Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

dokumen-dokumen yang mirip
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN TEKNIS MAGANG

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN METODE PENELITIAN

3. METODE DAN PELAKSANAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm.

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG IKA ANDRIANI A

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI,

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

HASIL DAN PEMBAHASAN

(STEK-SAMBUNG) SAMBUNG)

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse Jurusan Bioloi Fakultas Sains dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena sagu merupakan tanaman hutan bukan kayu. Tanaman sagu merupakan tumbuhan hutan liar yang mulai dibudidayakan agar menghasilkan produktivitas yang optimal. Kegiatan budidaya sagu yang dilakukan oleh PT National Sago Prima yaitu pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, penyulaman, pemeliharaan dan pemanenan. Pembukaan lahan yang dilakukan meliputi blocking area dan stacking. Pembibitan terdiri atas pengambilan anakan dan persemaian. Penanaman dan penyulaman meliputi pemancangan, pembuatan lubang tanam, dan penanaman. Pemeliharaan terdiri atas pengendalian gulma secara manual dan kimia, serta penjarangan anakan. Selain itu dilakukan kegiatan pemanenan yang meliputi tahapan dan sistem pemanenan. Pemeliharaan pada PT National Sago Prima dilakukan rutin dan intensif untuk menjaga produktivitas yang dihasilkan. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu pengendalian gulma secara manual dan kimia serta penjarangan anakan. Pemupukan belum dilakukan pada perkebunan sagu milik PT National Sago Prima. Hal ini dikarenakan belum adanya hasil yang optimum dari pemupukan yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu belum ada dosis dan rekomendasi yang tepat sebagai acuan dalam melakukan pemupukan. Penentuan acuan dalam melakukan pemupukan masih dalam penelitian. Pengendalian hama dan penyakit sudah dilakukan secara optimal pada perkebunan sagu. Pengendalian dilakukan dengan pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pencegahan yang dilakukan yaitu pada tanaman sagu dan pembibitan. Kebersihan kebun perlu dilakukan secara rutin untuk mengurangi vektor cendawan, hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman sagu yaitu anai-anai (rayap), babi, dan ulat sagu. Ulat sagu (Rynchophorus Ferrugineus Oliver) merupakan larva dari kumbang yang menyerang batang sagu. Kumbang tersebut meletakkan telur pada banir anakan atau batang sagu yang terluka.

47 Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, selain itu merendam bibit dengan larutan fungisida sebelum disemai. Hama yang menyerang bibit di persemaian yaitu belalang dan ulat. Serangan hama tersebut tidak merugikan karena tidak sampai menyebabkan kematian bibit hanya terjadi kerusakan pada daun-daun bibit. Penyakit yang menyerang pada bibit di persemaian adalah busuk pangkal batang yang disebabkan cendawan (Penicillium sp dan Aspergillus sp). Bibit yang terserang menjadi mengering dan mati. Kegiatan budidaya yang menjadi fokus kerja PT National Sago Prima saat ini adalah pembukaan lahan, pembibitan, dan penyulaman. Ketiga kegiatan tersebut menjadi fokus kerja PT National Sago Prima karena masih banyak lahan perusahaan yang belum ditanami tanaman sagu dan banyak tanaman sagu yang mati pada divisi yang sudah ditanami. Pembukaan lahan untuk budidaya sagu membutuhkan bibit yang akan ditanam lebih banyak dibandingkan penyulaman pada divisi yang sudah ada tanaman sagu. Kebutuhan bibit untuk penanaman pada lahan yang baru dibuka divisi 5 dan 7 yaitu sekitar 250 000 bibit dan penyulaman pada divisi 1-4 sekitar 150 000 bibit. PT National Sago Prima bekerjasama dengan PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB dalam pemenuhan bibit untuk penanaman dan penyulaman. Selain itu dilakukan kerjasama dengan BPPT untuk menyediakan bibit yang masih belum terpenuhi. Kebutuhan bibit yang sangat banyak tidak hanya dapat dipenuhi oleh PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB dan BPPT karena dalam menyiapkan bibit sagu yang unggul dan berkualitas dibutuhkan penanganan dan waktu yang lama. PT National Sago Prima juga melakukan swakelola pembibitan pada setiap Divisi 1, 2, 3 dan 4. Kebutuhan bibit yang banyak dan dibutuhkan dalam waktu yang cepat mengakibatkan kurang berkualitasnya bibit yang dihasilkan. Bibit yang ditanam tidak sesuai dengan kriteria bibit siap tanam, banyak bibit yang tidak berdaun, petiol patah akibat kesalahan dalam pelangsiran. Kriteria bibit yang tidak sesuai juga disebabkan karena kurang terseleksinya bibit baik sebelum disemai maupun setelah siap salur.

