IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Hasil Belajar Pretest Kelas Van Hiele dan Bruner

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Perkembangan Moral Kognitif Akuntan Dan Permasalahan Akuntansinya Saat ini profesi akuntan menjadi sorotan tajam

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji perbedaan yang dilakukan adalah menguji rata-rata N-Gain hasil belajar ranah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1 SDN Mangunsari 07 Salatiga Eksperimen % 2 SDN 03 Karangrejo Kontrol

BAB IV HASIL PENELITIAN. hanya pada ranah kognitif. Tes hasil belajar sebelum diperlakukan diberi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kemampuan pemahaman matematik siswa dan data hasil skala sikap.

BAB IV HASIL PENELITIAN

5. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

5. ANALISIS HASIL DAN INTERPRETASI DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Uji Perbedaan. Group Statistics. Independent Samples Test

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah. Jumlah Seluruhnya 60. Tabel 10.

III. METODELOGI PENELITIAN. sebagaimana yang diharapkan. Adapun yang dimaksud dari desain penelitian

4.1 Karakteristik Responden

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 2012/2013. SMP Negeri 3 Kaloran terletak 6 KM dari pusat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dibangun pada tahun 1975 dan pada tahun 1976, P.T Timatex salatiga diresmikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMP Negeri 3 Camba Kabupaten Maros. Data-data yang dianalisis adalah data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penalaran matematis siswa dan data hasil skala sikap. Selanjutnya, peneliti

Hasil Uji Validitas Skala CPRS (Conduct Problem Risk Screen)

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Statistics. BWTsebelum1 BWTsesudah1 BWTselisih1 BWTsebelum2 BWTsesudah2 BWTselisih2. N Valid

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pengujian Hipotesis Data Bimbingan Kelompok Berbasis

BAB IV PELAKSANAAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Semua partisipan dalam penelitian ini berjenis kelamin wanita dan berusia

III. METODE PENELITIAN Instrumen Pengukuran Instrumen yang disusun oleh Rest (1987) berdampak besar bagi penelitian dalam penilaian moral (Tarigan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. terhadap hasil belajar siswa kelas VII pada materi Himpunan MTs Aswaja

I. PENDAHULUAN Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang ada saat ini melibatkan profesi akuntan. Sorotan yang diberikan kepada

Proporsi pneumonia yang terpajan periodontal 41 OR = = = 0,21 Proporsi tidak pneumonia yang terpajan periodontal 193

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL

BAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN. Penggunaan analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran data yang akan

BAB 4 ANALISIS HASIL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS PENELITIAN Profil Partisipan Pada pengambilan data di lapangan, peneliti memperoleh partisipan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LEVEL PERKEMBANGAN MORAL KOGNITIF AKUNTAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS PADA SAAT MENGHADAPI DILEMA ETIS

Kelompok Tes Ketegori Rata-rata Simpangan Baku Pretes 5,38 1,44 Kelompok Postes 7,69 1,25 Eksperimen Hasil Latihan 2,31 0,19 Kelompok Kontrol

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini dimulai pada tanggal 16 sampai 30 januari 2017 di SMPN 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan

Tabel 18 Deskripsi Data Tes Awal

Uji Perbandingan Rata-Rata

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5. ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Obyek dan Subyek Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUKURAN VERTICAL JUMP

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

QUISIONER PENELITIAN

HASIL PENELITIAN. Analisis Deskriptif

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 4 Non Equivalent Control Group Design Kelompok Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen 1 X 1.2 X 1.1 Y 1 Eksperimen 2 X 2.2 X 2.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Validitas & Reliabilitas (Sert)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DUKUNGAN SOSIAL. Item-Total Statistics

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Propinsi Jawa Tengah.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS HASIL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subjek penelitian ini terdiri dari siswa kelas 7 D sebagai kelas validitas, kelas 7

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1. Angket Motivasi Berolahraga Berdasarkan Olahraga Kompetisi Dan Olahraga Rekreasi. Angket Penelitian

BAB IV ANALISIS DATA. Kebajikan Anak-Anak Yatim Kuching, Sarawak, Malaysia. sampel berpasangan. Prosedur Paired Samples Uji T digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami stres kerja, namun demikian gejala stres kerja tidak muncul dalam

