V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

dokumen-dokumen yang mirip
VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Dinamika cuaca tahun 2004 di Stasiun Sigimpu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Sudah lebih dari dua dekade terakhir banyak publikasi penelitian yang

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

Kebutuhan Informasi Perencanaan Sumberdaya Air dan Keandalan Ketersediaan Air yang Berkelanjutan di Kawasan Perdesaan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

PENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

ANALISIS DEBIT ANDALAN

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

SIMULASI DAMPAK PENGGUNAAN LAHAN AGROFORESTRY BERBASIS TANAMAN PANGAN PADA HASIL AIR DAN PRODUKSI PANGAN (Studi Kasus DAS Cisadane, Jawa Barat)

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

Lampiran 1 Lokasi dan kondisi Banjir Kota Bekasi (Lanjutan)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

kebutuhannya, masyarakat merambah hutan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian. Konversi hutan dan lahan juga dilakukan oleh kegiatan pembangunan

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT SUNGAI

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) seringkali tidak dapat diimplemetasikan secara optimal, karena

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

RINGKASAN DISERTASI. Oleh : Sayid Syarief Fathillah NIM 06/240605/SPN/00217

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Hulu DAS Kaligarang (Gunung Ungaran)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

Transkripsi:

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif simulasi perubahan luasan hutan, untuk melihat pengaruh perubahan luas hutan di Sub DAS Cisadane Hulu terhadap perubahan evapotranspirasi aktual, water yield dan debit sungai. Susunan skenario simulasi yang digunakan adalah seperti Tabel 15. Tabel 15. Simulasi luas hutan di Sub DAS Cisadane Hulu Luas Skenario Keterangan (Ha) A* (%) 0 Luas hutan kondisi saat ini 1.045 0,00 1 Penutupan lahan semuanya hutan 1.811 73,42 2 Tidak ada hutan, hutan existing menjadi semak belukar 3 Luas hutan bertambah, semak belukar dan lahan tegalan menjadi hutan 0-100,00 1.732 65,76 4 Lereng lahan < 25 % menjadi hutan 589-43,64 5 Lereng lahan >= 25 % menjadi hutan 1.223 17,05 6 Luas hutan bertambah, semak belukar, rumput ilalang / tanah kosong menjadi hutan 7 Luas hutan bertambah, semak belukar, rumput ilalang / tanah kosong dan kebun/perkebunan menjadi hutan 8 Luas hutan bertambah, lahan tegalan menjadi hutan 9 Lahan tegalan menjadi hutan, dan hutan menjadi lahan tegalan 10 Kebun perkebunan menjadi hutan, dan hutan menjadi semak belukar 1.523 45,76 1.641 57,13 1.137 8,89 93-91,11 116-88,89 Ket:*) Perubahan luas hutan terhadap kondisi existing; nilai negatif menunjukan luas hutan berkurang

72 Simulasi perubahan luas hutan terbagi menjadi dua bagian, yaitu luas hutan bertambah (skenario 1, 3, 5, 6, 7, 8) dan luas hutan berkurang (skenario 2, 4, 9, 10). Skenario 0 merupakan kondisi saat penelitian dilakukan. Perubahan luasan hutan (%) merupakan luas hutan simulasi relatif terhadap luas hutan kondisi awal. Skenario 1 menggambarkan luas hutan bertambah 73 % dari kondisi awal. Pada simulasi 2 menunjukkan luas hutan berkurang 100% dari kondisi awal, artinyaa tidak ada hutan samaa sekali; hutan berubah menjadi semak belukar. Perubahan luas hutan ini berasal dari perubahan jenis tutupan lahan semak belukar, lahan tegalan, kebun/perkebunan ataupun rumput/tanah kosong menjadi hutan atau sebaliknya. Model yang telah divalidasi, sebagaimanaa diuraikan pada BAB IV, digunakann untuk melakukan simulasi dampak perubahan luas hutan terhadap jumlah debit sungai, water yield dan evapotranspirasi aktual. Data prosentasee luasan hutan relatif terhadap luas DAS Cisadane Huluu secara lengkap disajikan Gambar 36. Luas FRST (Ha) 1750 1500 1250 1000 750 500 250 0 90.61 84.05 95.58 100.00 57.66 62.79 67.50 32.50 6.41 5.13 0.00 Skenario 10 9 2 4 0 8 5 6 7 3 1 1000 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Luas FRST / luas DAS (%) Gambar 36. Luas hutan dan persen luas pada berbagai alternatif simulasi