48 Pertumbuhan bibit siap salur yang berkualitas baik dan seragam dibutuhkan dalam penanaman. Hal ini dikarenakan pertumbuhan bibit di persemaian dapat menentukan pertumbuhan di lapang. Bibit yang mempunyai perakaran yang kuat dan tunas yang banyak dapat lebih bertahan di lapang. Perlu dilakukan perlakuan yang tepat pada persemaian agar menghasilkan bibit yang unggul. Salah satu perlakuan yang dilakukan yaitu pemangkasan dan aplikasi hormon organik pada petiol bibit sagu di persemian. Pemangkasan dan Aplikasi Hormon Organik Pada Petiol Bibit Sagu Di Persemaian Pembibitan sagu dapat dilakukan dengan perbanyakan vegetatif maupun generatif. Perbanyakan secara vegetatif lebih banyak dilakukan karena selain menghasilkan anakan yang memiliki kesamaan secara fenotip dan genotip dengan induknya, ketersediaan bibit untuk perbanyakan lebih banyak dibandingkan dengan ketersediaan benih generatif. Benih generatif sulit didapatkan karena umumnya pohon sagu dipanen pada fase berbunga dan belum membentuk buah, selain itu benih yang dihasilkan fertil akibat dari pembungaan yang tidak serempak. Pembibitan sagu menggunakan anakan dilakukan dengan sistem persemaian di kanal. Sistem tersebut masih perlu dilakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Persentase bibit hidup di persemaian yaitu berkisar antara 70-90%, namun di lapang pertumbuhannya dapat lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi bibit, cuaca, dan hama penyakit. Seleksi bibit yang baik perlu dilakukan sebelum persemaian bibit, karena hal itu mempengaruhi kondisi bibit. Selain itu perbaikan persemaian dengan pemeliharaan bibit mulai dari awal persemaian sampai akhir persemaian perlu dilakukan untuk menambah presentase kehidupan bibit. Salah satunya dengan pemangkasan petiol dan pemberian hormon. Hasil dari percobaan pemangkasan dan pemberian hormon organik pada petiol bibit sagu di persemaian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari kedua faktor tersebut terhadap persentase kehidupan bibit dan pertumbuhan vegetatif selama di persemaian dapat dilihat pada Tabel 1.

49 Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemangkasan (P), aplikasi hormon organik (H), dan interaksi PxH, terhadap persentase kehidupan bibit, jumlah daun, panjang daun pangkasan, panjang daun baru, jumlah anak daun pangkasan, jumlah anak daun baru, panjang anak daun pangkasan, panjang anak daun baru, lebar anak daun pangkasan dan lebar anak daun baru Peubah MSA P H P*H KK 0 ** tn tn 4.86 1 ** tn tn 8.71 2 ** tn tn 9.56 3 ** tn tn 10.1 Persentase kehidupan bibit 4 ** tn tn 10.93 5 ** tn tn 12.39 6 ** tn tn 12.88 7 ** tn tn 12.55 8 ** tn tn 12.66 1 tn tn tn 4.4 2 * * tn 5.08 3 tn tn tn 8.68 Jumlah daun 4 tn tn tn 9.31 5 tn tn tn 8.05 6 ** tn tn 9.09 7 ** tn tn 16.41 8 ** tn tn 17.97 1 ** tn ** 16.14 2 ** tn tn 19.98 3 ** tn tn 18.73 Panjang daun pangkasan 4 ** tn tn 17.91 5 ** tn tn 18.69 6 ** tn tn 18.62 7 ** tn tn 18.07 8 ** tn tn 19.47 1 * tn tn 112.57 2 ** tn tn 75.61 3 * tn tn 71.48 Panjang daun baru 4 tn tn tn 80.14 5 tn tn tn 54.39 6 tn tn tn 43.32 7 tn tn tn 29.37 8 tn * tn 19.99 Ket : Pemangkasan (P), aplikasi Hormon Organik (H), tidak berbeda nyata (tn), berbeda nyata (*), sangant berbeda nyata (**), koefisien keragaman (kk).

