ini mengulas analisis diskriptif perkembangan komoditas ubi kayu beserta analisis proyeksi penawaran dan permintaan komoditas tersebut untuk beberapa tahun ke depan. Kegiatan ini dapat terlaksana atas kerjasama beberapa instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, serta dukungan dan kerja sama tim teknis lingkup Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kepada semua pihak yang telah membantu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan penyusunan publikasi buku outlook komoditas ubi kayu ini, kami menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya. Tak ada gading yang tak retak, kami menyadari kekurangan dalam menyusun publikasi ini, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak guna memperbaiki dan menyempurnakannya di waktu mendatang. Semoga publikasi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi pembaca. Jakarta, Oktober 2016 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Dr. Ir. Suwandi, MSi NIP. 19670323.199203.1.003 Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian v

(HALAMAN INI SENGAJA DOKOSONGKAN) vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii RINGKASAN EKSEKUTIF... xiii BAB I. Pendahuluan... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 3 1.3. Ruang Lingkup... 3 BAB II. METODOLOGI... 5 2.1. Sumber Data dan Informasi... 5 2.2. Metode Analisis... 5 2.2.1. Analisis Deskriptif... 5 2.2.2. Analisis Penawaran... 6 2.2.3. Analisis Permintaan... 7 2.2.4. Kelayakan Model... 8 BAB III. KERAGAAN UBI KAYU NASIONAL... 9 3.1. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas... 9 3.2. Sentra Luas Panen, Produktivitas Tertinggi dan Sentra Produksi... 13 3.3. Konsumsi Ubi kayu... 16 3.4. Perkembangan Harga Ubi Kayu... 18 3.5. Perkembangan Ekspor dan Impor Ubi Kayu... 19 Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian vii

BAB IV. KERAGAAN UBI KAYU DUNIA... 23 4.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas... 23 4.2. Negara Sentra Produksi Ubi Kayu... 27 4.3. Perkembangan Ekspor impor... 28 4.4. Perkembangan Harga... 32 BAB V. ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN... 33 5.1. Penawaran Ubi Kayu di Indonesia, 2015-2020... 33 5.2. Permintaan Ubi Kayu Di Indonesia, 2015-2020... 34 5.3. Neraca Ubi Kayu di Indonesia, 2016-2020... 35 BAB VI. KESIMPULAN... 37 DAFTAR PUSTAKA... 39 viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Sumber Data dan Informasi yang Digunakan... 5 Tabel 3.1. Rata-rata Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Rata-rata Pertumbuhannya di Jawa dan Luar Jawa... 10 Tabel 5.1. Analisis Fungsi Respon Produktivitas Ubi Kayu... 33 Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 5.4. Hasil Proyeksi Produksi Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2016-2020... 34 Prediksi Konsumsi Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 2015-2020... 35 Hasil Proyeksi Surplus/Defisit Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2015-2020... 36 Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1980-2015... 11 Gambar 2. Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1980-2015... 11 Gambar 3. Perkembangan Produksi Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1980-2015... 12 Gambar 4. Provinsi Sentra Luas Panen Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 2011-2015... 14 Gambar 5. Gambar 6. Rata-rata Produktivitas di Sepuluh Provinsi Sentra Ubi Kayu di Indonesia, Rata-rata Tahun 2011-2015... 15 Provinsi Sentra Produksi Ubi Kayu di Indonesia, Ratarata Tahun 2011-2015... 15 Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Perkapita Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1993-2020... 17 Gambar 8. Perkembangan Ketersedian Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1993-2020... 18 Gambar 9. Perkembangan Harga Produsen dan Harga KonsumenUbi Kayu Indonesia, Tahun 2004-2015... 19 Gambar 10. Perkembangan Volume Ekspor Impor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000-2016*)... 20 Gambar11. Perkembangan Volume Ekspor Segar dan Olahan Indonesia, Tahun 2000-2016*)... 20 Gambar 12. Perkembangan Nilai Ekspor Impor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000-2016*)... 21 Gambar 13. Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu Dunia, 1980-2014... 23 Gambar 14. Negara Sentra Luas Panen Ubi Kayu Dunia, Tahun 2010-2014... 24 x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Gambar 15. Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu Dunia, Tahun 1980-2014... 25 Gambar 16. Negara Produktivitas Tertinggi Ubi Kayu Dunia, Tahun 2010-2014... 26 Gambar 17. Perkembangan Produksi Ubi Kayu Dunia, Tahun 1980-2014... 27 Gambar 18. Sepuluh Negara Sentra Produksi Ubi Kayu Dunia, Rata-rata Tahun 2010-2014... 28 Gambar 19. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Ubi Kayu Dunia, Tahun 1980-2013... 29 Gambar 20. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Ubi Kayu Dunia, Tahun 1980-2013.... 30 Gambar 21. Empat Negara Importir Ubi Kayu Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013... 31 Gambar 22. Empat Negara Eksportir Ubi Kayu Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013... 31 Gambar 23. Perkembangan Harga Produsen Ubi Kayu Dunia, Tahun 2007-2013... 32 Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian xi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu Indonesia, Tahun 1980-2015... 43 Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu Indonesia, Tahun 1980-2015... 44 Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu Indonesia, Tahun 1980-2015... 45 Perkembangan Produksi Ubi Kayu Indonesia, Tahun 1980-2015... 46 Provinsi Sentra Luas Panen Ubi Kayu di Indonesia, Rata-rata Tahun 2011-2015... 47 Lampiran 6. Perkembangan Produktivitas Ubi kayu, 2011-2015... 47 Lampiran 7. Lampiran 8. Provinsi Sentra Produksi Ubi Kayu Terbesar di Indonesia, Rata-rata Tahun 2011-2015... 48 Ketersediaan/Konsumsi Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1993-2019... 49 Lampiran 9. Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu di Rumahtangga, Tahun 1993-2019... 50 Lampiran 10. Perkembangan Harga Produsen dan Konsumen Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 2002-2015... 51 Lampiran 11. Perkembangan Ekspor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000-2014... 52 Lampiran 12. Perkembangan Impor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000-2014... 53 Lampiran 13. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Dunia, Tahun 1980-2013... 54 xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 14. Sepuluh Negara Dengan Luas Panen Ubi Kayu Terbesar di Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013... 55 Lampiran 15. Sepuluh Negara Dengan Produktivitas Ubi Kayu Terbesar di Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013... 55 Lampiran 16. Sepuluh Negara Dengan Produksi Ubi Kayu Terbesar di Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013... 56 Lampiran 17. Perkembangan Ekspor Impor Ubi Kayu Dunia, Tahun 1980-2013... 57 Lampiran 18. Empat Negara Importir Ubi Kayu Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013... 58 Lampiran 19. Empat Negara Eksportir Ubi Kayu Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013... 58 Lampiran 20. Perkembangan Harga Produsen Ubi Kayu Dunia, Tahun 2007-2013... 59 Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF Ubikayu merupakan salah satu bahan pangan pengganti beras yang cukup penting peranannya dalam menopang ketahanan pangan suatu wilayah. Hal ini dikarenakan peranan ubikayu sebagai sumber bahan pangan pengganti bahan pangan utama yaitu beras. Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi dalam merubah pola konsumsi masyarakat yang sudah terbentuk selama ini, namun demi keamanan pangan suatu wilayah perlu kiranya sosialisasi diversifikasi pangan berbahan ubikayu atau singkong sebagai bahan pangan alternative selain beras atau jagung. Disamping sebagai bahan makanan, ubikayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubi yang dihasilkan mengandung air sekitar 60%, pati 25%-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubikayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi disbanding padi, jagung, ubijalar, dan sorgum. (Widianta dan Dewi, 2008). Pola perkembangan luas panen ubikayu di Indonesia selama kurun waktu 1980-2016 berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan rata-rata yaitu turun sebesar 1,39% per tahun yaitu luas panen sebesar 1,41 juta hektar di tahun 1980 menjadi 0,88 juta hektar di tahun 2016. Perkembangan luas panen selama lima tahun terakhir cenderung menurun lebih besar yaitu 8,98% per tahun. Perkembangan produktivitas ubikayu di Indonesia selama 1980-2016 cenderung mengalami peningkatan, laju pertumbuhan rata-rata meningkat sebesar 2,64% per tahun yaitu produktivitas 97,51 ku/ha di tahun 1980 menjadi 239,13 ku/ha di tahun 2016. Perkembangan produktivitas selama lima tahun terakhir cenderung meningkat lebih besar yaitu 2,85%. Rata-rata luas panen ubi kayu tahun 2011-2016, ditiga (3) provinsi sentra ubikayu berkontribusi sebesar 57,10%. Provinsi tersebut adalah Lampung (27,71%), Jawa Timur (14,80%) dan Jawa Tengah (14,59%). Demikian xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

juga produksinya di tiga provinsi tersebut berkontribusi 66,32%. Provinsi tersebut adalah Lampung (33,93%), Jawa Tengah (16,68%) dan Jawa Timur (15,71%). Pertumbuhan volume ekspor ubi kayu tahun 2000-2015 rata-rata meningkat sebesar 96,21% per tahun, demikianhalnyadengan nilai ekspornya yang meningkat sebesar 118,22% per tahun. Eksporubikayu Indonesia dalambentuksegardanolahanyaitudalambentukpatiubikayu (cassava flour), ubikayukepingkering (cassava shredded) danubikayupelet (cassava pellets) terutamake Taiwan, Philipina, Australia, Malaysia, Inggrisdan Brunei Darusalam. Perkembangan volume impor ubi kayu pada periode 2000-2015 sebesar 76,32% per tahun, lebih tinggi dari pertumbuhan nilai impor ubi kayu yakni sebesar 67,41% per tahun. Impor ubikayu Indonesia umumnya dalam bentuk pati ubikayu (cassava flour), ubikayu kepingan kering (cassava shredded) dan ubikayu pelet (Cassava pellets) terutama berasal dari Thailand, Vietnam dan Myanmar. Neraca ubikayu di Indonesia tahun 2015 diperkirakan akan mencapai surplus 1,027 juta ton, dan diperkirakan surplus ubi kayu terus meningkat di tahun-tahun yang akan datang. Pada tahun 2016 diperkirakan akan diperkirakan terjadi surplus ubikayu 327,27 ribu ton, pada tahun 2017 diperkirakan surplus 656,17 ribu ton, tahun 2018 diperkirakan surplus 923,85 ton. Begitu juga pada tahun 2019 dan 2020 diperkirakan masih surplus masing-masing sebesar 469,29 juta ton dan 708,31 ribu ton. Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian xv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman Pangan merupakan salah satu Sub Sektor pertanian yang sangat strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, selain itu berperan juga dalam mewujudkan pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan baku industri, penghematan dan penerimaan devisa negara serta menjadi penarik bagi industri hulu dan pendorong pertumbuhan bagi industri hilir. Ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan pengganti beras yang cukup penting peranannya dalam menopang ketahanan pangan suatu wilayah. Hal ini dikarenakan peranan ubi kayu sebagai sumber bahan pangan pengganti beras. Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi dalam merubah pola konsumsi masyarakat yang sudah terbentuk selama ini. Namun demikian dalam rangka menopang keamanan pangan suatu wilayah perlu kiranya sosialisasi diversifikasi pangan berbahan ubi kayu atau singkong sebagai bahan pangan alternatif selain beras atau jagung, selain juga menumbuhkan kreatifitas untuk menciptakan bahan pangan pengganti berbahan dasar singkong atau ubi kayu sebagai bahan pangan alternatif. Selain sebagai bahan pangan sumber karbohidrat, ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan bakuindustri. Oleh karena itu pengembangan ubikayu sangat pentingartinya di dalam upaya penyediaan bahan pangan karbohidrat nonberas, diversifikasi/penganeka ragaman konsumsi pangan lokal, pengembangan industri pengolahan hasil dan agro industri dan sebagai sumber devisa melalui ekspor serta upaya mendukung peningkatan ketahanan pangan dan kemandirian pangan. Ubikayu mempunyai nilai gizi yang cukup baik dan sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan tubuh, sebagai bahan pangan terutama sebagai sumber karbohidrat. Ubi yang dihasilkan mengandung air sekitar 60%, pati 25%-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum (Widianta dan Dewi, 2008). Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 1