73 Hubungan Perubahan Luas Hutan terhadap Jumlah Run off Limpasan permukaan (run off) merupakan respon DAS terhadap curah hujan akibat perbedaan tutupan lahan. Dalam rangka melihat pengaruh luasan hutan terhadap run off, maka dari hasil simulasi terlihat bahwa hubungan antara luas hutan dalam suatu DAS terhadap run off bersifat linear negatif, artinya luasan hutan bertambah maka akan sangat signifikan dalam menurunkan total run off, sebaliknya juga berlaku berkurangnya luasan hutan dalam suatu DAS akan meningkatkan run off. Hubungan antara luasan hutan dalam Sub DAS Cisadane dengan limpasan permukaan sangat signifikan dengan nilai R 2 = 0,961, seperti ditunjukkan pada Gambar 37 Limpasan maksimum terjadi ketika tidak ada hutan. Bertambahnya proporsi luasan hutan dalam suatu DAS maka limpasan permukaan semakin menurun. Setiap bertambahnya 1 ha luasan hutan, limpasan permukaan berkurang 8,07 mm/tahun/ha hutan atau sebesar 8,06 juta m 3 /tahun. 2500 Jumlah SurQ/tahun (mm) 2000 1500 1000 500 0 SurQ = -8,0687FRST + 1892,9 R² = 0.961, n=11 FRST(%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Gambar 37. Hubungan luas hutan dengan jumlah run off di Sub DAS Cisadane Hulu Hubungan luasan hutan dengan tingkat kadar air tanah juga bersifat linier positif, sehingga luasan hutan dalam suatu DAS dapat meningkatkan kadar air tanah. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 38 di mana luasan hutan menyebabkan

74 kadar air tanah naik dari rata-rata 174,5 mm/th menjadi 187,5 mm/th dengan R 2 sebesar 0,66 dan hubungan antara luasan hutan dan kadar air tanah disajikan pada Gambar 38. 200 Jumlah SW/tahun (mm) 180 160 140 120 100 SW = 0,1322FRST + 174,51 R² = 0,6693, n=11 FRST (%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Gambar 38. Hubungan antara prosentase luas hutan dengan kadar air tanah (KAT) Perubahan Luas Hutan terhadap Evapotranspirasi Aktual Evapotranspirasi hutan sangat berpengaruh dalam mengendalikan air, karena evapotranspirasi hutan dikendalikan oleh luas daun (LAI). Umumnya nilai LAI hutan sangat besar umumnya di atas 3, sehingga hubungan antara laju evapotranspirasi aktual di Sub DAS Cisadane Hulu dengan luasan hutan bersifat linier positif dengan nilai R 2 = 0,679 seperti yang disajikan pada Gambar 39. Perubahan luasan penutupan lahan berupa semak belukar, sawah, lahan tegalan, dan sedikit kebun/perkebunan, jumlah evapotranspirasi aktualnya per tahun sekitar 679,89 mm (12,32 juta m 3 /tahun). Dengan bertambahnya luas hutan, jumlah evapotranspirasi aktualnya semakin meningkat. Setiap pertambahan 1 ha luas hutan, evapotranspirasi aktual bertambah 0,3393 mm/tahun (339,3 m 3 /th/ha), sehingga dengan adanya kenaikan konsumsi air sebesar 0,3393

