BAB I PENDAHULUAN. Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB I PENDAHULUAN. mudah, fasilitas, dan pelayanan yang memadai. menjadi ancaman bagi peritel lokal yang sebelumnya sudah menguasai pasar.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini permintaan dan kebutuhan konsumen mengalami perubahan dari waktu

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

BAB I PENDAHULUAN. membuat para pelaku bisnis harus mampu bersaing. Persaingan yang terjadi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini tersusun ke dalam enam sub-bab, yang meliputi latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan

BAB I PENDAHULUAN. para peritel asing. Salah satu faktornya karena penduduk Indonesia adalah negara

I. PENDAHULUAN. besar dalam perkembangan pasar di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baru bagi perusahaan yang ada di seluruh dunia. Dengan. konsumen memiliki lebih banyak pilihan dan informasi.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. minimarket, supermarket dan hypermarket terus meningkat, hal ini diiringi

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan poin saat berbelanja di ritel tersebut. tahun 1990-an. Perkembangan bisnis Hypermarket merek luar negeri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan Ritel Modern di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjadi pasar yang sangat berpotensial bagi perusahaan-perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk. Kelangsungan usaha eceran sangat

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, banyak bermunculan produsen atau

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan semakin tampak jelas dengan banyak berdiri pusat. perbelanjaan dalam konsep supermarket dan hypermart.

BAB I PENDAHULUAN. juga perlu mengkomunikasikan produk kepada para konsumennya.

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang ingin berhasil dalam persaingan pada era milenium harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kotler (2009 ; 215) : Eceran (retailing)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BAB I PENDAHULUAN. Semakin modern perkembangan zaman menyebabkan timbulnya berbagai. usaha bisnis yang tentu mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. berupa pusat-pusat pertokoan, plaza, minimarket baru bermunculan di berbagai

BAB I LATAR BELAKANG. Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan. pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dahulu keinginan dan kebutuhan, konsumen pada saat ini dan yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bisnis retail di Indonesia kini berkembang dengan pesat dan memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dewasa ini yang menuju era globalisasi dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat kita berbelanja di supermarket, hypermarket maupun minimarket,

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. Iklim perkembangan bisnis ritel di Indonesia beberapa tahun terakhir dapat

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang memiliki prospektif peluang besar dimasa sekarang maupun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang baik, dan bisa menciptakan kepercayaan pada pembeli.

BAB I PENDAHULUAN. kerja, sekaligus dapat digunakan untuk mengetahui image dari suatu produk di. pasar, termasuk preferensi yang dikehendaki konsumen.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang.

BAB 1 PENDAHULIAN. Industri ritel di Indonesia berkembang pesat sehingga menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ke konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi dan/atau

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bertahan dan memenangkan persaingan di dalam bisnis ritel. bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Dalam periode enam tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan lahan subur bagi pemasaran berbagi macam produk

BAB I PENDAHULUAN. kini telah bergeser menjadi struktur yang lebih kompetitif (Thanasuta, 2015). Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan McAlister (1997) dalam Balaraman et al (2015). Merek private label, juga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia banyak tertolong oleh sektor perdagangan ritel. Industri ritel

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada saat ini semakin cepat salah

PERAN IMAGE TOKO UNTUK MENUNJANG KEBERHASILAN PENGEMBANGAN PRIVATE LABEL OLEH PERUSAHAAN RITEL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang menghidupi banyak orang dan memberi banyak keuntungan bagi sementara orang lainnya. Pada saat krisis moneter melanda Indonesia di akhir tahun 1997, yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi, perekonomian Indonesia banyak tertolong oleh sektor perdagangan eceran. Di banyak negara, termasuk negara-negara industri terkemuka seperti Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat, bisnis eceran merupakan salah satu sektor utama perekonomian yang mendatangkan keuntungan besar. Saat ini muncul fenomena baru yang berkembang secara global. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, berbagai ritel asing mulai menjadi perusahaan global yang mampu melakukan ekspansi pasar ke berbagai negara di seluruh dunia dan telah banyak bermunculan format ritel-ritel baru. Faktor yang mendorong munculnya format ritel yang baru adalah pasar domestik yang mulai semakin jenuh dengan adanya kesamaan produk yang dijual di antara para pelaku pasar. Konsumen saat ini dimungkinkan untuk membeli produk yang sama dari format ritel yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak mudah untuk mengklasifikasikan format ritel, mengingat beberapa ritel dengan format yang sama sekali berbeda dapat menjual produk yang sama. Di Indonesia, bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat yang tidak terlepas dari tiga faktor utama yaitu ekonomi, demografi dan geografis, dan sosial

