BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE) Long Term Evolution (LTE) adalah suatu set perangkat tambahan Universal Mobile Telecommunications System (UMTS) yang diperkenalkan oleh 3rd Generation Partnership Project (3GPP) merupakan teknologi radio yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan jaringan sistem komunikasi bergerak dari pendahulunya. Teknologi ini mampu memberikan kecepatan akses data hingga mencapai 100 Mbps pada sisi downlink dan 50 Mbps pada sisi uplink. Selain itu, LTE mampu mendukung aplikasi yang secara umum terdiri dari layanan voice, data, video, termasuk juga IPTV dengan efesisensi cell-edge spectral di kisaran 2 sampai 4 kali yang disediakan release 6 HSPA. Kemampuan dan keunggulan LTE dari teknologi sebelumnya yaitu memberikan coverage dan kapasitas layanan yang lebih besar, mendukung penggunanaan antena multiple input-multiple output (MIMO), mengurangi jumlah biaya dalam operasional, pentingnya delay yang rendah dan penambahan kecepatan dalam transfer data. Selain itu, fleksibilitas spectrum dan kesamaan maksimum antara FDD dan TDD solusi yang jelas Arsitektur Jaringan LTE Jaringan LTE dibagi menjadi dua jaringan besar, yaitu E-UTRAN (Evolved Universal Teresterial Radio Access Network) dan EPC (Evolved Packet Core) yang merupakan komponen jaringan baru pada arsitekturnya. Dalam arsitektur jaringan LTE, terdapat empat level utama yakni User Equipment (UE), Evolved UTRAN (EUTRAN), Evolved Packet Core Network (EPC), dan service domain. User Equipment User Equipment adalah perangkat dalam LTE yang terletak paling ujung dan berdekatan dengan user. Peruntukan User Equipment pada LTE tidak berbeda dengan UE pada UMTS atau teknologi sebelumnya. Pada bagian User Equipment terdapat 2 bagian penyusun yakni USIM (Universal Subscriber Identity Module) dan TE (Terminal Equipment). Pada UE LTE

2 7 sudah harus mendukung penggunaan antena MIMO downlink maupun uplink yang jumlahnya tergantung di tiap kategori. E-UTRAN (Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network) Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network (E-UTRAN) adalah sistem arsitektur LTE yang memiliki fungsi menangani sisi radio akses dari UE ke jaringan core. Teknologi ini berbeda dengan teknologi sebelumnya yang memisahkan NodeB dan RNC menjadi elemen sendiri, pada sistem LTE E-UTRAN hanya terdapat satu komponen yakni Evolved Node B (enodeb) yang telah menggabungkan fungsi keduanya. enodeb secara fisik adalah suatu base station yang terletak di permukaan bumi. enodeb pada LTE dapat meminimalisirkan delay time karena enodeb langsung dapat terhubung dengan enodeblainnya. enodeb memiliki 2 interface yaitu interface S1 untuk hubungan dengan EPC dan interface X2 untuk hubungan langsung dengan enodeb. Fungsi dari X2 untuk mendukung akses komunikasi dan penerusan paket trafik pada saat UE melakukan handover. EnodeB memiliki 2 tugas penting yaitu pertama sebagai radio transmitter dan receiver, lalu yang kedua adalah mengontrol low-level operation semua mobile user dengan cara mengirim suatu sinyal tertentu berupa seperti pada saat handover MME ( Mobility Management Entity) Merupakan elemen control utama yang terdapat pada EPC. Fungsi utama pada MME pada arsitektur jaringan LTE yaitu yang pertama authentication and security, ketika UE pertama kali melakukan registrasi ke jaringan, MME memulai autentikasi. Lalu yang kedua Mobility Management menjaga jalur lokasi semua UE yang berada Ppada service area. Fungsi yang ketiga Mananging subscription profile dan service connectivity pada saat UE melakukan registrasi ke jaringan, MME akan bertanggung jawab untuk mendapatkan kembali profil pelanggan dari home network, MME akan mengirimkan informasi ini selama melayani UE. S-GW (Serving Gateway) Arsitektur jaringan LTE, level fungsi tertinggi S-GW adalah jembatan antara manajemen dan switching user plane. Peranaan S-GW bertanggung jawab pada sumbernya sendiri dan mengalokasikan berdasarkan permintaan MME, P-GW atau PCR, yang memerlukan set up pada UE. PDN-GW (Packet Data Network Gateway)

3 8 PDN-GW adalah komponen penting pada LTE untuk melakukan terminasi dengan Packet Data Network (PDN).Sistem ini bertindak sebagai pelengkap IP point pada UE. PCRF (Policy and Charging Rules Function) PCRF merupakan bagian dari arsitektur jaringan yang mengumpulkan informasi, sistem pendukung operasional dan sumber lainnya (seperti portal) secara real time, yang mendukung pembentukan aturan dan kemudian secara otomatis membuat keputusan kebijakan untuk setiap pelanggan aktif di jaringan. HSS (Home Subscription Service) HSS merupakan tempat penyimpanan data pelanggan untuk semua data permanen user dan melakukan autentikasi data yang seperti halnya AuC (Authentication Center). Gambar 2.1 Arsitektur Jaringn LTE 2.2 MIMO-Multiple Input Multiple Output Salah satu teknologi mendasar yang diperkenalkan bersamaan saat rilis LTE adalah Multiple Input Multiple Output (MIMO), sistem ini termasuk bagian dari spatial multiplexing serta sebagai pra-coding dan transmit diversity. Prinsip dasar spatial multiplexing adalah mengirim sinyal dari dua atau lebih antena yang berbeda dengan aliran data yang berbeda dan dengan pemrosesan sinyal, yang berarti di penerima terjadi proses memisahkan

