BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. METODE PENELITIAN. 31 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian yang akan dilakukan, yaitu untuk mengetahui

Gambaran 26konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. komunitas, atau bahkan suatu bangsa (Poerwandari 2011). tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Makna hidup merupakan hal-hal yang dianggap sangat penting dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan identity formation pada gay.

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. perolehan sampel acak, melainkan berupaya memahami sudut pandang dan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang digunakan, subjek penelitian, metode pengumpulan data, alat

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai Gambaran Perilaku Aborsi Pranikah Dewasa Awal. Metode pengumpulan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran interaksi sosial yang terjadi

Bab 5 PENUTUP. 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd. a. Ayah Hd melakukan poligami. contoh yang baik bagi anaknya.

BAB III METODE PENELITIAN. yang dialami individu dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Herdiansyah. sehingga mampu mengembangkan pola dan relasi makna.

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

Pengalaman Penelitian dan Penulisan Hasil

BAB III METODE PENELITIAN

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun

3. METODE PENELITIAN. Universitas Indonesia. Harapan Pada..., Agita Pramita, F.PSI UI, 2008

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif, dimana penelitian

3. METODE PENELITIAN. Universitas Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. situs ini semua bisa mengakses apapun dan berkomunikasi dengan siapa pun.

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu

BAB III METODE PENELITIAN. Akulturasi pada setiap anak jalanan terdapat perbedaan-perbedaan yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. 22 Universitas Indonesia. Faktor-Faktor Pendulung..., Nisa Nur Fauziah, FPSI UI, 2008

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB III DESKRIPSI MASALAH

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua.

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian kali ini peneliti mengambil tema psikologosi

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2006), metode penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Strategi komunikasi pemasaran saat ini sudah menjadi bagian utama dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai individu yang kompleks memiliki orientasi

3. METODE. Universitas Indonesia

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif deskriptif, dengan tipe penelitian studi kasus (case studies).

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

LEMBAR ISIAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN 2011

3. METODE PENELITIAN

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR INSTRINSIK PADA CERPEN MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL. Yuni Setiarini

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tipe Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif atau kualitataif dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. studi kasus. Menurut Poerwandari (2001), untuk mendapatkan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. kualitatif deskriptif. Peneliti akan mendeskripsikan secara tertulis hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

3. METODE PENELITIAN. Universitas Indonesia

BAB III METODEDAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB III METODE PENELITIAN

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif, yaitu suatu jenis penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Iskandar (2009), penelitian kualitatif digunakan untuk

Seks Laki-laki dan Laki-laki, perempuan, interseks, transgender

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodologi guna mendapatkan data-data dari berbagai sumber sebagai bahan analisa. Menurut Kristi E. Kristi Poerwandari dalam bukunya yang berjudul Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, metodologi berarti ilmu tentang metode-metode, berisi standar dan prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pedoman penelitian (Poerwandari, 2007, p. 19). Terdapat beberapa prinsip yang dibahas peneliti gunakan dalam metodologi penelitian ini, diantaranya: III.1 Pendekatan Penelitian Untuk melakukan penelitian terhadap lesbian pelaku yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana, peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mana salah satu ciri dari pendekatan ini bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi setting penelitian, melainkan melakukan studi terhadap suatu fenomena dalam situasi di mana fenomena tersebut ada (Poerwandari, 2007, 43). Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena permasalahan yang diteliti yakni tentang lesbian pelaku yang berhadapan dengan Sistem Peradilan Pidana merupakan isu yang sensitif sehingga pendekatan ini sangat tepat untuk diimplementasikan ke dalam penelitian ini. Jika penelitian kuantitatif berupaya untuk mencari pengaruh ataupun sebab akibat dari sebuah penelitian, maka pendekatan kualitatif berupaya untuk menggali permasalahan secara mendalam sehingga diperoleh pemahaman secara menyeluruh khususnya terhadap isu lesbian pelaku tindak pidana. III.2 Tipe Penelitian dan Metode Pengumpulan Data Penelitian terhadap lesbian pelaku tindak pidana ini tergolong ke dalam tipe penelitian studi kasus instrinsik yang mana penelitian dilakukan karena ketertarikan 59