Beberapa keunggulan ubikayu adalah1) kadar gizi makro (kecuali protein) dan mikro tinggi, sehingga sejumlah penderita anemia dan kekurangan vitamin A dan C ditengah masyarakat yang pangan pokoknya ubikayu relatif sedikit,2) daun mudanya sebagai bahan sayuran berkadar gizi makro dan mikro paling tinggi dan proporsional dibandingkan dengan bahan sayuran lainnya, 3) kadar glikemik dalam darah rendah, 4) kadar serat pangan larut tinggi, 5) dalam usus dan lambung berpotensi menjadi probiotik, dan 6) secara agronomis mampu beradaptasi terhadap lingkungan marginal sehingga merupakan sumber kalori potensial di wilayah yang didominasi oleh lahan marginal dan iklim kering. Permintaan ubikayu terus meningkat baik untuk konsumsi, pakan ternak dan industri olahan (gaplek, chips, tapioka dan tepung kasava) dan bahan energi baru terbarukan. Luas panen ubikayu di Indonesia pada tahun 2015 seluas 0,95 juta hektar dan produksi yang dicapai sebesar 21,80 juta ton dengan produktivitas sebesar 22,95 ton/ha. Pada tahun 2016 luas panen ubikayu diproyeksikan seluas 1,11 juta hektar dengan produktivitas 20,23 ton/ha maka produksi ubikayu nasional diharapkan mencapai 25 juta ton. Peluang pengembangan ubikayu sangat luas, mengingat ketersediaan lahan yang cukup luas, berdasarkan data dari BPS tahun 2005 menunjukkan bahwa terdapat potensi lahan kering seluas 25.955.901 Ha yang terdiri dari lahan tegal seluas10.775.051 ha, ladang seluas 3.839.093 ha dan lahan sementara tidak diusahakan seluas 11.341.757 Ha. Lahan-lahan tersebut merupakan potensi yang tersedia untuk pengembangan areal budidaya/usahatani ubikayu. Selain ketersediaan lahan yang cukup luas, juga tersedia paket teknologi budidaya ubikayu yang spesifik lokasi. Dalam pemenuhan kebutuhan karbohidrat, ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung.ubi kayu umumnya dikembangkan di daerah kering dan menjadi andalan petani di daerah tersebut. Ubi kayu sebagai komoditas bahan pangan masih sering dianggap sebagai usaha sampingan sehingga pengembangannya belum dilakukan secara intensif. 2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1.2. Tujuan Tujuan penyusunan outlook komoditas ubi kayu adalah melakukan analisis data ubi kayu dengan menggunakan model ekonometrik serta menyediakan bahan dan informasi bagi penyusunan kebijakan dan program pengembangan komoditas tanaman pangan khususnya ubi kayu dimasa yang akan datang. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) mencoba menyusun Outlook Ubi Kayu yang berisi keragaan dan proyeksi penawaran serta permintaan ubi kayu berdasarkan keragaan dan perkembangan ubi kayu selama 30-40 tahun terakhir. 1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup outlook komoditas ubi kayu meliputi variabel-variabel terpenting dari komponen penawaran dan permintaan komoditas ubi kayu. Variabel-variabel tersebut yaitu: produksi, luas panen, produktivitas, harga konsumen,harga produsen, impor, konsumsi, ekspor dan impor, baik dalam lingkup nasional maupun global. Keseimbangan penawaran dan permintaan diprediksi hingga tahun 2020, dengan terlebih dahulu memproyeksi variabel-variabel yang mempengaruhi maupun komponen-komponen yang menyusun penawaran dan permintaan ubi kayu. Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 3

(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN) 4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BAB II. METODOLOGI 2.1 Sumber Data dan Informasi Outlook ubi kayu tahun 2016 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh baik dari data primer maupun data sekunder yang bersumber dari daerah, instansi terkait dilingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Food Agriculture Organization (FAO), dan Data Statistik Amerika Serikat (USDA). Tabel 2.1. Sumber Data dan Informasi yang Digunakan No. Variabel Periode Sumber Data 1 Produksi, Luas panen,produktivitas 1970-2015 BPS Nasional 2 Harga Produsen Nasional 2002-2015 BPS 3 Ekspor & Impor Nasional 2000-2015 BPS 4 Konsumsi Susenas, Ketersediaan 1993-2015 BPS, BKP 5 Produksi, Luas panen,produktivitas 1980-2014 FAO Dunia 6 Ekspor & Impor Dunia 1980-2013 FAO Literatur pendukung analisis diperoleh dari perpustakaan perguruan tinggi, PSEKP, PUSTAKA, internet dan berbagai sumber lainnya. 2.2 Metode Analisis 2.2.1. Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif mecakup analisis keragaan atau perkembangan komoditas ubi kayu dilakukan berdasarkan ketersediaan data series yang mencakup indikator luas panen, produktivitas, produksi, konsumsi, ekspor-impor, serta harga ditingkat konsumen dan produsen dengan analisis deskriptif. Analisis keragaan mencakup keragaan dalam negeri maupun gobal. Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 5

Analisis deskriptif dilengkapi dengan grafik dan tabel yang disajikan sesuai dengan data yang tersedia. 2.2.2. Analisis Penawaran Penawaran suatu komoditas dicerminkan oleh respon atau keputusan produsen terhadap mekanisme pasar dan pengaruh faktor non pasar. Proyeksi penawaran direpresentasikan berdasarkan peubah produksi yang merupakan hasil perkalian dari peubah luas panen dan produktivitas. Pendugaan penawaran dilakukan berdasarkan pendugaan ke dua peubah tersebut. Analisis penawaran ubi kayu dilakukan berdasarkan analisis fungsi produksi. Model analisis yang digunakan adalah model RegresiBerganda (MultivariateRegression). Secara teoritis bentuk umum dari model ini adalah : Y b0 b1 X 1 b2 X 2... bn X b 0 n j 1 b j X j n dimana : Y = Peubah respons/tak bebas X n = Peubah penjelas/bebas n = 1,2, b 0 = nilai konstanta b n = koefisien arah regresi atau parameter model regresi untuk peubah x n = sisaan Produksi, yang merupakan representasi dari penawaran komoditas, merupakan hasil perkalian luas panen dengan produktivitas. QS 1 = A t * B t 6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

dimana : QS 1 = produksi/penawaran komoditas pada tahun t A t B t = luas panen komoditas pada tahun t = produktivitas komoditas pada tahun t Dengan memperhatikan ketersediaan data, analisis penawaran dilakukan berdasarkan data produksi dalam periode tahunan. Peubah-peubah bebas yang tidak tersedia datanya dalam periode waktu yang bersesuaian maka dilakukan proyeksi terlebih dahulu dengan menggunakan time series. Produksi pada periode ke-t merupakan fungsi dari produksi pada periode sebelumnya, harga di tingkat produsen, harga komoditas pesaingnya di tingkat produsen, pengaruh inflasi, dan pengaruh krisis moneter. Pendugaan peubah luas panen menggunakan metode yang paling sesuai yaitu Regresi Berganda (Multivariate Regression). Regresi Berganda merupakan metode yang digunakan untuk mengukur pengaruh beberapa peubah/variabel terhadap suatu variabel. Namun demikian jika analisis Regresi Berganda tidak menunjukkan hasil yang signifikan maka dipergunakan analisis time series, mengingat data luas panen ubi kayu memiliki series yang cukup panjang. 2.2.3. Analisis Permintaan Sumber data menghitung permintaan ubi kayu didekati dari dua sumber data konsumsi yang berbeda. Pertama menggunakan data konsumsi SUSENAS yang mencakup permintaan langsung masyarakat terhadap ubi kayu yang dikonsumsi oleh rumah tangga konsumen, baik konsumsi dalam rumah tangga maupun luar rumah tangga. Kelemahan dari data ini adalah tidak mencakup permintaan ubi kayu oleh sektor lain seperti restoran, industri, dan penggunaan lain yang menggunakan bahan dasar ubi kayu. Kedua, permintaan dihitung dari ketersediaan per kapita ubi kayu pada Neraca Bahan Makanan Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 7

(NBM), dari NBM dapat ditelusuri penggunaan ubi kayu untuk olahan (industri), pakan ternak maupun tercecer. Neraca surplus defisit dihitung dari permintaan yang lebih cocok dengan kondisi saat ini di Indonesia.Karena keterbatasan ketersediaan data, maka analisis permintaan dilakukan dengan menggunakan model pemulusan eksponensial berganda (Double Exponential Smoothing) dari data konsumsi per kapita dengan tahunan. 2.2.4. Kelayakan Model Ketepatan sebuah model regresi dapat dilihat dari Uji-F, Uji-t, dan koefisien determinasi (R 2 ). Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya keragaman dari peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubah peubah tak bebas (X). Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan persamaan: R 2 SS Regresi SS Total dimana : SS Regresi adalah jumlah kuadrat regresi SS Total adalah jumlah kuadrat total Model deret waktu baik analisis trend maupun pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing), ukuran kelayakan model berdasarkan nilai kesalahan dengan menggunakan statistik MAPE (meanabsolute percentage error) atau kesalahan persentase absolute ratarata yang diformulasikan sebagai berikut: Dimana : X t adalah data actual F t adalah nilai ramalan Semakin kecil nilai MAPE maka model deret waktu yang diperoleh semakin baik. 8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BAB III. KERAGAAN UBI KAYU NASIONAL 3.1. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Secara umum pola perkembangan luas panen ubi kayu di Indonesia selama kurun waktu 1980-2016 berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan (Gambar1). Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan rata-rata yaitu turun sebesar 0,89% per tahun yaitu luas panen sebesar 1,41 juta hektar di tahun 1980 menjadi 0,87 juta hektar di tahun 2016. Pada periode yang lebih pendek yaitu 5 tahun terakhir laju pertumbuhan luas panen ubi kayu mengalami penurunan lebih besar yaitu 5,37% per tahun. Penurunan luas panen cukup signifikan terjadi pada tahun 1990 sebesar 15,40% dan tahun 1997 sebesar 13,05%. Peningkatan luas panen ubi kayu cukup signifikan di tahun 1999 yaitu sebesar 23,28%, sebagai akibat peningkatan luas panen baik di wilayah Pulau Jawa maupun Luar Jawa masing-masing sebesar 28,65% dan 17,88%. Pada tahun 2016 luas panen ubi kayu mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 8,68% sebagai akibat penurunan luas panen di Pulau Jawa sebesar 9,32% dan luas panen di luar Pulau Jawa sebesar 8,68% (Lampiran 1 dan lampiran 2). Rata-rata luas panen ubi kayu tahun1980-2016, memperlihatkan share di pulau Jawa masih cukup signifikan mencapai 55,26%, sementara luar Pulau Jawa sebesar 44,74%. Akan tetapi dilihat dari rata-rata luas panen lima tahun terakhir, share luas panen ubi kayu di Jawa menjadi lebih kecil yaitu 46,56% sedang Luar Jawa menjadi lebih besar yaitu 53,44%. (Lampiran 1& Tabel 3.1). Sedang share produksi dilihat rata-rata produksi dari 1980-2016 share di pulau Jawa sebesar 55,26% sementara Pulau Luar Jawa sebesar 44,74% terhadap total produksi ubi kayu Indonesia, tetapi dilihat dari rata-rata produksi lima tahun terakhir, share produksi ubi kayu di Jawa menjadi lebih kecil yaitu hanya 45,98% sedang Luar Jawa menjadi lebih besar yaitu 54,02% (Lampiran 1& Tabel 3.1). Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 9