4 9 aliran data, sehingga mampu meningkatkan data dengan faktor 2 (konfigurasi 2-by-2 antena) atau faktor 4 (konfigurasi 4-by-4 antena). Dalam pra-coding sinyal ditransmisikan dari antena yang berbeda yang dititikberatkan untuk memaksimalkan sinyal yang diterima dibanding noise atau Signal to Noise Ratio (SNR). Transmit diversity mengandalkan mengirimkan sinyal yang sama dari multiple antenna dengan beberapa coding untuk mengeksploitasi peningkatan dari independent fading antara antena Spatial Multiplexing Teknik Spatial multiplexing mengirimkan data yang berbeda secara paralel dan dikodekan secara paralel untuk setiap antena transmisinya. Tujuan dari teknik untuk meningkatkan kapasitas kanal yang besar dengan cara mengirimkan beberapa aliran data secara paralel pada waktu bersamaan. Teknik ini berlangsung pada dimensi spasial karena setiap kombinasi data parallel ditujukan ke salah satu antenna transmitter. Spatial Multipelxing dapat menambah efisiensi spektrum sehingga menambah kecepatan transmisi data. Gambar 2.2 Spatial Multiplexing Spatial Diversity Pada Teknik spatial diversity, setiap antena pengirim pada sistem MIMO mengirimkan data yang sama secara paralel dengan menggunakan coding yang berbeda. Diversity secara konvensional diaplikasikan dengan pemasangan antena array pada sisi receiver, dengan tujuan kualitas sinyal yang diterima dapat ditingkatkan dari sistem antena dalam kondisi kanal fading dengan adanya multipath.tujuan teknik ini yaitu untuk meningkatkan SNR dengan cara

5 10 mengurangi fading, meningkatkan kualitas link antara pengirim dengan penerima. Penggunaan STC (Space Time Coding) pada sistem MIMO dengan antena transmitter dan antena receiver memberikan kenaikan tingkat diversity menjadi Transmitter x Receiver. Gambar 2.3 Spatial Diversity 2.3 Spektrum Frekuensi di Indonesia Spectrum frekuensi merupakan elemen penting dalam industri telekomunikasi sebagai media lalulintas dan merupakan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu pemerintah memiliki peraturan- peraturan melalui Dirjen Postel yang mengatur alokasi penggunaan frekuensi tersebut. Di Indonesia alokasi frekuensi yang digunakan sama dengan yang digunakan di Eropa yaitu pada pita 900 MHz, 1800 MHz, dan 2100 MHz. untuk frekuensi 900 MHz atau yang dikenal dengan sebutan GSM900 frekwensi MHz digunakan untuk uplink sedangkan untuk downlink menggunakan pita MHz. Pita frekuensi ini digunakan untuk layanan GSM 2G. Operator yang terdapat pada frekuensi ini ada 3 operator. Masing - masing operator memiliki lebar pita yang berbeda. Indosat memiliki 10 MHz, Tsel dan XL memiliki 7,5 MHz. Gambar 2.4 Peta alokasi frekuensi 900 MHz

6 11 Untuk GSM1800 atau DCS alokasi frekuensi uplink nya dari 1710 MHz s/d 1785 MHz sedangkan downlink dari 1805 MHz s/d 1880 MHz dimana alokasi frekuensi antara uplink dan downlink terpisah selebar 95 MHz. Frekunsi ini memiliki lebar 75 MHz yang digunakan untuk layanan GSM 2G oleh 4 operator, diamana setiap operator memiliki lebar pita yang berbeda-beda seperti pada gambar di bawah ini. Gambar 2.5 Alokasi frekuensi 1800 MHz. Pada pita frekuensi radio 1800 MHz, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, telah menandatangani Surat Edaran Nomor 1 tahun 2015 tentang Kebijakan Penataan Pita Frekuensi Radio 1800 MHz. Penataan ini didasarkan pada hasil kesepakatan para penyelenggara telekomunikasi sebagai berikut Gambar 2.6 Alokasi frekuensi 1800 MHz. Untuk UMTS2100 alokasi frekuensi uplinknya dari 1920 MHz s/d 1980 MHz dan downlink dari 2110 MHz s/d 2170 MHz dimana alokasi frekuensi antara uplink dan downlink terpisah 190 MHz. Pita frekuensi ini digunakan untuk layanan UMTS dan terdapat 4 operator yang menggunakan frekuensi ini dengan 2 diantaranya memiliki lebar pita 15 MHz atau 3 blok

7 12 alokasi dan sisanya memiliki lebar pita 10 MHz atau 3 blok alokasi. Total lebar pita frekuensi ini adalah 60 MHz. Pita frekuensi ini memiliki 12 blok frekuensi. Adapun alokasi frekuensi di pita 2100 MHz saat ini adalah H3I (Blok 1 dan 2), Telkomsel (Blok 3,4,5), Indosat (Blok 6 dan 7), XL (Blok 8,9,10). Dari 12 blok frekuensi ini terdapat 2 blok frekuensi AXIS yang dikembalikan kepada pemerintah setelah merger dengan XL. Gambar 2.7 Alokasi frekuensi 2100 MHz Berdasarkan Peraturan Menkominfo nomor 08/PER/M.KOMINFO/01/2009 tanggal 19 Januari 2009 tentang Penetapan Pita Frekuensi Radio Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel Pada Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz ditetapkan bahwa pita ini menggunakan moda TDD (Time Division Duplex)yang terdiri dari 15 nomor blok dimana nomor blok 1 sampai dengan nomor blok 12 masing-masing lebar frekuensinya 5 MHz sedangkan nomor blok 13 dan nomor blok 14 masing-masing lebar frekuensinya 15 MHz dan nomor blok 15 lebar frekuensinya 10MHz. Pada blok 13 dan 14 ini telah digunakan untuk layanan WiMAX yang telah dilakukan tender untuk beberapa wilayah regional. Dalam perencnaan jaringan LTE diperlukan frekuensi kerja dengan menggunakan teknik Frequency Division Duplexing (FDD), dan Time Division Duplexing (TDD). Jenis dulex tersebut banyak digunakan di Negara-negara di dunia tergantung ketentuan dari regulator. Teknologi FDD berjalan di dua frekuensi yakni di 800 MHz dan 1800 MHz. Teknik ini memiliki kelebihan keseimbangan antara sisi uplink dan downlink, karena masing-masing berjalan di fekuensi sendiri-sendiri secara full duplek. Teknik ini banyak digunakan oleh operator-operator GSM di Indonesia seperti Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat. Sedangkan TDD menggunakan teknik setengah duplex dimana sangat memprioritaskan sisi downlink sedangkan disisi uplink sangat lambat. Teknik cocok diterapkan untuklayanan internet browsing, video surveilence atau broadcasting