75 mm/th/ha ternyata hutan mengurangi limpasan sebesar 8,07 mm/th, sehingga hutan sangat positif menyimpan air sebesar 7,73 mm/th/ha. 750 Jumlah ET/Tahun (mm) 700 650 600 550 500 ET = 0,3393FRST + 676,89 R² = 0,679, n=11 FRST (%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Gambar 39. Hubungan antara persen luas hutan dengan laju evapotarnspirasi aktual Luas Hutan terhadap Jumlah Aliran Air Tanah (ground water flow) Hubungan luasan hutan dengan ground water dalam suatu DAS bersifat linear positif seperti yang ditunjukkan oleh base flow dalam setahun terhadap proporsi luasan hutan R 2 =0,8502 seperti pada Gambar 40. Pada saat tidak ada hutan dengan penutupan lahan berupa semak belukar, sawah, lahan tegalan, dan sedikit kebun/perkebunan, jumlah base flow per tahun sebesar 130,73 mm. Dengan bertambahnya luas hutan, jumlah base flow semakin meningkat. Setiap pertambahan 1 ha luas hutan, menambah base flow bertambah 1,24 mm/ha atau 1.240 m 3 dalam setahun, sehingga grafik ini secara empiris membuktikan bahwa semakin banyak hutan semakin banyak air tanah yang akan memperbanyak mata air, dan meningkatkan cadangan mata air sehingga dengan demikian hutan adalah induk dari sungai dan menjaga ketersediaan mata air dalam suatu DAS.

76 Jumlah GWQ/tahun (mm) 300 250 200 150 100 50 0 GWQ = 1,2392*FRST + 130,73 R² = 0,8502 FRST(%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Gambar 40. Hubungan antar persen luas hutan terhadap jumlah base flow Kenaikan jumlah base flow akibat meningkatnya jumlah hutan akan diikuti dengan menurunnya rasio Qmax/Qmin rata-rata bulanan dalam suatu DAS. Pada saat hutan tidak ada rasio Qmax/Qmin sebesar 148,8 dan pada saat hutan 10% rasio Qman/Qmin akan menurun menjadi 47. Hal ini membuktikan bahwa hutan sangat berperan dalam menurunkan debit masimum dan menjaga debit minimum pada musim kemarau. Hubungan antara luasan hutan dan perbandingan Qmax/Qmin mempunyai nilai R 2 = 0,736 sebagaimana disajikan Gambar 41. Rata-rata Qmax/Qmin 250 200 150 100 50 0 FRST(%) Qmax/Qmin = -1,0128*FRST + 148,84 R² = 0,7363 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Gambar 41. Perbandingan Qmax/Qmin rata-rata bulan dan luas hutan

77 Pada kondisi tutupan hutan maksimum rasio Qmax/Qmin rataan bulanan adalah 41 dan apabila tidak ada hutan sama sekali, maka rasio Qmax/Qmin akan naik menjadi 149, sehingga terjadi hubungan linier negatif antara proporsi luas hutan dengan rasio Qmax/Qmin dengan nilai R 2 = 0,73. Setiap penebangan hutan (pengurangan luas hutan) 1 % hutan di DAS Cisadane Hulu akan menyebabkan menaikkan rasio 1,13 rasio Qmax/Qmin debit rata-rata bulanan, atau setiap penambahan hutan 1 ha menyebabkan pengurangan rasio Qmax/Qmin sebesar -1,012. Hubungan antara luasan hutan dan rasio base flow dan pada berbagai skenario disajikan pada Gambar 42. Hutan sangat berperan dalam mengendalikan limpasan, menaikan base flow karena pada kondisi hutan 100% maka rasio base flow dengan total debit dalam 1 tahun adalah 42,4% dan pada kondisi hutan 0% merupakan aliran base flow paling rendah dari seluruh skenario yang ada. 5.2.Simulasi Luas Tutupan Hutan di Sub DAS Gumbasa Skenario simulasi luas tutupan hutan di Sub DAS Gumbasa dilakukan dengan 10 ulangan simulasi perubahan luasan hutan alam (FRSE) dengan memperhatikan hasil validasi dan kalibrasi sebelumnya. Skenario perubahan tutupan lahan secara lengkap disajikan pada Tabel 16. Proses warming up model menggunakan data Tahun 2001-2003 dan kalibrasi menggunakan data Tahun 2004. Hubungan antara luasan hutan dengan debit di Sub DAS Gumbasa secara lengkap disajikan pada Gambar 43.