Tabel 3.1. Rata-rata Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Rata-rata Pertumbuhannya di Jawa dan Luar Jawa Wilayah Tahun Luas Panen Pertumb.(%) Produksi Pertumb.(%) Produktivitas Pertumb.(%) (Ha) (Ton) (Ku/Ha) Jawa 1980-2016 672.555-2,05 9.735.125 0,09 152,25 2,53 2011-2016 467.079-5,07 10.491.705-1,99 225,60 3,23 Luar Jawa 1980-2016 544.536 0,98 7.880.657 3,77 142,70 2,81 2011-2016 536.190-5,60 12.327.779-2,61 230,43 3,18 Indonesia 1980-2016 1.217.091-0,89 17.615.781 1,51 147,90 2,60 2011-2016 1.003.269-5,37 22.819.484-2,38 228,16 3,16 Kontribusi Terhadap Indonesia 1980-2015 (%) Jawa 55,26 55,26 L.uar Jawa 44,74 44,74 Kontribusi Terhadap Indonesia 2011-2015 (%) Jawa 46,56 45,98 L.uar Jawa 53,44 54,02 Sumber : BPS, diolah Pusdatin 2016*) Angka Ramalan II, Rakor BPS dan Kementan. Perkembangan luas panen ubi kayu di Jawa dan di Luar Jawa cukup berbeda. Pada periode 1980 2016 secara rata-rata luas panen ubi kayu di Jawa turun sebesar 2,25% per tahun, sementara pertumbuhan luas panen di Luar Jawa justru meningkat sebesar 0,73% per tahun. Pada periode lima tahun terakhir, pertumbuhan luas panen ubi kayu di Jawa mengalami penurunan signifikan yaitu sebesar 6,88% per tahun, dan Luas panen di Pulau Luar Jawa mengalami penurunan sebesar 5,92% per tahun, sehingga menyebabkan penurunan luas panen ubi kayu Indonesia sebesar 6,38% per tahun (Lampiran 2). 10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) Outlook Ubi Kayu 2016 ( Ha ) 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 Jawa Luar Jawa Indonesia Gambar 1. Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu di Indonesia, Tahun1980-2016*) Pertumbuhan produktivitas ubi kayu Indonesia menunjukkan pola yang berbeda dibandingkan dengan pola luas panen, yaitu cenderung meningkat sejak tahun 1980 hingga 2016 dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 2,64% (Gambar 2). (Ku/Ha) 275 250 225 200 175 150 125 100 75 50 Jawa Luar Jawa Indonesia Gambar 2. Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1980-2016*) Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 11

1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016*) ( Ton) Outlook Ubi Kayu 2016 Selama lima tahun terakhir (periode 2012-2016) perkembangan produktivitas ubi kayu Indonesia mengalami peningkatan sebesar 2,85% per tahun, sebagai akibat peningkatan produktivitas di Pulau Jawa sebesar 4,23%, dan peningkatan produktivitas rata-rata di Luar Pulau Jawa lebih rendah yaitu sebesar 1,79% per tahun (Lampiran 3). Peningkatan produktivitas ubi kayu pada periode tersebut di picu oleh peningkatan pertumbuhan produktivitas di tahun 1990 sebesar 21,41% dan tahun 2003 sebesar 11,87% (Lampiran 3). Pada tahun 2016 produktivitas ubi kayu Indonesia mencapai 239,13 ku/ha atau lebuh tinggi 4,19% dari tahun 2015 mencapai 229,51 ku/ha, pada tahun 2014 yang mencapai 233,55 ku/ha. Secara lebih rinci, perkembangan produktivitas ubi kayu di Indonesia disajikan pada Lampiran 3. 25.000.000 22.500.000 20.000.000 17.500.000 15.000.000 12.500.000 10.000.000 7.500.000 5.000.000 2.500.000 0 Jawa Luar Jawa Indonesia Gambar 3. Perkembangan Produksi Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1980-2016 Perkembangan produksi ubi kayu di Indonesia periode 1980-2016 secara umum berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami peningkatan (Gambar3). Secara lebih rinci perkembangan produksi ubi kayu pada periode 1980-2016 meningkat rata-rata sebesar 1,33% per tahun. Sementara itu pada periode yang lebih pendek yaitu lima tahun terakhir antara tahun 2012 hingga tahun 2016, perkembangan produksi ubi kayu Indonesia cenderung mengalami penurunan yaitu rata-rata 3,73% per tahun (Lampiran 4.). 12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Perkembangan ubi kayu per wilayah menunjukkan pola serupa antar periode dengan kecenderungan peningkatan produksi Pulau Luar Jawa lebih tinggi dari pada di Pulau Jawa. Periode tahun 1980-2016 peningkatan pertumbuhan produksi di Luar Jawa cukup signifikan yaitu sebesar 3,39% sementara di Pulau Jawa lebih rendah yaitu hanya sebesar 0,13% per tahun. Secara lebih rinci pada periode lima tahun terakhir yaitu antara tahun 2012 hingga 2016, pola perkembangan ubi kayu di Luar Jawa mengalami penurunan yaitu rata-rata sebesar 4,21% per tahun, sementara di Pulau Jawa mengalami penurunan yang lebih kecil yaitu sebesar 3,05% per tahun. Meskipun secara umum perkembangan produksi ubi kayu di Pulau Jawa lebih kecil peningkatannya, namun share rata-rata produksi ubi kayu 1980-2016 di wilayah pulau Jawa masih cukup signifikan yaitu sebesar 55,26% dari total produksi ubi kayu nasional. Sementara itu provinsi di Luar Jawa berkontribusi lebih rendah yaitu sebesar 44,74%. Tetapi jika dilihat share produksi selama lima tahun terakhir pola ini berubah menjadi share Pulau Jawa lebih kecil dibanding Luar Jawa yaitu 45,98% dibanding 54,02% (Tabel 3.1). 3.2. Sentra Luas Panen, Produktivitas Tertinggi dan Sentra Produksi Perkembangan rata-rata luas panen ubi kayu antara tahun 2012-2016, menunjukkan ada 8 (delapan) provinsi sentra ubi kayu dengan kontribusi luas panen sebesar 89,50%. Provinsi Lampung dengan rata-rata luas panen mencapai 295,55 ribu hektar cukup dominan berada di urutan pertama dengan share luas panen mencapai 27,71%, selanjutnya Provinsi Jawa Timur berkontribusi terhadap luas panen ubi kayu nasional sebesar 14,80% atau mencapai rata-rata luas panen 157,90 ribu hektar dan Provinsi Jawa Tengah dengan share sebesar 14,59% atau mencapai luas panen rata-rata 155,66 ribu hektar. Lima provinsi sentra lainnya dengan kisaran share luas panen antara 2,41% hingga kurang dari 8,53% adalah Provinsi Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, DI. Yogyakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat, Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 13

masing-masing berkontribusi sebesar 8,53%; 7,30%; 6,82%, 5,35%, 3,99% dan 2,41%. (Lampiran 5, Gambar 4). Share (%) NTB; 6,82 DIY; 5,35 Sumut; 3,99 Sulsel; 2,41 Jabar; 8,53 Lainnya; 10,97 Jateng; 14,59 Lampung; 27,71 Jatim; 14,80 Gambar 4. Provinsi Sentra Luas Panen Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 2012-2016*) Keragaan data produktivitas ubi kayu di 10 provinsi dengan rata-rata hasil paling tinggi pada kondisi 5 tahun terakhir tersaji pada Lampiran 6 dan Gambar 5. Rata-rata hasil per hektar ubi kayu tertinggi di Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 390,85 kuintal per hektar, disusul Provinsi Sumatera Utara di posisi kedua dengan rata-rata produktivitas ubi kayu sebesar 327,34 kuintal per hektar. Provinsi Lampung berada di posisi ketiga dengan rata-rata hasil ubi kayu sebesar 262,04 kuintal per hektar, sementara produktivitas terendah di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebesar 208,07 kuintal per hektar (Lampiran 6 dan Gambar 5). Dari 10 provinsi sentra 4 provinsi bukan merupakan provinsi sentra yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Produksi ubi kayu di Indonesia terkonsentrasi di 8 (delapan) provinsi dengan kontribusi produksi sebesar 91,21%. Provinsi Lampung dengan ratarata produksi mencapai 7,74 juta ton cukup dominan berada di urutan pertama dengan share produksi mencapai 33,93%, di susul di urutan kedua Provinsi Jawa Tengah yang memberi kontribusi terhadap produksi ubi kayu nasional sebesar 16,68% atau mencapai rata-rata produksi 3,81 juta ton dan 14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Sumbar Sumut Lampung Riau Jateng Jabar Jatim Sulbar Sulteng Sulsel Indonesia 262,036 245,66 231,848 228,45 219,804 212,218 208,07 215,776 277,714 327,34 390,846 Outlook Ubi Kayu 2016 Provinsi Jawa Timur dengan share sebesar 15,71% atau mencapai produksi rata-rata 3,59 juta ton. Lima provinsi sentra lainnya dengan kisaran share produksi antara 2,34% hingga 9,21% adalah Provinsi Jawa Barat, Sumatera Utara, DI. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan masingmasing berkontribusi sebesar 9,21%, 6,10,%, 3,99%, 3,25% dan 2,34%. (Lampiran 7 dan Gambar 6). (Ku/Ha) 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Gambar 5. Rata-rata Produktivitas di Sepuluh Provinsi Sentra Ubi Kayu di Indonesia, Rata-rata Tahun 2012-2016*) share (%) Sumut; 6,10 DIY; 3,99 NTT; 3,25 Sulsel; 2,34 Lainnya; 8,79 Jabar; 9,21 Jatim; 15,71 Lampung; 33,93 Jateng; 16,68 Gambar 6. Provinsi Sentra Produksi Ubi Kayu di Indonesia, ratarata Tahun 2012-2016*) Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 15

3.3. Konsumsi Ubi kayu a. Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi ubi kayu di Indonesia dihitung berdasarkan perhitungan ketersediaan untuk konsumsi ubi kayu per kapita dikalikan dengan jumlah penduduk. Data ketersediaan perkapita didapatkan dari data NBM. Pendekatan ini dilakukan karena pendekatan dari data konsumsi perkapita ubi kayu dari data hasil survey SUSENAS yang dilakukan oleh BPS, hasilnya sangat rendah (under estimate). Hal ini disebabkan karena konsumsi perkapita hasil SUSENAS (BPS) adalah konsumsi ubi kayu hanya di tingkat rumah tangga, sementara konsumsi ubi kayu di tingkat luar rumah tangga tidak di cakup dalam survey tersebut. Selain itu pada saat survei orang hanya mengingat bahwa yang dikonsumsi adalah ubi kayu segar. Jadi masih perlu ditambahkan konsumsi ubi kayu yang diolah untuk bahan makanan dan industri ubi kayu yang diolah menjadi non makanan. Perkembangan konsumsi per kapita ubi kayu tingkat rumah tangga di Indonesia antara tahun 1993 hingga 2020 hasil SUSENAS diprediksi akan mengalami penurunan rata-rata 5,67% atau mencapai konsumsi rata-rata 6,68 kilogram per kapita per tahun yaitu sebesar 12,78 kilogram per kapita di tahun 1993 dan diprediksi hanya sebesar 2,15 kilogram per kapita di tahun 2020. Prediksi konsumsi perkapita ubi kayu untuk tahun 2016-2020 diperkirakan masih akan mengalami penurunan rata-rata sebesar 11,44% atau mencapai angka konsumsi perkapita 2,82 kilogram per kapita per tahun (lampiran 9). Jika dilihat laju pertumbuhan konsumsi pada periode tersebut, ratarata konsumsi ubi kayu tingkat rumah tangga cenderung terus mengalami penurunan kecuali tahun 1997-1999, 2004, 2008, 2011, dan 2015 yang meningkat sebesar 7,39%, 4,32%, 9,70%, 14,43%, dan 13,04%. Peningkatan pertumbuhan konsumsi ubi kayu tertinggi diprediksi terjadi tahun 2015 yaitu sebesar 5,25% atau mencapai 3,60 kilogram/kapita/tahun. Secara absolut konsumsi perkapita ubi kayu mencapai angka tertinggi di tahun 1993 yaitu sebesar 12,78 kilogram per tahun dan terendah diprediksikan terjadi pada 16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) 2017*) 2018*) 2019*) 2020*) (Kg/Kapita/Th) Outlook Ubi Kayu 2016 tahun 2020 yaitu sebesar 2,15 kilogram per kapita per tahun (Lampiran 9 dan Gambar7). 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Perkapita Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1993-2020 Keterangan : 2016-2020 Angka Prediksi Pusdatin. b. Ketersediaan Ubi Kayu Untuk Konsumsi Perkembangan ketersedian per kapita ubi kayu di Indonesia antara tahun 1993 hingga 2020 berdasarkan data Neraca Bahan Makanan (NBM) dan prediksinya, berfluktuasi cukup tajam namun rata-rata cenderung meningkat (Gambar 8). Keragaan data ketersediaan perkapita ubi kayu antara tahun 1993 hingga tahun 2020 secara umum mengalami peningkatan rata-rata 15,07% per tahun atau mencapai rata-rata ketersediaan ubi kayu sebesar 53,34 kg/kapita/tahun (Lampiran 8). Peningkatan ketersediaan ubi kayu Indonesia mencapai angka tertinggi di tahun 2008 yaitu sebesar 413,91% atau mencapai 91,27 kg/kapita/tahun setelah sebelumnya mengalami penurunan cukup signifikan yaitu sebesar 72,81% atau mencapai ketersediaan perkapita paling rendah selama kurun waktu tersebut yaitu sebesar 17,76 kg/kapita/tahun. Perkembangan selama lima tahun terakhir (tahun 2016-2020) diprediksikan rata-rata mengalami penurunan sebesar 1,06% per tahun. (Lampiran 8 dan Gambar 8). Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 17

