OUTLOOK KOMODITI KAKAO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OUTLOOK KOMODITI KAKAO"

Transkripsi

1

2 ISSN OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

3 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO ii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

4 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN : Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 58 halaman Penasehat : Ir. M. Tassim Billah, MSc. Penyunting : Ir. Dewa N. Cakrabawa, MM. Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc. Naskah : Ir. Anna Astrid Susanti, MSi. Design dan Layout : Suyati, SKom. Diterbitkan oleh : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014 Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii

5 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

6 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 KATA PENGANTAR Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya. Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook Komoditas Perkebunan. Publikasi Outlook Komoditi Kakao Tahun 2014 menyajikan keragaan data series komoditi kakao secara nasional dan internasional selama tahun terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik dari tahun 2014 sampai dengan tahun Selain itu disajikan pula proyeksi ketersediaan kakao ASEAN dan dunia tahun 2012 sampai dengan tahun Publikasi ini disajikan dalam bentuk buku dan dapat dengan mudah diperoleh atau diakses melalui website Pusdatin yaitu Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi kakao secara lebih lengkap dan menyeluruh. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya. Jakarta, Agustus 2014 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. NIP Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v

7 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

8 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN RUANG LINGKUP... 2 BAB II. METODOLOGI SUMBER DATA DAN INFORMASI METODE ANALISIS... 4 BAB III. KERAGAAN KAKAO NASIONAL PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO DI INDONESIA Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia Sentra Produksi Kakao di Indonesia PERKEMBANGAN KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DI INDONESIA PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO INDONESIA Perkembangan Volume Ekspor Kakao Indonesia Perkembangan Volume Impor Kakao Indonesia Neraca Perdagangan Kakao Indonesia BAB IV. KERAGAAN KAKAO DUNIA PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao ASEAN. 21 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii

9 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Perkembangan Produksi Kakao ASEAN Perkembangan Produktivitas Kakao ASEAN Perkembangan Luas Areal Kakao Dunia Perkembangan Produksi Kakao Dunia Perkembangan Produktivitas Kakao Dunia PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao ASEAN Perkembangan Volume Impor Biji Kakao ASEAN Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Dunia Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Dunia PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Ketersediaan Kakao ASEAN Perkembangan Ketersediaan Kakao Dunia BAB V. PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAKAO PROYEKSI PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA PROYEKSI PERMINTAAN KAKAO DI INDONESIA PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KAKAO DI INDONESIA PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO DUNIA DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

10 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data... 3 Tabel 3.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal dan Produksi Kakao di Indonesia, Tabel 5.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Kakao Indonesia Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Produksi Kakao Indonesia, Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Konsumsi Kakao Indonesia, Tabel 5.4. Proyeksi Surplus/Defisit Kakao Indonesia, Tabel 5.5. Proyeksi Ketersediaan Kakao Negara-negara ASEAN, Tabel 5.6. Proyeksi Ketersediaan Kakao Dunia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix

11 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

12 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia, Gambar 3.4. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Provinsi Sentra di Indonesia, Rata-rata Gambar 3.5. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra di Provinsi Sulawesi Selatan, Gambar 3.6. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra di Provinsi Sulawesi Tengah, Gambar 3.7. Perkembangan Konsumsi Kakao di Indonesia, Gambar 3.8. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di Indonesia, Gambar 3.9. Perkembangan Harga Kakao di Pasar Dunia, Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Indonesia, Gambar Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Kakao Indonesia, Gambar 4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao Negara ASEAN, Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Kakao Negara ASEAN, Gambar 4.3. Perkembangan Produktivitas Kakao Negara ASEAN, Rata-rata Gambar 4.4. Perkembangan Luas Areal Kakao Dunia, Gambar 4.5. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar di Dunia, Rata-rata Gambar 4.6. Perkembangan Produksi Kakao Dunia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi

13 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Gambar 4.7. Beberapa Negara Produsen Kakao Terbesar di Dunia, Ratarata Gambar 4.8. Perkembangan Produktivitas Kakao Dunia, Gambar 4.9. Beberapa Negara dengan Produktivitas Kakao Terbesar di Dunia, Rata-rata Gambar Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Negara ASEAN, Gambar Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Negara ASEAN, Gambar Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Dunia, Gambar Beberapa Negara Eksportir Biji Kakao Terbesar di Dunia, Rata-rata Gambar Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Dunia, Gambar Beberapa Negara Importir Biji Kakao Terbesar di Dunia, Rata-rata Gambar Perkembangan Ketersediaan Kakao di Negara ASEAN, Gambar Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

14 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Halaman Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Beberapa Provinsi Sentra Produksi Kakao di Indonesia, Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan, Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi Tengah, Perkembangan Konsumsi Kakao dalam Bentuk Coklat Instan dan Coklat Bubuk di Indonesia, Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di Indonesia, Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia, Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao Negara ASEAN, Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao Dunia, Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar Dunia, Beberapa Negara dengan Produksi Biji Kakao Terbesar Dunia, Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Negara ASEAN, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii

15 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Lampiran 15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Dunia, Lampiran 16. Beberapa Negara dengan Volume Ekspor Kakao Terbesar Dunia, Lampiran 17. Beberapa Negara dengan Volume Impor Kakao Terbesar Dunia, Lampiran 18. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Negara ASEAN, Lampiran 19. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