78 Skenario 1 (Hutan 100 %) rasio baseflow 42,,4 % Skenario 0 (luas hutan 55,6 %, existing) rasio base flow 30,3 % Skenario 2 (luas hutan 0 %) rasio baseflow 26,9 % Gambar 42. Perbandingan rasio base flow dan direct run off pada berbagai skenario luasan hutan

79 Tabel 16. Luas tutupan hutan pada berbagai simulasi di Sub DAS Gumbasa No Simulasi Luas Hutan (Ha) Rasio (%) 0 Kondisi Existing hutan every green 88.152 71,6 1 Semua lahan menjadi hutan every green kecuali tubuh air 119.235 96,9 2 Hutan ever green menjadi semak belukar 0 0,0 3 Hutan ever green hanya terdapat di lahan dengan lereng >25% 56.675 46,0 4 Hutan ever green hanya terdapat diketinggian > 1000 m 76.657 62,3 5 Hutan ever green hanya terdapat diketinggian > 2000 m 1.978 1,6 6 Hutan ever green hanya terdapat diketinggian < 2000 m 86.164 70,0 7 Hutan ever green hanya terdapat diketinggian < 1000 m 11.486 9,3 8 9 10 Hutan every green hanya terdapat di lahan dengan lereng <25 % 31.467 25,6 Kebun/perkebunan berubah menjadi hutan every green 111.290 90,4 Hutan ever green bertambah dari lahan dengan lereng >25 % 98.405 80,0 Jumlah Q Outflow/Tahun (m3/s) 16300 14300 12300 10300 8300 6300 4300 y = -1.1986FRSE2 + 159.25FRSE + 7526.7 R² = 0.883, n=11 2300 Luas FRSE (%) 300 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 Gambar 43. Hubungan antara jumlah Qoulflow (blue water) di Sub DAS Gumbasa

80 Distribusi Q outflow (blue water) akan meningkat seiring dengan meningkatnya water yield (WYLD) di Sub DAS Gumbasa, hubungan ini sangat erat dengan nilai R 2 = 0,99 sebagaimana disajikan pada Gambar 44. Jumlah QOutflow/Tahun (m3/s) 14000 13000 12000 11000 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 QOutflow = 13.653*WYLD + 115.39 R² = 0.9926, n=11 400 500 600 700 800 900 1000 Gmbar 44. Hubungan antara water yield dengan Q ouflow di Sub DAS Gumbasa 200 180 160 140 120 100 80 60 40 Jumlah WYLD/Tahun (mm) Qmax/Qmin= 1.2817FRSE+ 129.27 R² = 0.84, n=11 20 Luas FRSE (%) 0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 Gambar 45. Hubungan antara luasan hutan dengan Qmax/Qmin di Sub DAS Gumbasa Meningkatnya jumlah water yield akan mengatur keseimbangan dan distribusi debit aliran. Hal ini terlihat pada Gambar 45 dari hasil simulasi bahwa rasio rata-rata debit maksimum (Q mx/q min) bulanan pada saat hutan

81 sedikit (0 %) sekitar 130 dan akan turun rasionya (Qmax/Qmin) menjadi hanya menjadi 2 pada saat seluruh DAS tutupannya berupa hutan dengan tingkat korelasi 0,,84. Hubungan hasil simulasi memberikan penjelasan bahwa hutan alam yang ada di Taman Nasional Lore Lindu menujukkan bahwa sangat berperan dalam mengendalikan limpasan dan fluktuasi debit Sungai di Sub DAS Gumbasa. Dampak perubahan tutupan lahan terhadap volume aliran, sangat nyata terlihat pada musim hujan. Perbandingan output simulasi antar skenario disajikan pada Gambar 46. Skenario luasan hutan 96,1 % rasio base flow 45,6 % Skenario luasan hutan 71,6 % rasio base flow 37,0 %