50 Peubah MSA P H P*H KK Jumlah anak daun pangkasan Jumlah anak daun baru Panjang anak daun pangkasan Panjang anak daun baru Lebar anak daun Pangkasan Lebar anak daun baru 3 tn tn tn 32.44 4 tn tn tn 35.94 5 tn tn tn 38.20 6 tn tn tn 28.81 7 tn tn tn 26.83 8 tn tn tn 27.44 6 tn tn tn 7.58 7 tn tn * 11.27 8 tn tn tn 19.60 3 ** tn tn 16.54 4 ** tn tn 21.06 5 ** tn tn 25.47 6 ** tn tn 22.83 7 ** tn tn 17.64 8 ** tn tn 19.21 6 tn tn tn 14.57 7 tn tn tn 19.42 8 tn tn tn 21.60 3 tn tn tn 17.12 4 tn tn tn 27.76 5 tn tn tn 16.30 6 tn tn tn 13.96 7 tn * tn 9.30 8 tn tn tn 47.25 6 tn tn tn 14.57 7 tn tn tn 19.42 8 tn tn tn 21.60 Ket : Pemangkasan (P), aplikasi Hormon Organik (H), tidak berbeda nyata (tn), berbeda nyata (*), sangant berbeda nyata (**), koefisien keragaman (kk).

51 Pemangkasan mempengaruhi persentase kehidupan dan beberapa pertumbuhan vegetatif bibit sagu di persemaian. Pemangkasan berpengaruh sangat nyata pada 0 hingga 8 MSA (Minggu Setelah Aplikasi) terhadap persentase kehidupan bibit. Pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun pangkas dan panjang anak daun pangkasan pada 1 hingga 8 MSA. Pemangkasan juga berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 2 MSA dan berpengaruh sangat nyata pada 6 hingga 8 MSA. Selain itu, pemangkasan berpengaruh nyata terhadap panjang daun baru pada 1 dan 3 MSA serta berpengaruh sangat nyata pada 2 MSA. Secara umum perlakuan pemberian hormon organik tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kehidupan bibit dan pertumbuhan vegetatif bibit sagu di persemaian. Pemberian hormon organik berpengaruh nyata pada 2 MSA terhadap jumlah daun. Perlakuan pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap panjang daun baru pada 8 MSA. Selain itu pada 7 MSA, pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap lebar anak daun pangkasan. Interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik berpengaruh sangat nyata pada 1 MSA terhadap panjang daun pangkasan. Interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik juga berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun baru pada 7 MSA. Interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap persentase kehidupan bibit, jumlah daun, panjang daun baru, jumlah anak daun pangkasan, panjang anak daun pangkasan dan baru, dan lebar anak daun pangkasan dan baru. Persentase Kehidupan Bibit Persentase kehidupan bibit didapatkan dari jumlah bibit yang hidup di persemaian dari 0 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) hingga 8 MSA. Persentase bibit yang hidup menurun tiap minggunya. Menurut Irawan et al. (2009) bibit sagu yang berasal dari induk yang ditanam di lahan gambut mampu hidup di persemaian sekitar 70-90%. Bibit sagu yang digunakan yaitu bibit sagu berduri, berdasarkan penelitian Maulana (2011) presentase bibit hidup jenis sagu tidak berduri lebih besar dibandingkan bibit sagu berduri. Pada Gambar 14 terlihat bahwa pada awal minggu setelah aplikasi persentase pertumbuhan bibit antara 80-

