Farah Penatalaksanaan Katarak Kongenital pada Anak Perempuan Usia 4 Tahun yang Terinfeksi Rubella

dokumen-dokumen yang mirip
SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lahir (Ilyas S, 2006). Orang tua akan menyadari untuk pertama kali dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI

LAPORAN KASUS GLAUKOMA KRONIK

Katarak adalah : kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur, penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara)

Additional Intraocular Surgery after Pediatric Cataract Surgery

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi tugas dan Melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal

berkas cahaya, sehingga disebut fotoreseptor. Dengan kata lain mata digunakan

Katarak Pediatrik: Profil Klinik dan Faktor Determinan Hasil Terapi. Pediatric Cataract: Clinical Profile and Outcomes Determinant

Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju

INFEKSI RUBELLA DAN BAHAYANYA PADA KEHAMILAN ( STUDI PUSTAKA )

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PTIRIASIS VERSIKOLOR

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

ABSTRAK PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN KATARAK PADA RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA TAHUN 2015

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KATARAK SENIL DAN KOMPLIKASI KEBUTAAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2011

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

PANDUAN PELAYANAN KLINIS PUSKESMAS PEKAUMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengetahuan ibu hamil, kurangnya Antenatal Care (ANC), diabetes

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Congenital rubella syndrome (CRS) adalah kumpulan kelainan kongenital yang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, fungsional dan metabolik yang ada sejak lahir. 1 Dalam sumber yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ibu selama kehamilan. Ketika ibu hamil mendapatkan infeksi virus rubella maka

CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

SKRIPSI PROFIL KATARAK SENILE PRE-OPERATIF DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA PERIODE BULAN NOVEMBER 2014 SAMPAI DENGAN APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti

PROPORSI PENGGUNAAN TEKNIK BEDAH DAN MORTALITAS PENYAKIT GASTROSCHISIS DI RSUP SANGLAH PADA TAHUN

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

HUBUNGAN ANTARA RISIKO TERJADINYA KATARAK SEKUNDER DENGAN BERBAGAI TEKNIK OPERASI KATARAK DI RSUD dr.saiful ANWAR MALANG PERIODE JANUARI DESEMBER 2008

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAFAKOEMULSIFIKASI ANTARA PASIEN KATARAK SENILIS EMETROP DAN MIOPIA DERAJAT TINGGI DI RSUD DR.

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

Ambliopia anisometropia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

QUINOLONE TOXICITY EKA BUDI UTAMI

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi

Angka kejadian ambliopia pada usia sekolah di SD Negeri 6 Manado

Campak-Rubella (MR) Sayangi buah hati Anda dengan Imunisasi

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

WHO : Prevalensi Kebutaan : 1. < 0.5 % Clinical Problem % % PH Problem 3. > 1 %

PROFIL GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT KATARAK SENILIS PRE OPERASI DI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan

KLINIK MATA PANGKALAN BUN Dr.AGUS ARIYANTO,SpM

JST Kesehatan, Januari 2015, Vol.5 No.1 : ISSN

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SILABUS BLOK MATA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET TAHUN 2014

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak

Perbedaan Tajam Penglihatan Pra dan Pasca Bedah Katarak dengan Uveitis

BAB I PENDAHULUAN. kacamata. Penggunaan lensa kontak makin diminati karena tidak mengubah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Berdasarkan WHO (2012), rubela adalah penyakit. infeksi virus RNA yang menular dan belum ada pengobatan

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

Presentasi Kasus Spinal Cord Injury

TATALAKSANA TRAUMA PADA MATA No.Dokumen No. Revisi 00

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah system optic yang memfokuskan berkas cahaya pada foto

Author : Aulia Rahman, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UNRI (

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

Nama Jurnal : European Journal of Ophthalmology / Vol. 19 no. 1, 2009 / pp. 1-9

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER PASCA OPERASI IRIDEKTOMI PERIFER DAN LASER IRIDOTOMI PADA GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP AKUT PERIODE 1 JANUARI 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO)

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

BAB I PENDAHULUAN. nekrosis, dan terganggunya keseimbangan normal serabut-serabut lensa. uveitis, retinitis pigmentosa, dan kebutaan (Ilyas, 2010).