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*) 2015 **) 2016 **) 2017 **) 2018 **) 2019 **) 2020 **) Kg/Kapita/thn Outlook Ubi Kayu 2016 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Gambar 8. Perkembangan Ketersedian Ubi Kayu di Indonesia,Tahun 1993-2020 Keterangan :*) Angka sementara, BKP **) Estimasi Pusdatin 3.4. Perkembangan Harga Ubi Kayu Perkembangan harga produsen ubi kayu di Indonesia antara tahun 2002-2015 cenderung terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 15,84% per tahun, demikian juga harga di tingkat konsumen rata-rata terus meningkat sebesar 14,03% (Gambar 9). Selama kurun waktu tersebut terjadi peningkatan pertumbuhan harga tertinggi di tingkat produsen tahun 2004 sebesar 59,65% dan tahun 2009 sebesar 28,99%. Harga di tingkat konsumen meningkat tertinggi tahun 2007 dengan peningkatan sebesar 63,34%. Margin perdagangan terbesr terjadi tahun 2014 sebesar Rp 2.845,-. 18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

(Rp/kg) Outlook Ubi Kayu 2016 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Harga Produsen Harga Konsumen Gambar 9. Perkembangan Harga Produsen dan Konsumen Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2002-2015 3.5. Perkembangan Ekspor dan Impor Ubi Kayu Perkembangan volume ekspor total ubi kayu Indonesia yaitu penjumlahan antara ekspor dalam bentuk ubi kayu segar dan ubi kayu olahan antara tahun 2000-2015 mempunyai pola yang sangat berfluktuasi (Gambar 10). Rata-rata pertumbuhan volume ekspor ubi kayu meningkat sebesar 96,21% per tahun, demikian halnya dengan nilai ekspornya meningkat sebesar 76,32% per tahun. Peningkatan volume ekspor ubi kayu cukup drastis di tahun 2004 yaitu sebesar 1467,13% atau ekspor ubi kayu mencapai 448,60 ribu ton, selain juga terjadi peningkatan di tahun 2013 sebesar 296,57% (Lampiran 11). Bila dilihat dari sisi impor, perkembangan volume impor ubi kayu Indonesia pada periode yang sama juga cukup berfluktuasi dengan kecenderungan terus mengalami peningkatan (Gambar 10). Pertumbuhan volume impor ubi kayu Indonesia rata-rata meningkat 76,32% per tahun atau rata-rata sebesar 265,09 ribu ton per tahun. Peningkatan pertumbuhan volume impor pada 5 tahun terakhir yaitu antara 2011-2015 dengan kisaran peningkatan pertumbuhan -88,91% hingga 284,42% atau mencapai volume impor tertinggi di tahun 2012 yaitu sebesar 856,13 ribu ton sebagai pemicu Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 19

( Ton ) (Ton) Outlook Ubi Kayu 2016 peningkatan rata-rata pertumbuhan volume impor ubi kayu Indonesia antara tahun 2000 hingga tahun 2015. Hasil secara lebih rinci tersaji pada Lampiran 12. 900.000 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 2000 2001 2002 2003 2007 2006 2005 2004 Volume Ekspor 2008 2009 2013 2012 2011 2010 Volume Impor 2014 2015 2016*) Gambar10. Perkembangan Volume EksporImpor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000-2016*) *) Data Januari- Mei 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0 2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 Segar Olahan Gambar11. Perkembangan Volume Ekspor Segar dan OlahanIndonesia, Tahun 2000-2016*) *) Data Januari- Mei 20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) (000 US$) Outlook Ubi Kayu 2016 Pertumbuhan volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2004 yaitu mencapai 1467,13% atau mencapai volume ekspor 448,60 ribu ton. Peningkatan volume ekspor tersebut memicu peningkatan nilai ekspor komoditas tersebut pada tahun yang sama yaitu sebesar 1609,22% (57,35juta US$ yang terdiri dari ekspor dalam bentuk segar 20,4 juta US$ dan dalam bentuk olahan 36,9 juta US$).Ekspor ubi kayu Indonesia dalam bentuk segar dan olahan yaitu dalam bentuk pati ubi kayu (cassava flour), ubi kayu keping kering (cassava shredded) dan ubi kayu pelet (cassava pellets). Ekspor ubi kayu Indonesia terutama ke Taiwan, Philipina, Australia, Malaysia, Inggris dan Brunei Darusalam. 450.000 400.000 350.000 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0 Nilai Ekspor Nilai Impor Gambar 12. Perkembangan Nilai Ekspor Impor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000-2016*) Perkembangan volume impor ubi kayu pada periode 2000-2015 sebesar 76,32% per tahun, lebih tinggidari pertumbuhan nilai impor ubi kayu yakni sebesar 67,41% per tahun.pertumbuhan nilai impor ubi kayu Indonesia tertinggi di tahun 2003 yaitu mencapai 571,25% atau sebesar US$33,56juta dari sebesar US$ 4,79juta di tahun 2002(Lampiran 12).Impor ubi kayu Indonesia umumnya dalam bentuk pati ubi kayu (cassava flour), ubi kayu kepingan kering (cassava shredded) danubi kayu pelet (cassava pellets) terutama berasal dari Thailand, Vietnam dan Myanmar. Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 21

(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN) 22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Outlook Ubi Kayu 2016 BAB IV. KERAGAAN UBI KAYU DUNIA 4.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Keragaan luas panen ubi kayu dunia antara tahun 1980 hingga 2014 menunjukkan trend terus meningkat dan cenderung berfluktuasi di beberapa titik (Gambar 13). Pada periode tahun 1980-2014, perkembangan luas panen ubi kayu meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,75% per tahun. Perkembangan luas panen ubi kayu dunia selama lima terakhir memperlihatkan adanya peningkatan sebesar 5,49% per tahun atau mencapai luas panen rata-rata sebesar 22,35 juta hektar, sebagai akibat adanya peningkatan luas panen cukup signifikan di tahun 2012 (Lampiran 13). (000 Ha) 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 - Gambar 13. Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu Dunia, 1980-2014 Keragaan data luas panen 10 negara produsen ubi kayu dunia, tersaji pada Lampiran14 dan Gambar 14. Perkembangan luas panen ubi kayu antara tahun 2010 hingga 2014 tersebar di 10 negara dengan total luas rata-rata 20,18 juta hektar atau mencapai 71,24% dari total luas panen ubi kayu dunia yang mencapai luas 22,42 juta hektar. Dari sepuluh negara produsen ubi kayu Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 23

tersebut, Nigeria menjadi negara dengan rata-rata luas panen ubi kayu terbesar di dunia dengan pangsa sebesar 24,84% atau mencapai luas rata-rata sebesar 5,57 juta hektar. Republik Kongo berada di urutan kedua dengan rata-rata luas panen sebesar 1,96 juta hektar atau mencapai share sebesar 8,74%. Brazil diurutan ke tiga dengan share sebesar 7,41% atau rata-rata luas panen sebesar 1,66 juta hektar, sementara Indonesia berada di tempat ke lima dengan rata-rata luas panen sebesar 1,11 juta hektar atau berkontribusi sebesar 4,97% dari total produksi ubi kayu di dunia. Share (%) Lainnya; 28,76 Nigeria; 24,84 Uganda; 3,03 United Rep. of Tanzania; 3,77 Ghana; 3,92 Angola; 4,42 Mozambique; 4,43 Indonesia; 4,97 Congo; 8,74 Brazil; 7,41 Thailand; 5,71 Gambar 14. Negara Sentra Luas Panen Ubi Kayu Dunia,Tahun 2010-2014 Dilihat dari perkembangan periode 2010 hingga 2014, luas panennegara produsen tersebut rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,2%, lima negara mengalami peningkatan dan lima negara mengalami penurunan. Laju penurunan luas panen di lima negara produsen antara 0,78% hingga 8,90% per tahun. Sementara lima negara cenderung mengalami peningkatan luas rata-rata 0,41% per tahun (Ghana) hingga 25,62% per tahun (Uganda). Peningkatan luas panen secara absolut paling tinggi terjadi di Nigeria yaitu dari 3,48 juta hektar tahun 2010 menjadi 7,10 juta hektar pada tahun 2014, meskipun presentase kenaikannya berada di urutan kedua yaitu sebesar 21,29% per tahun (lampiran 14). 24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 (Ku/Ha) Outlook Ubi Kayu 2016 Perkembangan produktivitas ubi kayu dunia antara tahun 1980 hingga 2014secara umum cenderung terus meningkat namun terlihat cukup berfluktuasi di beberapa titik dengan slope yang cenderung melandai antara tahun 1990 hingga tahun 2000 (Gambar 15). Pertumbuhan produktivitas ubi kayu antara tahun 1980 hingga 2014 meningkat dengan laju peningkatan produktivitas sebesar 0,63% per tahun atau produktivitas rata-rata mencapai 104,40kuintal per hektar. Pada periode 5 tahun terakhir, pertumbuhan produktivias ubi kayu dunia mengalami penurunan dengan laju pertumbuhan yaitu rata-rata turun sebesar 2,42% per tahun atau mencapai hasil rata-rata per hektar 116,01 kuintal per hektar. Secara rinci perkembangan produktivitas ubi kayu dunia tersaji pada Lampiran 13. 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 - Gambar 15.Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu Dunia, Tahun 1980-2014 Negara dengan produktivitas ubi kayu terbesar di dunia justru bukan merupakan negara dengan luas panen terbesar di dunia kecuali Indonesia dan Thailand, seperti tersaji pada Lampiran 15 dan Gambar 15. Berdasarkan keragaan data produktivias antara tahun 2010 hingga 2014, India menjadi negara dengan rata-rata produktivitas ubi kayu per hektar paling tinggi di dunia yaitu sebesar 36,09 ton per hektar dan menjadikan negara tersebut masuk sebagai negara produsen dengan produksi ubi kayu kesembilan terbesar di dunia, meskipun dari sisi luas relatif rendah. Indonesia hanya berada di Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 25