52 100 %, namun terjadi penurunan persentase kehidupan bibit hingga 2 MSA. Setelah melewati 2 MSA persentase bibit yang hidup semakin menurun namun penurunannya tidak curam hingga 8 MSA. Gambar 13. Persentase Kehidupan Bibit Data sidik ragam persentase kehidupan bibit menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor tidak berbeda nyata pada 0 hingga 8 MSA. Namun, berdasarkan rata-rata perlakuan yang memiliki persentase kehidupan bibit yang besar pada 8 MSA yaitu perlakuan dengan pemangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa hormon organik (P1H0) sebesar 87. 78 %, sedangkan perlakuan dengan pemangkasan 30 cm dari atas banir dan aplikasi hormon 3 ml/l (P2H2) pada 8 MSA memiliki persentase kehidupan bibit terendah dengan 56.67 %. Pemangkasan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase kehidupan bibit. Pada interaksi kedua faktor, pemangkasan 20 cm dari atas banir memberikan pengaruh paling nyata (Tabel 2). Pengaruh pemangkasan 20 cm dari atas banir (P1) lebih tinggi persentase kehidupan bibitnya dibandingkan perlakuan tanpa pangkas (P0) dan pemangkasan 30 cm dari atas banir (P2).

53 Tabel 2. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Persentase Kehidupan Bibit Perlakuan Pemangkasan MSA 0 1 2 3 4 5 6 7 8...%... P0 26.92b 26.50b 26.42a 26.25a 25.58a 24.58a 24.42a 24.25a 23.58a P1 29.83a 28.75a 26.58a 26.10a 25.92a 25.83a 25.75a 25.67a 25.50a P2 29.10a 25.42b 21.92b 21.50b 21.25b 21.17b 20.92b 20.58b 19.67b Uji F ** ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 % Daun dari anakan yang tidak dipangkas akan merespon dengan cepat proses transpirasi, sehingga tingkat kematian bibit meningkat (Irawan, 2010). Persentase kehidupan bibit di persemaian dipengaruhi oleh kondisi bibit, lingkungan persemaian, dan hama penyakit. Kondisi bibit Selama akar belum terbentuk di persemaian, nutrisi yang didapatkan bibit seluruhnya berasal dari banir. Setelah akar terbentuk bibit mendapatkan nutrisi selain dari banir juga berasal dari air kanal. Hama penyakit yang dominan di persemaian sistem kanal yaitu belalang, ulat dan cendawan. Pemangkasan mempengaruhi persentase kehidupan bibit di persemaian. Pemangkasan 20 cm dari atas banir membuat bibit lebih dapat bertahan hidup karena nutrisi yang diberikan banir hanya diberikan pada petiol setinggi 20 cm, sedangkan pangkasan yang lebih tinggi membutuhkan nutrisi yang lebih banyak dari banir. Pemberian hormon organik tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kehidupan bibit. Pemberian hormon maupun tanpa pemberian hormon jumlah bibit yang hidup tidak berbeda. Hal ini menunjukkan lebih efisien dan efektif tidak melakukan pemberian hormon. Faktor yang mempengaruhinya yaitu cuaca, pemberian konsentrasi dan cara aplikasi. Cuaca panas dapat membuat bibit lebih cepat berespirasi sehingga petiol cepat mengering sebelum hormon masuk ke dalam jaringan. Konsentrasi hormon yang digunakan terlalu kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh, selain itu cara aplikasi yang digunakan tidak tepat karena pengolesan hormon pada bekas pangkasan terhalang oleh getah yang keluar dari bibit.

54 Pertumbuhan Vegetatif Bibit Sagu Jumlah Daun Jumlah daun dihitung berdasarkan daun yang keluar dari bibit setelah aplikasi pemangkasan dan pemberian hormon, terdiri atas daun pangkasan dan daun baru. Daun pangkasan yaitu daun yang tumbuh setelah dipangkas, sedangkan daun baru yaitu daun yang tumbuh mulai dari tunas. Jumlah daun pangkasan hanya satu sedangkan jumlah daun baru lebih dari satu petiol. Gambar 14. Jumlah Daun Interaksi antara pemangkasan dan aplikasi hormon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, namun perlakuan pangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa aplikasi hormon (P1H0) menunjukkan hasil yang lebih baik. Berdasarkan Gambar 15 jumlah daun pada setiap perlakuan memiliki jumlah yang sama dari 1 MSA hingga 6 MSA yaitu rata-rata sebanyak 1.0 sampai 1.5 daun. Pada akhir pengamatan yaitu 7 hingga 8 MSA mengalami peningkatan jumlah daun terutama perlakuan P1H0 (pemangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa hormon organik). Pada 8 MSA jumlah daun P1H0 rata-rata mencapai 2.02 daun. Jumlah daun terkecil dimiliki oleh perlakuan P0H1 yaitu kontrol tanpa pemangkasan dan konsentrasi hormone 1 ml/l sebanyak 1.23 daun.