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Data Deskriptif Penelitian ini menggunakan dua group subyek yaitu auditor internal yang disebut sebagai group AI dan auditor eksternal yang disebut sebagai group AE. Jumlah subyek untuk masing-masing group adalah 50 orang sehingga total dari subyek sebanyak 100 orang. Sebelum menganalisis kedua subyek tersebut dilakukan uji normalitas atas skor DIT (P- Score) yang diperoleh dari kedua subyek. Uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk karena merupakan data dengan jumlah sampel kecil yaitu kurang dari atau sama dengan 50 sampel. Hasil uji normalitas pada Tabel 1 menunjukkan bahwa baik variable AI dan AE merupakan data yang terdistribusi dengan normal (pvalue > 0,05) yaitu 0,557 dan 0,130. Tabel 1 Tabel Uji Normalitas Shapiro-Wilk Group Statistik Df Signifikansi P-SCORE AI 0,980 50 0,557 P-SCORE AE 0,964 50 0,130 Sumber: Data Lampiran Hasil Uji Normalitas Tabel Tests of Normality P-Score AI dan AE Data variable-variabel yang digunakan untuk menganalisis lebih lanjut dijabarkan pada tabel ringkasan informasi demografi (Tabel 2). Variabel gender diwakili oleh jenis kelamin yaitu pria dan wanita. Rentang umur dibagi

berdasarkan tahapan karir seseorang oleh Dessler (2008) yang meliputi tahap eksplorasi (15-24 tahun), tahap perkembangan (24-44 tahun) yang dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap trial (24-30 tahun) dan tahap stabilitas (30-41 tahun), tahap pemeliharaan (45-65 tahun), dan umur lebih dari 65 tahun merupakan tahap seseorang mengalami penurunan dalam karir. Sehingga rentang umur yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam empat rentang yaitu umur 21-24 tahun (tahap eksplorasi), 25-30 tahun (tahap trial), 31-44 tahun (tahap stabilitas), dan 45-65 tahun (tahap pemeliharaan). Sama halnya dengan variabel masa kerja pembagian mengikuti rentang waktu yang digunakan oleh Purba dan Seniati (2004) dan Kaur et al. (2010) berdasarkan penelitian oleh Morrow & McElroy (1987). Rentang masa kerja ini dibagi menjadi tiga tahap karir yaitu tahap lanjutan ( 2 tahun), tahap perkembangan (2-10 tahun), dan tahap pemeliharaan (> 10 tahun). Sedangkan tingkat pendidikan hanya dibagi menjadi dua kelompok yaitu auditor yang berpendidikan diploma (D1 dan D3) dan sarjana (S1, S2, dan S3). Pembagian kelompok tingkat pendidikan ini berdasarkan perbedaan arahan pendidikan yang diberikan. Pendidikan diploma merupakan pendidikan yang diberikan bekal keterampilan untuk menjadi praktisi atau sejenisnya (pendidikan vokasi), sedangkan

sarjana diarahkan untuk menjadi akademisi atau ahli (pendidikan akademi). Dalam penelitian ini menduga adanya pengaruh dari perbedaan tingkat pendidikan tersebut terhadap level perkembangan moral kognitif seseorang. Tabel 2 Tabel Ringkasan Informasi Demografi Group Auditor Internal Auditor Eksternal Variabel Interval Frekuensi (%) Frekuensi (%) JENIS Pria 31 6 27 54 KELAMIN Wanita 19 38 23 46 UMUR 21-24 8 16 9 18 25-30 31 62 23 46 31-44 10 20 12 24 45-65 1 2 6 12 MASA KERJA TINGKAT PENDIDIKAN Sumber: Data Olah Primer 2015 2 tahun 19 38 15 30 2-10 tahun 30 60 25 50 > 10 tahun 1 2 10 20 Diploma 18 36 0 0 S1 32 64 50 100 Uji Hipotesis Setelah melakukan uji normalitas terhadap data P-Score, maka dilakukan uji hipotesis. Langkah awal pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji beda Independent Sample T-Test. Hasil uji beda kedua group dapat dilihat pada Table 4.2.1 yang menunjukkan bahwa rata-rata P- Score auditor internal (AI) lebih tinggi daripada rata-rata P- Score auditor eksternal (AE) yaitu 37,74.