16 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kakao (Theobrema cacao L.) adalah salah satu komoditas unggulan sub sektor perkebunan. Komoditi kakao secara konsisten berperan sebagai sumber devisa negara yang memberikan kontribusi yang sangat penting dalam struktur perekonomian Indonesia (Arsyad et al., 2011). Komoditi kakao juga menjadi penyedia lapangan pekerjaan karena mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Selain itu itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri (Rifin dan Nurdiyani, 2007). Dari sisi luas areal, kakao menempati luar areal keempat terbesar untuk sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit, kelapa, dan karet. Sedangkan dari sisi ekonomi, kakao memberikan sumbangan devisa ketiga terbesar setelah kelapa sawit dan karet (Hasibuan et al., 2012a). Mengingat besarnya potensi kakao dalam perekonomian, maka pengembangan komoditas dapat dilakukan melalui peningkatan produksi dan perluasan areal kakao. Meskipun merupakan komoditi unggulan, secara umum usaha tani kakao rakyat masih memiliki kekurangan di berbagai aspek, mulai dari aspek budidaya pemeliharaan, panen/pasca panen, pengolahan hingga pemasaran (Iqbal dan Dalimi, 2006). Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut Sahardi et al. (2005) dan Anonim (2007), secara garis besar permasalahan pada agribisnis kakao adalah: (1) produksi, dimana kuantitas dan produktivitas kakao mengalami penurunan akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK); (2) diversifikasi, dimana petani kakao kurang memperhatikan jenis komoditas lain untuk mengurangi resiko kegagalan; (3) pascapanen, dimana mutu kakao rendah yang mengakibatkan harga juga rendah; (4) belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao; (5) pemanfaatan limbah kakao yang belum optimal untuk pupuk dan pakan ternak; (6) sarana dan prasarana kurang optimal; dan (7) kelembagaan, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

17 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO dimana kelompok tani belum berfungsi optimal dan keberadaan lembaga penyedia modal masih terbatas. Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditi kakao dalam mendukung sektor pertanian di Indonesia, maka diperlukan informasi tentang perkembangan kakao di Indonesia yang dilengkapi dengan proyeksi penawaran dan permintaan kakao untuk beberapa tahun ke depan TUJUAN Tujuan penyusunan Outlook Komoditi Kakao adalah untuk memberikan informasi tentang perkembangan kakao di Indonesia serta proyeksi penawaran dan permintaan kakao untuk beberapa tahun ke depan RUANG LINGKUP Ruang lingkup penyusunan Outlook Komoditi Kakao adalah: a. Identifikasi peubah-peubah yang dianalisis yang mencakup luas areal, produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor. b. Penyusunan analisis komoditi kakao pada situasi nasional, ASEAN dan dunia serta penyusunan proyeksi komoditi kakao tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

18 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 BAB II. METODOLOGI 2.1 SUMBER DATA DAN INFORMASI Outlook Komoditi Kakao tahun 2014 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari instansi terkait di lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), International Cocoa Organization (ICCO) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Jenis variabel, periode dan sumber data disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data No. Variabel Periode Sumber Data Keterangan 1 Luas areal kakao Indonesia 2 Produksi kakao Indonesia 3 Produktivitas kakao Indonesia 4 Konsumsi kakao Indonesia 5 Harga kakao di pasar dalam negeri Indonesia 6 Harga kakao di pasar dunia 7 Ekspor impor kakao Indonesia Direktorat Jenderal Perkebunan Direktorat Jenderal Wujud biji kering Perkebunan Direktorat Jenderal Wujud biji kering Perkebunan Badan Pusat Statistik Data hasil SUSENAS Direktorat Jenderal Perkebunan Wujud biji kering International Cocoa Organization (ICCO) Wujud biji kering Badan Pusat Statistik Kode HS yang digunakan: , , , , , , , , , , , , , , , , Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

19 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Tabel 2.1. (Lanjutan) No. Variabel Periode Sumber Data Keterangan 8 Luas tanaman menghasilkan kakao ASEAN dan dunia 9 Produksi kakao ASEAN dan dunia 10 Ekspor impor kakao ASEAN dan dunia FAO FAO Wujud biji kering FAO Wujud biji kering 2.2. METODE ANALISIS Metode yang digunakan dalam penyusunan Outlook Komoditi Kakao adalah sebagai berikut: a. Analisis keragaan merupakan analisis perkembangan komoditi kakao yang dilakukan berdasarkan ketersediaan data series untuk indikator luas areal, produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor dengan analisis deskriptif sederhana. Analisis keragaan dilakukan baik untuk data series nasional, ASEAN maupun dunia. b. Analisis Penawaran Analisis penawaran komoditi kakao dilakukan berdasarkan analisis fungsi produksi dengan menggunakan model persamaan Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression). Persamaan regresi tersebut memetakan peubah penjelas/bebas terhadap peubah respons/tak bebas. Dalam regresi linier berganda, parameter yang diduga bersifat linier serta jumlah peubah bebas dan atau tak bebas yang terlibat di dalamnya lebih dari satu. Secara umum regresi linier berganda dapat dinyatakan dengan model berikut: Y b0 b1 X 1 b2 X 2... bn X b 0 n j 1 b j X j n 4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

20 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 dimana : Y = Peubah respons/tak bebas X n = Peubah penjelas/bebas n = 1,2, b 0 = nilai konstanta b n = koefisien arah regresi atau parameter model regresi untuk = peubah x n sisaan Produksi pada periode ke-t diduga merupakan fungsi dari produksi pada periode sebelumnya, luas areal, dan harga kakao di tingkat produsen. Dengan memperhatikan ketersediaan data, analisis penawaran dilakukan berdasarkan data produksi dalam periode tahunan. Untuk peubahpeubah bebas yang tidak tersedia datanya dalam periode waktu yang bersesuaian maka dilakukan proyeksi terlebih dahulu dengan menggunakan model analisis trend (trend analysis) atau model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). c. Analisis Permintaan Analisis permintaan komoditi kakao dalam negeri merupakan analisis ketersediaan kakao untuk konsumsi di Indonesia yang diperoleh dari data hasil SUSENAS Badan Pusat Statistik, sedangkan analisis permintaan untuk ASEAN dan dunia diperoleh melalui perhitungan produksi kakao ditambah volume impor dikurangi volume ekspornya. Karena keterbatasan ketersediaan data, analisis untuk proyeksi permintaan kakao menggunakan model analisis trend kuadratik (trend analysis quadratic). Periode series data yang digunakan adalah tahunan. d. Kelayakan Model Ketepatan sebuah model regresi dapat dilihat dari Uji-F, Uji-t dan koefisien determinasi (R 2 ). Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya keragaman dari peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubah peubah bebas (X). Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan persamaan: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