posisi kesembilan dengan rata-rata hasil per hektar sebesar 21,55 ton per hektar, sementara Thailand berada di posisi kesepuluh dengan rata-rata hasil ubi kayu sebesar 20,82 ton per hektar. Negara Cook Island dan Suriname menempati urutan ke dua dan ke tiga sebagai negara dengan produktivitas ubi kayu terbesar dengan rata-rata hasil mencapai 26,12 ton dan 26,02 ton per hektar. Secara lebih rinci tersaji pada Lampiran 15. Gambar 16 Negara Produktivitas Tertinggi Ubi Kayu Dunia, Tahun 2010-2014 Perkembangan produksi ubi kayu dunia antara tahun 1980 hingga tahun 2014 cenderung mengalami peningkatan seperti halnya pola perkembangan dua variabel pembentuknya yaitu luas panen dan produktivitas, seperti tersaji pada Gambar 17. Pada periode 1980-2014, pertumbuhan produksi ubi kayu dunia meningkat rata-rata sebesar 2,34% per tahun dari sebesar 124,14 juta ton pada tahun 1980 menjadi 270,29 juta ton pada tahun 2014. Begitu juga pertumbuhan produksi ubi kayu lima tahun terakhir cenderung meningkat dengan laju peningkatan produksi rata-rata sebesar 2,70% per tahun atau produksi rata-rata mencapai 258,10 juta ton umbi basah (Lampiran 14.). 26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Outlook Ubi Kayu 2016 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 - Gambar 17. Perkembangan Produksi Ubi Kayu Dunia,Tahun 1980-2014 4.2. Negara Sentra Produksi Ubi Kayu Komposisi negara produsen ubi kayu sepuluh besar dunia secara umum merupakan negara dengan luas panen terbesar, kecuali India yang secara luas panen berada di posisi kedua puluh satu dengan rata-rata luas panen mencapai 223,06 ribu hektar atau share sebesar 0,99%, sementara produksi berada di urutan ke-sembilan dengan rata-rata produksi sebesar 8,05 juta ton. Produksi ubi kayu di Nigeria merupakan tertinggi di dunia dengan pangsa sebesar 18,74% atau rata-rata produksi mencapai 48,38 juta ton. Selanjutnya Thailand dengan pangsa produksi ubi kayu sebesar10,38% atau produksi ratarata sebesar 26,80 juta ton. Indonesia menempati urutan ketiga dengan pangsa produksi sebesar 9,26% rata-rata produksi sebesar 23,90 juta ton, selamjutnya Brazil dengan pangsa produksi sebesar 9,15% atau produksi ratarata mencapai 23,62 juta ton umbi basah. India dengan produksi rata-rata mencapai 8,05 juta ton berkontribusi sebesar 3,24% terhadap produksi ubi kayu dunia. Total kontribusi kesepuluh negara produsen ubi kayu tersebut mencapai 74,01% pangsa produksi ubi kayu dunia. Secara lebih rinci tersaji pada Lampiran 16. Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 27

Share (%) Lainnya; 25,99 Nigeria; 18,74 Thailand; 10,38 Cambodia; 2,84 India; 3,12 Indonesia; 9,26 Viet Nam; 3,73 Angola; 4,87 Brazil; 9,15 Ghana; 5,79 Congo; 6,13 Gambar 18. Sepuluh Negara Sentra Produksi Ubi Kayu Dunia, Rata-rata Tahun 2010-2014 Tujuh negara produsen ubi kayu mengalami peningkatan produksi selama lima tahun terakhir, dengan kisaran peningkatan produksi antara 0,93% hingga 24,86%. Tiga negara produsen lainnya mengalami penurunan produksi.persentase kenaikan produksi tertinggi terjadi di Cambodia dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 24,86%. (Lampiran 16). 4.3. Perkembangan Ekspor Impor Ubi kayu di dunia diperdagangkan dalam beberapa bentuk yaitu ubi kayu segar dan ubi kayu kering. Perdagangan ubi kayu lebih banyak dalam bentuk ubi kayu yang dikeringkan, sehingga dalam bahasan ini difokuskan pada perdagangan ubi kayu kering. Perkembangan volume ekspor dan impor ubi kayu kering dunia sejak tahun 1980-2013 menunjukkan trend meningkat. Perdagangan ubi kayu hingga awal tahun 90-an berfluktuasi dan mencapai puncak perdagangan dunia di akhir tahun 90-an dan menunjukkan trend menurun hingga awal tahun 2000 selanjutnya berfluktuasi dengan kecenderungan cukup konstan hingga tahun 2012 (lampiran 17). 28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Gambar 19. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Ubi Kayu Dunia, Tahun 1961-2013 Pertumbuhan volume ekspor ubi kayu kering dunia pada periode 1980-2013 meningkat rata-rata 4,01% per tahun atau volume ekspor ubi kayu ratarata sebesar 6,78 juta ton, demikian juga volume impornya cenderung meningkat sebesar 4,85% per tahun atau volume impor ubi kayu rata-rata sebesar 6,62 juta ton per tahun. Padaperiode limatahun terakhir trend perdagangan menurunbaik volume ekspor maupun impor dengan rata-rata penurunan untuk volume ekspor sebesar 3,88% pertahun atau mencapai total ekspor rata-rata 6,79 juta ton dan volume impor turun sebesar 1,90% per tahun atau rata-rata 6,43 juta ton per tahun. Tabel perkembangan volume ekspor impor ubi kayu kering secara lebih rinci tersaji pada Lampiran 17. Perkembangan nilai ekspor dan impor ubi kayu kering dunia memiliki tren yang sama dengan volume ekspor impornya, seperti tersaji pada Gambar 20. Pada periode 1980-2013 pertumbuhan nilai ekspor ubi kayu kering dunia tumbuh sebesar 4,40% per tahun, sementara nilai impor sedikit lebih rendah yaitu sebesar 4,18% per tahun. Sementara itu pada periode lima tahun terakhir, nilai perdagangan ubi kayu kering berbanding lurus dengan keragaan volume ekspor-impornya yaitu cenderung mengalami peningkatan rata-rata 6,54% per tahun untuk nilai ekspor dan 5,26% per tahun untuk nilai impor ubi Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 29

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (000 US$) Outlook Ubi Kayu 2016 kayu kering. Secara rinci perkembangan nilai ekspor impor ubi kayu kering dunia tersaji pada Lampiran 17. 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 - Nilai Impor Nilai Ekspor Gambar 20. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Ubi Kayu Dunia, Tahun 1980-2013. Pada tahun 2009 hingga 2013, terdapat 4 (empat) negara pengimpor ubi kayu kering utama di dunia dengan pangsa impor mencapai 98,14% volume impor ubi kayu kering dunia atau sebesar 7,23 juta ton. Dari empat negara importir ubi kayu tersebut, China menjadi negara importir terbesar di dunia dengan rata-rata volume impor mencapai 6,28 juta ton atau menguasai 85,25% impor ubi kayu kering di dunia. Tiga negara lainnya yaitu Korea Selatan, Thailand dan Amerika Serikat memiliki konribusi impor antara 1% hingga 6%, seperti tersaji pada Gambar 21. Sementara Volume impor ubi kayu kering di Indonesia cukup kecil yaitu rata-rata sebesar 406 ton atau menduduki urutan ke 31 dunia dengan share sebesar 0,01%. Negara pengekspor ubi kayu kering dunia disajikan pada pada Gambar 22. Terdapat 4 negara pengekspor utama ubi kayu di dunia dengan pangsa ekspor mencapai 98,74% dari total ekspor ubi kayu kering dunia atau mencapai volume ekspor rata-rata 6,53 juta ton. Negara produsen ubi kayu terbesar kedua dunia dengan rata-rata produksi mencapai 23,85 juta ton yaitu Thailand yang mampu menguasai pangsa ekspor ubi kayu kering dunia dengan pangsa ekspor rata-rata mencapai 69,18% atau volume ekspor rata- 30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

rata sebesar 4,58 juta ton dari total volume ekspor rata-rata ubi kayu dunia sebesar 6,16 juta ton. Share (%) Korea Selatan; 6,29 Thailand; 5,58 USA; 1,02 Lainnya; 1,86 China; 85,25 Gambar 21. Empat Negara Importir Ubi Kayu Dunia,Rata-rata Tahun 2009-2013 Share (%) Indonesia; 1,90 Costa Rica; 1,30 Lainnya; 1,20 Viet Nam; 36,42 Thailand; 59,19 Gambar 22. Empat Negara Eksportir Ubi Kayu Dunia, Ratarata Tahun 2009-2013 Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 31

Negara produsen ubi kayu lainnya yaitu Vietnam dengan rata-rata produksi sebesar 9,64 juta ton mempunyai pangsa ekspor sebesar 27,24% atau sebesar 1,80 juta ton. Indonesia sebagai negara produsen ubi kayu dengan rata-rata produksi mencapai 23,90 juta ton, hanya mampu mengekspor ubi kayu kering rata-rata 117,24 ribu ton atau hanya menguasai pangsa ekspor ubi kayu dunia sebesar 1,77% (Lampiran 19). 4.4. Perkembangan Harga Perkembangan harga produsen ubi kayu di 10 negara tahun 2007 hingga 2013, rata-rata tertinggi mencapai 762 US$ per ton yaitu di Venezuela dan terendah di Mauritius sebesar 307 US$ per ton (Lampiran 20, Gambar 23). Harga produsen ubi kayu di Indonesia relatif rendah yaitu sebesar 155 US$ per ton atau berada di posisi 23 dunia. Sementara harga ubi kayu tingkat produsen di beberapa negara penghasil ubi kayu terbesar di dunia seperti Ghana, Brazil, Vietnam dan Thailand lebih rendah lagi yaitu masing-masing sebesar 153 US$/ton, 112 US$/ton, 108 US$/ton dan 55 US$/ton. Harga produsen ubi kayu terendah di dunia adalah di Thailand yaitu rata-rata sebesar 55 US$/ton. Gambar 23. Perkembangan Harga Produsen Ubi Kayu Dunia,Tahun 2007-2013 32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BAB V. ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN 5.1. Penawaran Ubi Kayu di Indonesia, 2015-2020 Neraca penawaran dan permintaan ubi kayu di Indonesia didekati dengan perhitungan antara besaran ketersediaan ubi kayu dan besaran permintaan ubi kayu untuk konsumsi. Ketersediaan ubi kayu Indonesia dihitung berdasarkanperhitunganinput produksi dikurangi penggunaan dalam negeri yaitu pemakaian ubi kayu untuk pakan, pamakaian ubi kayu sebagai bahan dasar industry makanan dan bahan dasar industri non makanan maupun yang tercecer atau yang hilang saat panen dan penanganan pasca panen. Proyeksi produksi ubi kayu diperoleh dari prediksi luaspanen dikalikan prediksi produktivitasnya. Prediksi luas panen menggunakan metode time series (trend linier, dengan model Yt=1356887 7357,71*t, MAPE=6). Proyeksi produktivitas menggunakan model regresi linier. Hasil pemodelan statistik produktivitas disajikan secara lengkap pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Analisis Fungsi Respon Produktivitas Ubi Kayu Peubah Koefisien P-Value Signifikans Produktivitas Ubi Kayu (Yuk) Intercept 5,414 0,240 *** Yuk(t-1) 0,950 0,000 *,**, *** Harga Urea (0,006) 0,152 *** Teknologi 0,538 0,068 **, *** R2=98,1% ; Prob. (F-Stat)=0,000 Keterangan : *) Signifikan pada alpha 5% **) Signifikan pada alpha 10% ***) Signifikan pada alpha 25% Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 33