82 Skenario luasan hutan 0 % rasio base flow 34.6 % Gambar 46. Rasio total base flow pada berbagai skenario luasan hutan di Sub DAS Gumbasa Perubahan luas hutan terhadap curah hujan, erosi dan sedimentasii Dalam rangka melihat perubahan tutupan lahan terhadap erosi, sedimentasi dan perubahan iklim (input curah hujan) dilakukan perubahan dengan menggunakan 3 skenario perubahan tutupan lahan Skenario 1 (S0) merupakan kondisi existing; penutupan lahan dengann total luas hutan 71,,6 %. Skenario dan open 2 (S1), sekitar 23,39% lahan, grass land, coffee, coconut, agriculture forest berubah menjadi hutan alam (FRSE). Skenario 3 (S2), sekitar 16.63 % hutan alam (FRSE) berubah menjadi semak belukar. Peta sebaran tupan lahan setiap skenario ditunjukkann pada Gambar 47. Untuk perubahan jumlah curah hujan ada 3 skenario. Skenario 1 (CH0%) merupakan rata-rata curah hujan kondisi awal (Tahun 2004). Skenario 2 (CH+25%), jumlah curah hujan bertambah 25% dari rata-rata curah hujan awal (tahun 2004). Skenario 3 (CH-25%), jumlah curah hujan berkurang 25% dari rata-rata curah hujan kondisi pada Tahun 2004. Skenario perubahan jumlah curah hujan ini menggunakan featuree weather generator yang tersedia di SWAT, di mana periode simulasinya dari Tahun 2002 2050 dengan resolusi bulanan.

83 Kombinasi skenario perubahan curah hujan dan tutupan lahan di DAS Gumbasa yang digunakan dalam simulasi tersebut disajikan padaa Tabel 17. A B C A. Skenario (S2): FRSE (hutan alam ) 55. 33 %, B. Skenario (S0): FRSE (hutan alam ) 71. 6 % C. Skenario (S1): FRSE (hutan alam ) 96. 9 % Gambar 47. Tutupan lahan pada berbagai skenario di Sub DAS Gumbasaa Tabel 17. Skenario S1 S0 S2 Kombinasi skenario perubahan curah hujan dan tutupan lahan di DAS Gumbasaa FRSE 5.33% 71.60% 96.90% Jumlah Curah Hujan CH-25 % S2-CH-25% S0-CH-25% S1-CH-25% CH0% S2-CH0% S0-CH0% S1-CH0% CH+25% S2-CH+25% S0-CH+25% S1-CH+25% Ket : CH= curah hujan FRSE = forest every green Pada Gambar 48 terlihat bahwa pada simulasi luasan hutan yang lebih luas (S1) menghasilkan debit lebih tinggi pada beberapa hari setelah hujan,

84 sehingga fungsi regulator air dan penurunan limpasan hutan sangat berperan, dibandingkan dengan luasan hutan yang lebih kecil pada skenario (S0) dan (S2). Q (m3/s) 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 Tanggal 0.0 3/19 3/26 4/2 4/9 4/16 4/23 4/30 5/7 5/14 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 CH Existing / FRSE 71.96 % (S0) FRSE 95.35 % (S1) FRSE 55.33 % (S2) Curah hujan (mm) Gambar 48. Perbandingan water yield pada berbagai skenario luasan hutan Evapotranspirasi (mm) 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 Tanggal 0.0 1/1 2/1 3/1 4/1 5/1 6/1 7/1 8/1 9/1 10/1 11/1 12/1 Existing/FRSE 71.96% (S0) FRSE 95.35% (S1) FRSE 55.33% (S2) Gambar 49. Perbandingan pola evapotranspirasi aktual (ETA) antar skenario