8 13 Berikut tabel band frequency LTE yang di standarisasi oleh 3GPP. Tabel 2.1 Frequency band LTE FDD 2.4 Teori-Teori Dalam Perencanaan Jaringan Seluler Perencanaan jaringan seluler merupakn suatu proses yang komplit dan terdiri dari beberapa tahapan. Tujuan akhir dari perencanaan tersebut adalah untuk menentukan model jaringan yang akan dibangun menjadi jaringan seluler baik untuk tujuan perluasan jaringan yang sudah ada atau untuk membangun jaringan baru. Perancngan jaringan seluler terdiri dari beberapa tahapan antara lain :

9 14 Inisialisasi, merupakan tahapan pengumpulan data pra perancangan seperti perhitungan Link Budget, coverage dan capacity. Nominal dan planning lebih detail, contoh dari tahapan ini adalah pemilihn planning tool,model propagasi yang digunakan, penentuan threshold berdasarkan link budget, pengecekan kapasitas jaringan yang lebih detail, pra validasi dan validasi site, dan penentuan parameter enodeb. Menentukan KPI dan parameter perencanaan menggunakan sistem parameter dan perhitungan pada enodeb, menentukan nilai KPIs yang telah disepakati oleh vendor yang digunakan, dan melakukan verifikasi nilai-nilai KPI menggunakan tools simulasi Coverage Planning Perhitungan Uplink Untuk arah uplink persamaan receiver power atau Receiver Sensitivity (RS) dari perangkat user adalah : EIRPsubcarrier = Psubcarrier + GT Ltcable [2-1] Psubcarrier GT LTcable : subcarrier power transmit (dbm) : gain antena transmitter (dbi) : loss cable transmitter (db) RSeNodeB = SINR + TNeNodeB + NFeNodeB [2-2] RSeNodeB : Receiver Sensitivity (dbm) NFeNodeB : Noise Figure enodeb (db) TNeNodeB : Thermal Noise per sub-carrier (dbm) SINR : Required Signal Interference Noise Ratio (db) adalah sebagai berikut: MSRS RSeNodeB Lcable IM GR Maka didapatkan persamaan Minimum signal Reception Strength (MSRS) uplink MSRS = RSeNodeB + Lcable + IM + GR [2-3] : Minimum Signal Reception Strenght (dbm) : Receiver Sensitivity enodeb (dbm) : Loss cable receiver (db) : Interference Margin (db) : Gain antenna receiver (db) Sedangkan persamaan untuk Maximum Allowable Path Loss (MAPL) untuk arah uplink adalah sebagai berikut :

10 15 MAPLuplink = EIRPsubcarrier MSRS PL SF [2-4] MAPLuplink : Maximum Allowable Path Loss uplink (db) EIRP subcarrier : Equivalent Isotropic Radiated Power subcarrier (dbm) MSRS : Minimum signal reception strenght (dbm) PL : Penetration loss (db) SF : Shadow fading margin (db) Perhitungan Downlink Persamaan untuk menghitung Equivalent Isotropic Radiated Power (EIRP) subcarrier adalah: Psubcarrier GT LTcable EIRPsubcarrier = Psubcarrier + GT Ltcable [2-5] : subcarrier power transmit (dbm) : gain antena transmitter (dbi) : loss cable transmitter (db) Sedangkan untuk persamaan Receiver Sensitivity (SR) arah downlink adalah sebagai berikut RSue = TN + NFue + SINR [2-6] Keteranga : RSue : Receiver Sensitivity (dbm) TN : Thermal Noise per subcarrier (dbm) NFue : Noise Figure UE (db) SINR : Required Signal Interference Noise Ratio (db) Sehingga akan didapatkan persamaan Minimum Signal Reception Strenght (MSRS) downlink adalah sebagai berikut : MSRS = RSue + LRbody + IM [2-7] MSRS RSue LRbody IM : Minimum Signal Reception Strenght (dbm) : Receiver Sensitivity UE (dbm) : Loss body receiver (db) : Interference Margin (db) Sedangkan persamaan Maximum Allowable Path Loss (MAPL) untuk arah downlink adalah : MAPLdownlink = EIRPsubcarrier MSRS PL SF [2-8]

11 16 MAPLdownlink EIRPsubcarrier MSRS PL SF : Maximum Allowable Path Loss downlink (db) : Equivalent Isotropic Radiated Power subcarrier (dbm) : Minimum signal reception strenght (dbm) : Penetration loss (db) : Shadow fading margin (db) Persamaan Cost 231 Perancangan jaringan LTE di frekuensi 1800 MHz menggunakan metode cost 231 untuk melakukan perhitungan propagasinya. Persamaan ini merupakan pengembangan dari metode Hatta. Persamaan model propahasi cost 231 adalah sebagai berikut : PL = 46,3 + 33,9 (log f) + 13,82 log B a(hr) + (44,9 6,55loghT)logd + Cm [2.9] CM = 0 db ;untuk ukuran medium kota dan daerah suburban CM = 3 db ; untuk daerah pusat kota a(hr) = (1,1 log (f) 0,7) hr (1,56 log (f) 0,8) ; untuk small/medium area a(hr) = 3,2 (log 11,75 hr)² 1,1 db ; untuk large area PL : path loss (db) f = frekuensi (MHz) ht : tinggi enodeb (m) D = jari-jari sel (km) hr : tinggi UE (m) perencanan d : jari-jari sel (km) Perhitungan Luas Sel Pengoptimalan Jaringan LTE dapat dilakukan dengan menghitung luas sel yang dilalui lintasan menggunakan metode 3-sectoral yang memiliki persamaan sebagai berikut : LCell d LCell = 1, 95 x 2. 6xd² [2.10] : Luas Sel (km²) : jari-jari sel (km) Perhitungan Jumlah Site Untuk menentuka jumlah site dapat dihitung mengguakan persamaan berikut: Σ LTECell = Larea Lcell ΣLTECell : Jumlah Sel LTE