Tabel 3 Statistik Deskriptif P-Score AI dan AE GROUP N Mean Std. Std. Error Deviation Mean P-SCORE AI 50 37,74 4,66778 0,66012 P-SCORE AE 50 32,76 6,07625 0,85931 Sumber: Data Lampiran Hasil Uji Hipotesis Tabel Group Statistics P-Score AI dan AE Sedangkan nilai signifikansi 0,016 menunjukkan bahwa kedua group tersebut memiliki data yang tidak homogen (Tabel 4). Oleh karena itu analisis uji beda rata-rata menggunakan Equal Variance Not Assumsed. Hasil uji beda menyatakan bahwa kedua group tersebut memiliki perbedaan dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0.000. Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis 1 Sig. (2- Mean Std. Error F Sig. t df tailed) Difference Difference P-SCORE 6,066 0,016 4,596 91,895 0,000 4,98000 1,08360 Sumber: Data Lampiran Hasil Uji Hipotesis Tabel Independent Samples Test P-Score AI dan AE Hasil uji tersebut dapat membuktikan bahwa H1 dapat diterima karena selain terdapat perbedaan di antara group auditor internal dan auditor eksternal, nilai rata-rata P-Score dari AI lebih tinggi daripada AE. Dengan demikian dinyatakan bahwa auditor internal mencapai perkembangan moral kognitif lebih tinggi daripada auditor eksternal dalam pengambilan keputusan etis pada saat menghadapi dilema etis.

Perbedaan level perkembangan moral kognitif tersebut juga dapat dilihat melalui deskriptif data yang menunjukkan nilai minimun P-Score adalah 22 dan nilai maksimumnya adalah 49. P-Score tersebut dibagi menjadi tiga rentang interval yaitu P-score rendah, sedang dan tinggi. Auditor internal memiliki nilai prosentase P-Score lebih tinggi dari auditor eksternal pada rentang sedang dan tinggi seperti tabel di bawah ini. Tabel 5 Perhitungan Prosentase P-Score AI dan AE P-SCORE AI (%) AE (%) 22-31 (Rendah) 5 10 24 48 31-40 (Sedang) 30 60 20 40 40-49 (Tinggi) 15 30 6 12 Sumber: Data Olah 2015 Hal ini menjelaskan bahwa keputusan yang diambil oleh auditor internal selain mengedepankan aturan-aturan yang berlaku juga melibatkan hati nurani karena secara emosional terlibat langsung dengan perusahaan dimana ia bekerja. Auditor internal yang menjadi bagian integral di sebuah perusahaan, tentunya akan lebih memahami situasi perusahaan tersebut. Mengingat juga peran auditor internal yang berkembang di dalam perusahaan tidak hanya sebagai pengawas dan konsultan namun juga sebagai katalisator (IIA, 2014). Sehingga auditor internal bertindak sesuai dengan pertimbangan yang lebih cermat akan fakta dan bertindak

secara mendalam dengan pertimbangan yang lebih bertanggungjawab secara etis (Hartman dan DesJardins, 2011). Hal inilah yang mengakibatkan munculnya rasa toleransi atas dasar pertimbangan hati nurani (Rindjin, 2004). Sedangkan auditor eksternal memiliki tingkat yang lebih rendah bukan berarti tidak melibatkan dimensi hati nurani dalam pengambilan keputusan. Namun karena merupakan pihak yang tidak terlibat emosional secara langsung dengan perusahaan yang diaudit dan harus menjunjung tinggi independensi maka mereka lebih mengutamakan peraturan yang berlaku daripada rasa toleransi dengan menggunakan pertimbangan hati nurani. Hasil ini membuktikan teori perkembangan moral Kohlberg bahwa pada tahapan tertinggi (tahap 5A, 5B, dan 6) menempatkan tidak hanya aturan-aturan yang berlaku namun juga hati nurani dalam mempertimbangkan suatu keputusan. Selain itu menegaskan bahwa seseorang yang memiliki nilai P-Score lebih tinggi semakin mendekati karakteristik moral yang etis. Rest et al. (1999) menyatakan bahwa individu yang memiliki level perkembangan moral lebih tinggi dapat membuat keputusan yang lebih etis. Mereka yang mencapai perkembangan moral lebih tinggi mempunyai kemampuan yang lebih baik daripada level di bawahnya dalam