Proyeksi produksi ubi kayu merupakan perkalian proyeksi luas panen kali proyeksi produktivitas. Proyeksi produksi yang merefleksikan penawaran disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Produksi Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2015-2020 Tahun Luas Panen (Hektar) Pertumb. (%) Produktivitas (Ku/Ha) Pertumb. (%) Produksi (Ton) 2015 949.916 229,51 21.801.415 Pertumb. (%) 2016*) 867.495-8,68 239,13 4,19 20.744.674-4,85 2017**) 1.002.637 15,58 235,17-1,66 23.578.972 13,66 2018**) 983.491-1,91 244,85 4,12 24.080.562 2,13 2019**) 963.741-2,01 241,62-1,32 23.286.190-3,30 2020**) 943.386-2,11 251,36 4,03 23.712.611 1,83 Rata-rata 951.778 0,17 240,27 1,87 22.867.404 1,90 Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan :*) Aram II, Hasil Rakor BPS dan Kementan **) Proyeksi Pusdatin Proyeksi produksi ubi kayu untuk 5 tahun kedepan diperkirakan akan meningkat rata-rata sebesar 4,40% per tahun. Peningkatan produksi diperkirakan karena kenaikan produktivitas dan luas panen. Produktivitas ubi kayu diperkirakan rata-rata meningkat sebesar 1,87% dan luas panen diperkirakan meningkat rata-rata 2,69% per tahun. (Tabel 5.2). 5.2. Permintaan Ubi Kayu Di Indonesia, 2015-2020 Permintaan ubi kayu di Indonesia dihitung dengan pendekatan perkalian antaraketersediaan per kapita untuk konsumsi dengan jumlah penduduk, ditambah penggunaan untuk pakan, tercecer dan penggunaan ubi kayu untuk diolah menjadi bahan makanan yang terperinci dalam neraca bahan makanan (NBM). Model yang digunakan untuk proyeksi permintaan ubi kayu adalah trend linier kuadratik dengan model : Yt = 57,6 0,22*t-0,0057*t**2, 34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Nilai MAPE=25,767. Model ini menghasilkan proyeksi seperti tersaji pada tabel 5.3. berikut. Tabel 5.3.Prediksi Konsumsi Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 2015-2020 Tahun Bahan Makanan (Ton) Pakan (Ton) Diolah untuk Makanan (Ton) Tercecer (Ton) Jumlah Penggunaan/ Konsumsi (Ton) 2015 *) 12.679.459 436.028 7.194.467 464.370 20.774.324 Pertumb. (%) 2016 **) 12.714.906 414.893 6.845.742 441.862 20.417.403-1,72 2017 **) 12.741.403 471.579 9.207.589 502.232 22.922.804 12,27 2018 **) 12.758.730 481.611 9.403.459 512.916 23.156.716 1,02 2019 **) 12.761.918 465.724 9.093.257 495.996 22.816.895-1,47 2020 **) 12.765.196 474.252 9.259.774 505.079 23.004.302 0,82 2015-2020 12.736.935 457.348 8.500.715 487.076 22.182.074 2,19 Sumber Keterangan : BKP, diolah Pusdatin : *) Angka Sementara **) Prediksi Pusdatin Rata-rata Berdasarkan perhitungan tersebut diatas, proyeksi pemintaan ubi kayu tahun 2015-2020 diperkirakan akan mengalami peningkatanrata-rata sebesar sebesar 2,15% per tahun(tabel 5.3.). 5.3. Neraca Ubi Kayu di Indonesia, 2016-2020 Berdasarkan selisih hasil perhitungan antara prediksi produksi dengan penggunaan ubi kayu untuk konsumsi, maka neraca ubi kayu di Indonesia tahun 2015 diperkirakan akan mencapai surplus 1,03 juta ton, dan diperkirakan surplus ubi kayu terus terjadi sampai tahun 2020. Pada tahun 2016 diperkirakan Indonesia akan mengalami surplus ubi kayu sebesar 327,27 ribu ton, tahun 2017 diperkirakan surplus 656,17 ribu ton, tahun 2018 surplus 923,85 ribu ton, 2019 dan 2020 diperkirakan surplus masing-masing sebesar 469,29 juta ton dan 708,31 ribu ton(tabel 5.4.). Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 35

Tabel 5.4. Hasil Proyeksi Surplus/Defisit Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2015-2020 Tahun Produksi (Ton) Pertumb. (%) Konsumsi (Ton) Pertumb. (%) Surplus/ Defisit (Ton) 2015 21.801.415 20.774.324 1.027.091 2016 20.744.674-4,85 20.417.403-1,72 327.271 2017 23.578.972 13,66 22.922.804 12,27 656.169 2018 24.080.562 2,13 23.156.716 1,02 923.845 2019 23.286.190-3,30 22.816.895-1,47 469.294 2020 23.712.611 1,83 23.004.302 0,82 708.309 Sumber : BPS, BKP, diolah Pusdatin 36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BAB VI. KESIMPULAN Surplus produksi ubi kayu yang diperkirakan terus terjadi memberi peluang ekspor yang besar. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh naiknya produktivitas. Model yang disusun menunjukkan bahwa produktivitas ubi kayu dipengaruhi oleh produktivitas ubi kayu tahun sebelumnya dan teknologi. Artinya jika teknologi dilipat gandakan maka kenaikan produktivitas ubi kayu akan semakin tinggi, yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi, sehingga surplus makin besar yang berarti bahwa peluang ekspor makin besar. Konsumsi ubi kayu dibedakan dalam bentuk konsumsi langsung sebagai bahan makanan dan dalam bentuk pakan, tercecer dan diolah untuk makanan, menunjukkan untuk konsumsi yang diolah menjadi makanan semakin lama mempunyai share yang besar dan mempunyai porsi yang hampir mendekati konsumsi sebagai bahan makanan, hal ini menunjukkan bahwa industri pengolahan ubi kayu semakin berkembang. Konsumsi ubi kayu juga menunjukkan peningkatan semakin tinggi, tetapi masih bisa diimbangi perkembangan produksi yang juga makin tinggi, sehingga ubi kayu diperkirakan selalu surplus. Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 37

(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN) 38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

DAFTAR PUSTAKA BKP Kementerian Pertanian. 2014. Neraca Bahan Makanan Indonesia 2007-2013. Jakarta. BPS. 2014. Survei Sosial Ekonomi Nasional, Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2013. Jakarta. Departemen Pertanian. 2004. Rencana Strategis Pembangunan Tanaman Pangan Tahun 2005-2009. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Jakarta. Eddie Oczkowski. May 2003. Two-Stage Least Squares (2SLS) and Structural Equation Models (SEM). http://csusap-csu.edu.au/-eoczkows/home.htm. http://www.academia.edu/4616066/budidaya_ubi_kayu http://www.inovasi.lipi.go.id/id/produk/ubi-kayu-mentega http://www.chogwang.com/2014/05/manfaat-ubikayu-singkong-sebagaibahan-pangan.html Iwan Setiaji Anugrah. Juli 2003.Asean Free Trade Area (AFTA), Otonomi Daerah dan Daya Saing Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi.Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Nainggolan, DR. Ir. Kaman. 2008. Melawan Kelaparan dan Kemiskinan Abad ke-21. Kekal Pres. Bogor Sembiring RK. 2003. Analisis Regresi. Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung. Statsoft. 2008. Time Series Analysis. [terhubung berkala]. http://www. statsoft.com/ textbook/stct.html [19 September 2009]. Statsoft. 2008. Regression. [terhubung berkala]. http://www. statsoft.com/ textbook/stct.html [19 September 2009]. Tingjun Peng, Dr. September 2009. China s Agricultural Policies after its WTO accession. Departemen of Market and Economic Information, Ministry of Agricultural.(Handout). Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 39

(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN) 40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 41

(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN) 42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu Indonesia, Tahun 1980-2016 *) Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 43

Lampiran 2. Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu Indonesia, Tahun1980-2016 *) Luas Panen (Ha) Tahun Jawa Pertumb. (%) Luar Jawa Pertumb. (%) Indonesia Pertumb. (%) 1980 996.738 415.743 1.412.481 1981 987.123-0,96 400.413-3,69 1.387.536-1,77 1982 920.130-6,79 403.570 0,79 1.323.700-4,60 1983 839.550-8,76 381.258-5,53 1.220.808-7,77 1984 908.306 8,19 442.142 15,97 1.350.448 10,62 1985 830.424-8,57 461.421 4,36 1.291.845-4,34 1986 775.734-6,59 387.983-15,92 1.163.717-9,92 1987 763.009-1,64 454.888 17,24 1.217.897 4,66 1988 778.411 2,02 515.811 13,39 1.294.222 6,27 1989 831.884 6,87 567.431 10,01 1.399.315 8,12 1990 681.812-18,04 501.946-11,54 1.183.758-15,40 1991 675.752-0,89 517.687 3,14 1.193.439 0,82 1992 664.127-1,72 565.321 9,20 1.229.448 3,02 1993 700.034 5,41 596.325 5,48 1.296.359 5,44 1994 681.620-2,63 562.270-5,71 1.243.890-4,05 1995 614.092-9,91 573.025 1,91 1.187.117-4,56 1996 605.558-1,39 686.746 19,85 1.292.304 8,86 1997 577.848-4,58 545.856-20,52 1.123.704-13,05 1998 548.621-5,06 546.477 0,11 1.095.098-2,55 1999 705.808 28,65 644.200 17,88 1.350.008 23,28 2000 668.709-5,26 615.331-4,48 1.284.040-4,89 2001 672.894 0,63 645.523 4,91 1.318.417 2,68 2002 660.941-1,78 610.320-5,45 1.271.261-3,58 2003 641.392-2,96 603.151-1,17 1.244.543-2,10 2004 665.357 3,74 590.448-2,11 1.255.805 0,90 2005 653.303-1,81 560.157-5,13 1.213.460-3,37 2006 629.380-3,66 598.079 6,77 1.227.459 1,15 2007 597.180-5,12 594.301-0,63 1.191.481-2,93 2008 595.773-0,24 613.279 3,19 1.209.052 1,47 2009 579.893-2,67 595.773-2,85 1.175.666-2,76 2010 552.086-4,80 630.961 5,91 1.183.047 0,63 2011 545.649-1,17 639.047 1,28 1.184.696 0,14 2012 534.486-2,05 595.202-6,86 1.129.688-4,64 2013 490.650-8,20 575.102-3,38 1.065.752-5,66 2014 466.032-5,02 537.462-6,54 1.003.494-5,84 2015 442.751-5,00 507.165-5,64 949.916-5,34 2016*) 401.478-9,32 466.017-8,11 867.495-8,68 Rata-rata 1980-2016 672.555-2,25 544.536 0,73 1.217.091-1,10 2012-2016 467.079-6,88 536.190-5,92 1.003.269-6,38 Sumber : BPS, diolah Pusdatin 2016*) Angka Ramalan II, Rakor BPS dan Kementan. 44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu Indonesia, Tahun 1980-2016*) Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 45

Lampiran 4. Perkembangan Produksi Ubi Kayu Indonesia, Tahun 1980-2016*) 46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 5. Provinsi Sentra Luas Panen Ubi Kayu di Indonesia, Rata-rata Tahun 2012-2016*) No. Provinsi Tahun 2012 2013 2014 2015 2016*) Rat-rata (Ha ) Share ( % ) Komulatif Share (%) 1 Lampung 324.749 318.107 304.468 279.337 251.079 295.548 27,71 27,71 2 Jawa Timur 189.982 168.194 157.111 146.787 127.420 157.899 14,80 42,51 3 Jawa Tengah 176.849 161.783 153.201 150.874 135.594 155.660 14,59 57,10 4 Jawa Barat 100.159 95.505 93.921 85.288 79.831 90.941 8,53 65,63 5 Nusa Tenggara Timur 89.282 79.164 63.836 60.557 70.768 72.721 6,82 72,44 6 DI Yogyakarta 61.815 58.777 56.120 55.626 53.177 57.103 5,35 77,80 7 Sumatera Utara 38.749 47.141 42.062 47.837 36.829 42.524 3,99 81,78 8 Sulawesi Selatan 31.454 24.720 22.083 26.783 23.262 25.660 2,41 84,19 9 Lainnya 116.649 112.361 110.692 163.279 89.535 118.503 10,97 100,00 Indonesia 1.129.688 1.065.752 1.003.494 1.016.368 867.495 1.080.000 100,00 Sumber : BPS, diolah Pusdatin 2016*) Angka Ramalan II, Rakor BPS dan Kementan. Lampiran 6. Perkembangan Produktivitas Ubi kayu, 2012-2016*) Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 47