55 Perlakuan pemangkasan memberikan pengaruh terhadap jumlah daun (Tabel 3). Pemangkasan berpengaruh nyata pada 2 MSA dan berpengaruh sangat nyata mulai 6 hingga 8 MSA. Pemangkasan berpengaruh pada 2 MSA karena pada minggu tersebut banyak tunas atau daun baru yang muncul, namun minggu selanjutnya tidak berpengaruh nyata. Setelah 5 MSA, pemangkasan berpengaruh sangat nyata hingga 8 MSA. Persemaian 5 MSA artinya sama dengan persemaian 9 MSS (Minggu Setelah Semai) atau lebih dari dua bulan karena aplikasi dilakukan satu bulan setelah semai. Menurut Flach (1983) bibit sagu yang tumbuh dapat mengeluarkan 1-2 daun setiap bulannya. Tabel 3. Pengaruh Pemangkasan (P) dan Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap Jumlah Daun Perlakuan Pemangkasan MSA 1 2 3 4 5 6 7 8 daun... P0 1.02 1.02b 1.04 1.10 1.17 1.20b 1.24b 1.32b P1 1.04 1.09a 1.13 1.20 1.25 1.40a 1.60a 1.70a P2 1.06 1.09a 1.10 1.17 1.21 1.29b 1.38b 1.45b Uji F tn * tn tn tn ** ** ** Hormon Organik daun... H0 1.03 1.06ab 1.08 1.14 1.20 1.31 1.50 1.60 H1 1.04 1.06ab 1.08 1.13 1.18 1.27 1.34 1.40 H2 1.02 1.04b 1.06 1.12 1.17 1.28 1.38 1.46 H3 1.07 1.11a 1.14 1.24 1.28 1.34 1.42 1.50 Uji F tn * tn tn tn tn tn tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 % Daun yang muncul pada bibit dipengaruhi oleh perlakuan pemangkasan. Pemangkasan pendek yaitu 20 cm dari atas banir (P1) memiliki jumlah daun lebih banyak daripada tanpa pemangkasan (P0) dan pemangkasan 30 cm dari atas banir (P2). Hal ini karena pemangkasan yang pendek dekat dengan titik tumbuh, sehingga memacu pertumbuhan tunas atau daun baru. Penguapan dari pangkasan 20 cm di atas banir lebih sedikit sehingga pertumbuhan bibit lebih baik, cadangan air digunakan untuk pembentukan daun baru. Menurut Bintoro et al. (2008) bibit

56 yang dipotong paling pendek mengakibatkan respirasi lebih rendah, sehingga fotosintesis digunakan untuk pertumbuhan daun. Bibit yang diberi hormon maupun tidak diberi hormon memiliki rataan jumlah daun yang tidak jauh berbeda. Data sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian hormon organik berpengaruh nyata hanya pada 2 MSA. Pemberian hormon organik dengan konsentrasi tinggi 5 ml/l menunjukkan hasil jumlah daun tertinggi pada minggu tersebut. Berdasarkan penelitian Bintoro et al. (2008) pemberian dua jenis zat pengatur tumbuh (MPA dan Ston-F) tidak memacu pertumbuhan daun, namun pemberian semua konsentrasi MPA dapat meningkatkan jumlah daun. Panjang Daun Pangkasaan Daun pangkasan yaitu daun yang muncul setelah dilakukan pemangkasan. Awal-awal muncul masih berupa petiol setelah itu daun mulai mekar. Perlakuan pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun pangkasan, sedangkan pemberian hormon organik tidak mempengaruhi panjang daun pangkasan pada seluruh pengamatan. Perlakuan interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik memberikan pengaruh nyata terhadap panjang daun pangkasan pada pengamatan 1 MSA (Tabel 4). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa interaksi perlakuan pemangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa hormon organik (P1H0) pada 1 MSA memberikan pengaruh paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemangkasan dengan menyisakan daun paling pendek membuat respirasi lebih rendah, sehingga fotosintesis digunakan untuk pertumbuhan panjang daun. Selain itu, persemaian dapat lebih efisien dan efektif dengan tidak dilakukan pemberian hormon.