85 Pada Gambar 49 terlihat bahwa laju evapotranspirasi aktual terjadi paling tinggi pada musim hujan karena faktor ketersediaan kadar air tanah, sehingga laju evapotranspirasi aktual (ETA) sama dengan laju evapotranspirasi potensial (ETP). Dalam hal inii hutan selain mempunyai kemampuan menguapkan air yang tinggi juga diimbangi dengen kemampuan meresapkan air yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengann jenis tutupan lahan lainnya. Jumlah curah hujan selama simulasii sekitar 1.722 mm yang tersebar dalam 267 hari hujan. Hasil simulasii menunjukkan semakin luas hutan alami maka jumlah evapotranspirasi aktual akan semakin tinggi. Hal ini tercermin dari jumlah evapotranspirasi dari S1 (947 mm) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan skenario S0 (903 mm) dan S2 (811 mm). Meningkatnya jumlah evapotranspirasi aktual inii berdampak pada jumlah curah hujan netto (CH-ET) yang lebih rendah dibandingkan S0 dan S2 seperti yang terlihat pada Gambar 50. Gambar 50. Perbandingan curah hujan netto setiap skenario Dari Gambar 51 terlihatt bahwa pada skenario hutan lebih luas distribusi kadar air tanah berada di tengah, sedangkan pada skenario S3 akan terjadi

86 pengurangan kadar air tanah secara signifikan, sehingga pada Bulan September dan Oktober akan mengalami kondisi hampir mendekati titik layu permanen. Rata-rata KAT (mm) 390 370 350 330 310 290 270 250 S0 S1 S2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Gambar 51. Dinamika kadar air tanah pada berbagai skenario di Sub DAS Gumbasa Hubungan antara laju erosi dan sedimentasi dengan luasan hutan di Sub DAS Gumbasa sangat jelas, makin luas hutan maka sedimen menurun dan sedimentasi juga akan menurun. Pada kondisi Tahun 2004 laju sedimentasi 1,5 juta ton/tahun dan akan mengalami kenaikan menjadi 2,2 juta ton/tahun apabila luas lahan hutan berkurang menjadi hanya 55,3% data selengkapnya disajikan pada Gambar 52. Jumlah sedimentasi yang akan terjadi pada berbagai skenario dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rekapitulasi output sedimentasi setiap skenario di Sub DAS Gumbasa Variable Skenario Luas Hutan Alam S0 S1 S2 Sediment Yield (ton/ha/thn) 13.904 11.037 18.527 Sediment out (ton/tahun) 1.517.023 1.328.895 2.228.415

87 Jumlah sedimen(juta ton/ tahun) 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 S2 Sedimen = -17,903*FRSE + 3E+06 R² = 0,8328 S0 FRSE (Ha) 0.0 60000 70000 80000 90000 100000 110000 120000 S1 Gambar 52. Hubungan antara luasan hutan dengan laju sedimentasi di Sub DAS Gumbasa Hubungan antara curah hujan simulasi dengan curah hujan hasil pengukuran disajikan pada Gambar 53, dengan nilai korelasi R 2 = 0,96, sehingga data bangkitan hujan dari SWAT cukup memadai dan bisa digunakan untuk memprediksi curah hujan ke depan. Curah Hujan Obs (mm) 300 250 200 150 100 CH-25% CH0% CH+25% 300 250 200 150 100 DataCH = 1,0021*SimCH R2 = 0,9656 Curah Hujan model (mm) 50 50 150 250 Curah Hujan model (mm) 50 50 150 250 350 Gambar 53. Perbandingan curah hujan hasil simulasi dan hasil pengukuran di Sub DAS Gumbasa

88 Skenario perubahan input curah hujan 1.722 mm/th dan akan menjadi 2.152 mm apabila terjadi kenaikan hujan 25% dan akan menjadi 1.291 mm/th apabila terjadi perubahan pola hujan yang berkurang 25%. Ketersediaan air setiap bulan pada berbagai skenario perubahan curah hujan dan perubahan pola penutupan lahan secara lengkap disajikan pada Lampiran 8. Sementara kombinasi antara luasan hutan dengan perubahan pola curah hujan sampai dengan tahun 2050 dari hasil simulasi dam keluaran model disajikan pada Lampiran 9-12. Dari data tersebut pola pengurangan hutan lebih signifikan dibandingkan dengan adanya perubahan curah hujan.