Lampiran 7. Provinsi Sentra Produksi Ubi Kayu Terbesar di Indonesia, Rata-rata Tahun 2012-2016*) 48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 8. Tahun Ketersediaan/Konsumsi Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 1993-2019 Ketersediaan/ Konsumsi perkapita (Kg/Kapita/Th) Pertumb. (%) Konsumsi Nasional ( Ton ) 1993 57,21 10.733.000 Pertumb. (%) 1994 51,83-9,40 9.883.000-7,92 1995 53,45 3,13 10.341.000 4,63 1996 61,78 15,58 12.159.000 17,58 1997 60,21-2,54 12.033.000-1,04 1998 56,46-6,23 11.454.000-4,81 1999 61,72 9,32 12.526.000 9,36 2000 59,05-4,33 12.155.000-2,96 2001 59,92 1,47 12.490.000 2,76 2002 35,37-40,97 7.466.000-40,22 2003 66,49 87,98 14.210.000 90,33 2004 50,46-24,11 10.918.000-23,17 2005 50,08-0,75 11.010.000 0,84 2006 65,32 30,43 14.551.000 32,16 2007 17,76-72,81 4.007.000-72,46 2008 91,27 413,91 20.858.000 420,54 2009 28,42-68,86 6.576.000-68,47 2010 44,31 55,91 10.568.768 60,72 2011 67,37 52,04 16.302.913 54,26 2012 61,79-8,29 15.163.609-6,99 2013 50,04-19,01 12.451.436-17,89 2014 *) 52,86 5,62 13.328.499 7,04 2015 **) 49,63-6,10 12.679.459-4,87 2016 **) 49,15-0,98 12.714.906 0,28 2017 **) 48,65-1,01 12.741.403 0,21 2018 **) 48,14-1,04 12.758.730 0,14 2019 **) 47,62-1,08 12.761.918 0,02 2020 **) 47,09-1,12 12.765.196 0,03 1993-2020 53,34 15,07 12.057.387 16,67 2016-2020 48,13-1,06 13.112.440 3,22 Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP & Susenas, BPS Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Estimasi oleh Pusdatin Rata-rata/ tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 49

Lampiran 9.Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu di Rumahtangga, Tahun 1993-2019 Tahun Konsumsi perkapita (Kg/Kapita/Th) Pertumb. (%) 1993 12,775 1994 10,872-14,90 1995 9,252-14,90 1996 7,874-14,90 1997 8,455 7,39 1998 9,080 7,39 1999 9,751 7,39 2000 9,314-4,48 2001 8,897-4,48 2002 8,499-4,48 2003 8,447-0,61 2004 8,812 4,32 2005 8,447-4,14 2006 7,352-12,96 2007 6,987-4,96 2008 7,665 9,70 2009 5,527-27,89 2010 5,058-8,49 2011 5,788 14,43 2012 3,598-37,84 2013 3,494-2,90 2014 3,422-2,05 2015 3,601 5,25 2016*) 3,489-3,12 2017*) 3,153-9,63 2018*) 2,817-10,66 2019*) 2,481-11,93 2020*) 2,145-13,54 Rata-rata 1993-2020 6,68-5,67 2016-2020 2,82-11,44 Sumber : SUSENAS, BPS Keterangan : *) Prediksi oleh Pusdatin 50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 10. Perkembangan Harga Produsen dan Konsumen Ubi Kayu di Indonesia,Tahun 2002-2015 Tahun Harga Produsen Pertumbuhan Harga Konsumen Pertumbuhan Margin Pertumbuhan ( Rp/Kg ) ( % ) ( Rp/Kg ) ( % ) (Rp/Kg) ( % ) 2002 421 1.213 792 2003 421 0,00 1.326 9,29 905 14,23 2004 672 59,65 1.429 7,78 757-16,36 2005 807 20,07 1.164-18,54 357-52,81 2006 974 20,68 1.361 16,95 387 8,51 2007 1.148 17,94 2.223 63,34 1.075 177,40 2008 1.481 28,99 3.019 35,81 1.538 43,10 2009 1.800 21,57 3.356 11,14 1.555 1,10 2010 1.928 7,07 3.917 16,74 1.989 27,93 2011 2.011 4,32 4.503 14,96 2.492 25,27 2012 2.310 14,86 3.391-24,70 1.081-56,62 2013 2.198-4,84 4.601 35,68 2.403 122,26 2014 2.322 5,61 5.167 12,30 2.845 18,43 2015 2.553 9,95 5.250 1,61 2.698-5,19 Rata-rata 2002-2015 1.503 15,84 2.994 14,03 1.491 23,63 2011-2015 2.279 6,40 4.582 6,22 2.304 19,72 Sumber : BPS dan Kemendag, diolah oleh Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 51

Lampiran 11. Perkembangan Ekspor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000-2016*) Tahun Segar ( Ton ) Pertumb. ( % ) Volume Ekspor Olahan ( Ton ) Pertumb. ( % ) Total ( Ton ) Pertumb. ( % ) Segar ( 000 US$ ) Pertumb. ( % ) Olahan ( 000 US$ ) Nilai Ekspor Pertumb. ( % ) Total ( 000 US$ ) 2000 151.439 9.421 160.861 10.809 1.933 12.741 Pertumb. ( % ) 2001 177.075 16,93 32.111 240,82 209.185 30,04 13.687 26,63 2.940 52,15 16.627 30,50 2002 70.429-60,23 25.222-21,45 95.650-54,27 6.067-55,67 3.970 35,00 10.036-39,64 2003 21.999-68,76 6.627-73,73 28.625-70,07 2.003-66,98 1.352-65,95 3.355-66,57 2004 234.169 964,47 214.427 3135,84 448.596 1467,13 20.400 918,23 36.946 2633,42 57.346 1609,22 2005 229.789-1,87 82.851-61,36 312.640-30,31 25.441 24,72 15.588-57,81 41.030-28,45 2006 132.005-42,55 7.091-91,44 139.096-55,51 14.836-41,68 1.847-88,15 16.684-59,34 2007 209.668 58,83 22.897 222,90 232.565 67,20 31.299 110,96 7.991 332,56 39.290 135,50 2008 129.696-38,14 36.990 61,55 166.686-28,33 20.770-33,64 15.101 88,98 35.871-8,70 2009 197.694 52,43 8.354-77,42 206.048 23,61 28.980 39,53 3.391-77,54 32.371-9,76 2010 145.217-26,54 23.814 185,06 169.031-17,97 32.653 12,67 12.779 276,85 45.432 40,35 2011 105.331-27,47 90.008 277,96 195.339 15,56 29.530-9,56 49.530 287,59 79.060 74,02 2012 40.550-61,50 7.340-91,85 47.890-75,48 11.012-62,71 4.549-90,82 15.562-80,32 2013 131.262 223,70 58.654 699,11 189.916 296,57 33.825 207,16 27.388 502,07 61.213 293,35 2014 80.715-38,51 33.786-42,40 114.501-39,71 20.404-39,68 15.582-43,11 35.985-41,21 2015 358-99,56 16.418-51,41 16.776-85,35 230-98,87 8.537-45,21 8.767-75,64 2016*) 338-5,51 8.495-48,26 8.833-47,35 196-15,05 3.235-62,11 3.430-60,87 Rata-rata Pertumbuhan 2000-2015 128.587 56,75 42.251 287,48 170.838 96,21 18.872 62,07 13.089 249,34 31.961 118,22 2011-2015 71.643 59,59 41.241 290,81 112.884 100,93 19.000 64,61 21.117 263,42 40.118 124,49 Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan :*) Data Januari-Mei 52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 12. Perkembangan Impor Ubi Kayu Indonesia, Tahun 2000-2016*) Tahun Segar ( Ton ) Pertumb. ( % ) Olahan ( Ton ) Pertumb. ( % ) Total ( Ton ) Pertumb. ( % ) Segar ( 000 US$ ) Pertumb. ( % ) Nilai Impor Total Olahan Pertumb. ( 000 US$ ( 000 US$ ) ( % ) ) 2000 35 211.547 211.582 54 33.698 33.752 Pertumb. ( % ) 2001 65 85,95 66.394-68,62 66.459-68,59 83 53,97 10.001-70,32 10.084-70,12 2002 155 138,49 25.934-60,94 26.090-60,74 211 153,01 4.789-52,11 5.000-50,42 2003 2.136 1.275,05 188.943 628,54 191.078 632,39 481 128,03 33.083 590,76 33.564 571,25 2004 1.812-15,16 56.269-70,22 58.081-69,60 398-17,25 10.048-69,63 10.446-68,88 2005 53-97,08 102.994 83,04 103.047 77,42 67-83,08 24.565 144,48 24.633 135,81 2006 39-26,17 305.204 196,33 305.243 196,22 47-30,15 70.237 185,92 70.284 185,33 2007 45 15,38 306.303 0,36 306.348 0,36 50 6,38 77.752 10,70 77.802 10,70 2008 23-48,89 158.077-48,39 158.100-48,39 19-62,00 57.929-25,50 57.948-25,52 2009 1.903 8.173,91 166.813 5,53 168.716 6,71 336 1.668,42 49.577-14,42 49.913-13,87 2010 21-98,90 294.832 76,74 294.853 74,76 15-95,54 120.739 143,54 120.754 141,93 2011 6-73,10 435.419 47,68 435.425 47,68 22 46,67 211.254 74,97 211.276 74,96 2012 13.291 235.222,24 842.835 93,57 856.126 96,62 3.419 15.440,91 381.234 80,46 384.654 82,06 2013 101-99,24 220.088-73,89 94.971-88,91 38-98,89 107.237-71,87 107.275-72,11 2014 0-100,00 365.086 65,88 365.086 284,42 0-100,00 160.491 49,66 160.491 49,61 2015 0-600.163 64,39 600.163 64,39 0-257.449 60,41 257.449 60,41 2016*) 0-383.943-36,03 383.943-36,03 0-140.814-45,30 140.814-45,30 2000-2015 1.230 16290,17 271.681 62,67 265.085 76,32 327 1134,03 100.630 69,14 100.958 67,41 2011-2015 13.398 58755,75 2.463.591 37,49 2.351.770 89,13 3.479 3810,51 1.117.665 29,67 1.121.145 29,99 Sumber *) Data Januari-Mei : BPS diolah Pusdatin Volume Impor Rata-rata Pertumbuhan Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 53