57 Tabel 4. Interaksi antara Pemangkasan (P) dengan Aplikasi Hormon Organik terhadap Panjang Daun Pangkasan Perlakuan P0 P1 P2 MSA 1 2 3 cm.. H0 3.08cd 5.36 7.90 H1 4.41bc 7.93 10.98 H2 3.75c 6.62 9.63 H3 2.16d 3.91 5.67 H0 6.62a 12.66 18.48 H1 5.66ab 10.84 15.23 H2 5.98ab 11.64 17.97 H3 5.72ab 11.88 17.42 H0 6.55a 12.13 17.33 H1 5.34ab 11.07 16.20 H2 3.78bc 8.26 11.99 H3 5.96ab 10.73 14.96 Uji F ** tn tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 % Pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun pangkasan (Tabel 5). Pemangkasan yang paling cepat pertumbuhan panjang daun pangkasannya yaitu P1 (pemangkasan 20 cm dari atas banir). Mc Kamey dalam Bintoro et al., (2008) mengatakan bahwa pemangkasan daun akan merangsang pertumbuhan daun dan menurut Atminingsih (2006) pada awal pertumbuhan, luas daun yang dipangkas menurun tetapi kemudian meningkat. Tabel 5. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Panjang Daun Pangkasan Perlakuan MSA Pemangkasan 1 2 3 4 5 6 7 8..cm... P0 3.35b 5.96b 8.55b 11.49c 14.56c 16.69b 18.82c 21.76b P1 5.99a 11.76a 17.28a 22.06a 25.73a 29.01a 32.14a 33.86a P2 5.41a 10.55a 15.12a 19.06b 22.20b 25.36a 27.81b 29.84a Uji F ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %

58 Panjang Daun Baru Daun baru yaitu daun yang muncul setelah daun pangkasan, jumlah daun baru bisa lebih dari satu tunas. Berdasarkan hasil sidik ragam, pemangkasan berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang daun baru hanya pada 1 MSA hingga 3 MSA (Tabel 6). Selanjutnya pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang daun baru. Pertumbuhan panjang daun baru lebih cepat bila dibandingkan dengan pertumbuhan panjang daun pangkasan. Perlakuan P1 (pangkas 20 cm dari atas banir) menunjukkan hasil yang paling panjang dari perlakuan lainnya pada 2 MSA hingga 3 MSA. Namun, pada akhir pengamatan perlakuan pemangkasan tidak berbeda nyata. Bibit yang diambil dari rumpun yang telah dipanen memiliki usia yang telah cukup tua dan banir cukup keras. Bibit tersebut memiliki bobot yang tinggi, sehingga kandungan pati dan kadar air lebih tinggi. Kandungan pati dan kadar air digunakan untuk pertumbuhan bibit dipersemaian sehingga pertumbuhannya lebih baik. Tabel 6. Pengaruh Pemangkasan (P) dan Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap Panjang Daun Baru Perlakuan MSA 1 2 3 4 5 6 7 8 Pemangkasan..cm... P0 0.63b 1.56b 7.42b 13.83 3.43 29.91 37.05 40.08 P1 2.94ab 12.73a 21.32a 21.44 26.30 26.41 31.87 37.73 P2 3.74a 10.41a 16.45ab 20.37 27.36 30.03 34.03 40.48 Uji F * ** * tn tn tn tn tn Hormon Organik..cm... H0 2.21 7.81 14.96 19.22 22. 41 27.26 32.26 34.79b H1 2.28 8.75 14.64 20.39 28.04 28.67 35.13 41.70ab H2 1.41 5.66 11.18 14.54 23.99 24.63 28.24 33.53b H3 3.84 10.72 19.48 20.04 28.34 34.58 41.64 47.70a Uji F tn tn tn tn tn tn tn * Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 % Pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap panjang daun baru pada 8 MSA. Daun baru yang terpanjang pada 8 MSA yaitu H3 (pemberian hormon dengan konsentrasi 5 ml/l) sepanjang 47.70 cm. Hasil penelitian Junaidi (2005) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dosis Rootone-F 2 gram/abut