12 17 LArea LCell : Luas Area : Luas Sel Capacity Planning Forecasting Untuk melakukan perhitungan jumlah pelanggan seluler di suatu daerah ditahun yang dingingkan menggunakan suatu metode yang disebut forecasting. Berikut persamaan metode forecasting. Un =Uo (1 + fp) N [2.11] Un = Jumlah Penduduk/ penumpang pada tahun yang direncanakan U0 = Jumlah penduduk/ penumpang pada tahun awal perhitungan N = Jumlah tahun forecasting fp = Laju pertumbuhan Traffic Parameters Perhitungan Network Throughput Perhitungan network throughput bertujuan untuk mengetahui total throughput yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan seluruh pelanggan. Dalam melakukan perhitungan network throughput melalui beberapa langkah yaitu : menghitung throughput per session, kemudian menghitung single user throughput, dan selanjutnya menghitung UL dan DL throughput. Dalam perhitungan network throughput digunakan parameter services model dan traffic model vendor Huawei Perhitungan Throughput per session berdasarkan pada parameter service model yang digunakan. Tabel (2.2) menunjukan parameter trafik services model yang digunakan. Bearer Rate (Kbps) PPP Session Time (s) Tabel 2.2 Services Model UL DL UL DL PPP Session Duty Ratio BLER Bearer Rate (Kbps) PPP Session Time (s) PPP Session Duty Ratio BLER Throughput/ Session (Kbit) Throughput/ Session (Kbit) VoIP % % Video Phone % %

13 18 Video Conference % % Real Time % % Gaming Streaming % % Media IMS % % Signalling Web % % Browsing File % % Transfer % % P2P File Sharing % % Throughput per session dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Throughput Session Dimana: = Bearer Rate x PPP Session Time x PPP Session Duty Ratio x [ ] [2-12] 1 BLER Throughput per Session : Throughput minimal yang harus disediakan jaringan agar Bearer Rate PPP Session Tim kualitas layanan terjaga (Kbit). : Data rate yang harus disediakan oleh service application layer (IP) (Kbps). : Rata-rata durasi setiap layanan (s). PPP Session Duty Ratio : Rasio data yang dikirimkan setiap sesi. BLER : Block error rate yang diizinkan dalam satu sesi. Setelah didapatkan throughput per session, selanjutnya menghitung jumlah single user throughput berdasarkan parameter traffic model tiap daerah. Tabel (2.3) menunjukkan traffic model tiap tipe daerah. User Behaviour Tabel 2.3 Traffic Model tiap daerah Dense Urban Urban Suburban Rural Traffic Penetration Ratio BHSA Penetration Ratio BHSA Penetration Ratio BHSA 1 Penetration Ratio VoIP 100% % % 1 50% 0.9 Video Phone 20% % % 0.1 5% 0.05 BHSA

14 19 Video 20% % % 0.1 5% 0.05 Conference Real Time 30% % % 0.1 5% 0.1 Gaming Streaming 15% % % 0.1 5% 0.1 Media IMS 40% 5 30% 4 25% 3 20% 3 Signalling Web 100% % % % 0.2 Browsing File 20% % % % 0.2 Transfer 10% % % 0.2 5% 0.1 P2P File Sharing 20% % % 0.2 5% 0.1 Selain parameter traffic model tiap daerah, dalam perhitungan single user throughput digunakan parameter lain yaitu Peak to Average Ratio berdasarkan tipe daerah. Peak to Average Ratio merupakan asumsi persentase tertinggi kelebihan beban pada suatu jaringan atau nilai lebih yang ditambahkan pada perhitungan untuk mengantisipasi apabila terjadi lonjakan trafik pada daerah tersebut Tabel (2.4) menunjukkan parameter Peak to Average Ratio tiap daerah. Tabel 2.4 Tabel Peak to Average Ratio tiap daerah Morphology Dense Urban Urban Suburban Rural Peak to Average Ratio 40% 20% 10% 0% Single user throughput dapat dihitung dengan persamaan : Single user throughput (IP) = [(Throughput Session (2.13) Dimana: )x BHSA x Penetration rate x (1+Peak Average Ratio)] 3600 BHSA Penetration rate Peak to Average Ratio : Service attempt in busy hour. : Penetrasi suatu layanan digunakan berdasarkan daerah. : Persentase kelebihan beban berdasarkan daerah. Setelah didapatkan single user throughput, maka total throughput pada sisi UL dan DL dapat dihitung dengan persamaan:

15 20 UL Network Throughput (IP) = Total user number UL Single user throughput ( 2.14 ) DL Network Throughput (IP) = Total user number x DL Single user throughput (2.15) Dimana: Total user number UL Single User Throughput DL Single User Throughput : Total pelanggan berdasarkan forecasting. : Total uplink throughput yang harus dipenuh oleh single user pada tipe daerah tertentu. : Total downlink throughput yang harus dipenuhi oleh single user pada tipe daerah tertentu Perhitungan Throughput Per Cell Perhitungan throughput per cell bertujuan untuk mengetahui kapasitas UL dan DL pada suatu sel. Dalam menghitung throughput per cell melalui beberapa langkah yaitu: menghitung UL dan DL MAC layer throughput, kemudian menghitung cell average throughput, dan selanjutnya menghitung throughput per cell. Perhitungan UL dan DL MAC layer throughput dapat dilakukan dengan persamaan: UL MAC layer throughput + CRC = (168-24) x Code bits x Code rate x Nrb x C x 1000 (2.16) DL MAC layer throughput + CRC = ( ) x Code bits x Code rate x Nrb x C x 1000 (2.17) Dimana: CRC : : Jumlah resource element (RE) dalam 1 ms 36 : Jumlah control channel RE dalam 1 ms 12 : Jumlah reference signal RE dalam 1 ms 24 : Jumlah reference signal RE dalam 1 ms pada uplink

16 21 Code bits : Modulation efficiency Code rate : Channel coding rate Nrb : Jumlah Resource Block yang digunakan C : Mode antena MIMO Setelah didapatkan DL dan UL MAC layer throughput, selanjutnya adalah menghitung cell average throughput berdasarkan average SINR distribution. Cell average throughput dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Cell average throughput(mac) = n=8 n=1 Pn x Rn (2.18) Dimana: n : Jumlah DL Cell Throughput Pn Rn : SINR Probability : DL Cell Throughput Tabel 2.5 Radio Overhead Protocol Layer Average Packet Size (Byte) Relative Efficiency Symbol IP PDCP ,34% A RLC ,34% B MAC ,35% C PHY - Sehingga throughput per cell dapat dihitung menggunakan persamaan: Throughput per cell(ip) = Cell average throughput (MAC) x A x B x C (2.19) Dengan mendapatkan nilai network throughput serta throughput per cell maka jumlah sel yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan: Jumlah sel uplink: Number of cell = Jumlah sel downlink UL Network throughput Throughput per cell (2.20)