Lampiran 13. Tahun Luas Panen (Ha) Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Dunia, Tahun 1980-2014 Pertumb. (%) Produktivitas (Ku/Ha) Pertumb. (%) Produksi (ton) 1980 13.601.254 91,27 124.135.066 Pertumb. (%) 1981 13.772.712 1,26 92,58 1,44 127.513.877 2,72 1982 13.981.153 1,51 92,16 (0,46) 128.849.568 1,05 1983 13.599.652 (2,73) 93,30 1,24 126.886.287 (1,52) 1984 14.131.803 3,91 94,28 1,05 133.239.818 5,01 1985 13.833.337 (2,11) 98,21 4,16 135.852.865 1,96 1986 13.939.934 0,77 96,29 (1,95) 134.228.164 (1,20) 1987 14.179.075 1,72 97,42 1,18 138.134.704 2,91 1988 14.652.164 3,34 98,88 1,49 144.878.275 4,88 1989 15.354.632 4,79 99,57 0,70 152.885.746 5,53 1990 15.210.175 (0,94) 100,18 0,61 152.378.682 (0,33) 1991 16.322.718 7,31 98,28 (1,90) 160.414.185 5,27 1992 16.602.938 1,72 97,53 (0,76) 161.929.272 0,94 1993 16.571.002 (0,19) 98,55 1,05 163.314.951 0,86 1994 16.785.151 1,29 98,03 (0,54) 164.538.368 0,75 1995 16.431.825 (2,10) 98,61 0,60 162.039.184 (1,52) 1996 16.243.945 (1,14) 97,51 (1,12) 158.395.894 (2,25) 1997 16.038.983 (1,26) 100,86 3,43 161.768.017 2,13 1998 16.529.856 3,06 98,33 (2,51) 162.533.915 0,47 1999 16.807.646 1,68 100,84 2,55 169.483.102 4,28 2000 16.957.621 0,89 103,87 3,01 176.142.121 3,93 2001 16.985.497 0,16 106,97 2,98 181.698.143 3,15 2002 17.181.127 1,15 107,20 0,21 184.185.612 1,37 2003 17.857.192 3,93 107,63 0,40 192.190.110 4,35 2004 18.461.638 3,38 110,57 2,73 204.128.004 6,21 2005 18.505.010 0,23 111,41 0,76 206.168.160 1,00 2006 18.762.384 1,39 118,96 6,78 223.199.405 8,26 2007 19.069.670 1,64 119,45 0,42 227.796.512 2,06 2008 19.102.140 0,17 122,24 2,33 233.501.371 2,50 2009 19.317.201 1,13 122,91 0,55 237.436.347 1,69 2010 19.640.937 1,68 123,75 0,68 243.052.520 2,37 2011 20.587.846 4,82 124,07 0,26 255.440.979 5,10 2012 23.432.820 13,82 110,28 (11,12) 258.419.410 1,17 2013 23.857.301 1,81 110,37 0,08 263.314.863 1,89 2014 24.221.971 1,53 111,59 1,10 270.293.801 2,65 1980-2014 17.100.866 1,75 104,40 0,63 180.581.923 2,34 2010-2014 22.348.175 5,49 116,01 (2,42) 258.104.315 2,70 Sumber : FAO, Diolah oleh Pusdatin Rata-rata 54 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 14. Sepuluh Negara Dengan Luas Panen Ubi Kayu Terbesar di Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2014 No Negara 2010 2011 2012 2013 2014 1 Nigeria 3.481.900 4.120.166 6.401.996 6.741.300 7.102.300 5.569.532 24,84 24,84 21,09 2 Dem.Rep. of the Congo 1.854.754 1.860.000 1.980.000 2.050.000 2.056.420 1.960.235 8,74 33,59 2,65 3 Brazil 1.789.769 1.733.541 1.692.986 1.525.918 1.567.683 1.661.979 7,41 41,00 (3,15) 4 Thailand 1.168.454 1.135.388 1.362.119 1.385.111 1.348.996 1.280.014 5,71 46,71 4,06 5 Indonesia 1.183.047 1.184.696 1.129.688 1.065.752 1.003.293 1.113.295 4,97 51,68 (4,01) 6 Mozambique 1.254.294 1.293.568 762.598 780.000 870.300 992.152 4,43 56,10 (6,01) 7 Angola 889.619 1.072.478 1.062.865 1.167.948 755.874 989.757 4,42 60,52 (1,43) 8 Ghana 875.013 889.364 868.550 875.185 889.000 879.422 3,92 64,44 0,41 9 United Rep. of Tanzania 873.000 739.794 954.509 863.678 800.000 846.196 3,77 68,22 (0,78) 10 Uganda 415.000 426.148 851.000 851.000 852.000 679.030 3,03 71,24 25,62 Lainnya 5.856.087 6.132.703 6.366.509 6.551.409 6.976.105 6.446.331 28,76 100,00 Dunia 19.640.937 20.587.846 23.432.820 23.857.301 24.221.971 22.417.943 100,00 Sumber : FAO, diolah oleh Pusdatin Tahun Rata-rata Luas Panen (Ha) Komulatif Share (%) Share (%) Rata-rata Pertumb. (%) Lampiran 15. Sepuluh Negara Dengan Produktivitas Ubi Kayu Terbesar di Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2014 No Negara Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata Produktivitas (ton/ha) 1 India 34,76 36,48 38,58 34,96 35,66 36,09 2 Cook Islands 27,32 27,47 26,32 25,75 23,75 26,12 3 Suriname 25,26 22,84 24,20 29,86 27,96 26,02 4 Lao People's Dem. Rep. 25,08 23,87 24,12 27,76 26,95 25,56 5 Cambodia 21,00 21,74 22,59 22,86 24,57 22,55 6 Bahamas 22,18 22,51 22,30 22,50 22,75 22,45 7 Malawi 20,43 21,54 22,39 22,80 23,36 22,11 8 China, Taiwan Prov. of 20,90 23,44 23,48 20,71 21,43 21,99 9 Indonesia 20,22 20,30 21,40 22,46 23,36 21,55 10 Thailand 18,83 19,30 21,91 21,82 22,26 20,82 Dunia 12,37 12,41 11,03 11,04 11,16 11,60 Sumber : FAO, diolah oleh Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 55

Lampiran 16. Sepuluh Negara Dengan Produksi Ubi Kayu Terbesar di Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013 No Negara Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata Produksi (000 Ton) Share (%) Komulatif Share (%) 1 Nigeria 42.533 46.190 50.950 47.407 54.832 48.382 18,74 18,74 6,90 2 Thailand 22.006 21.912 29.848 30.228 30.022 26.803 10,38 29,12 9,10 3 Indonesia 23.918 24.044 24.177 23.937 23.436 23.903 9,26 38,37 (0,50) 4 Brazil 24.967 25.350 23.045 21.484 23.242 23.617 9,15 47,52 (1,54) 5 Dem. Rep. of the Congo 15.014 15.024 16.000 16.500 16.609 15.829 6,13 53,65 2,59 6 Ghana 13.504 14.241 14.547 15.990 16.524 14.961 5,79 59,44 5,22 7 Angola 13.859 14.334 10.636 16.412 7.639 12.576 4,87 64,31 (5,38) 8 Viet Nam 8.596 9.898 9.736 9.758 10.210 9.639 3,73 68,05 4,59 9 India 8.060 8.076 8.747 7.237 8.139 8.052 3,12 71,16 0,93 10 Cambodia 4.247 8.034 7.614 8.000 8.835 7.346 2,84 74,01 24,86 Lainnya 66.349 68.338 63.119 66.364 70.805 67.117 25,99 100,00 Dunia 243.053 255.441 258.419 263.315 270.294 258.226 100,00 174,01 Rata-rata Pertumb. (%) 56 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 17. Perkembangan Ekspor Impor Ubi Kayu Dunia, Tahun 1980-2013 Tahun Import Quantity (tonnes) Pertumb. (%) Import Value (1000 $) Pertumb. (%) Export Quantity (tonnes) Pertumb. (%) Export Value (1000 $) Pertumb. (%) 1980 5.261.062 905.684 6.265.860 862.698 1981 7.611.815 44,68 1.105.807 22,10 8.344.665 33,18 1.017.120 17,90 1982 10.273.296 34,97 1.295.432 17,15 10.496.959 25,79 1.178.418 15,86 1983 6.486.850 (36,86) 901.327 (30,42) 7.166.909 (31,72) 881.855 (25,17) 1984 7.245.964 11,70 913.417 1,34 8.148.032 13,69 857.889 (2,72) 1985 9.559.235 31,92 1.001.270 9,62 9.329.058 14,49 785.769 (8,41) 1986 7.737.323 (19,06) 1.072.588 7,12 7.712.804 (17,32) 893.821 13,75 1987 8.350.725 7,93 1.315.614 22,66 8.228.359 6,68 1.084.032 21,28 1988 10.236.218 22,58 1.380.294 4,92 9.981.092 21,30 1.116.100 2,96 1989 9.255.710 (9,58) 1.032.868 (25,17) 11.879.967 19,02 1.169.057 4,74 1990 11.410.116 23,28 1.531.446 48,27 9.497.584 (20,05) 1.054.213 (9,82) 1991 8.346.704-26,85 1.261.156-17,65 7.848.507-17,36 974.483-7,56 1992 8.880.942 6,40 1.335.967 5,93 9.745.055 24,16 1.144.186 17,41 1993 8.520.263-4,06 1.076.706-19,41 8.777.121-9,93 939.083-17,93 1994 6.623.675-22,26 845.914-21,44 6.158.151-29,84 663.154-29,38 1995 3.406.401-48,57 534.121-36,86 4.151.131-32,59 567.949-14,36 1996 4.278.004 25,59 661.094 23,77 4.514.631 8,76 620.586 9,27 1997 4.125.008-3,58 474.933-28,16 4.917.042 8,91 497.829-19,78 1998 3.820.842-7,37 390.108-17,86 4.055.569-17,52 380.190-23,63 1999 5.144.718 34,65 486.146 24,62 5.143.003 26,81 429.919 13,08 2000 4.768.414-7,31 398.754-17,98 3.961.735-22,97 274.621-36,12 2001 5.654.306 18,58 452.574 13,50 5.357.006 35,22 346.934 26,33 2002 3.722.994-34,16 328.720-27,37 3.616.939-32,48 283.751-18,21 2003 4.954.584 33,08 435.074 32,35 4.749.350 31,31 377.939 33,19 2004 6.672.027 34,66 735.555 69,06 6.466.746 36,16 551.468 45,91 2005 4.114.881-38,33 574.582-21,88 3.936.080-39,13 472.114-14,39 2006 5.593.752 35,94 749.483 30,44 5.512.102 40,04 642.063 36,00 2007 6.785.993 21,31 1.069.896 42,75 6.479.591 17,55 880.299 37,10 2008 4.009.645-40,91 923.249-13,71 4.151.590-35,93 794.385-9,76 2009 7.188.752 79,29 1.100.307 19,18 7.960.256 91,74 1.283.330 61,55 2010 6.380.171-11,25 1.355.669 23,21 6.291.464-20,96 1.501.385 16,99 2011 5.855.298-8,23 1.614.908 19,12 6.682.026 6,21 2.071.351 37,96 2012 6.135.488 4,79 1.140.790-29,36 6.407.621-4,11 1.272.532-38,57 2013 6.571.069 7,10 1.232.919 8,08 6.622.536 3,35 1.396.702 9,76 Rata-rata 1980-2013 6.617.125 4,85 930.423 4,18 6.781.075 4,01 860.801 4,40 2009-2013 6.426.156 (1,90) 1.288.919 5,26 6.792.781 (3,88) 1.505.060 6,54 Sumber : FAO, Diolah oleh Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 57

Lampiran 18. Empat Negara Importir Ubi Kayu Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013 No countries Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata Share (%) Komulatif Share (%) 1 China 6.107.210 5.762.747 5.026.182 5.175.723 5.509.625 5.516.297 85,84 85,84 2 Korea Selatan 551.734 293.247 329.339 385.622 386.726 389.334 6,06 91,90 3 Thailand 324.172 130.645 309.858 393.296 492.468 330.088 5,14 97,04 4 Amerika Serikat 61.991 64.732 62.769 64.546 66.151 64.038 1,00 98,03 Lainnya 143.645 128.800 127.150 116.301 116.099 126.399 1,97 100,00 Dunia 7.188.752 6.380.171 5.855.298 6.135.488 6.571.069 6.426.156 100,00 Sumber : FAO diolah oleh Pusdatin Lampiran 19. Empat Negara Eksportir Ubi Kayu Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2013 Tahun No Negara Rata-rata 2009 2010 2011 2012 2013 Share (%) 1 Thailand 4.357.294 4.273.380 3.735.209 3.877.315 3.858.560 4.020.352 59,19 2 Viet Nam 3.301.915 1.700.440 2.680.178 2.232.301 2.454.726 2.473.912 36,42 3 Indonesia 168.062 145.217 105.331 109.532 117.410 129.110 1,90 4 Costa Rica 81.895 92.359 85.765 89.613 91.055 88.137 1,30 Lainnya 51.090 80.068 75.543 98.860 100.785 81.269 1,20 Dunia 7.960.256 6.291.464 6.682.026 6.407.621 6.622.536 6.792.781 100,00 Sumber : FAO diolah oleh Pusdatin 58 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lampiran 20. Perkembangan Harga Produsen Ubi Kayu Dunia, Tahun 2007-2013 No. Negara Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata (US$/ton) 1 Venezuela 462 598 921 1147 697 722 790 762 2 Chad 648 737 620 732 740 750 768 713 3 Suriname 703 648 600 538 471 408 345 530 4 Trinidad dan Tobago 479 463 494 502 468 554 587 506 5 Jamaica 461 485 439 470 437 439 441 453 6 Rep. Dominica 291 578 344 263 457 427 447 401 7 Senegal 311 351 327 316 342 344 327 331 8 Guyana 238 380 354 148 435 360 376 327 9 Panama 203 319 284 273 425 331 347 312 10 Mauritius 315 321 267 250 374 311 313 307 Sumber : FAO, Diolah Oleh Pusdatin *) Angka Estimasi oleh Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Perrtanian 59