21 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO R 2 SS Regresi SS Total dimana : SS Regresi adalah jumlah kuadrat regresi SS Total adalah jumlah kuadrat total Sementara, untuk model data deret waktu baik analisis trend maupun pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing), ukuran kelayakan model berdasarkan nilai kesalahan dengan menggunakan statistik MAPE (mean absolute percentage error) atau kesalahan persentase absolut rata-rata yang diformulasikan sebagai berikut: dimana: X t adalah data aktual F t adalah nilai ramalan. Semakin kecil nilai MAPE maka model deret waktu yang diperoleh semakin baik. e. Program Pengolahan Data Pengolahan data untuk analisis penawaran dan permintaan menggunakan software statistik Minitab Release Software ini digunakan untuk pemodelan regresi berganda dan time series, seperti analisis trend atau pemulusan eksponensial berganda. 6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

22 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 BAB III. KERAGAAN KAKAO NASIONAL 3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO DI INDONESIA Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan, perkembangan luas areal kakao di Indonesia selama periode tahun cenderung meningkat (Gambar 3.1), yaitu dari 37,08 ribu ha pada tahun 1980 menjadi 1,74 juta ha pada tahun Rata-rata peningkatan luas areal kakao mencapai 13,29% per tahun. Berdasarkan status pengusahaannya, perkebunan kakao dibedakan menjadi perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN), dan perkebunan besar swasta (PBS). Dari ketiga jenis pengusahaan tersebut, PR menguasai 86,63% luas areal kakao Indonesia, diikuti oleh PBS dan PBN masingmasing sebesar 6,87% dan 6,50% (Tabel 3.1). Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Peningkatan luas areal kakao yang cukup besar terjadi pada periode sebelum krisis moneter tahun dengan rata-rata laju pertumbuhan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

23 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO mencapai 18,44% per tahun. Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada luas areal kakao PR dan PBS masing-masing sebesar 24,16% per tahun dan 21,86% per tahun, sedangkan luas areal PBN hanya meningkat sebesar 7,88% per tahun. Tabel 3.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal dan Produksi Kakao di Indonesia, Tahun Luas Areal Produksi PR PBN PBS Indonesia PR PBN PBS Indonesia Pertumbuhan *) 17,20 2,96 9,32 13,29 26,52 4,77 14,31 15, ,16 7,88 21,86 18,44 43,20 9,93 27,37 23, *) 9,81-2,27-4,02 7,82 8,80-0,73 0,43 7,54 Kontribusi *) 86,63 6,50 6,87 100,00 86,91 7,40 5,68 100, ,46 15,41 16,13 100,00 70,03 18,74 11,23 100, *) 91,66 4,03 4,31 100,00 90,75 4,83 4,42 100,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara Setelah krisis moneter tahun 1997 pertumbuhan luas areal kakao Indonesia cenderung melambat. Total luas areal kakao Indonesia naik sebesar 7,82% per tahun. Dari ketiga jenis pengusahaan, PR masih mengalami peningkatan luas areal cukup tinggi, yaitu sebesar 9,81% per tahun, sedangkan luas areal kakao PBN dan PBS justru mengalami penurunan sebesar 2,27% dan 4,02% per tahun. Peningkatan luas areal kakao PR didorong oleh peningkatan harga kakao sebagai akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menyebabkan pekebun beralih menanam kakao. Dari sisi kontribusi terhadap total luas areal kakao Indonesia, terjadi penurunan kontribusi yang cukup besar pada luas areal kelapa sawit PBN dan PBS antara sebelum dan sesudah krisis moneter tahun Kontribusi luas areal kakao PBN tahun sebesar 15,41%, sedangkan pada periode tahun kontribusinya turun menjadi 4,03%. Demikian pula dengan PBS yang 8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

24 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 kontribusinya turun dari 16,13% menjadi 4,31%. Penurunan kontribusi luas areal PBN dan PBS beralih menjadi peningkatan kontribusi PR (Tabel 2.1). Pada tahun Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan mencanangkan Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao). Program ini mengacu pada hasil identifikasi di lapangan tahun 2008 bahwa kurang lebih sebanyak ha dengan kondisi tanaman tua, rusak, tidak produktif, dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan berat sehingga perlu dilakukan peremajaan. Selain itu sebanyak ha kebun kakao dengan tanaman yang kurang produktif dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan sedang sehingga perlu dilakukan rehabilitasi, dan sebanyak ha kebun kakao dengan tanaman tidak terawat dan kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan intensifikasi. Oleh karena itu program Gernas Kakao dilakukan melalui 3 metode yaitu peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi (Kementerian Pertanian, 2012). Hasil dari program tersebut tampak dari peningkatan luas areal kakao Indonesia tahun 2009 sebesar 11,36%, dimana peningkatan luas areal terjadi pada PR sebesar 12,44%. Perkembangan luas areal kakao di Indonesia menurut jenis pengusahaannya secara rinci disajikan dalam Lampiran Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia Jika ditinjau dari produksinya, selama kurun waktu produksi kakao Indonesia juga berfluktuasi (Gambar 3.2) dan cenderung meningkat. Ratarata produksi kakao Indonesia mengalami peningkatan sebesar 15,89% per tahun (Tabel 3.1). Produksi kakao terbesar dicapai tahun 2013 (Angka Sementara) sebesar 918,96 ribu ton. Peningkatan produksi tahun 2013 merupakan dampak positif dari Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) pada tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