mempertimbangkan, melihat segala sesuatu lebih luas, dan mampu mempertahankan keputusan moral. Selanjutnya, hasil nilai P-Score auditor eksternal yang lebih rendah dari auditor internal memberi kemungkinan bahwa auditor eksternal lebih menekankan pertimbangan moralnya pada tahapan (tahapan 3 dan 4) selain tahapan 5 dan 6 perkembangan moral Kohlberg. Dengan kata lain auditor eksternal lebih menekankan pertimbangan moralnya pada tahap conventional daripada tahap postconventional pada saat menghadapi dilema etis. Perbedaan karakteristik, peran dan tanggung jawab utama auditor internal dengan auditor eksternal dapat pula menyebabkan perbedaan pada perkembangan moral kognitif diantara keduanya. Karakteristik secara konseptual yang membedakan auditor internal dan eksternal adalah pihak yang memilih mereka; auditor eksternal mewakili pihak luar, dan auditor internal mewakili kepentingan perusahaan (Hall, 2007). Saat ini peran auditor internal semakin berkembang yang tidak hanya sebagai pengawas dan konsultan namun juga sebagai katalisator dalam perusahaan (ACIIA, 2014; IIA, 2014). Auditor eksternal bertanggungjawab untuk memberikan opini atas kewajaran pelaporan keuangan perusahaan. Sedangkan auditor internal tidak saja bertanggung jawab terhadap pengendalian internal pelaporan keuangan, namun

juga melakukan evaluasi desain dan implementasi pengendalian internal, manajemen resiko dan governance dalam memastikan pencapaian tujuan perusahaan (Suciu, 2008). Tanggung jawab auditor internal sebagai bagian integral perusahaan memegang peranan penting dalam pencapaian visi dan misi perusahaan. Independensi dari auditor eksternal merupakan representatif dari profesi yang bebas, legal dan sesuai undang-undang (Suciu, 2008), dimana auditor eksternal harus independen dari klien, organisasi, dan merupakan independensi yang khusus untuk memenuhi unsur profesi. Sedangkan indepedensi dari auditor internal bersifat relatif (Suciu, 2008), dimana auditor internal memiliki independensi dari kegiatan yang diaudit. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan memunculkan pertimbangan dari hati nurani (rasa toleransi) pada auditor internal pada saat menghadapi konflik audit. Bagaimanapun fokus dan orientasi auditor internal adalah untuk kepentingan masa depan perusahaan, sehingga auditor internal akan berusaha untuk membantu tercapainya visi dan misi perusahaan dimana ia bekerja. Dengan demikian pertimbangan yang diambil oleh auditor internal akan lebih mendalam untuk mencapai keputusan yangetis bagi kebaikan dan kelangsungan hidup perusahaan.

Variabel-variabel yang diduga dapat mempengaruhi perkembangan moral kognitif auditor yaitu gender yang diwakili oleh jenis kelamin dan tingkat pendidikan dilakukan juga uji beda Independent Sample T-Test. Sedangkan untuk variabel umu rdan pengalaman bekerja yang diwakili oleh masa kerja, dilakukan uji ANAVA 2 Jalur untuk menguji rata-rata lebih dari dua sampel berbeda yang berkorelasi dan memiliki pembagian group dengan karakteristik khusus. Tabel 6 Hasil Uji Hipotesis Variabel-Variabel Berpengaruh VARIABEL PENGUJIAN F Sig. t df Sig. (2-tailed) Gender Uji beda 0,040 0,841 1,496 98 0,138 Umur Uji anava 4,785 0,004 3 P-SCORE Pengalaman Uji anava 3,944 0,023 2 Tingkat pendidikan Uji beda 0,053 0,818-0,939 98 0,350 Sumber: Lampiran Data Olah 2015 Dari SPSS Dengan menggunakan uji Independent Samples T-Test, hipotesis kedua diuji apakah level perkembangan moral kognitif dipengaruhi secara signifikan oleh perbedaan gender subyek. Pada Tabel 6 menunjukkan signifikansi uji F sebesar 0,841 maka kedua group gender merupakan data yang homogen, oleh karena itu beda rata-rata menggunakan Equal Variance Assumsed. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan tidak adanya pengaruh variable gender terhadap level