Pendahuluan. Etiologi dan Epedimiologi

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu

Transkripsi:

Penatalaksanaan Katarak Kongenital pada Anak Perempuan Usia 4 Tahun yang Terinfeksi Rubella Farah Bilqistiputri Faculty of Medicine, Universitas Lampung Abstrak Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang terjadi sebelum perkembangan refleks fiksasi terjadi yaitu sebelum usia 2-3 bulan. Katarak kongenital bertanggung jawab sekitar 10% dari seluruh kehilangan penglihatan pada anak. Di Inggris, setiap tahunnya terdapat 200-300 kasus bayi lahir dengan katarak kongenital. Di Indonesia belum ada data signifikan tentang katarak kongenital. Pada laporan kasus ini data primer didapatkan dari auto maupun alloanamnesis. Anak perempuan C, 4 tahun, 17kg, terinfeksi rubella, dengan katarak kongenital okuli sinistra dan pseudofaki okuli dekstra. Dilakukan pembedahan dengan phacoemulsifikasi okuli sinistra dan pemasangan lensa intraokular. Hasil visus membaik dengan tindakan operasi, namun tidak mencapai fungsi yang maksimal. Hal ini diakibatkan karena proses pembedahan yang baru dilakukan saat usia 4 tahun, sehingga macula tidak berkembang secara maksimal. Simpulan, tatalaksana pembedahan dengan phacoemulsifikasi dengan pemasangan lensa intraocular memberikan kemajuan penglihatan pada katarak kongenital. Kata kunci: katarak kongenital, phacoemulsifikasi, rubella Management of Congenital Cataract on 4 th Years Girl Rubella Infected Abstract Congenital cataract is a clouding lens that occurs before the development of fixation reflex occurs on age of 2-3 months. Congenital cataracts are responsible for about 10% of all vision loss in children. In the UK, every year there are 200-300 cases of babies born with congenital cataracts. In Indonesia, there has been no significant data on congenital cataract. In this case report, the primary data obtained from the auto and alloanamnesis. A girl, 4 years old, 17kg, infected by rubella, had a congenital cataracts of left oculi and pseudophakia of right oculi. Management of this case is by phacoemulsification surgery with intraocular lens implantation of left oculi. The results improved vision with surgery, but did not achieve full functionality. This is caused by the new surgical procedure done at the age of 4 years, so the macula does not develop optimally. Conclusion, phacoemulsification surgery with intraocular lens implantation has an improved vision on congenital cataract. Keywords: congenital cataract, phacoemulsification, rubella Korespondensi: Farah Bilqistiputri, S.Ked, alamat Jl. Soemantri Brodjonegoro No. 1, HP 081295949040, e-mail bilqistiputri_farah@yahoo.com Pendahuluan Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang terjadi sebelum perkembangan refleks fiksasi terjadi yaitu sebelum usia 2-3 bulan. Kelainan lensa pada anak meliputi kekeruhan, kelainan bentuk, ukuran, lokasi, dan gangguan perkembangan lensa, juga dapat menyebabkan kerusakan penglihatan pada anak. 1 Katarak kongenital bertanggung jawab sekitar 10% dari seluruh kehilangan penglihatan pada anak, dan diperkirakan 1 dari 250 bayi lahir memiliki beberapa bentuk katarak. Di Inggris, setiap tahunnya terdapat 200-300 kasus bayi lahir dengan katarak kongenital. 2,3 Prevalensi katarak kongenital dan infantile pada negara berkembang sekitar 2-4 tiap 10.000 kelahiran hidup. 4 Sedangkan di Indonesia sendiri, belum ada data yang signifikan tentang angka kejadian katarak kongenital. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganan yang kurang tepat. Penatalaksanaan katarak kongenital meliputi tindakan pembedahan baik dengan atau tanpa pemasangan lensa intraokular, dilakukan untuk mendukung fungsi penglihatan yang berkembang secara normal. Jika penyebabnya diketahui, maka dilakukan pengobatan terhadap penyebab terjadinya katarak kongenital. 5,6,7 Kompetensi dokter umum pada kasus katarak adalah level 3A (dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan), dan dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang

relevan. Oleh karena itu pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai kasus katarak kongenital dan pembahasannya, sehingga diharapkan sebagai dokter umum, kita dapat mengenali secara dini katarak kongenital, dengan harapan dapat segera dilakukan penanganan sehingga mencegah komplikasi penglihatan yang timbul. Kasus Anak C, perempuan, 4 tahun, berat badan 17 kg, datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek pada tanggal 14 Januari 2014. Pasien datang dengan keluhan penurunan penglihatan mata kanan dan kiri sejak lahir, tanpa disertai mata merah. Orang tua pasien mengatakan bahwa sebelumnya terdapat bercak putih di bagian tengah kedua mata pasien, tidak hilang saat berkedip. Ketika pasien berusia 4 tahun, bercak tersebut tidak kunjung hilang bahkan seakan-akan semakin membesar. Pasien juga dikeluhkan kurang respon dengan sekitar dan saat melihat seringkali tidak fokus. Saat pasien memeriksakan kesehatan rutin ke posyandu, orang tua pasien disarankan untuk membawa pasien ke dokter mata. Tidak ada keluhan mata merah, berair, dan belek. Pasien merupakan anak pertama, Ibu pasien rutin melakukan Antenatal Care (ANC) saat kehamilannya setiap 2 bulan, dan tidak ada keluhan ketika kehamilan. Ibu pasien tidak memiliki riwayat konsumsi obat-obatan atau jamu selama hamil kecuali suplemen dari bidan. Pasien lahir cukup bulan, persalinan normal di bidan, dengan berat badan 2900 gram, serta tidak terdapat riwayat hambatan saat persalinan. Saat pertama kali datang yaitu sekitar 2 bulan sebelumnya, pasien pernah disarankan untuk pemeriksaan laboratorium untuk rubella, dan hasilnya positif. Selain itu pasien sudah melakukan operasi untuk mata kanan 1 bulan sebelumnya di RS Abdul Moeloek, dan datang untuk rencana operasi kedua pada mata kiri. Pasien tidak memakan obat selain yang diberikan oleh dokter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: cukup baik, kesadaran: compos mentis, nadi: 120 kali/menit reguler, frekuensi nafas: 24 kali/menit. Pada pemeriksaan oftamologi didapatkan visus mata kanan 4/60 dan visus mata kiri 1/60. Lensa mata kanan jernih dengan adanya reflek kaca. Lensa mata kiri keruh dan tidak rata. serta tekanan intraokular (TIO) normal per palpasi. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil yang normal. Gambar 1. Mata kanan pasien, refleks cahaya positif Gambar 2. Mata kiri pasien, lensa keruh Pasien didiagnosis dengan katarak kongenital okuli s Pembahasan Gejala yang dikeluhkan oleh orang tua pasien pada kasus ini adalah adanya bintik putih pada mata serta pandangan kurang karena pasien yang sering tidak fokus. Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan lensa Okuli Dekstra (OD) jernih dengan adanya refleks kaca yang menandakan pseudofaki Okuli Sinistra (OS), yaitu adanya Intraocular Lens (IOL) yang telah dimasukkan saat operasi katarak mata kanan 1 bulan sebelumnya. Sedangkan mata kiri belum dilakukan tindakan operasi dengan terlihat OS keruh tidak rata. Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak kongenital adalah bila pupil terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini disebut dengan leukokoria. Bila katarak binokular, maka penglihatan kedua mata buruk sehingga orang tua biasanya membawa anaknya dengan keluhan anak kurang mampu melihat, tidak dapat fokus, atau kurang bereaksi terhadap sekitarnya. 8 J Medula Unila Volume 4 Nomor 1 November 2015 93