25 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Namun demikian mutu produksi kakao Indonesia dalam wujud biji kering masih belum mampu bersaing dengan kakao negara lain. Menurut Anonim (2010), sebagian besar biji kakao yang diproduksi Indonesia merupakan biji kakao yang diproses tanpa fermentasi. Hanya 10% dari produksi kakao yang melalui proses fermentasi. Keengganan petani melakukan fermentasi biji kakao disebabkan kesulitan saat akan menjual biji kakao tersebut, karena pedagang pengumpul lebih senang membeli kakao tanpa fermentasi yang harganya lebih murah dibandingkan kakao fermentasi. Selain itu fermentasi kakao membutuhkan waktu yang lebih lama, sementara petani memerlukan uang untuk biaya hidup. Oleh karena itu sosialisasi tentang proses fermentasi dan keuntungannya harus terusmenerus disampaikan kepada petani kakao agar mutu biji kakao dapat ditingkatkan. Sama seperti luas areal, produksi kakao Indonesia juga didominasi PR dengan kontribusi produksi PR sebesar 86,91% pada tahun (Tabel 3.1). Sejak tahun 1998 kontribusi produksi kakao PR semakin dominan yang diikuti dengan menurunnya kontribusi produksi kakao PBN dan PBS. Secara rinci perkembangan produksi kakao disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

26 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 Perkembangan produktivitas kakao di Indonesia selama tahun cenderung berfluktuasi (Gambar 3.3). Pada tahun 2006 produktivitas kakao Indonesia sebesar 849 kg/ha. Tahun 2007 produktivitas kakao turun menjadi 801 kg/ha, tetapi tahun 2008 meningkat kembali hingga mencapai produktivitas tertinggi sebesar 889 kg/ha. Tahun-tahun berikutnya produktivitas kakao Indonesia belum mampu menandingi produktivitas tahun Tahun 2013 produktivitas kakao tercatat sebesar 837 kg/ha. Berdasarkan status pengusahaannya, produktivitas tertinggi masih didominasi oleh perkebunan besar, baik PBS maupun PBN, dengan tingkat produktivitas kakao tahun 2013 masing-masing sebesar 942 kg/ha dan 903 kg/ha. Sementara itu produktivitas kakao PR tahun 2013 hanya sebesar 836 kg/ha. Perkembangan produktivitas kakao di Indonesia disajikan pada Lampiran 3. Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia, Sentra Produksi Kakao di Indonesia Berdasarkan data rata-rata produksi kakao Indonesia selama lima tahun terakhir (tahun ), sentra produksi kakao di Indonesia terdapat di 6 (enam) provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Keenam provinsi tersebut memberikan kontribusi kumulatif sebesar 78,17%. Sulawesi Selatan menempati Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

27 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO urutan pertama dengan kontribusi sebesar 19,39% per tahun. Peringkat kedua ditempati oleh Sulawesi Tengah dengan kontribusi sebesar 18,51% per tahun, diikuti oleh Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat dengan kontribusi masingmasing sebesar 16,70% dan 11,03% (Gambar 3.4), sedangkan kontribusi produksi dari Sumatera Utara dan Sumatera Barat kurang dari 10%. Beberapa provinsi sentra produksi kakao di Indonesia disajikan secara rinci pada Lampiran 4. Gambar 3.4. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Provinsi Sentra di Indonesia, Rata-rata Sebagai provinsi sentra produksi kakao utama, Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai beberapa kabupaten penghasil kakao (Gambar 3.5). Pada tahun 2013 produksi kakao terbesar berasal dari Kabupaten Luwu dengan produksi sebesar 28,71 ribu ton atau 19,29% dari total produksi kakao Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten penghasil kakao terbesar lainnya di Sulawesi Selatan adalah Kabupaten Luwu Utara dengan produksi sebesar 21,20 ribu ton (14,25%), diikuti oleh Bone dengan produksi 15,98 ribu ton (10,74%), Luwu Timur dengan produksi sebesar 14,66 ribu ton (9,85%) dan Pinrang dengan produksi sebesar 14,22 ribu ton (9,56%). Kontribusi dari kabupaten lainnya kurang dari 9%. Dari kabupaten sentra kakao tersebut, sebagian besar produksinya berasal dari PR. Sentra produksi kakao di Provinsi Sulawesi Selatan selengkapnya disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

28 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 Gambar 3.5. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra di Provinsi Sulawesi Selatan, 2013 Provinsi Sulawesi Tengah yang merupakan provinsi penghasil kakao kedua di Indonesia mempunyai sebaran kakao di sebelas kabupaten (Lampiran 6). Kabupaten Parigi Moutong menempati posisi pertama dengan produksi kakao sebesar 69,82 ribu ton atau 35,65% dari produksi kakao Sulawesi Tengah, diikuti oleh Kabupaten Poso (16,58%) dan Donggala (10,60%). Kabupaten lainnya memberikan kontribusi kurang dari 10% (Gambar 3.6). Sentra produksi kakao di Provinsi Sulawesi Tengah selengkapnya disajikan pada Lampiran 6. Gambar 3.6. Kontribusi Produksi Kakao Beberapa Kabupaten Sentra di Provinsi Sulawesi Tengah, 2013 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

29 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA Konsumsi kakao Indonesia dalam bentuk olahan dibedakan menjadi konsumsi coklat instan dan coklat bubuk. Berdasarkan hasil SUSENAS dari Badan Pusat Statistik, perkembangan konsumsi kakao tahun cukup berfluktuasi (Gambar 3.7). Konsumsi coklat instan di Indonesia selama periode tersebut meningkat sebesar 24,89% per tahun, sedangkan konsumsi coklat bubuk meningkat 49,62% per tahun. Lonjakan konsumsi yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2012, dimana konsumsi coklat instan mencapai 54,6 gram/kapita atau naik 133,33% dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan konsumsi coklat bubuk mencapai 83,2 gram/kapita atau naik 433,33% terhadap tahun sebelumnya. Perkembangan konsumsi kakao di Indonesia disajikan pada Lampiran 7. Gambar 3.7. Perkembangan Konsumsi Kakao di Indonesia, PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DI INDONESIA Perkembangan harga rata-rata kakao (dalam wujud biji kering) di pasar dalam negeri di Indonesia cenderung meningkat, yaitu dari Rp ,-/kg pada tahun 1996 menjadi Rp ,-/kg pada tahun 2012 (Gambar 3.8). Perkembangan harga kakao selama tiga tahun terakhir relatif konstan pada 14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