60 atau kepedulian pada suatu kasus khusus. Sama halnya dengan peneliti yang memilih untuk menggunakan tipe studi kasus instrinsik karena peneliti memiliki ketertarikan khusus terhadap isu ini yang mana isu mengenai lesbian di Indonesia khususnya dengan posisi sebagai pelaku masih jarang didokumentasikan secara ilmiah. Menurut Kristi Poerwandari, dalam pendekatan/tipe penelitian studi kasus, metode pengumpulan data dapat dilakukan dari berbagai sumber dengan beragam cara, bisa berupa observasi, wawancara, maupun studi dokumen/karya/produk tertentu yang terkait dengan kasus. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode untuk mengumpulkan data-data agar dapat dianalisa dengan baik. Metode tersebut diantaranya dengan melakukan wawancara mendalam kepada subyek dan juga melakukan studi dokumen terkait dengan kasus yang dialami subyek. Peneliti akan mewawancarai subyek yang merupakan lesbian yang pernah terpaksa menjadi pelaku tindak pidana dengan menggunakan perspektif feminis. Feminisme sendiri menurut Shulamit Reinharz merupakan perspektif, bukan metode. Fakta bahwa ada bermacam definisi tentang feminisme berarti ada banyak perspektif feminis pada metode penelitian sosial. Satu pendirian radikal yang sama yang mendasari penelitian feminis adalah bahwa kehidupan perempuan merupakan hal penting. Peneliti feminis tidak dengan sinis menaruh perempuan dalam penelitian dan kegiatan ilmiah mereka untuk semata menghilangkan kesan seksis. Akan tetapi, bagi para peneliti feminis perempuan berharga diteliti sebagai individu dan sebagai kelompok yang pengalamannya jalin-menjalin dengan perempuan lain (Reinharz, 1992, h. 337). Alasan peneliti menggunakan perspektif feminis karena salah satu tujuan penelitian feminis adalah berusaha menampilkan keberagaman manusia. Shulamit Reinharz menyatakan bahwa Feminisme mengakui paradoks bahwa semua perempuan sama dalam hal-hal tertentu dan tidak mirip dalam hal-hal lainnya. Para perempuan meliputi orang (dan binatang) yang berusia terentang dari kelahiran sampai kematian dan yang hidup di semua wilayah geografis. Keadaan ekonomis kita berbeda-beda dari yang miskin sampai yang kaya. Orientasi seksual kita berbeda-

61 beda dari yang selibat, homoseksual, biseksual, heteroseksual, atau kombinasi dari semua ini pada bermacam fase pada hidup kita (Reinharz, 1992, 352). Dari sudut pandang feminis, wawancara menawarkan para peneliti jalan masuk ke pendapat, pikiran, dan ingatan orang dalam bahasa mereka sendiri ketimbang dalam bahasa peneliti. Nilai ini penting terutama untuk studi perempuan karena, dengan cara ini, belajar dari perempuan bisa menjadi titik balik setelah berabad-abad pendapat perempuan diabaikan sama sekali atau mesti diwakilkan lewat suara laki-laki (Reinharz, 1992, p. 23). Sebelum melakukan wawancara inti, peneliti telah melakukan perkenalan dengan subyek penelitian dan juga telah mengatakan kepada subyek mengenai maksud dan tujuan menghubunginya. Peneliti memulai proses penelitian terhadap subyek dengan menelpon dan kadang mengirim sms untuk sekedar menanyakan kabar guna membangun rapport yang baik. Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan mengenai isu-isu yang berhubungan dengan konstruksi sosial budaya patriarki, lesbian, dan sistem peradilan pidana untuk menyocokkan studi kepustakaan tersebut dengan kenyataan di lapangan. III.3 Unit analisa Pada skripsi ini, subyek penelitian adalah seorang lesbian bernama Widi yang pada tahun 2006 lalu merupakan pelaku tindak pidana dan sempat mendekam di lembaga pemasyarakatan. Menurut Kristi E. Poerwandari, suatu penelitian kualitatif dapat saja meneliti secara mendalam kasus tunggal (n=1) yang dipilih secara purposif, bila memang kasus tunggal tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan. (Poerwandari, 2007, h. 117). Pada mulanya, kasus Widi hanya saya jadikan contoh kasus pada latar belakang skripsi yang tadinya berjudul Kekerasan terhadap Lesbian. Namun berdasarkan masukan dari dosen penguji dan dosen pembimbing saat sidang outline, topik tersebut terlalu umum sehingga mengalami perubahan tema menjadi kekerasan masyarakat dan Negara terhadap lesbian pelaku tindak pidana. Perkenalan saya dengan subyek diawali dengan mencari informasi melalui pendamping dari lembaga yang menangani kasus subyek, saya kemudian berkenalan