perkembangan moral kognitif seseorang dengan signifikansi uji t lebih besar dari 0,05 yaitu 0,138. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa wanita memiliki perkembangan moral kognitif yang lebih tinggi daripada pria seperti penelitian yang dilakukan oleh Eynon et al. (1997), White Jr (1999) dan Izzo (2000). Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh faktor tersebut. Hal ini menyatakan bahwa gender (wanita) tidak dapat menjadi ukuran seseorang memiliki level perkembangan moral kognitif yang lebih tinggi dari yang lain (pria). Hasil uji ANAVA 2 Jalur (Tabel 6) diketahui bahwa adanya pengaruh variable umur dengan nilai signifikansi 0,04 (<0,05). Sehingga dapat dikatakan bahwa umur seseorang mempengaruhi perkembangan moral kognitif seseorang pada saat diperhadapkan dengan dilema dalam pengambilan keputusan etis. Kohlberg menemukan bahwa perkembangan moral seorang anak berlangsung menurut enam tahap atau fase, tetapi tidak setiap anak berkembang sama cepat, sehingga tahap-tahap itu tidak dengan pasti dapat dikaitkan dengan umur tertentu (Bertens, 2011). Dengan kata lain Kohlberg menyatakan bahwa umur seseorang tidak dapat secara pasti menentukan keberadaan tahapan perkembangan moral kognitif

seseorang. Namun dalam penelitian ini menemukan bahwa dengan bertambahnya umur dan kedewasaaan seseorang meningkatkan pula tanggung jawabnya (Izzo, 2000), sehingga seseorang dapat mencapai tahapan tertinggi perkembangan moral Kohlberg. Hipotesis selanjutnya adalah apakah level perkembangan moral kognitif dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat pengalaman kerja subyek. Hasil pengujian pengalaman kerja (Tabel 6) dilakukan dengan uji ANAVA 2 Jalur yang membuktikan adanya pengaruh antara level perkembangan moral kogintif dengan tingkat pengalaman kerja seseorang. Dalam penelitian ini menemukan adanya pengaruh pengalaman kerja terhadap perkembangan moral kognitif seseorang. Hasil pengujian tersebut bertentangan dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Tarigan dan Satyanugraha (2005) dan White Jr (1999) yang menyatakan bahwa pengalaman kerja seseorang tidak mempengaruhi level perkembangan kognitif seseorang. Pengalaman seseorang dapat menjadi sumber pengetahuan untuk mengembangkan moral kognitif yang ada dalam diri seseorang. Semakin banyak pengalaman yang dialami seseorang akan memberikan banyak pelajaran dalam mempertimbangkan suatu keputusan yang lebih etis.

Berikutnya adalah pengujian pengaruh variabel tingkat pendidikan terhadap level perkembangan moral kognitif. Pengujian tersebut dilakukan dengan Independent Samples T- Test. Data yang digunakan dalam uji ini merupakan data yang homogen. Melihat Tabel 6 faktor tingkat pendidikan ternyata tidak ditemukan adanya pengaruh terhadap level perkembangan moral kognitif dengan nilai signifikan 0,350 (Equal Variances Assumsed). Sehingga H5 dalam penelitian ini tidak dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya level perkembangan moral kognitif individu pada saat mengambil keputusan dalam dilema etis tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan individu. Adanya perbedaan pemahaman peraturan perundangan (Hidayat dan Handayani (2010) dapat menyebabkan seseorang menginterpretasikan konflik audit berbeda dengan yang lainnya. Tingkat pendidikan yang tinggi tidak serta merta meningkatkan pemahaman tentang konflik audit. Sehingga meskipun tingkat pendidikan seseorang tinggi belum tentu ia memiliki perkembangan moral kognitif yang tinggi dan dapat mengambil keputusan yang etis.