BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

DAFTAR ISTILAH. Besarnya transfer data dalam komunikasi digital per satuan waktu. Base transceiver station pada teknologi LTE Evolved Packed Core

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

PERENCANAAN BACKHAUL MICROWAVE UNTUK JARINGAN RADIO AKSES LONG TERM EVOLUTION DI KOTA BANYUMAS

BAB II LANDASAN TEORI


ANALISIS PERFORMANSI PERENCANAAN LTE-UNLICENSED DENGAN METODE SUPPLEMENTAL DOWNLINK DAN CARRIER AGGREGATION DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

DAFTAR SINGKATAN. xiv

Perencanaan Cell Plan di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Menggunakan Software Mapinfo

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

Analisis Perencanaan Integrasi Jaringan LTE- Advanced Dengan Wifi n Existing pada Sisi Coverage

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

Radio dan Medan Elektromagnetik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET. menjanjikan akses internet yang cepat, bandwidth besar, dan harga yang murah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

PERENCANAAN DAN ANALISA KAPASITAS SKEMA OFFLOAD TRAFIK DATA PADA JARINGAN LTE DAN AH

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

III. METODE PENELITIAN

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Bab 7. Penutup Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB II JARINGAN MICROWAVE

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Pengenalan Teknologi 4G

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE SOFT FREQUENCY REUSE DI KAWASAN TELKOM UNIVERSITY

Cell boundaries (seven cell repeating pattern)

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ABSTRACT. : Planning by Capacity, Planning by Coverage, Okumura-Hatta, Software Atoll

Dasar Sistem Transmisi

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

PERANCANGAN JARINGAN INDOOR 4G LTE TDD 2300 MHZ MENGGUNAKAN RADIOWAVE PROPAGATION SIMULATOR

Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi, IT Telkom Jl. D. I. Panjaitan No. 128, Purwokerto, *

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT (Arni Litha)

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN MODEL QOS WIMAX DENGAN OPNET. Pada bab 3 ini penulis ingin memfokuskan pada system evaluasi kinerja

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

BAB II LONG TERM EVOLUTION (LTE) DAN KOMPONEN BTS (BASE TRANSCEIVER STATION)

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1]

ATMOSPHERIC EFFECTS ON PROPAGATION

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

LAPORAN PENELITIAN PRODUK TERAPAN OPTIMALISASI KINERJA JARINGAN TELEKOMUNIKASI UNTUK PENCAPAIAN JAKARTA SEBAGAI KOTA RAMAH LINGKUNGAN PENGUSUL

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang

ANALISIS PERFORMANSI PENERAPAN CARRIER AGGREGATION DENGAN PERBANDINGAN SKENARIO SECONDARY CELL PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED DI DKI JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

Perancangan Jaringan LTE (Long Term Evolution) Indoor di Gedung C Fakultas Teknik Universitas Riau

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

BAB III PEMODELAN SISTEM

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE) LTE sudah mulai dikembangkan oleh 3GPP sejak tahun 2004. Faktor-faktor yang menyebabkan 3GPP mengembangakan teknologi LTE antara lain adalah permintaan dari para pengguna untuk peningkatan kecepatan akses data dan kualitas servis serta memastikan berlanjutnya daya saing sistem 3G pada masa depan. Long Term Evolution (LTE) merupakan release-8 pada standardisasi 3GPP (3 rd Generation Partnership Project) yang menawarkan aplikasi dan fitur berkecepatan tinggi. LTE memiliki kecepatan transfer data mencapai 100 Mbps untuk downlink, sementara untuk uplink yaitu 50 Mbps. Selain LTE mampu mendukung semua aplikasi untuk voice, data, video maupun IP TV, LTE diperkirakan dapat membawa komunikasi pada tahap yang lebih tinggi, tidak hanya menghubungkan manusia saja tetapi dapat juga menyambungkan mesin. 2.1.1 Persyaratan Long Term Evolution (LTE) Sistem LTE diharapkan menjadi kompetitif selama bertahun-tahun yang akan datang, oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan target [1] yang ditetapkan, diantaranya: 7