17 22 Number of cell = DL Network throughput Throughput per cell (2.21) Setelah didapat jumlah sel pada sisi uplink dan downlink, jumlah site yang dibutuhkan dapat dihitung menggunakan persamaan: Number of site = Number of cell 3 (2.22)

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda Muhammad Haidar 1, *, Uke Kurniawan Usman 1, Linda Meylani 1 1 Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : LTE-Advanced, signal level, CINR, parameter, dense urban, urban, sub urban, Atoll. ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci : LTE-Advanced, signal level, CINR, parameter, dense urban, urban, sub urban, Atoll. ABSTRACT PERENCANAAN PEMBANGUNAN JARINGAN 4G LTE DI BANDUNG PADA FREKUENSI 2100 MHZ MENGGUNAKAN SOFTWARE ATOLL Bobby Juan Pradana 1, Achmad Setiaji 2 1,2 AKADEMI TELKOM SANDHY PUTRA JAKARTA 1 bobbyjuan.p@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE) LTE sudah mulai dikembangkan oleh 3GPP sejak tahun 2004. Faktor-faktor yang menyebabkan 3GPP mengembangakan teknologi LTE antara lain adalah permintaan

Lebih terperinci

Perencanaan Cell Plan di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Menggunakan Software Mapinfo

Perencanaan Cell Plan di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Menggunakan Software Mapinfo Perencanaan Cell Plan di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Menggunakan Software Mapinfo Ahmad Sofyan Lubis*, Yusnita Rahayu** *Teknik Elektro Universitas Riau **Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau

Lebih terperinci

Analisis Perencanaan Integrasi Jaringan LTE- Advanced Dengan Wifi n Existing pada Sisi Coverage

Analisis Perencanaan Integrasi Jaringan LTE- Advanced Dengan Wifi n Existing pada Sisi Coverage Analisis Perencanaan Integrasi Jaringan LTE- Advanced Dengan Wifi 802.11n Existing pada Sisi Coverage Luthfi Mahfuzh 1,*, Heroe Wijanto 1, Uke Kurniawan Usman 1 1 Universitas Telkom * E-mail: luthfi_mahfuzh@outlook.com

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAERAH CAKUPAN enodeb JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUESNI 1800 MHz DI KOTA BOGOR

PERENCANAAN DAERAH CAKUPAN enodeb JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUESNI 1800 MHz DI KOTA BOGOR PERENCANAAN DAERAH CAKUPAN enodeb JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUESNI 18 MHz DI KOTA BOGOR enodeb COVERAGE PLANNING OF LONG TERM EVOLUTION (LTE) NETWORK ON 18 MHz IN BOGOR CITY Ikhwanul Kiram

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. Besarnya transfer data dalam komunikasi digital per satuan waktu. Base transceiver station pada teknologi LTE Evolved Packed Core

DAFTAR ISTILAH. Besarnya transfer data dalam komunikasi digital per satuan waktu. Base transceiver station pada teknologi LTE Evolved Packed Core DAFTAR ISTILAH B Bandwidth Beamwidth BER C C/(I+N) Cell Center Cell Edge Coverage Area CSI CQI D Data Rate E enodeb EPC I Interferensi L LTE N Neighbour Cell O OFDM OFDMA Q QPSK Lebar pita frekuensi Cara

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI PERENCANAAN LTE-UNLICENSED DENGAN METODE SUPPLEMENTAL DOWNLINK DAN CARRIER AGGREGATION DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

ANALISIS PERFORMANSI PERENCANAAN LTE-UNLICENSED DENGAN METODE SUPPLEMENTAL DOWNLINK DAN CARRIER AGGREGATION DI WILAYAH JAKARTA PUSAT ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4732 ANALISIS PERFORMANSI PERENCANAAN LTE-UNLICENSED DENGAN METODE SUPPLEMENTAL DOWNLINK DAN CARRIER AGGREGATION DI WILAYAH

Lebih terperinci

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800MHz DI JEMBATAN SURAMADU DENGAN PHYSICAL CELL IDENTITY (PCI)

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800MHz DI JEMBATAN SURAMADU DENGAN PHYSICAL CELL IDENTITY (PCI) PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 18MHz DI JEMBATAN SURAMADU DENGAN PHYSICAL CELL IDENTITY (PCI) PLANNING OF LONG TERM EVOLUTION (LTE) NETWORK ON 18 MHz IN SURAMADU BRIDGE WITH PHYSICAL

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) Pada bab dua ini akan dibahas mengenai evolusi jaringan komunikasi bergerak seluler, jaringan Long Term Evolution (LTE). Lalu penjelasan mengenai dasar Orthogonal

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Telkomsel Yonathan Alfa Halomoan (0822065) Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. xiv

DAFTAR SINGKATAN. xiv DAFTAR SINGKATAN 3GPP BHSA BTS DAS DL DSL EUTRAN EPC enodeb FAP FDD HSDPA HSUPA IBC LTE MAC MAPL Mbps MIMO MME PCRF PGW QPSK QAM RSL RPS SGW SINR SIR SPV TDD UE Third Generation Partnership Project Busy

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENGGUNAAN BAND FREKUENSI PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED MENGGUNAKAN METODE CARRIER AGREGATION. (Skripsi) Oleh MOH FASYIN ABDA

MANAJEMEN PENGGUNAAN BAND FREKUENSI PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED MENGGUNAKAN METODE CARRIER AGREGATION. (Skripsi) Oleh MOH FASYIN ABDA MANAJEMEN PENGGUNAAN BAND FREKUENSI PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED MENGGUNAKAN METODE CARRIER AGREGATION (Skripsi) Oleh MOH FASYIN ABDA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRACT

Lebih terperinci

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia telekomunikasi saat ini sangatlah pesat, kebutuhkan jaringan handal yang mampu mengirim data berkecepatan tinggi dan mendukung fitur layanan yang

Lebih terperinci

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler Wireless Communication Systems Modul 14 Perencanaan Jaringan Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Tujuan Mengetahui model perencanaan jaringan yang optimum Dapat memberikan pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI PENERAPAN CARRIER AGGREGATION DENGAN PERBANDINGAN SKENARIO SECONDARY CELL PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED DI DKI JAKARTA

ANALISIS PERFORMANSI PENERAPAN CARRIER AGGREGATION DENGAN PERBANDINGAN SKENARIO SECONDARY CELL PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED DI DKI JAKARTA ANALISIS PERFORMANSI PENERAPAN CARRIER AGGREGATION DENGAN PERBANDINGAN SKENARIO SECONDARY CELL PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED DI DKI JAKARTA PERFORMANCE ANALYSIS OF CARRIER AGGREGATION APPLICATION

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE SOFT FREQUENCY REUSE DI KAWASAN TELKOM UNIVERSITY

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE SOFT FREQUENCY REUSE DI KAWASAN TELKOM UNIVERSITY ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE SOFT FREQUENCY REUSE DI KAWASAN TELKOM UNIVERSITY ANALYSIS OF LONG TERM EVOLUTION NETWORK DESIGN USING SOFT FREQUENCY REUSE IN THE TELKOM

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN 2.1 Perencanaan Cakupan. Perencanaan cakupan adalah kegiatan dalam mendesain jaringan mobile WiMAX. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menentukan perencanaan jaringan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin tingginya pertumbuhan pengguna telepon seluler/smartphone dewasa ini menyebabkan pertumbuhan pengguna layanan data menjadi semakin tinggi, pertumbuhan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA MIMO-OFDM DENGAN MODULASI ADAPTIF PADA LONG TERM EVOLUTION DALAM ARAH DOWNLINK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendididikan sarjana (S-1)

Lebih terperinci

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi 1780-1875 MHz di Provinsi Papua Barat Nurul Hidayah Mt.R 1), Fitriana Istiqomah 2), Muhammad Dickri Primayuda 3) dan Nur Indah 4) Prodi S1 Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini jumlah pelanggan seluler dan trafik pengggunaan data seluler meningkat secara eksponensial terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan,

Lebih terperinci

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Penerbit Telekomunikasikoe LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Oleh: Andrian Sulistyono Copyright 2012 by Andrian Sulistyono Penerbit Telekomunikasikoe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutkahir Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan penelitian yang telah ada, dimana masing-masing penulis menggunakan metode penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis teknologi telekomunikasi yang mutakhir saat ini yaitu

Lebih terperinci

Mekanisme Carrier Aggregation Pada Jaringan 4G LTE-Advanced. (Skripsi) Oleh Prasetia Muhharam

Mekanisme Carrier Aggregation Pada Jaringan 4G LTE-Advanced. (Skripsi) Oleh Prasetia Muhharam Mekanisme Carrier Aggregation Pada Jaringan 4G LTE-Advanced (Skripsi) Oleh Prasetia Muhharam FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG LAMPUNG 2016 Abstract Cellular operators in Indonesia are starting to roll-out

Lebih terperinci

Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2,3 GHz

Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2,3 GHz Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2, GHz Nanang Ismail, Innel Lindra, Agung Prihantono Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 3.1 Jaringan 3G UMTS dan HSDPA Jaringan HSDPA diimplementasikan pada beberapa wilayah. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini akan dibahas tahap dan parameter perencanaan frekuensi dan hasil analisa pada frekuensi mana yang layak diimplemantasikan di wilayah Jakarta. 4.1 Parameter

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia, Jurusan Teknik Elektro FTI ITS ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN Oleh : Selva Melvarida Simanjuntak

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang telekomunikasi pada masa kini. Dengan banyak pengembangan dari generasi-generasi sistem jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka Pada Penelitian Terkait Tugas akhir ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana beberapa penelitian tersebut membahas manajemen

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE JURNAL INFOTEL Informatika - Telekomunikasi - Elektronika Website Jurnal : http://ejournal.st3telkom.ac.id/index.php/infotel ISSN : 2085-3688; e-issn : 2460-0997 Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell

Lebih terperinci

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi 3G 3G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris: third-generation technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada perkembangan teknologi telepon nirkabel

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun oleh : Nama : Dyan Tri

Lebih terperinci

Jurnal Elektro Telekomunikasi Terapan Desember 2016

Jurnal Elektro Telekomunikasi Terapan Desember 2016 PERANCANGAN DAN ANALISA PENGGELARAN LTE PADA FREKUENSI 700 MHZ DENGAN METODE ADAPTIF MODULATION CODING UNTUK IMPLEMENTASI DIGITAL DIVIDEND DI WILAYAH SUB- DESIGN AND ANALYSIS OF LTE DEPLOYMENT ON 700 MHZ

Lebih terperinci

Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung Indonesia

Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung Indonesia PERENCANAAN COVERAGE dan CAPACITY JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 700* MHz PADATOL CIPULARANG (CIKAMPEK-PURWAKARTA-PADALARANG) MENGGUNAKAN METODE PHYSICAL CELL IDENTITY (PCI) Riano Febrianto

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sistem standar 3G yang dipakai di Indonesia menggunakan teknologi WCDMA ( Wide Code Division Multiple Access ) dimana dengan teknologi ini memungkinkan kecepatan data mencapai 384

Lebih terperinci

Handbook Edisi Bahasa Indonesia

Handbook Edisi Bahasa Indonesia 4G Handbook Edisi Bahasa Indonesia Industry Outlook Overview Data on 2G & 3G Frequency Spectrum on 4G 4G OFDMA & SC-FDMA 4G LTE SAE Heterogeneus Network 4G LTE Planning with Atoll 4G LTE Drivetest Collaborator

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2012 s.d Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Teknik Telekomunikasi, Laboratorium Terpadu Teknik Elektro, Jurusan

Lebih terperinci

Analisis Jaringan LTE Pada Frekuensi 700 MHz Dan 1800 MHz Area Kabupaten Bekasi Dengan Pendekatan Tekno Ekonomi