2 budaya. Faktor ekonomi yang menunjang pertumbuhan ritel di Indonesia adalah pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang didukung dengan tingginya pertumbuhan perbelanjaan modern di Indonesia sebesar 15% pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 1999 dan persentasenya 58% mendominasi mengalahkan pasar tradisional (AC Nielsen Company, 2008). Faktor geografi Indonesia yang luas menjadikan negara ini sebagai pasar yang sangat potensial. Dilihat dari faktor demografi, diperkirakan penduduk Indonesia akan menjadi 242 juta orang pada tahun 2010 dan meningkatnya penduduk golongan menengah (middle income group). Golongan ini adalah pasar yang menjanjikan bagi bisnis ritel. Faktor ketiga adalah sosial budaya seperti perubahan gaya hidup dan kebiasaan berbelanja. Konsumen saat ini menginginkan tempat berbelanja yang aman, lokasinya mudah dicapai, ragam barang yang bervariasi, dan sekaligus dapat dijadikan tempat berekreasi (Utami, 2006). Ketiga faktor tersebut menunjukkan besarnya potensi bisnis ritel di Indonesia. Carrefour, ritel dari Perancis yang hadir Indonesia sejak tahun 1998 kini gencar membuka gerai di berbagai wilayah apalagi semejak mengakusisi Alfa Retailindo Tbk. pada awal tahun 2008. Bentuk ritel tradisional seperti supermarket pun juga berbenah diri dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan variasi barang dagangan. Tidak mau kalah, bentuk ritel dalam format minimarket (toko yang lebih kecil) dalam beberapa tahun terakhir ini juga muncul dan gencar merambah daerah pemukiman penduduk sehingga menambah sengit persaingan antar format ritel yang berbeda. Convenience store seperti Circle K juga gencar melakukan promosi agar tidak terlupakan. Masyarakat saat ini mempunyai banyak pilihan untuk berbelanja karena begitu banyak format ritel yang tersedia. Karena itulah, peritel meluncurkan produk private label untuk membedakan barang dagangannya dengan ritel yang lain. Produk private label diharapkan dapat meningkatkan potensi peningkatan penjualan karena menarik perhatian konsumen. Retail Forward, dalam laporannya yang

3 berjudul Twenty Trends for 2010: Retailing in an Age of Uncertainty mempublikasikan tren di dunia ritel pada tahun 2010. Diantaranya adalah peritel akan menjadi brand manager. Ini berarti bahwa peritel harus mempunyai keunggulan kompetitif dengan cara membangun merek sendiri atau mereka akan kalah dalam persaingan dengan peritel lainnya. Selain itu, dalam Journal of Retailing and Consumer Services, Vol. 10 No. 6, pp. 345-353. yang berjudul Store brands and retail differentiation: the influence of store image and store brand attitude on store own brand perceptions, Collins-Dodd dan Lindley mengemukakan bahwa keterkaitan yang erat antara citra gerai dan citra merek produk private label diperhitungkan sebagai persyaratan mendasar bagi strategi diferensiasi yang sukses. Saat ini perkembangan pasar produk private label di dunia sangat pesat. Secara global, pertumbuhan penjualan produk private label melebihi pertumbuhan merek nasional yaitu 5% berbanding 2% dan selama 30 tahun terakhir, pangsa private label dunia terus meningkat dari 12% ke 34% (Kumar, 2007). Pertumbuhan produk private label di setiap region mengalami pertumbuhan lebih tinggi dari merek nasional kecuali di Amerika Latin. Eropa mempertahankan dominasinya sebagai pelopor dimana produk private label menguasai 23% dari total sales value. Produk private label di Amerika Utara menguasai 16%. Negara-negara berkembang malah mencatatkan pertumbuhan 11% yang dipicu oleh semakin menjamurnya pasar modern yang akhirnya membuat para peritel masuk ke berbagai kategori baru. Di Asia, persentase penjualan private label tertinggi ada di Hongkong dan Jepang yaitu sebesar 4%. Namun meskipun persentase penualan tersebut masih rendah, ada indikasi pertumbuhan yang semakin kuat hingga 48% (AC Nielsen Company, 2008).