Selain itu, riwayat kehamilan dan persalinan pasien juga dapat menjadi informasi yang penting untuk terjadinya katarak kongenital ini, terutama riwayat rubella pada saat ibu pasien sedang mengandung. Sindrom rubella congenital memiliki hubungan yang besar dengan adanya gangguan pendengaran, kebutaan, dan gangguan intelegensia anakanak. 9,10 Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup. 11,12,13 Per definisi CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang di bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat bawaan (congenital defect) yang paling sering dijumpai ialah tuli sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular, dan retardasi mental. 11,14,15 Bila pada anamnesis tidak didapatkan adanya penyakit saat kehamilan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebabnya lebih lanjut. Pada kasus ini juga diharapkan adanya pemeriksaan tambahan berupa slit lamp, fundus reflex, funduskopi, USG mata, dan biometri. Pada pemeriksaan visus didapatkan visus okuli dekstra (VOD) 4/60 dan visus okuli sinistra (VOS) 1/60. Pada mata kanan, visus tidak terlalu mengalami kemajuan, hal ini merupakan penyulit yang dapat terjadi pada katarak congenital, dimana adalah makula lutea tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka biasanya visus tidak akan mencapai 5/5. 8 Bintik putih pada mata tersebut muncul sejak lahir. Hal ini menjelaskan bahwa proses kekeruhan katarak telah terjadi pada masa perkembangan janin intrauterin. Lensa mata berasal dari lapisan ektoderm permukaan, yang mengadakan invaginasi (lens pit) dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan membentuk vesikel lensa (lens vesicle). Segera setelah vesikel lensa terlepas dari ektoderm permukaan, sel-sel bagian posterior membentuk serat lensa primer (nukleus embrionik). Serat-serat lensa sekunder memanjang dari daerah ekuatorial dan tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsular, dan ke belakang di bawah kapsul posterior, membentuk nukleus fetal. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus namun dengan lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar secara lambat. Epitel lensa akan membentuk serat primer lensa secara terus menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa yang membentuk nukleus lensa. Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi pada saat pembentukan nukleus lensa, nukleus fetal, atau nukleus embrional, tergantung pada waktu stimulus karaktogenik atau di kutub anterior atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. 8 Katarak kongenital dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan beberapa kondisi, seperti abnormalitas kromosom, sindrom atau penyakit sistemik tertentu, infeksi kongenital, trauma, atau radiasi. 8,17 Faktor resiko yang ditemukan dari anamnesa pada kasus ini adalah riwayat infeksi intrauterin. Ibu pasien mengeluh sering keputihan yang gatal dan berbau. Sehingga terdapat kecurigaan adanya infeksi intrauterin pada ibu pasien. Ditambah lagi, pada pemeriksaan laboratorium, pasien terifeksi rubella. Penatalaksanaan katarak kongenital pada kasus ini adalah dilakukannya ekstraksi katarak dengan teknik phacoemulsifikasi, serta diberikan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai kondisi maupun rencana operasi baik tujuan, prosedur, dan komplikasinya. Katarak kongenital yang mengganggu penglihatan harus dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan pengeluaran lensa. 3 Operasi dilakukan dengan anestesi general dengan pertimbangan pasien masih dalam usia anak yang belum bisa kooperatif selama operasi berlangsung. Pada pasien yang dilakukan tindakan pembedahan, didapatkan hasil yang cukup baik dibandingkan yang tidak dilakukan tindakan pembedahan, dimana tindakan phacoemulsifikasi dengan J Medula Unila Volume 4 Nomor 1 November 2015 94

pemasangan IOL bermanfaat dan aman untuk kasus ini. 18 Namun follow up pasca operasi pun harus tetap dilakukan rutin dan bertahap. Monitoring paska operasi yang perlu diperhatikan antara lain mengenai perawatan luka, masalah infeksi, refraksi, dan ambliopia. Setelah operasi, mata mungkin akan terasa tidak nyaman dan gatal. Mata akan ditutup untuk beberapa hari untuk membantu proses penyembuhan dan melindunginya. Obat tetes mata antibiotik profilaksis segera dipakai setelah penutup mata dilepas, biasanya sehari setelah operasi hingga satu bulan pasca operasi. Jika mata masih terasa tidak nyaman, dapat dipertimbangkan pemberian analgetik. 19 Refraksi harus di periksa secara reguler, setidaknya setiap 4 bulan untuk anak yang berusia sampai 2 tahun, dan menjadi setahun sekali setelah berumur 5 tahun. 20,21 Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital akan menjadi ambliopia. Ambliopia merupakan gangguan perkembangan saraf sistem visual yang dikaitkan dengan gangguan penglihatan binokular sewaktu kanak-kanak. Gambaran retina menjadi buram oleh katarak, penglihatan tidak berkembang sebagaimana mestinya, dan otak tidak dapat menangkap sensitivitas informasi dari mata. Jika mata tidak pernah memiliki penglihatan yang jernih, maka tidak akan pernah melihat atau memandang secara benar dan dapat menyebabkan nistagmus. Jika penglihatan diperbaiki, nistagmus dapat membaik, jadi nistagmus pada anak-anak bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan. 23-25 Prognosis pada pasien ini baik quo ad vitam, quo ad sanationam, dan quo ad functionam, adalah dubia ad bonam. Prognosis visual untuk pasien katarak anak yang membutuhkan operasi tidak sebagus pada pasien dengan katarak senilis pada orang dewasa. Terjadinya amblyopia dan anomali nervus optik atau retina membatasi tingkat visus yang cukup bermakna. Prognosis untuk perbaikan ketajaman visus paska operasi lebih baik pada katarak kongenital bilateral tanpa komplikasi. 26 Simpulan Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang terjadi sejak pertumbuhan janin intrauterin. Katarak kongenital dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan beberapa kondisi, seperti abnormalitas kromosom, sindrom atau penyakit sistemik tertentu, infeksi kongenital, trauma, dan radiasi. Penatalaksanaan katarak kongenital meliputi tindakan pembedahan baik dengan atau tanpa pemasangan lensa intraokular, dilakukan untuk mendukung fungsi penglihatan yang berkembang secara normal. Jika penyebabnya diketahui, maka dilakukan pengobatan terhadap penyebab terjadinya katarak kongenital. Prognosis perbaikan ketajaman visus pascaoperasi lebih baik pada katarak congenital tanpa komplikasi. Daftar Pustaka 1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2011. 2. American Academy of Ophthalmology. Childhood cataracts and other pediatric lens disorders. Pediatric ophthalmology and strabismus; 2011. hlm. 245-62. 3. American Academy of Ophthalmology. Lens and Cataract; 2011. 4. Mutiarasari D, Handayani F. Katarak Juvenil. Inspirasi. 2011; 14: 37-50. 5. Joseph E. Management of Congenital Cataract. Kerala Journal of Ophthalmology.2006; 18(3): 224-230. 6. Vasavada A R, Nihalani B R. Pediatric cataract surgery, Curr.opin.ophthalmol. 2006; 17(1): 54-61. 7. Lambert S R, Lynn M J, Reeves R, Plager D A. Is there a latent period for surgical treatment of children with dense bilateral cong. Cataract JAAPOS. 2006; 10(1): 30-6 8. Paul Riordan-Eva dan John P. Whitcher. 2007. Childhood Cataract. Lens. Vaughan dan Asbury s General Ophthalmology 17 th Edition. chapter 8. The McGraw-Hill Companies. 9. Jivraj I, Rudnisky CJ, Tambe E, Tipple G, Tennant MTS. 2014Identification of Ocular and Auditory Manifestations of Congenital Rubella Syndrome in Mbingo. International Journal of Telemedicine and Applications. Volume Nov, Article ID 981312, 10. Dewan P and Gupta P. Burden of congenital rubella syndrome (CRS) in India: a systematic review. Indian Pediatrics. 2012; 49(5): 377 399. 11. Kadek, Darmadi S. Gejala Rubela Bawaan J Medula Unila Volume 4 Nomor 1 November 2015 95