30 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 kisaran harga Rp ,-/kg sampai Rp ,-/kg. Perkembangan harga kakao di tingkat produsen di Indonesia disajikan pada Lampiran 8. Gambar 3.8. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di Indonesia, Perkembangan harga kakao di pasar dalam negeri sebenarnya mengikuti perkembangan harga kakao di pasar luar negeri. Menurut International Cocoa Organization (ICCO), harga kakao dalam wujud biji kering di pasar dunia tahun mengalami kenaikan, tetapi tahun 2011 dan 2012 cenderung turun (Gambar 3.9). Tahun 2011 berada pada level US$ 2,98 per kg atau 1,5912 per pound (Herlina, 2011) atau setara dengan Rp ,-/kg, sedangkan pada pertengahan tahun 2012 harga kakao di pasar dunia mencapai US$ 1,8/kg (Kementerian Perindustrian, 2013) atau setara dengan Rp ,-/kg. Jika dibandingkan dengan harga kakao di pasar domestik, ternyata jauh lebih rendah daripada harga kakao di pasar dunia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kualitas biji kakao yang dijual oleh petani. Petani kakao sebagian besar masih menjual biji kakao yang tidak melalui proses fermentasi. Namun demikian berdasarkan hasil analisis integrasi pasar, Rifin dan Nurdiyani (2007) menyimpulkan bahwa pasar kakao Indonesia tersegmentasi dan tidak terintegrasi dalam jangka pendek dengan pasar dunia, sehingga perubahan harga kakao di dunia tidak akan direfleksikan langsung pada harga kakao di pasar Indonesia. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

31 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Gambar 3.9. Perkembangan Harga Kakao di Pasar Dunia, PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO INDONESIA Perkembangan Volume Ekspor Kakao Indonesia Ekspor kakao Indonesia dilakukan antara lain dalam bentuk biji kakao, buah kakao, pasta kakao, pasta butter, tepung kakao dan makanan mengandung kakao. Dari berbagai bentuk tersebut, bisnis biji kakao masih menarik dan memberikan keuntungan, terutama bagi eksportir biji kakao. Struktur ekspor kakao Indonesia menunjukkan bahwa ekspor biji kakao hingga saat ini masih tetap dominan dibandingkan ekspor produk olahan dan produk akhir lainnya (Anonim, 2014a). Hal ini disebabkan industri pengolahan kakao kurang berkembang di Indonesia. Petani kakao yang sebagian besar merupakan petani rakyat lebih memilih menjual kepada eksportir karena pembayarannya lebih cepat. Biji kakao yang diekspor sebagian besar merupakan kakao yang diolah tanpa difermentasikan (Anonim, 2010). Perkembangan volume ekspor kakao di Indonesia selama periode tahun cukup berfluktuasi namun terdapat kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 3.10). Rata-rata pertumbuhan volume ekspor dalam periode tersebut sebesar 1,25% per tahun. Volume ekspor kakao pada tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

32 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 sebesar 424,09 ribu ton, dan meningkat hingga mencapai volume ekspor tertinggi pada tahun 2006 sebesar 612,12 ribu ton. Setelah tahun 2006 volume ekspor kakao cenderung menurun. Selama lima tahun terakhir volume ekspor kakao Indonesia terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 387,80 ribu ton. Tahun 2013 terjadi peningkatan volume ekspor kakao menjadi 414,09 ribu ton (Lampiran 9). Ekspor kakao dalam bentuk biji kering sebagian besar ditujukan ke negara Malaysia, Singapura, Thailand, Brazil, China, dan India. (Ton) Vol. Ekspor Vol. Impor Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Indonesia, Perkembangan Volume Impor Kakao Indonesia Selain ekspor, Indonesia masih melakukan impor kakao dari negara lain. Menurut Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), hal ini disebabkan pasokan biji kakao lokal masih belum mencukupi kebutuhan industri (Anonim, 2014b). Secara umum volume impor kakao Indonesia lebih kecil dibandingkan volume ekspornya (Gambar 3.10), tetapi rata-rata pertumbuhan volume impor kakao selama tahun lebih besar dibandingkan pertumbuhan volume ekspornya, yaitu sebesar 35,93% per tahun. Jika pada tahun 2000 volume impor kakao hanya sebesar 19,31 ribu ton, maka pada tahun 2013 telah mencapai 204,64 ribu ton (Lampiran 9). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

33 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Impor biji kakao sebagian besar berasal dari Pantai Gading, Papua Nugini, Kamerun dan Ghana, sedangkan impor kakao olahan terutama dari Malaysia Neraca Perdagangan Kakao Indonesia Seiring dengan perkembangan volumenya, nilai ekspor maupun nilai impor kakao juga berfluktuasi namun cenderung meningkat (Gambar 3.11). Pada tahun rata-rata pertumbuhan nilai ekspor kakao sebesar 12,52% per tahun. Nilai ekspor kakao tertinggi dicapai tahun 2010 sebesar US$ 1,64 milyar. Sementara itu pertumbuhan nilai impor kakao pada periode yang sama mencapai 16,50% per tahun, dimana nilai impor kakao tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar US$ 175,55 juta. (Juta US$) Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca Perdagangan Gambar Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Kakao Indonesia, Berdasarkan nilai ekspor dan nilai impornya diperoleh neraca perdagangan kakao Indonesia. Untuk periode tahun neraca perdagangan kakao Indonesia berada pada posisi surplus yang cenderung semakin meningkat hingga tahun 2010 mencapai US$ 1,48 milyar. Pada tahun 2011 terjadi penurunan surplus neraca perdagangan kakao menjadi US$ 1,17 milyar yang berlanjut hingga tahun 2013 menjadi US$ 1,09 milyar. Perkembangan ekspor, impor dan neraca 18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

34 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 perdagangan kakao Indonesia tahun disajikan secara rinci pada Lampiran 9. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