4 Tidak mau ketinggalan, Giant Hipermarket (merupakan anak usaha dari PT. Hero Supermarket Tbk. ) yang membuka gerai pertamanya di Jakarta pada tahun 2002, juga menyediakan aneka produk private label yang mulai hadir pada tahun 2004 dengan menggunakan nama Giant dan First Choice sebagai merek. Saat ini produk private label yang ditawarkan mencakup lebih dari 50 jenis produk makanan dan lebih dari 20 jenis produk non-makananan. Produk private label Giant tersedia di Giant Hipermarket dan Giant supermarket yang merupakan gerai re-branding Hero Supermarket. Namun, tidak semua produk private label Giant dapat bertahan, ada beberapa produk makanan dan non-makanan yang tidak dilanjutkan produksinya karena kurang mendapat sambutan dari pelanggan. Walaupun produk private label telah menjadi semacam tren di antara para peritel, penetrasi penggunaaan produk private label di masyarakat masih terhadang oleh kehadiran merek nasional. Hal ini dikarenakan karena masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa merek nasional mempunyai good value for money yang lebih besar daripada produk private label. Pernyataan ini juga diperkuat dengan publikasi riset yang dilakukan oleh AC Nielsen Company (2008) yang mengatakan bahwa lebih dari 40% konsumen Indonesia berpendapat bahwa lebih baik membeli merek nasional walaupun fakta bahwa lebih dari 50% konsumen Indonesia mempunyai persepsi bahwa kualitas dan kemasan produk private label sama baiknya dengan merek nasional. Hal ini tidak lepas dari rendahnya pengetahuan konsumen Indonesia mengenai produk private label. Konsumen di Indonesia terbiasa membeli barang dengan merek nasional dan ada sikap subjektif seperti kebanggaan dan kepercayaan akan merek nasional, status, dan keamanan yang juga menjadi faktor pertimbangan. Bagi mereka, merek nasional adalah jaminan kualitas yang terpercaya. Sebaliknya, persepsi yang berkembang tentang private label dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan akan kualitas dan rasa aman dan hanya ditujukan untuk konsumen dengan anggaran belanja terbatas.

5 Konsumen menjatuhkan pilihan atas sebuah produk berdasarkan antisipasi kepuasan yang diharapkan dari produk tersebut seperti harapan akan menyukai produk tersebut dan hal tersebut dapat dijelaskan oleh teori atribusi. Teori atribusi menyatakan bagaimana konsumen menjatuhkan pilihan atas sesuatu melalui bukti-bukti yang terbatas. Akan tetapi, apabila produk tidak pernah dibeli atau di coba sebelumnya, antisipasi subjektif ini tidak akan berasal dari pengalaman sebelumnya. Namun, melalui faktor-faktor lain yang bisa diasosiakan dengan produk atau layanan tersebut. Dalam hal ini, konsumen yang belum pernah mencoba atau membeli produk private label dapat menjadikan gerai yang menjual produk private label tersebut sebagai sumber asosiasi referensi untuk menarik kesimpulan. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa citra sebuah gerai dipengaruhi oleh merek-merek yang tersedia di gerai tersebut (Porter dan Claycomb, 1997). Oleh karena itu, produk-produk lain seperti merek nasional yang juga tersedia di gerai tersebut juga dapat membantu sebagai sumber asosiasi referensi (semacam hallo efect). Sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional di dalam gerai juga patut mendapat perhatian. Sikap seseorang terhadap suatu obyek/benda mempunyai sifat yang absolut yaitu mempunyai konsistensi. Namun konsistensi bukan berarti hal yang permanen. Sikap konsumen dapat berubah tergantung dari situasi di mana konsumen itu berada. Dalam hal ini, sikap konsumen terhadap merek nasional dapat berubah tergantung dari situasi gerai dan produk private label yang ada di dalam gerai. Prinsip dasar dari teori atribusi adalah semakin konsisten sinyal yang diasosikan dengan sebuah obyek, maka atribusinya akan semakin kuat. Dalam hal produk private label, citra gerai dan merek nasional yang hadir adalah faktor yang konsisten karena produk privatel label hanya dijual dan tersedia secara ekslusif di gerai (Vahie dan Paswan, 2006) dan merek nasional pasti tersedia di gerai dan dapat menjadi sinyal bagi konsumen untuk menentukan sikap (Fair et. al, 2001).