62 dengan pengacara subyek yaitu mbak Erna yang berada di luar kota Jakarta pada bulan Agustus 2009. Kebetulan ketika itu saya sedang tugas di kota tempat mbak Erna tinggal sehingga saya bisa berkenalan secara langsung. Saya melakukan sedikit wawancara dengan mbak Erna menanyakan informasi mengenai subyek yang tinggal berlainan kota dan juga cerita mengenai kasusnya. Setelah berkenalan dengan mbak Erna dan berbincang-bincang mengenai kasus Widi, beliau kemudian memberikan nomor telepon selular Widi. Selang beberapa minggu saya kemudian menghubungi Widi untuk memperkenalkan diri sebagai mahasiswa yang akan meneliti kasus yang pernah dihadapi olehnya. Penelitian ini dilakukan di sebuah kota kecil di pulau Jawa mengingat subyek penelitian berdomisili di kota tersebut hingga saat ini. III.4 Waktu Penelitian Penelitian ini mulanya saya lakukan semenjak November 2008. Kala itu saya sangat tertarik akan isu kekerasan terhadap kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) khususnya terhadap lesbian. Namun pada saat menjalani sidang outline pada bulan Maret 2009, saya mendapat masukan dari dosen pembimbing dan penguji untuk mengganti tema skripsi yang tadinya berjudul Kekerasan terhadap Lesbian karena tema tersebut terlalu umum. Kemudian, berdasarkan diskusi dengan dosen pembimbing akhirnya dipilih tema skripsi tentang lesbian yang terpaksa harus berhadapan dengan sistem peradilan pidana. Sebelum melakukan perkenalan dengan subyek, peneliti terlebih dulu melakukan sedikit wawancara dengan pendamping subyek dan pengacara subyek untuk menanyakan tentang kasusnya. Setelah itu pengacara subyek memberikan kontak subyek. Perkenalan peneliti dengan subyek terjadi pada bulan Oktober 2009 melalui komunikasi telepon mengingat lokasi subyek yang berada di luar kota. Pada awal perkenalan, peneliti menyampaikan maksud dan tujuan menghubungi subyek agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari. Setidaknya setiap seminggu dua minggu sekali peneliti ataupun subyek sering melakukan kontak via ponsel. Periode efektif pada saat pengumpulan data mulai terjadi semenjak bulan Januari 2010 hingga

63 bulan Mei 2010. Peneliti juga melakukan wawancara ringan dengan subyek via telpon kepada subyek sebanyak empat kali. Sedangkan wawancara langsung terhadap subyek penelitian baru dilakukan pada bulan Maret 2010 di kota tempat subyek tinggal. Selain mewawancarai subyek, peneliti juga mewawancarai pengacara subyek dan kakak subyek untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat. Wawancara terhadap mbak Erna, pengacara subyek, dilakukan sebanyak dua kali yakni di kota tempat tinggal mbak Erna dan melalui ponsel. III.5 Analisis Data Penelitian Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar, foto) ataupun bentuk-bentuk non angka lain (Poerwandari, 2007, p. 163). Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengumpulkan data-data berupa wawancara kepada subyek dan narasumber penelitian serta melakukan studi dokumen terkait dengan kasus subyek. Hasil wawancara tersebut kemudian dituangkan ke dalam bentuk transkrip sehingga peneliti dapat memilah data mana saja yang akan dimasukkan ke dalam tabel kategorisasi wawancara. Memindahkan transkrip ke dalam tabel kategorisasi memudahkan peneliti untuk memaparkan hasil temuan lapangan dan juga menganalisa temuan data dan dikaitkan dengan kerangka pemikiran. Peneliti menggunakan perspektif feminis sebagai upaya untuk menyajikan suatu hasil penelitian mengenai kaitan antara nilai-nilai heteronormativitas yang ada di dalam masyarakat patriarki dan lesbian pelaku tindak pidana. Dalam analisis feminis, perintis awal penelitian ilmiah feminis adalah mengenali informasi yang hilang tentang perempuan tertentu dan tentang perempuan secara umum. Mengidentifikasi penghilangan, penghapusan, dan informasi yang hilang merupakan ciri banyak riset ilmiah feminis (Reinharz, 1992, p. 221). Peneliti dalam hal ini juga berupaya menggali sisi-sisi yang terabaikan dari subyek penelitian yakni resistensi seorang lesbian pelaku tindak pidana ketika mengalami kekerasan baik itu dari masyarakat maupun Negara melalui institusi di dalam Sistem Peradilan Pidana.

64 III.6 Keterbatasan Penelitian Pada saat hendak melakukan penelitian ini, peneliti mengalami sedikit hambatan karena lokasi subyek yang berada di luar Jakarta. Sehingga untuk mengumpulkan data melalui wawancara, peneliti harus bertemu secara tatap muka dengan subyek. Wawancara secara tatap muka penting bagi peneliti untuk mengetahui keadaan dari subyek penelitian seperti, latar belakang lingkungan sosialnya, pekerjaan yang dilakukan, dan juga cara subyek ketika mendeskripsikan kejadian-kejadian yang dialaminya. Dengan mengetahui kondisinya secara langsung peneliti berharap memiliki pemahaman secara menyeluruh mengenai kasus yang diteliti dan juga kondisi subyek. Selain itu, pada saat pertama kali bertemu dengan mbak Erna, pengacara subyek, pertemuan tersebut terjadi tanpa rencana. Ketika itu peneliti secara kebetulan sedang bertugas di kota tempat tinggal mbak Erna dan untuk menjalin rapport maka peneliti menghubungi mbak Erna untuk sekedar berkenalan. Sayangnya peneliti pada saat itu tidak membawa alat rekam karena perkiraan peneliti pertemuan tersebut hanya sekedar perkenalan diselingi dengan obrolan ringan. Ternyata, pada pertemuan awal tersebut pengacara subyek justru langsung memberikan keterangan mengenai hal-hal yang dialami subyek mulai pada saat masih tinggal di lingkungan masyarakatnya hingga ketika subyek terpaksa mendekam di rumah tahanan. Akhirnya peneliti melakukan wawancara ulang kepada pengacara subyek melalui ponsel untuk melengkapi data-data yang dituangkan ke dalam transkrip wawancara. Keterbatasan lain yang peneliti temui adalah pada saat melakukan wawancara melalui ponsel, peneliti harus merekam hasil pembicaraan tersebut untuk dituangkan ke dalam transkrip nantinya. Namun karena alat perekam saat itu posisinya sangat dekat dengan ponsel dan ditambah radiasi ponsel yang begitu kuat, peneliti sedikit mengalami kesulitan saat melakukan transkrip. III.7 Refleksi Peneliti Ketika Berhadapan Dengan Subyek Awalnya peneliti merasa berat untuk mengangkat tema ini mengingat posisi subyek yang merupakan lesbian pelaku. Meskipun peneliti juga mengenal beberapa teman di dalam kelompok lesbian dan juga telah membaca berbagai literatur

65 mengengai lesbian, namun peneliti sempat merasakan sedikit ketakutan. Ketakutan tersebut muncul karena di dalam benak peneliti, subyek adalah sosok bertubuh besar dan menyeramkan. Gambaran tersebut sangat subyektif memang mengingat pengaruh film-film dan juga stigma yang sudah melekat di masyarakat tentang perempuan di penjara yang terkesan menyeramkan. Namun, kekhawatiran peneliti sedikit demi sedikit mulai berkurang ketika peneliti pertama kali berkenalan dengan subyek melalui pesan singkat di ponsel (telepon selular). Subyek menyambut dengan ramah perkenalan tersebut. Kesan yang peneliti tangkap ketika itu, subyek adalah pribadi yang cukup supel dan menyenangkan. Tak jarang peneliti atau bahkan subyek sering mengirimkan pesan melalui ponsel untuk sekedar menanyakan kabar. Setelah kurang lebih tiga bulan perkenalan, ternyata subyek mengharapkan sesuatu dari peneliti. Ia menyampaikan bahwa jika peneliti datang ke kota tempat tinggalnya untuk melakukan wawancara, maka ia meminta untuk ikut serta ketika peneliti pulang kembali ke Depok. Peneliti pun merespon permintaan subyek dengan menyampaikan bahwa pindah ke kota lain untuk memulai hidup yang baru bukanlah perkara mudah. Setelah peneliti menyampaikan hal tersebut, subyek sempat mengurungkan niatnya meskipun ia masih tetap menanyakan lowongan pekerjaan namun kembali peneliti menegaskan bahwa peneliti tidak memiliki jaringan terkait dengan pekerjaan yang dicari oleh subyek. Tadinya peneliti mengira bahwa setelah menyampaikan hal tersebut subyek akan berubah pikiran. Namun subyek tetap menunjukkan sikap ramahnya. Hingga pada saat peneliti bertemu dengan subyek, bayangan peneliti mengenai mantan narapidana yang bertubuh besar dan bertampang menyeramkan ternyata salah besar. Subyek adalah sosok yang bertubuh mungil dengan dandanan yang kental dengan nuansa maskulin. Hal yang pertama kali terbersit di benak peneliti adalah bagaimana mungkin tubuh mungil tersebut mengalami penyiksaan dari aparat kepolisian. Sebelum peneliti betatap muka secara langsung dengan subyek, peneliti sempat beberapa kali mewawancarai subyek melalui ponsel untuk menanyakan gambaran umum ketika subyek berhadapan dengan Sistem Peradilan Pidana. Kala itu, subyek menyampaikan bahwa ia mengalami pemukulan baik dari keluarga korban

66 maupun dari aparat. Bayang-bayang yang sebelumnya ada di benak peneliti mengenai narapidana bertubuh besar hilang sudah ketika peneliti bertemu dengan subyek. Hal lain yang peneliti khawatirkan sebelum bertemu dengan subyek adalah kecanggungan pada saat melakukan wawancara. Namun, lagi-lagi kekhawatiran tersebut juga tidak seperti yang dibayangkan karena pada saat pertama kali bertemu secara langsung dengan subyek, kecanggungan tersebut tidak terjadi. III.8 Profil Subyek Widi berusia 27 tahun dan lahir di sebuah kota kecil di pulau Jawa bagian tengah. Suku bangsa Widi adalah Jawa, oleh karena itu ketika peneliti melakukan wawancara dengan Widi, kadang ia menggunakan kata-kata dalam bahasa Jawa. Saat ini ia tinggal bersama pasangannya di sebuah kamar kost. Widi merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dan masing-masing sudah berkeluarga. Ayah Widi sendiri sudah meninggal ketika ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sedangkan ibunya meninggal beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 2006. Dari segi pendidikan, Widi menamatkan sekolahnya sampai bangku SMP. Secara ekonomi, Widi dapat dikatakan sebagai sosok yang mandiri, kemandiriannya tersebut ditunjukkannya dengan cara bekerja apapun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama pasangannya. Widi merupakan pribadi yang percaya diri dan sangat supel dalam bergaul. Hal ini terlihat ketika pertama kali peneliti bertemu dengan Widi, ia menunjukkan sikap yang ramah dan tidak canggung.