Analisis Jaringan LTE Pada Frekuensi 700 MHz Dan 1800 MHz Area Kabupaten Bekasi Dengan Pendekatan Tekno Ekonomi Analisis Jaringan LTE Pada Frekuensi 700 MHz Dan 1800 MHz Area Kabupaten Bekasi Dengan Pendekatan Tekno Ekonomi Ketty Siti Salamah Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana, Jakarta kettysitisalamah@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Komunikasi Bergerak Perkembangan sistem komunikasi dunia semakin marak dengan teknologiteknologi baru yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi dimanapun, dengan siapapun dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Frekuensi merupakan sumber daya yang disediakan oleh alam dan penggunaannya terbatas. Rentang frekuensi yang digunakan dalam dunia telekomunikasi berkisar 300 KHz 30

Lebih terperinci

BAB IV Analisa Jaringan Broadband Wifi Pada Bab Ini akan dibahas Hasil evaluasi Pra Perancangan Jaringan Broadband WIFI Commuter Line Jabodetabek dengan jaringan existing ( UMTS ) yang dilaksanakan di

Lebih terperinci

Universal Mobile Telecommunication System

Universal Mobile Telecommunication System Universal Mobile Telecommunication System Disusun Oleh: Fikri Imam Muttaqin Kelas XII Tel 2 2010026 / 23 UMTS merupakan salah satau evolusi generasi ketiga (3G) dari jaringan mobile. Air interface yang

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Putra, T.G.A.S. 1, Sudiarta, P.K. 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 23 MHz DI SEMARANG TAHUN 215 22 Yusuf Septiawan *), Imam Santoso, and Ajub Ajulian Zahra Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi selular semakin berkembang, diawali dengan munculnya teknologi 1G (AMPS), 2G yang dikenal dengan GSM, dan 3G yang mulai berkembang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULAR UTRA-TDD

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULAR UTRA-TDD BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULAR UTRA-TDD 2.1 UTRA-TDD UMTS (Universal Mobile Telecommunication System) adalah sistem yang pertama kali dikembangkan oleh ETSI (European Telecommunications Standard

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Literatur Para penulis di [1] menjelaskan bahwa algoritma self-organization network dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja jaringan secara keseluruhan dan mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi di Indonesia menyebabkan semakin banyaknya fasilitas yang ditawarkan seperti video conference, streaming, dan game

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 267 / DIRJEN / 2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 267 / DIRJEN / 2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 267 / DIRJEN / 2005 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT JARINGAN RADIO (RADIO NETWORK) BERBASIS UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi telekomunikasi berkembang dengan sangat pesat yang disebabkan oleh kebutuhan pelanggan akan layanan komunikasi dan informasi yang meningkat dari waktu ke

Lebih terperinci

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV Teknologi Seluler Pertemuan XIV Latar Belakang Teknologi jaringan seluler berevolusi dari analog menjadi sistem digital, dari sirkuit switching menjadi packet switching. Evolusi teknologi seluler terbagi

Lebih terperinci

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Multiple Access Downlink Uplink Handoff Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Base Station Fixed transceiver Frequency TDMA: Time Division Multiple Access CMDA: Code

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman globalisasi saat ini salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi tingkat kehidupan masyarakat adalah perkembangan teknologi. Berpedoman pada tingkat

Lebih terperinci

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA 2. 1 Code Division Multiple Access (CDMA) Dalam perkembangan teknologi telekomunikasi telepon selular terutama yang berkaitan dengan generasi ke tiga CDMA merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak pertama kali diperkenalkan hingga tiga puluh tahun perkembangannya, teknologi seluler telah melakukan banyak perubahan besar. Sejarah mencatat perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 800 MHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN

Lebih terperinci

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3145

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3145 ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3145 ANALISIS PERENCANAAN LTE-ADVANCED DENGAN METODA CARRIER AGGREGATION INTER-BAND NON-CONTIGUOUS DAN INTRA-BAND NON- CONTIGUOUS

Lebih terperinci

ABSTRACT. : Planning by Capacity, Planning by Coverage, Okumura-Hatta, Software Atoll

ABSTRACT. : Planning by Capacity, Planning by Coverage, Okumura-Hatta, Software Atoll Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Berdasarkan Node B 3G Existing di Kota Pekanbaru Fadrol Rahman*, Febrizal** *Teknik Elektro Universitas Riau **Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK Josia Ezra1), Arfianto Fahmi2), Linda Meylani3) 1), 2), 3) School of Electrical

Lebih terperinci

Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom 3

Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom 3 ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800MHZ DAN WIFI 802.11N FREKUENSI 2400MHZ FEMTOCELL PADA ASRAMA PUTRA GEDUNG A DAN B UNIVERSITAS TELKOM DESIGN AND ANALYSIS OF LTE 1800MHZ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Layanan 3G komersial telah diluncurkan sejak tahun 2001 dengan menggunakan teknologi WCDMA. Kecepatan data maksimum yang dapat dicapai sebesar 2 Mbps. Walaupun demikian,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR KOORDINASI ANTARA PENYELENGGARA SISTEM PERSONAL COMMUNICATION SYSTEM 1900 DENGAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks seperti noise, fading, dan interferensi. Permasalahan tersebut merupakan gangguan yang

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI SUBSCRIBER STATION BERBASIS STANDAR TEKNOLOGI LONG-TERM EVOLUTION

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI SUBSCRIBER STATION BERBASIS STANDAR TEKNOLOGI LONG-TERM EVOLUTION LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI BERBASIS STANDAR TEKNOLOGI LONG-TERM EVOLUTION

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi 3G (WCDMA / UMTS) Teknologi WCDMA adalah teknologi radio yang digunakan pada sistem 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM. Pada jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Telekomunikasi data mobile saat ini sangat diminati oleh masyarakat karena mereka dapat dengan mudah mengakses data dimana saja dan kapan saja. Untuk mengimbangi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Long Term Evolution (LTE) 2.1.1. Pendahuluan LTE merupakan pengembangan standard teknologi 3GPP dengan menggunakan skema multiple access OFDMA pada sisi downlink dan SC-FDMA