6 Produk dengan citra merek yang tinggi lebih diinginkan dan dipercaya dibandingan dengan merek-merek lain dengan citra merek yang rendah. Citra merek yang positif membedakan suatu merek dalam benak konsumen dan seterusnya akan meningkatkan ekuitas merek. Ketika peritel mengfokuskan diri untuk membangun citra merek yang baik dan positif dari produk private label, salah satu solusi adalah memusatkan pada faktor-faktor di bawah pengendalian manajemen Giant. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan analisa faktor-faktor yang membentuk citra merek produk private label yaitu citra gerai dan sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional. 1.2 Identifikasi Masalah Hal-hal yang menjadi permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti adalah : 1. Bagaimanakah citra gerai Giant yang terbentuk di benak konsumen? 2. Bagaimakah sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional? 3. Bagaimanakah citra merek produk private label Giant yang terbentuk di benak konsumen? 4. Bagaimana hubungan antara citra gerai Giant dengan citra merek produk private label Giant? 5. Bagaimana hubungan antara sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional dengan citra merek produk private label Giant? 6. Bagaimana hubungan antara citra gerai Giant dan sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional dengan citra merek produk private label Giant? 7. Bagaimana pengaruh citra gerai Giant dan sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional terhadap citra merek produk private label Giant?

7 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui citra gerai Giant yang terbentuk di benak konsumen. (T-1) 2. Mengetahui citra merek produk private label Giant yang terbentuk di benak konsumen. (T-2) 3. Mengetahui sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional. (T-3) 4. Mengetahui hubungan antara citra gerai Giant dengan citra produk private label Giant. (T-4) 5. Mengetahui hubungan antara sikap konsumen dengan kehadiran merek nasional terhadap citra produk private label Giant. (T-5) 6. Mengetahui hubungan citra gerai Giant dan sikap konsumen dengan kehadiran merek nasional terhadap citra produk private label Giant. (T-6) 7. Mengetahui pengaruh citra gerai Giant dan sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional terhadap citra produk private label Giant. (T-7) 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilakukan diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat bagi penulis : Menerapkan dan mengaplikasikan ilmu pemasaran khususnya mengenai pemasaran dan bisnis ritel. Mendapatkan ilustrasi mengenai perkembangan produk private label di Giant. Memperoleh informasi mengenai citra gerai Giant, sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional, dan citra merek produk private label Giant.

8 2. Manfaat bagi Giant: Mengetahui citra gerai Giant dan dimensi-dimensi citra gerai yang paling menonjol. Mengetahui apakah merek nasional yang hadir di gerai selaras dengan citra merek produk private label. Mengetahui citra merek private label Giant dari sudut pandang kosumen. Giant dapat mengetahui hubungan sikap konsumen terhadap kehadiran merek nasional dengan citra merek produk private label dan citra gerai. Sebagai masukan, saran, dan informasi yang berharga kepada Giant untuk menentukan langkah langkah dalam menentukan strategi peningkatan citra merek produk private label dan citra gerai yang positif. 3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan : Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan menambah ragam literatur mengenai studi tentang private label di Indonesia. Saat ini, penelitian mengenai private label yang dilakukan oleh peneliti independen jumlahnya sangat terbatas. Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi yang berharga sebagai acuan, pedoman, dan sumber informasi yang berharga bagi penelitian sejenis di masa mendatang.