35 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

36 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 BAB IV. KERAGAAN KAKAO DUNIA 4.1. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao ASEAN Negara ASEAN yang merupakan penghasil kakao adalah Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Perkembangan total luas tanaman menghasilkan kakao di keempat negara ASEAN pada periode tahun secara umum cenderung meningkat (Gambar 4.1). Jika pada tahun 1980 hanya sebesar 59,39 ribu ha, maka pada tahun 2012 telah mencapai 1,76 juta ha, dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 12,32% per tahun. Pertumbuhan luas tanaman menghasilkan kakao terutama terjadi pada tahun sebesar 14,82% per tahun. Setelah tahun 1997 pertumbuhan luas tanaman menghasilkan kakao cenderung melambat menjadi 9,48% per tahun (Lampiran 10). Dari keempat negara ASEAN tersebut, Indonesia mempunyai luas tanaman menghasilkan kakao terbesar yang mencapai 98% dari total luas tanaman menghasilkan kakao di Asia Tenggara. (Ha) Indonesia Malaysia Filipina Thailand ASEAN Gambar 4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao Negara ASEAN, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

37 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Perkembangan Produksi Kakao ASEAN Sejalan dengan perkembangan luas tanaman menghasilkan kakao, maka produksi biji kakao kering dari negara-negara ASEAN juga mengalami peningkatan (Gambar 4.2). Pada tahun 1980 produksi kakao sebesar 50,10 ribu ton dan meningkat menjadi 945,58 ribu ton pada tahun 2012 atau meningkat rata-rata sebesar 10,53% per tahun. Peningkatan yang relatif cukup signifikan terjadi sebelum tahun 1998 (Lampiran 10). Indonesia memberikan kontribusi produksi kakao terbesar dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, yaitu mencapai 97,5% dari total produksi kakao di Asia Tenggara. Namun demikian besarnya potensi produksi kakao Indonesia masih terbatas pada biji kakao kering, sehingga perlu didorong terjadinya hilirisasi atau peningkatan nilai tambah komoditi kakao melalui pengembangan produk-produk berbahan baku kakao (Ragimun, 2012). (Ton) Indonesia Malaysia Filipina Thailand ASEAN Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Kakao Negara ASEAN, Perkembangan Produktivitas Kakao ASEAN Ditinjau dari sisi produktivitasnya, Thailand mempunyai tingkat produktivitas kakao tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya (Gambar 4.3). Rata-rata produktivitas kakao Thailand tahun sebesar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

38 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 kg/ha. Indonesia berada di peringkat kedua dengan produktivitas kakao sebesar 837 kg/ha, diikuti oleh Malaysia (823 kg/ha) dan Filipina (524 kg/ha). Meskipun Indonesia merupakan pemasok kebutuhan kakao dunia, namun produktivitas kakao Indonesia masih rendah. Rendahnya produktivitas kakao karena tanaman kakao yang ada saat ini umumnya tanaman dari tahun sekitar 1980-an, sehingga produktivitasnya sudah menurun. Selain itu banyak tanaman kakao yang terkena penyakit PBK. Program Gernas Kakao diharapkan juga dapat meningkatkan produktivitas kakao. Gambar 4.3. Perkembangan Produktivitas Kakao Negara ASEAN, Rata-rata Perkembangan Luas Areal Kakao Dunia Perkembangan luas areal kakao dunia selama periode cenderung meningkat (Gambar 4.4). Selama kurun waktu tersebut luas areal kakao dunia meningkat rata-rata sebesar 2,45% per tahun, yaitu dari 4,74 juta ton pada tahun 1980 menjadi 9,93 juta ton pada tahun Luas areal kakao tertinggi dicapai pada tahun 2011 sebesar 10,05 juta ha. Secara rinci perkembangan luas areal kakao dunia dapat dilihat pada Lampiran 11. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

39 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Gambar 4.4. Perkembangan Luas Areal Kakao Dunia, Berdasarkan rata-rata luas areal kakao tahun yang bersumber dari FAO, terdapat 4 (empat) negara dengan luas areal kakao terbesar di dunia, yaitu Pantai Gading, Ghana, Indonesia, Nigeria, dan Brazil (Gambar 4.5). Kontribusi kumulatif keempat negara tersebut mencapai 71,00% dari total luas areal kakao dunia. Pantai Gading menempati peringkat pertama dengan luas areal kakao rata-rata sebesar 2,32 juta ha atau memberikan kontribusi sebesar 23,97%. Ghana di peringkat kedua dengan luas areal kakao rata-rata sebesar 1,64 juta ton (16,96%). Indonesia dan Nigeria berada di peringkat ketiga dan keempat dengan luas areal kakao masing-masing sebesar 1,63 juta ha (16,85%) dan 1,28 juta ha (13,22%). Kontribusi luas areal dari negara-negara penghasil kakao lainnya rata-rata kurang dari 10%. Beberapa negara dengan luas areal kakao terbesar di dunia disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

40 OUTLOOK KOMODITI KAKAO ,22% 29,00% 16,85% 16,96% 23,97% Pantai Gading Ghana Indonesia Nigeria Lainnya Gambar 4.5. Beberapa Negara dengan Luas Areal Kakao Terbesar di Dunia, Rata-rata Perkembangan Produksi Kakao Dunia Sementara itu perkembangan produksi kakao dunia (dalam wujud biji kering) tahun menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.6) dengan rata-rata peningkatan sebesar 3,76% per tahun. Krisis moneter yang melanda negara-negara penghasil kakao dunia pada tahun secara umum tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan produksi kakao. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan produksi kakao yang tidak berbeda signifikan antara periode tahun dan tahun Perkembangan produksi kakao dunia selengkapnya disajikan pada Lampiran 11. Menurut FAO, produksi biji kakao tahun didominasi oleh negara Pantai Gading, Indonesia, Ghana, Nigeria, Kamerun dan Brazil. Keenam negara tersebut memberikan kontribusi sebesar 84,07% terhadap total produksi kakao dunia. Pantai Gading memberikan kontribusi sebesar 31,64% dengan rata-rata produksi kakao sebesar 1,42 juta ton. Indonesia berada di peringkat kedua dengan kontribusi sebesar 17,36%, diikuti oleh Ghana dengan kontribusi sebesar 16,02%, sedangkan kontribusi dari negara-negara produsen kakao lainnya kurang dari 10% (Gambar 4.7). Beberapa negara dengan produksi kakao terbesar di dunia dapat dilihat pada Lampiran 13. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