59 memberikan nilai panjang tunas lebih panjang bila dibandingkan dengan dosis 0, 0.5, 1, dan 1,5 gram/abut. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian hormon dengan konsentrasi paling tinggi menyebabkan suplai hormon semakin banyak pada bibit sehingga perpanjangan daun baru menjadi lebih cepat. Jumlah Anak Daun Baru Anak daun baru merupakan anak daun yang muncul dari daun baru. Daun baru merupakan daun yang muncul setelah daun pangkasan muncul. Anak daun baru muncul pertama kali pada 2 MSA dan muncul seluruhnya pada 6 MSA. Interaksi kedua faktor yaitu pemangkasan dan pemberian hormon organik memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anak daun baru pada 7 MSA (Tabel 7). Tabel 7. Interaksi antara Pemangkasan (P) dengan Aplikasi Hormon Organik terhadap Jumlah Anak Daun Baru Perlakuan MSA 6 7 8...helai. H0 0.00 0.00 47.00 P0 H1 50.00 50.00abc 54.50 H2 51.00 53.00ab 50.33 H3 36.00 42.50bcd 45.58 H0 48.00 50.50abc 47.67 P1 H1 35.00 40.50cd 43.80 H2 41.00 51.50ab 52.50 H3 39.00 38.17d 50.33 H0 45.33 50.00abc 46.53 P2 H1 40.33 45.89abcd 46.42 H2 48.00 36.33d 45.50 H3 56.00 56.75a 52.92 Uji F tn * tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 % Penambahan jumlah anak daun baru pada bibit sagu dipersemaian sebagian besar berasal dari pati yang terdapat banir dan hanya sedikit dari hasil fotosintesis daun pangkasan. Pada saat pembentukan anak daun baru, akar yang

60 muncul pada bibit masih sedikit dan hanya terdapat 1 daun sehingga diduga hasil fotosintesis dari daun pangkasan masih sedikit. Jumlah anak daun baru yang muncul terbanyak pada 7 MSA terdapat pada perlakuan P2H3, yaitu pemangkasan 30 cm dari atas banir (P2) dengan pemberian hormon organik konsentrasi 5ml/l (H3). Panjang Anak Daun Pangkasan Panjang anak daun pangkasan diukur dari pangkal hingga ujung anak daun pangkasan. Anak daun pangkasan yang diukur yaitu anak daun yang memiliki panjang dan lebar paling besar diantara anak daun lainnya. Panjang anak daun pangkasan diukur bersamaan dengan jumlah anak daun pangkasan. Anak daun pangkasan muncul pertama kali pada 1 MSA dan muncul seluruhnya pada 3 MSA. Pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang anak daun pangkasan dari 3 hingga 8 MSA (Tabel 8). Tabel 8. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Panjang Anak Daun Pangkasan Perlakuan MSA Pemangkasan 3 4 5 6 7 8..cm... P0 39.40a 40.33a 40a 41.63a 37.49a 36.11a P1 20.15b 21.72b 23.44b 24.51b 24.43b 24.43b P2 18.11b 20.98b 23.09b 23.54b 24.40b 25.41b Uji F ** ** ** ** ** ** Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 % Perlakuan tanpa pemangkasan (P0) menunjukkan nilai panjang anak daun paling tinggi. Hal ini disebabkan karena daun yang dipangkas jumlah anak daunnya tidak muncul seluruhnya dan terpangkas saat anak daun belum membuka. Anak daun yang keluar dari daun pangkasan memiliki panjang yang lebih rendah dari daun yang tidak dipangkas karena anak daun yang paling panjang sudah terpangkas.

61 Lebar Anak Daun Pangkasan Lebar anak daun pangkasan diukur pada bagian tengah anak daun pangkasan. Anak daun pangkasan yang diukur yaitu anak daun yang memiliki panjang dan lebar paling besar diantara anak daun lainnya. Lebar anak daun pangkasan diukur bersamaan dengan jumlah anak daun pangkasan. Anak daun pangkasan muncul pertama kali pada 1 MSA dan muncul seluruhnya pada 3 MSA. Pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap lebar anak daun pangkasan pada 7 MSA (Tabel 9). Tabel 9. Pengaruh Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap Lebar Anak Daun Pangkasan Perlakuan MSA Hormon Organik 3 4 5 6 7 8..cm... H0 2.73 2.80 3.10 3.06 2.92bc 3.05 H1 2.62 2.83 2.90 2.89 3.03ab 2.96 H2 2.36 2.28 2.50 2.57 2.66c 3.00 H3 2.65 2.76 3.12 3.16 3.29a 4.56 Uji F tn tn tn tn * tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 % Pemberian hormon organik dengan konsentrasi yang paling tinggi yaitu 5 ml/l (H3) menunjukkan nilai lebar paling tinggi pada 5 hingga 8 MSA, namun berpengaruh nyata hanya pada 7 MSA. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang tinggi menyebabkan suplai hormon semakin banyak pada bibit sehingga lebar daun pangkasan menjadi lebih besar. Hormon organik mengandung zat pengatur tumbuh organik terutama auksin, giberelin dan sitokinin. Menurut Abidin (1983) auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jumlah Anak Daun Pangkasan, Panjang dan Lebar Anak Daun Baru Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan, pemberian hormon organik, dan interaksi dari kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun pangkasan serta panjang dan lebar

62 anak daun baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, penyimpanan bibit, cara aplikasi, dan konsentrasi hormon. Kondisi dan pertumbuhan bibit di persemaian dapat di pengaruhi oleh cara penyimpanan bibit. Berdasarkan penelitian Wahid (1987) penyimpanan dengan cara dikeringanginkan akan mengurangi kelembaban pada bagian pangkal batang dan akar yang terputus dibandingkan dengan penyimpanan dengan cara dibungkus. Bibit yang digunakan mengalami penyimpanan selama beberapa hari sebelum disemai. Hal ini dikarenakan pengambilan bibit tidak dilakukan dalam waktu yang sama serta lamanya pelangsiran bibit. Pemangkasan yang dilakukan satu bulan setelah semai diharapkan dapat mengurangi kekeringan pada bibit, karena setelah dipangkas hormon organik langsung diaplikasikan. Namun, pemangkasan tidak berpengaruh terhadap jumlah anak daun pangkasan serta panjang dan lebar anak daun baru. Cara aplikasi pemberian hormon organik yang dilakukan tidak tepat, karena pemberian hormon dengan cara pengolesan terhalang oleh getah yang keluar akibat pemangkasan bibit. Selain itu konsentrasi yang diberikan terlalu kecil, sehingga hormon tidak dapat diserap dan diangkut ke akar dengan baik. Hal ini mengakibatkan penyerapan hormon tidak efektif. Korelasi Antara Akar Nafas dengan Persentase Kehidupan Bibit Akar nafas yaitu akar yang keluar dari bibit sebelum akar bawah bibit keluar. Pengamatan keberadaan akar nafas berpegaruh terhadap persentase kehidupan bibit di akhir persemaian. Semakin banyak akar nafas, maka semakin banyak bibit yang hidup. Pengamatan keberadaan akar nafas dilakukan sebelum aplikasi sedangkan pengamatan persentase kehidupan bibit diamati pada akhir persemaian. Berdasarkan Gambar 17 terdapat korelasi yang positif antara kemunculan akar nafas dengan persentase kehidupan bibit.

63 Gambar 15. Korelasi Antara Akar Nafas dengan Persentase Kehidupan Bibit Kemampuan tumbuh bibit di persemaian dilihat dari penampakan pertumbuhan bibit, salah satunya dengan kemunculan akar nafas. Keberadaan akar nafas menandakan adanya kehidupan dalam bibit tersebut. Akar nafas berfungsi sebagai akar yang melakukan respirasi sebelum akar bawah muncul. Semakin banyak akar nafas maka semakin banyak persentase bibit yang hidup. Hal ini dikarenakan akar nafas berfungsi sebelum akar bawah muncul selama di persemaian. Setelah akar bawah muncul, akar nafas mulai berubah warna dari kemerahan menjadi kecoklatan. a Gambar 16. a) Penampakan Akar Nafas Sebelum Ada Akar Bawah, b) Penampakan Akar Nafas Setelah Ada Akar Bawah b