Lebih terperinci

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) 2.1 Pengenalan CDMA CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik akses jamak (multiple access) yang memisahkan percakapan dalam domain

Lebih terperinci

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 23 MHz DI SEMARANG TAHUN 215 22 Yusuf Septiawan *), Imam Santoso, Ajub Ajulian Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro Semarang

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD Agastya, A.A.N.I. 1, Sudiarta, P.K 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB III PEMODELAN SISTEM BAB III PEMODELAN SISTEM Coverage and Capacity Perangkat 3.1. Tahap Penelitian Migrasi menuju LTE merupakan issue yang sedang hangat terjadi dalam dunia telekomunikasi di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI DESIGN ANALYSIS OF LONG TERM EVOLUTION (LTE) NETWORK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Mobile Internet Internet adalah sekumpulan jaringan yang tersebar di seluruh dunia yang saling terhubung membentuk suatu jaringan komputer besar Secara gambaran

Lebih terperinci

ARSITEKTUR DAN KONSEP RADIO ACCESS

ARSITEKTUR DAN KONSEP RADIO ACCESS Makalah Seminar Kerja Praktek ARSITEKTUR DAN KONSEP RADIO ACCESS PADA LONG TERM EVOLUTION (LTE) Oleh : Yunda Kumala Nasution (L2F007081) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta HALAMAN PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Danang Yaqinuddin Haq NIM : 20130120051 Program Studi : Teknik Elektro Fakultas Universitas : Teknik : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN LTE-ADVANCED DENGAN METODA CARRIER AGGREGATION INTER-BAND NON-CONTIGUOUS DAN INTRA-BAND NON- CONTIGUOUS DI KOTA BANDAR LAMPUNG

ANALISIS PERENCANAAN LTE-ADVANCED DENGAN METODA CARRIER AGGREGATION INTER-BAND NON-CONTIGUOUS DAN INTRA-BAND NON- CONTIGUOUS DI KOTA BANDAR LAMPUNG ANALISIS PERENCANAAN LTE-ADVANCED DENGAN METODA CARRIER AGGREGATION INTER-BAND NON-CONTIGUOUS DAN INTRA-BAND NON- CONTIGUOUS DI KOTA BANDAR LAMPUNG Dharma Winata Saputra 1, Ir. Uke Kurniawan Usman, M.T

Lebih terperinci

Pengenalan Teknologi 4G

Pengenalan Teknologi 4G Pengenalan Teknologi 4G Trend teknologi komunikasi masa depan adalah teknologi baru yang benar-benar mengadopsi tren yang sedang berkembang, dimana komputer dapat berfungsi sebagai alat telekomunikasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN BACKHAUL MICROWAVE UNTUK JARINGAN RADIO AKSES LONG TERM EVOLUTION DI KOTA BANYUMAS

PERENCANAAN BACKHAUL MICROWAVE UNTUK JARINGAN RADIO AKSES LONG TERM EVOLUTION DI KOTA BANYUMAS ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4338 PERENCANAAN BACKHAUL MICROWAVE UNTUK JARINGAN RADIO AKSES LONG TERM EVOLUTION DI KOTA BANYUMAS MICROWAVE BACKHAUL PLANNING

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long Term Evolution (LTE), Cognitive Radio (CR), Oppurturnistic Spectrum Access (OSA) dan Hidden Markov

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaringan wireless menjadi salah satu sarana yang paling banyak dimanfaatkan dalam sistem komunikasi. Untuk menciptakan jaringan wireless yang mampu

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua terminal dengan salah satu atau kedua terminal berpindah tempat.

Lebih terperinci

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER Arsitektur jaringan seluler dibagi menjadi yaitu: 1. Generasi Kedua terdiri atas: SISTEM DECT (DIGITAL ENHANCED CORDLESS TELECOMMUNICATION) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, sistem komunikasi nirkabel (wireless) sedang berkembang sangat pesat dalam dunia telekomunikasi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah user (pengguna

Lebih terperinci

PENENTUAN CAKUPAN DAN KAPASITAS SEL JARINGAN UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS)

PENENTUAN CAKUPAN DAN KAPASITAS SEL JARINGAN UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) PENENTUAN CAKUPAN DAN KAPASITAS SEL JARINGAN UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) Herlinawati Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung ABSTRACT The migration communication system second generation

Lebih terperinci

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse. I. Pembahasan 1. Frequency Reuse Frequency Reuse adalah penggunaan ulang sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau beberapa sel lainnya. Jarak

Lebih terperinci

ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA

ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA Andi Chaerunisa Utami Putri 1), Uke Kurniawan Usman 2), Sigit Puspito Wigati Jarot 3) 1),2),3

Lebih terperinci

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 A-31 Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced Theresia

Lebih terperinci

Analisa Tekno-Ekonomi Perencanaan Teknologi Long Term Evolution (LTE) di Kota Tasikmalaya

Analisa Tekno-Ekonomi Perencanaan Teknologi Long Term Evolution (LTE) di Kota Tasikmalaya Jurnal Rekayasa Elektrika Vol. 9, No. 4, Oktober 2011 159 Analisa Tekno-Ekonomi Perencanaan Teknologi Long Term Evolution (LTE) di Kota Tasikmalaya Hesti Susilawati, Widhiatmoko H.P. dan Taufik Faturohman

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz Achmad Reza Irianto 1, M. Fauzan Edy Purnomo. S.T., M.T. 2 Endah Budi Purnomowati,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 800 MHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) 1 ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) Siska Dyah Susanti 1, Ir. Erfan Achmad Dahlan, MT. 2, M. Fauzan Edy Purnomo. ST.,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DATA. Gambar 4.1 Tampilan pada Wireshark ketika user melakukan register. 34 Universitas Indonesia

BAB 4 ANALISA DATA. Gambar 4.1 Tampilan pada Wireshark ketika user melakukan register. 34 Universitas Indonesia BAB 4 ANALISA DATA Pada bab ini akan dibahas hasil pengukuran data dari layanan IMS pada platform IPTV baik pada saat pelanggan (user) di home network maupun pada saat melakukan roaming atau berada pada

Lebih terperinci

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA TEKNOLOGI AMPS Analog mobile phone system(amps) dimulai

Lebih terperinci