41 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Gambar 4.6. Perkembangan Produksi Kakao Dunia, ,46% 5,44% 5,15% 15,93% 16,02% 31,64% 17,36% Pantai Gading Indonesia Ghana Nigeria Kamerun Brazil Lainnya Gambar 4.7. Beberapa Negara Produsen Kakao Terbesar di Dunia, Rata-rata Perkembangan Produktivitas Kakao Dunia Perkembangan produktivitas kakao dunia selama tahun berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.8). Umumnya tanaman kakao dunia belum mencapai tingkat produktivitas maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata tingkat produktivitas kakao dunia yang 26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

42 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 masih kurang dari 600 kg/ha, sementara capaian produktivitas beberapa negara, seperti Guatemala dan Thailand, bahkan telah melebihi kg/ha. Produktivitas kakao tertinggi dicapai oleh Guatemala sebesar kg/ha, diikuti oleh Thailand (2.488 kg/ha) dan Saint Lucia (1.654 kg/ha). Indonesia berada di peringkat keempat dengan produktivitas kakao sebesar 837 kg/ha (Gambar 4.9). Gambar 4.8. Perkembangan Produktivitas Kakao Dunia, (Kg/Ha) Gambar 4.9. Beberapa Negara dengan Produktivitas Kakao Terbesar di Dunia, Rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

43 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 4.2. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao ASEAN Menurut data FAO, ada 5 (lima) negara ASEAN yang melakukan ekspor biji kakao kering selama periode tahun , yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Volume ekspor biji kakao dari negara-negara tersebut menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi (Gambar 4.10). Pada tahun 1980 total volume ekspor kakao negara ASEAN sebesar 39,77 ribu ton dan meningkat menjadi 240,07 ribu ton pada tahun Selama kurun waktu tersebut terjadi peningkatan volume ekspor biji kakao rata-rata sebesar 8,62% per tahun. Volume ekspor kakao tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 504,40 ribu ton (Lampiran 14). Indonesia merupakan negara eksportir biji kakao terbesar di Asia Tenggara, bahkan dalam lima tahun terakhir ekspor biji kakao dari Indonesia menyumbang lebih dari 94% volume ekspor biji kakao negara ASEAN. (Ton) Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Gambar Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Negara ASEAN, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

44 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Perkembangan Volume Impor Biji Kakao ASEAN Dari sisi impor, ada 6 (enam) negara ASEAN yang melakukan impor biji kakao, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Pada tahun terjadi peningkatan volume impor biji kakao ke negara ASEAN sebesar 13,55% per tahun, yaitu dari 24,80 ribu ton pada tahun 1980 menjadi 450,50 ribu ton pada tahun 2011 (Lampiran 14). Peningkatan yang relatif besar tersebut disebabkan oleh meningkatnya industri olahan kakao di Malaysia yang memerlukan biji kakao kering sebagai bahan baku, khususnya pada tahun (Gambar 4.11). Selain Malaysia, Singapura, Indonesia dan Thailand juga mengimpor biji kakao dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan volume impor kakao Filipina dan Vietnam sangat kecil dibandingkan negara ASEAN lainnya. (Ton) Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam Gambar Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Negara ASEAN, Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Dunia Pada periode tahun volume ekspor biji kakao dunia berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan (Gambar 4.12). Rata-rata peningkatan volume ekspor biji kakao sebesar 4,28% per tahun. Jika pada tahun 1980 volume ekspor biji kakao hanya sebesar 1,07 juta ton, maka tahun 2011 telah menjadi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

45 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 3,20 juta ton. Volume ekspor tahun 2011 merupakan capaian tertinggi selama kurun waktu tersebut (Lampiran 15). (000 Ton) Gambar Perkembangan Volume Ekspor Biji Kakao Dunia, Berdasarkan data rata-rata volume ekspor biji kakao tahun , terdapat 6 (enam) negara dengan volume ekspor biji kakao terbesar di dunia. Keenam negara tersebut mempunyai kontribusi kumulatif sebesar 79,91% terhadap total volume ekspor biji kakao. Pantai Gading merupakan negara eksportir kakao terbesar di dunia dengan rata-rata volume ekspor sebesar 873,73 ribu ton atau 30,45% dari total volume ekspor kakao dunia (Gambar 4.13). Ghana berada di peringkat kedua dengan rata-rata volume ekspor sebesar 471,09 ribu ton (16,42%), diikuti oleh Indonesia di peringkat ketiga sebesar 368,43 ribu ton (12,84%) dan Brazil di peringkat keempat sebesar 227,63 ribu ton (7,93%). Urutan berikutnya adalah Kamerun dan Belanda dengan volume ekspor biji kakao masing-masing sebesar 177,45 ribu ton (6,18%) dan 174,23 ribu ton (6,07%), sedangkan negara-negara lainnya memberikan kontribusi kurang dari 5%. Presentase kontribusi beberapa negara eksportir kakao terbesar di dunia disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

46 OUTLOOK KOMODITI KAKAO ,93% 6,18% 6,07% 20,09% 12,84% 30,45% 16,42% Pantai Gading Ghana Indonesia Nigeria Kamerun Belanda Lainnya Gambar Beberapa Negara Eksportir Biji Kakao Terbesar di Dunia, Rata-rata Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Dunia Sementara itu perkembangan volume impor biji kakao dunia juga menunjukkan peningkatan dari tahun (Gambar 4.14). Laju pertumbuhan pada periode tersebut sebesar 3,90% per tahun. Sebagaimana volume ekspornya, volume impor biji kakao tertinggi juga dicapai pada tahun 2011 sebesar 3,30 ribu ton. Perkembangan volume impor biji kakao dunia selengkapnya disajikan pada Lampiran 15. (000 Ton) Gambar Perkembangan Volume Impor Biji Kakao Dunia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