(Kongenital) Berdasarkan Pemeriksaan Serologis dan Rna Virus. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2007; 13(2): 63-71 12. Department of Health and Human Services. Center for Disease Control and prevention. Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Disease. http://www.cdc.gov (Diakses Januari 2015). 13. Anonim. Rubella. http://www.cdc.gov/ nip/publications/pink/rubella.pdf (Diakses Januari 2015). 14. Reef S, Coronado V. Congenital Rubella Syndrome. http://www.eafblind.com/ crs.htlm (Diakses Januari 2015). 15. Anonim. The Delayed effects of Congenital Rubella Syndrome. http://www.sense.org. uk/publication/allpubs/rubella/r03.htm (Diakses Januari 2015) 16. Fkih, El L, Hmaied W, El Hif S, Moalla S, Marakchi S, Tabib N, Azzouz H. Congenital Cataract Etiology. Tunis Med. 2007; 85(12): 1025-1029. 17. Hussain, N. Congenital Rubella Syndrome. Professional Med Journal. 2006; 13(1): 11-16. 18. ML,Sugar A, Moroi SE. Phacoemulsification and intraocular lens placement in eyes with cataract and congenital coloboma: visual acuity and complications. Journal of Cataract and Refractive Surgery. 2000; 26( 7): 1035 1040. 19. Khurana, A.K. 2007. Disease of the Orbit. Comprehensive Ophthalmology. 4: 280-283. 20. Amon M. Surgical management challenges and clinical results of bimanual microincision phacoemulsification cataract surgery in children with congenital cataract. Nepal Journal Ophthalmol. 2011; 3(5): 3-8. 21. Bar-Sela SM, Spierer O, Spierer A. Suturerelated complications after congenital cataract surgery: Vicryl versus Mersilene sutures. Journal Cataract Refract Surgery. 2007; 33(2): 301-4. 22. Hamm LM, Black J, Dai S, Thompson B. Global processing in Amblyopia: A Review. Front. Psychol. 2012; 5: 583. 23. Yosrton D. Surgery for Congenital Cataract. Community Eye Health. 2004; 17(50). 24. Shah SM, Shah MA, Upadhyay PR, Bardoloi GB, Netralaya D. Strabismus in Cases of Cataract in Pediatric Age Group. Open Journal of Ophthalmology. 2013; 3: 19-23. 25. Lambert SR. Treatment of congenital cataract. British Journal Ophthalmology. 2004; 88(7): 854 855. 26. Kim DH, Kim JH, KimSJ, Yu YS. Long-term results of bilateral congenital cataract treated with early cataract surgery, aphakic glasses and secondary IOL implantation. Acta Ophthalmologica. 2012; 90(3): 231 236. J Medula Unila Volume 4 Nomor 1 November 2015 96