8 Low latency : dengan alokasi spektrum 5 MHz, target latency dibawah 5 ms baik untuk user plane maupun control plane, Bandwidth scability : bandwidth yang berbeda dapat digunakan tergantung kebutuhan, Memiliki kapasitas dua hingga empat kali dari sistem HSDPA maupun Hsupa, Kecepatan data hingga 100 Mbps untuk downlink dan 50 Mbps untuk uplink, Hanya mendukung packet switch, Meningkatkan performa pada tepian sel, Interworking denga sistem 2G, 3G serta sistem non-3gpp yang sudah ada, Mendukung kecepatan mobilitas user yang tinggi, Menurangi kompleksitas di sisi sistem dan perangkat user, Kemudahan migrasi dari teknologi yang sudah ada, Menyederhanakan serta mengurangi jumlah interface yang dibutuhkan. Untuk memenuhi persyaratan di atas, maka LTE memiliki spesifikasi sebagai berikut: Tabel 2.1 Spesifikasi LTE [2] System Performance Peak Data Rate Operating Band Modulation Channel Bandwidth Multiple Access Duplex Mode Control-plane delay User-plan delay Mobility LTE Downlink 300 Mbps @20 MHz Uplink 75 Mbps @20 MHz 700 ; 850; 900; 1800; 2100; 2300; 2600 MHz QPSK, 16QAM, and 64 QAM 1,4; 3; 5; 10; 15; 20 MHz OFDMA (DL); SC-FDMA (UL) FDD and TDD Idle to connect < 100ms Dormant to active 50ms < 20ms 350 Km/h

9 Pada LTE semua perangkat mendukung IP Based. Sehingga keseluruhan komunikasi pada jaringan LTE menggunakan packet switch. Namun bisa juga berkomunikasi dengan jaringan lain yang berbasis circuit switch seperti GSM, maka akan terjadi proses yang disebut CS-FB (Circuit Switch Fall Back), dimana dalam proses tersebut terjadi konversi dari packet ke circuit. Gambar 2.1 Arsitektur LTE [3] Pada layanan LTE, posisi backhaul yang akan dirancang adalah pada sisi EPC yaitu S1-U Interface sebagai site enodeb yang terhubung langsung dengan core dan pada sisi E-UTRA yaitu X2 interface sebagai hubungan enodeb. 2.2 Backhaul Backhaul merupakan media transport jarigan radio akses seluler yang menghubungkan base station dengan controller-nya. Controller yang dimaksud adalah EPC (Evolved Packet Core) pada jaringan Long Term Evolution yang di dalamnya terdapat MME, S-GW dan P-GW.

10 Gambar 2.2 Backhaul Ada beberapa media transmisi yang dapat kita gunakan sebagai link backhaul, suatu teknologi seluler contihnya fiber optic, microwave, E1, dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, akan dibahas mengenai backhaul dengan menggunakan media transmisi microwave. Keuntungan menggunakan media transmisi microwave diantaranya: 1. Pengaruhnya kecil terhadap bencana alam, 2. Kecenderungan terhadap kerusakan yang tidak disengaja kecil, 3. Link radio yang melintasi pegunungan atau sungai secara ekonomis lebih fleksibel, 4. Instalasi dan pemeliharaan yang bersifat pertitik (single point), 5. Keamanan bersifat pertitik (single point), 6. Penggelaran yang cepat, sebagai contoh untuk daerah-daerah yang mengalami bencana dimana infrastruktur telekomunikasi PSTN mengalami kehancuran.

11 2.3 Transmisi Microwave Microwave adalah bentuk dari pancaran radio yang ditransmisikan melalui udara dan diterima dengan menggunakan peralatan semacam antena yang berbentuk bundar dan dipasang di gedung yang tinggi atau tower. Sinyal microwave tidak dapat diblok oleh gedung atau lembah. Untuk melakukan transmisi harus dihindari adanya penghalang atau kemiringan bumi. Sehingga jika posisi antar gedung terhalang, maka diperlukan menara untuk menempatkan antena lebih tinggi agar tetap dalam posisi saling melihat (Line of Sight). [4] Gambar 2.3 Sistem Transmisi Microwave Untuk membawa sinyal jarak jauh, rangkaian pemancar diperlukan untuk menerima dan mentransmisi ulang. Pemanfaatan radio microwave sebagai medium trasnmsis jarak jauh juga perlu mempertimbangkan kelengkungan permukaan bumi. Berdasarkan bentuk diameter bumi, maka jarak antar stasiun microwave adalah sekitar 25 30 mil (sekitar 50 km). Oleh sebab itu, penggunaannya sebagai sarana transmisi jarak jauh diperlukan beberapa stasiun penghubung (relay).

12 Gambar 2.4 Transmisi Radio Jarak Jauh Dalam sistem komunikasi microwave frekuensi yang digunakan ada dalam rentang 2 60 GHz, tergantung dari kebutuhan. Sistem dengan kapasitas yang kecil biasanya menggunakan frekuensi kurang dari 3 GHz, sedangkan untuk kapasitas medium dan large (besar) menggunakan frekuensi antara 3 15 GHz. [5] 2.4 Konsep Dasar Trafik 2.4.1 Definisi Trafik Secara umum trafik didefinisikan sebagai perpindahan suatu benda dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam lingkungan telekomunikasi benda adalah berupa informasi-informasi yang dikirim melalui media transmis. Sehingga dari dua penjelasan tersebut trafik dapat didefinisikan sebagai perpindahan informasiinformasi (pulsa, frekuensi, percakapan) dari suatu tempat ke tempat lain melalui media telekomunikasi, dimana perpindahannya diukur dengan waktu (lama pemakaian). [6] 2.4.2 Estimasi Kebutuhan Trafik [7] Untuk kebutuhan trafik, terlebih dahulu menentukan jumlah user dengan menggunakan persamaan 2.1 berikut: P n = P 0 (1 + GF) n (2.1)

13 Pn = Jumlah penduduk tahun ke-n P0 = Jumlah penduduk tahun ke-0 GF = Faktor pertumbuhan penduduk 2.5 Perencanaan Kapasitas Tujuan perencanaan kapasitas adalah untuk mengetahui berapa kapasitas yang harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan trafik suatu wilayah tertentu. 2.5.1 Persamaan Total Target User Target user digunakan untuk melakukan estimasi user yang menggunakan layanan LTE pada wilayah tertentu. Penentuan target user dapat diperoleh dari nilai jumlah penetrasi pengguna seluler, market share operator dan penetrasi user LTE sebagaimana persamaan 2.2 berikut: Total target user = P n A B C (2.2) Pn = Jumlah penduduk tahun ke-n A B C = Jumlah penduduk usia produktif / penetrasi pelanggan seluler = Market share operator X = Penetrasi user LTE operator X 2.5.2 Persamaan Throuhput Tiap Layanan Tiap layanan LTE seperti VoIP, Video Phone, Web Browsing dan sebaginya memiliki throuhput yang berbeda sesuai layanan yang digunakan. Throughput tiap layanan dapat ditentukan dengan persamaan 2.3 sebagai berikut: Throughput = Session time SDR Beare Rate 1 1 BLER (2.3)

14 Throuhtput Session Time SDR BLER Bearer Rate = Throughput tiap layanan yang harus dimiliki (Kbit) = Durasi setiap sesi layanan (s) = Session Duty Ratio, rasio data transmisi tiap sesi = Block Error Rate yang diizinkan pada suatu sesi = Nilai data rate yang harus dimiliki dari layanan aplikasi...layer (IP) 2.5.3 Persamaan Single User Throughput Single user throuhput dapat diperoleh dari perhitungan berdasarkan traffic model dan service model. Pada umumnya, single user throughput merupakan hasil penjumlahan semua throughput tipe layanan yang digunakan satu user pada kondisi jam sibuk. Pada layanan packet switch, margin diperlukan untuk mangantisipasi traffic yang tidak dapat diprediksi, sehingga dalam persamaan single user throuhput terdapat parameter peak to average ratio. SUT = Σ (Throughput BHSA Penetration Rate (1+PAR) 3600 (2.4) SUT BHSA Penetration rate PAR 3600 = Single User Throughput = Busy Hour Session Attempts untuk tiap user = Proporsi dari tipe layanan = Peak to Average Ratio, presentase lonjakan trafik = Jumlah detik dalam 1 jam (3600 detik)

15 2.5.4 Persamaan Network Throughput Network throughput merupakan total throughput demand yang dibutuhkan untuk dapat melayani seluruh user pada kawasan/wilayah perencanaan. Network throughput dihasilkan dari data jumlah user dan service model yang digunakan pada daerah tersebut. network throughput dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai 2.5 berikut: Network throughput = total target user single user throughput (2.5) 2.5.5 Persamaan Cell Throughput Cell capacity merupakan kapasitas maksimal yang mampu ditangani pada suatu sel. Cell capacity juga bisa disebut throughput per cell dengan persamaan sebagai 2.6 dan 2.7 berikut: DLCellThr + CRC = (168 36 12) (CB) (CR) (Nrb) C 1000 (2.6) ULCellThr + CRC = (168 24) (CB) (CR) (Nrb) C 1000 (2.7) CRC = 24 168 36 12 CB CD NRB = Jumlah resource element (RE) dalam 1 ms = Jumlah control channel RE dalam 1 ms = Jumlah reference signal RE dalam 1 ms = Code Bits, efisiensi modulasi = Coding rate kanal = Jumlah resource block yang digunakan

16 C = Mode antena MIMO 2.5.6 Perhitungan Jumlah Sel Dalam menentukan jumlah sel dapat dilakukan melalui perhitungan dengan membagi total network throughput masing-masing downlink maupun uplink melalui persamaan 2.8 berikut: Jumlah sel = Network Throughput Cell Throughput (2.8) Setelah mendapatkan dan membandingkan jumlah sel dari sisi uplink dan downlink, maka penentuan sel akan dipilih berdasarkan jumlah sel terbanyak. 2.6 Klasifikasi Layanan LTE [2] Klasifikasi layanan yang digunakan pada teknologi LTE dapat dilihat pada tabel berikut: Bit rate user tiap layanan Tabel 2.2 Bit Rate User tiap Layanan Service Type Uplink Downlink VoIP 26.9 26.9 Video Conference 62.53 62.53 Realtime Gaming 31.26 125.06 Streaming Media 31.26 250.11 IMS Signaling 15.63 15.63 Web Browsing 62.53 250.11 FTP 140.69 750.34 Video Phone 62.53 62.53 Email 140.69 750.34 P2P File Sharing 250.11 750.4

17 Tingkat penetrasi layanan Tabel 2.3 Tingkat Penetrasi Layanan Service Type Dense Urban Urban Suburban Rural VoIP 1 1 0.5 0.5 Video Conference 0.2 0.15 0.1 0.05 Realtime Gaming 0.3 0.2 0.1 0.05 Streaming Media 0.15 0.15 0.05 0.05 IMS Signaling 0.4 0.3 0.25 0.2 Web Browsing 1 1 0.4 0.3 FTP 0.2 0.2 0.2 0.1 Video Phone 0.2 0.2 0.1 0.05 Email 0.1 0.1 0.1 0.05 P2P File Sharing 0.2 0.2 0.2 0.05 BHSA (Busy Hour Session Attempts) Tabel 2.4 Busy Hour Session Attempts Service Type Dense Urban Urban Suburban Rural VoIP 1.4 1.3 1 0.9 Video Conference 0.2 0.15 0.1 0.05 Realtime Gaming 0.2 0.2 0.1 0.1 Streaming Media 0.2 0.15 0.1 0.1 IMS Signaling 5 4 3 3 Web Browsing 0.6 0.4 0.3 0.2 FTP 0.3 0.2 0.2 0.2 Video Phone 0.2 0.16 0.1 0.05 Email 0.4 0.3 0.2 0.1 P2P File Sharing 0.2 0.3 0.2 0.1

18 PPP Session Time Tabel 2.5 PPP Session Time Service Type Uplink Downlink VoIP 80 80 Video Conference 1800 1800 Realtime Gaming 1800 1800 Streaming Media 3600 3600 IMS Signaling 7 7 Web Browsing 1800 1800 FTP 600 600 Video Phone 70 70 Email 50 15 P2P File Sharing 1200 1200 PPP Session Duty Ratio Tabel 2.6 PPP Session Duty Ratio Service Type Uplink Downlink VoIP 0.4 0.4 Video Conference 1 1 Realtime Gaming 1 1 Streaming Media 0.2 0.2 IMS Signaling 0.05 0.05 Web Browsing 0.2 0.2 FTP 0.05 0.05 Video Phone 1 1 Email 1 1 P2P File Sharing 1 1 2.7 Desain Link Backhaul Pada jaringan nirkabel, backhaul didefinisikan sebagai bagian dari jaringan yang membawa informasi dari sel bagian controller-nya. Untuk merancang sebuah link backhaul biasanya ditinjau oleh beberapa tahap, diantaranya adalah perhitungan loss/attenuation, fading, dan fade margin, interferensi dan frequency planning serta quality dan availability.

19 2.7.1 Perhitungan Propagasi Loss Perhitungan ketinggian antena microwave sebagai backhaul dibutuhkan untuk mendapatkan posisi ideal antena agar memenuhi persyaratan LOS antara pengirim dan penerima. Dalam menghitung ketinggian antena diperlukan parameter-parameter seperti fresnel zone, tinggi permukaan tanah dan faktor kelengkungan bumi. 2.7.2 Line of Sight (LOS) Suatu hubungan komunikasi disebut Line of Sight (LOS) jika antena pengirim dan penerima dapat saling melihat tanpa adanya penghalang pada lintasan. Dalam komunikasi microwave, LOS merupakan syarat yang harus terpenuhi. Beberapa parameter dalam propagasi Line of Sight diantaranya panjang lintasan, faktor k, fresnel zone, tinggi tonjolan bumi, tinggi penghalang tambahan. [8] 2.7.2.1 Panjang Lintasan (D) Panjang lintasan merupakan jarak antara antena pemancar dengan antena penerima yang dapat ditentukan dengan pengukuran pada peta topografi. 2.7.2.2 Faktor k Pada kondisi atmosfer tertentu kurva sinyal dapat mengalami refraksi melengkung menjauhi atau mendekati permukaan bumi, maka hal itu perlu diantisipasi dengan menggunakan suatu faktor pengali jari-jari bumi yang disebut faktor k. Radius bumi Effective = k Radius bumi sebenarnya. True Earth s radius = 6371 Km, k = 4/3 = 1.33, atmosfer standar dengan lintasan refraksi normal (harga ini harus digunakan bilamana harga setempat tidak tersedia).

20 Gambar 2.5 Faktor k 2.7.2.3 Ground Clearance [5] Gambar 2.6 Ground Clearance Kriteria jarak ruang harus dipenuhi di bawah kondisi propagasi normal. Jarak ruang 60% atau lebih pada k minimum disarankan untuk lintasan tertentu. Jarak ruang 100% atau lebih pada k = 4 /3. Dalam hal penggunaan diversity, antena dapat memiliki 60% jarak ruang pada k = 4 /3 ditambah kelonggaran (allowance) untuk pertumbuhan pepohonan, bangunan, gedung (biasanya 3 meter). 2.7.2.4 Fresnel Zone [5] Gambar 2.7 Fresnel Zone

21 Fresnel zone radius atau jari-jari fresnel zone merupakan suatu daerah pancaran antena yang harus bebas dari penghalang. Setidaknya 60 dari jari-jari fresnel zone harus bebas dari penghalang. Jari-jari fresnel zone dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.9 berikut: [5] r = 17,3 d 1 d 2 f d (2.9) r = Jari-jari fresnel (m) d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle (km) d2 = Jarak dari obstacle ke penerima (km) f = frekuensi (GHz) 2.7.2.5 Faktor Kelengkungan Bumi [5] Gambar 2.8 Kelengkungan Bumi [5] Kelengkungan bumi perlu diperhitungkan dalam menentukan tinggi antena terkhusus dalam komunikasi jarak jauh. Kelengkungan bumi dapat dihitung dengan persamaan 2.10 berikut: Hc = 0,079 d1 d2 1,333 2.10

22 d1 = Jarak pengirim ke penghalang (km) d2 = Jarak penerima ke penghalang (km) Hc = Faktor kelengkungan bumi 2.7.2.6 Ketinggian Bebas Obstacle Ketinggian bebas obstacle pada lintasan dengan mempertimbangkan faktor koreksi kelengkungan bumi dan jari-jari fresnel zone dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.11 berikut: Htot = Hc + Ho + r (2.11) Htot Ho Hc r = ketinggian obstacle = ketinggian obstacle tertinggi = faktor kelengkungan bumi = jari-jari fresnel 2.7.2.7 Ketinggian Antena Backhaul Setelah ketinggian letak site dari permukaan laut didapatkan, maka ketinggian antena di atas permukaan tanah dapat dihitung dengan persamaan 2.12 berikut: Htot = ((h1+hx) d1)+ ((h2+hx) d2) d1+d2 (2.12) Htot h1 h2 d1 = ketinggian total obstacle di atas permukaan laut = ketinggian tanah di pengirim di atas permukaan laut = ketinggian tanah di penerima di atas permukaan laut = jarak dari site A ke penghalang

23 d2 hx = jarak dari site B ke penghalang = ketinggian antena pada site A dan site B 2.7.3 Link Budget Backhaul Untuk mendapatkan nilai daya terima, maka dibutuhkan beberapa parameter seperti gain antenna, loss cable, fading margin, dan free space loss. Daya terima dapat dihitung dengan persamaan 2.13 berikut: P rx= Ptx L tx + G tx L rx + G rx FSL A (2.13) Prx Ptx Gtx Grx Ltx Lrx FSL A = daya yang diterima di antena penerima = daya yang dikirimkan di antena pengirim = penguatan antena di antena pengirim = penguatan antena di antena penerima = loss akibat kabel dari radiobase station ke antena pengirim = loss akibat kabel dari radiobase station ke antena penerima = Free Space Loss = redaman hujan Free space loss digunakan untuk memprediksi suatu nilai redaman gelombang elektromagnetik yang disebabkan karena gelombang tersebut melalui lintasan line of sight tanpa hambatan. Parameter ini bisa digunakan untuk memprediksi kekuatan sinyal yang akan diterima berdasarkan frekuensi dan jarak lintasan dengan perhitungan sebagai 2.14 berikut: Lfsl = 32.45 + 20log(f) + 20log(d) [db] (2.14)

24 Lfsl = total free space loss (db) f d = frekuensi = jarak antar pengirim dan penerima 2.7.4 Perencanaan Frekuensi dan Polarisasi Interferensi dapat membatasi jumlah link yang dapat digunakan apabila penyebabnya tidak diperhitungkan pada tahapan perencanaan frekuensi. Perencanaan frekuensi berhubungan dengan topologi jaringan. Pada perencanaan polarisasi juga digunakan untuk meminimalisir nilai interferensi yang terjadi. Gambar 2.9 Topologi Backhaul 2.7.5 Fading Akibat Redaman Hujan Butiran hujan dapat mempengaruhi redaman dari sebuah gelombang elektromagnetik yang melintas. Semakin lebat hujan maka redaman tersebut semakin besar. Besarnya redaman karena curah hujan dapat dinyatakan dengan persamaan 2.15 dan 2.16 berikut: γ R = k R α (2.15) A = γ R D (2.16)

25 γ R = redaman karena hujan (db/km) R D A = besarnya curah hujan (mm/jam) = jarak antar pengirim dan penerima = redaman hujan sepanjang lintasan (db) Indonesia termasuk dalam zona P dengan curah hujan 145 mm/jam untuk unavailability 0.01% [9]. Nilai k dan α tergantung dari frekuensi serta polarisasi yang digunakan. Nilai tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran mengenai koefisien perhitungan redaman hujan.