47 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Berdasarkan rata-rata volume impor tahun , terdapat 4 (empat) negara importir biji kakao terbesar di dunia. Belanda menjadi negara importir terbesar di dunia dengan rata-rata volume impor sebesar 702,27 ribu ton atau 21,93% dari total volume impor biji kakao dunia (Gambar 4.15). Amerika Serikat berada di peringkat kedua dengan rata-rata volume impor biji kakao sebesar 403,84 ribu ton (12,61%). Jerman dan Malaysia berada di peringkat berikutnya dengan rata-rata volume impor biji kakao masing-masing sebesar 364,96 ribu ton (11,40%) dan 354,65 ribu ton (11,07%). Negara-negara lainnya memberikan kontribusi kurang dari 10%. Beberapa negara importir biji kakao terbesar di dunia secara rinci disajikan pada Lampiran 17. Selain sebagai negara eksportir, Indonesia ternyata juga merupakan negara importir biji kakao. Untuk tingkat dunia, Indonesia berada di urutan ke ,07% 42,99% 11,40% 12,61% 21,93% Belanda Amerika Serikat Jerman Malaysia Lainnya Gambar Beberapa Negara Importir Biji Kakao Terbesar di Dunia, Rata-rata PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Ketersediaan Kakao ASEAN Ketersediaan kakao untuk konsumsi diperoleh dari hasil perhitungan produksi dikurangi volume ekspor ditambah volume impornya. Ketersediaan 32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

48 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 kakao (dalam wujud biji kering) di negara-negara ASEAN selama periode tahun menunjukkan peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 14,79% per tahun. Peningkatan yang cukup besar terjadi antara tahun (Gambar 4.16). Karena besarnya volume ekspor dan volume impor relatif seimbang, maka ketersediaan kakao untuk negara-negara ASEAN hanya ditentukan oleh besarnya produksi kakao, khususnya produksi kakao Indonesia yang mendominasi kakao ASEAN. Ketersediaan kakao untuk konsumsi tertinggi dicapai pada tahun 2008 sebesar 984,45 ribu ton. Perkembangan ketersediaan kakao di negara ASEAN disajikan pada Lampiran 18. (000 Ton) Gambar Perkembangan Ketersediaan Kakao di Negara ASEAN, Perkembangan Ketersediaan Kakao Dunia Pada tahun ketersediaan kakao untuk konsumsi dunia juga menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.17). Pada periode tersebut rata-rata peningkatan ketersediaan kakao mencapai 3,93% per tahun, yaitu dari 1,68 juta ton pada tahun 1980 menjadi 4,78 juta ton pada tahun Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 27,40% sebagai dampak dari peningkatan produksi dan volume impor biji kakao kering. Karena besarnya volume ekspor dan volume impor biji kakao dunia relatif seimbang, maka pola Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KAPAS

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT ISSN 1907-1507 2014 OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi

Lebih terperinci

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 OUTLOOK TEH ISSN 1907-1507 2015 OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK TEH ii Pusat

Lebih terperinci

OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian OUTLOOK ISSN 1907-1507 KAKAO 2016 OUTLOOK KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KAKAO

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA ISSN 1907-1507 OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK LADA ii

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH 2014 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI JAHE

OUTLOOK KOMODITI JAHE ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI JAHE 2014 OUTLOOK KOMODITI JAHE Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TOMAT

OUTLOOK KOMODITI TOMAT ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TOMAT 2014 OUTLOOK KOMODITI TOMAT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TEBU

OUTLOOK KOMODITI TEBU ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TEBU 2014 OUTLOOK KOMODITI TEBU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI PISANG

OUTLOOK KOMODITI PISANG ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI PISANG 2014 OUTLOOK KOMODITI PISANG Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK NENAS

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Pusat Data Dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian 2007 Pusat Data dan Informasi Pertanian i » Outlook Komoditas Perkebunan

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK JERUK

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK KELAPA ISSN SAWIT 1907-15072016 OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS ISSN 197-157 216 Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 216 i 216 ii 216 ISSN : 197-157 Ukuran Buku : 1,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 85 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi. Penyunting

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI ISSN 1907-1507 Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian i ii ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 89 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, M.Si. Penyunting : Dr.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU

OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TEBU 2014 OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang terpenting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah kegiatan untuk memperdagangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam yang dapat diandalkan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI MANGGA

OUTLOOK KOMODITI MANGGA ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI MANGGA 2014 OUTLOOK KOMODITI MANGGA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

OUTLOOK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK  Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN: 1907-1507 Ukuran Buku Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI

ISSN OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KOPI ii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK Judul Nama : Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu 1994-2013 : I Kadek Edi Wirya Berata Nim : 1206105079 ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KARET

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

OUTLOOK TELUR Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK TELUR Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK TELUR Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK TELUR ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 58 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi Penyunting

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TELUR ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi komoditas komoditas pertanian terutama komoditas ekspor seperti hasil perkebunan sudah selayaknya dijadikan sebagai motor untuk meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan bagi setiap bangsa dan negara yang ingin maju khususnya dalam bidang ekonomi. Dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO 5.1 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kakao Indonesia Pentingnya pengembangan agroindustri kakao di Indonesia tidak terlepas dari besarnya potensi yang dimiliki,

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 3 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 4 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian OUTLOOK ISSN KARET 1907-1507 2016 OUTLOOK KARET Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KARET

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP-I) dapat dinilai telah berhasil melaksanakan peran-peran konvensionalnya, seperti : a)

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 1 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 4 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Outlook Komoditas Daging Sapi 2015 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 3 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris sudah tidak diragukan lagi hasil buminya, baik dari sisi buah-buahan maupun sayur-sayurannya. Salah satu yang menjadi andalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Banyak keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 2 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA Peringatan Hari Kakao Indonesia (Cocoa Day) ke 3 Tanggal September 2015 di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA Peringatan Hari Kakao Indonesia (Cocoa Day) ke 3 Tanggal September 2015 di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA Peringatan Hari Kakao Indonesia (Cocoa Day) ke 3 Tanggal 17-20 September 2015 di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta Yang Terhormat, 1. Menteri Perekonomian RI; 2. Menteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI JALAR ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) kontribusi pertanian terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci