PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

dokumen-dokumen yang mirip
PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

A. Perspektif Historis

PENDIDIKAN INKLUSIF. BPK Penabur Cimahi, 11 Juli Mohamad Sugiarmin

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Landasan Pendidikan Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

TINJAUAN MATA KULIAH...

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

PENDIDIKAN BERKEBUTUHAN KHUSUS Anak-anak Berkelainan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 2, Desember 2017

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

POTENSI PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK UNTUK MENYELENGGARAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN INKLUSIF. Oleh Mohamad Sugiarmin

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

PEMBELAJARAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS Oleh: Drs. R. Zulkifli Sidiq, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Memasuki akhir milenium kedua, pertanyaan tentang

2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

BAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Jendral Managamen Pendidikan Dasar dan Menengah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah

MODEL PEMBELAJARAN YANG RAMAH BAGI SEMUA ANAK DALAM SETTING INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

Melalui pembelajaraan kooperatif setting inklusif dapat meningkatkan hasil belajar pengukuran siswa tunadaksa kelas VI SDLB Negeri Sabang

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

KETENTUAN UNTUK ANAK-ANAK DENGAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS DI WILAYAH ASIA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENUJU PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

Implementasi Pendidikan Segregasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Marsono Peneliti Madya Pusat Inovasi Pelayanan Publik

Potensi Pendidikan Taman Kanak-kanak untuk Menyelenggarakan Pendidikan Inklusif di Kota Banjai masin

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

Transkripsi:

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068

PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus): 1. Anak penyandang cacat dilihat dari aspek karakteristik kecacatannya (labeling). 2. Labeling sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan, sehingga setiap kecacatan harus diberikan layanan pendidikan yang khusus yang berbeda dari kecacatan lainnya (dlm prakteknya terdapat Sekolah Khusus/SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa). 3. Terdapat dikotomi antara Pend. Khusus/PLB/SLB dengan pendidikan biasa/sekolah biasa, dianggap dua hal yang sama sekali berbeda. Fokus utama Special Education adalah kecacatan bukan anak sebagai individu yang unik.

PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS (SPECIAL NEEDS EDUCATION) Semua anak termasuk anak penyandang cacat dipandang sebagai individu yang unik. Setiap individu anak memiliki perbedaan dalam Setiap individu anak memiliki perbedaan dalam perkembangan dan memiliki kebutuhan khusus yang berbeda.

Fokus utama pendidikan kebutuhan khusus adalah hambatan belajar dan kebutuhan anak secara individual (individu yang khas dan utuh) Kebutuhan khusus meliputi ABK yang bersifat sementara (temporary special needs) dan temporer (permanently special needs)

INKLUSIF SEBAGAI PROSES LAYANAN PENDIDIKAN BAGI SEMUA ANAK Paham Humanisme memberi pengaruh terahadap perubahan pandangan masyarakat dunia terhadap anak dan pendidikannya (termasuk anak penyandang ketunaan). Secara internasional gerakan ke arah perubahan pendidikan yang lebih Humanistik dan menjangkau semua yang terpinggirkan, dimulai dg diselenggarakan:

(1) Konvensi dunia tentang hak-hak anak pada tahun 1989. (2) Konverensi dunia tentang pendidikan untuk semua (education for all) di Jomtien, Thailand yang menghasilkan kesepakantan: membawa semua anak masuk sekolah dan memberikan pendidikan yang sesuai kepada semua anak. (3) Peraturan standar tentang kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat. (4) Pernyataan Salamanca tentang pendidikan inklusif.

Pernyataan Salamanca Hak semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus temporer dan permanen untuk memperoleh penyesuaian pendidikan agar dapat mengikuti sekolah. Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan yang berpusat pada anak yang memenuhi kebutuhan individual. Pengayaan dan manfaat bagi semua yang terlibat akan diperoleh melalui pelaksanaan pendidikan inklusif.

Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan berkualitas yang bermakna bagi setiap individu. Keyakinan bahwa pendidikan inklusif akan mengarah kepada sebuah masyarakat inklusif dan akhirnya kepada keefektipan biaya. Semua anak dapat dididik walaupun mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang sangat berat.

Pendidikan inkluisif harus memberikan pendidikan yang akan mencegah anak-anak mengembangkan harga diri yang buruk dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Pendidikan inklusif bertujuan untuk menciptakan kerja sama bukan persaingan.

KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF Pernyataan Salamanca menjadi tonggak dimulainya proses perubahan paradigama pendidikan yang merangkul semua perbedaan agama, ras, budaya, ekonomi, minoritas etnis, bahasa, gender, dan kecacatan (disabilities). Semuanya mempunyai akses dan sesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dalam setting yang sama (inklusif).

Pendidikan inklusif dapat dipandang sebagai satu pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan belajar semua anak, remaja dan orang dewasa yang secara spesifik difokuskan kepada mereka yang rawan terpinggirkan dan terabaikan.

Pendidikan inklusif diartikan bahwa : sekolah harus mengakomodasi semua anak, tanpa memandang keadaan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau kondisi-kondisi lain, seperti penyandang cacat dan anak-anak berbakat (gifted children), anak jalanan, anak-anak yang bekerja, anak-anak dari kelompok nomadic, anak-anak kelompok budaya minoritas dan anak-anak dari kelompok yang tidak beruntung dan terpinggirkan.

Karakteristik Sekolah yang Bersifat Inklusif Sekolah yang bersifat inklusif adalah sekolah yang ramah dan terbuka, yang ditandai halhal sebagai berikut : o Tidak diskriminatif. o Mengakui dan Menghargai Keragaman Anak. o Lingkungan dan Fasilitas yang Aksesibel. o Guru Bekerja dalam Tim o Keterlibatan Orang Tua

Aksesibilitas adalah kemudahan dan keleluasaan bagi semua anak untuk bergerak dan beraktiifitas di lingkungan sekolah. Misalnya jika ada seorang anak yang tidak bisa berjalan diperlukan lingkungan yang memungkinkan anak itu bisa keluar masuk kelas dengan mudah

Langkah-Langkah Agar Sekolah Menjadi Aksesibel Pertama, menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi keselamatan semua anak. Sebagai contoh, apakah konstruksi jendela ketika dibuka akan mengganggu dan menghambat keleluasaan anak untuk bergerak? Jika, ya, maka konstruksinya perlu diperbaiki agar menjadi anam. Apakah lantai kelas posisinya rata dengan teras? Jika tidak, maka perlu dibuat jalan miring di depan pintu, agar anak dapat keluar masuk kelas dengan leluasa dan aman.

Kedua, membuat lingkungan sekolah menjadi nyaman. Kenyamanan berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan. Sekolah tidak boleh menjadi penyebab terjadinya gangguan kesehatan pada anak. Untuk menciptakan sekolah yang aman dan nyaman bukan sesuatu yang sulit. Hal ini tergantung kepada inisiatif guru dan kepala sekolah untuk mewujudkannya.

Ketiga, menciptakan lingkungan yang dapat memberikan kemudahan-kemudahan kepada setiap anak untuk beraktifitas. Langkah ini mungkin yang paling sulit untuk diwujudkan, karena harus membuat sesuatu yang baru. Misalnya apabila sekolah berlantai dua maka perlu dibuat akses agar anak yang tidak bisa berjalan atau anak tidak biasa melihat dapat masuk dengan mudah. Apabila sekolah, paling tidak dapat mewujudkan langkah pertama dan kedua saja, sudah merupakan prestasi yang cukup baik dalam menciptakan lingkungan yang aksesibel bagi semua anak.

Alasan Perlunya Inklusif semua anak mempunyai hak untuk belajar bersama anak-anak tidak perlu diperlakukan diskriminatif dengan dipisahkan dari kelompok lain karena kecacatannya para penyandang cacat yang telah lulus dari pendidikan segregrasi menuntut segera diakhirinya sistem segregrasi tidak ada alasan yang sah untuk memisahkan pendidikan bagi anak cacat, karena setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan masingmasing

banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi akademik dan sosial anak cacat yang sekolah di sekolah integrasi lebih baik dari pada di sekolah umum tidak ada pengajaran di sekolah segregasi yang tidak dapat dilaksanakan di sekolah umum dengan komitmen dan dukungan yang baik pendidikan inklusif lebih efisien dalam penggunaan sumber belajar sistem segregasi dapat membuat anak menjadi banyak prasangka dan rasa cemas (tidak nyaman)

semua anak memerlukan pendidikan yang membantu mereka berkembang untuk hidup dalam masyarakat yang normal hanya sistem inklusiflah yang berpotensi untuk mengurangi rasa kehawatiran, membangun rasa persahabatan, saling menghargai dan memahami.

Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan pendidikan inklusif Bagi siswa Sejak dini siswa memiliki pemahaman yang baik terhadap adanya perbedaan dan keberagaman Munculnya sikap empati pada siswa terdorong secara alamiah Munculnya budaya saling menghargai dan menghormati pada siswa Menurunkan terjadinya stigma dan labeling kepada semua anak dan khususnya pada anak tertentu Timbulnya budaya kooperatif dan kolaboratif pada siswa sehingga memungkinkan adanya saling bantu satu sama lain

Bagi Guru Lebih tertantang untuk mengembangkan berbagai metode dalam mensiasati pembelajaran Bertambahnya kemampuan dan pengetahuan guru tentang keberagaman siswa termasuk keunikan, karakteristik, dan sekaligus kebutuhannya Terjalinnya komunikasi dan kolaborasi kemitraan antar guru (Guru reguler dan Guru khusus) dan dengan ahli lainnya Bertambahnya pemahaman tentang siswa Berkurangnya stigma dan labeling terhadap anak berkebutuhan khusus yang dilakukan oleh guru Menumbuhkan sikap empati terhadap siswa, termasuk anak berkebutuhan khusus

Bagi Otoritas Pendidikan Memberikan kontribusi yang sangat besar bagi program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun Memberikan peluang terjadinya pemerataan pendidikan bagi semua kelompok masyarakat Menggunakan biaya yang relatif lebih efisien Mengakomodasi kebutuhan masyarakat Meningkatkan kualitas layanan pendidikan

Profil pembelajaran di sekolah inklusif: Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Guru mempunyai tanggung jawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan perilaku sosial yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku agama, dsb.

Pendidikan inklusif berarti menerapkan kurikulum yang multilevel dan multimodalitas. Mengajar kelas yang memang dibuat heterogen memerlukan perubahan kurikulum secara mendasar. Guru di kelas inklusif secara konsisten akan bergeser dari pembelajaran yang kaku, berdasarkan buku teks, ke pembelajaran yang banyak melibatkan belajar yang kooperatif, tematik, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan assessmen secara autentik.

Pendidikan inklusif berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif. Perubahan dalam kurikulum berkaitan erat dengan perubahan metode pembelajaran. Model kelas tradisional dimana seorang Guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anak di kelas, harus diganti dengan model murid- murid bekerja sama, saling mengajar, dan secara aktif berpartisipasi dalam pendidikan sendiri dan pendidikan teman-temannya. Kaitan antara pembelajaran kooperatif dan kelas inklusif sekarang jelas; semua anak berada di satu kelas bukan untuk berkompetisi, tetapi untuk saling belajar dari yang lain.

Pendidikan inklusif berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Meskipun guru selalu dikelilingi oleh orang lain, pekerjaan mengajar dapat menjadi profsi yang terisolasi. Aspek penting dari pendidikan inklusif meliputi pengajaran dengan tim, kolaborasi dan konsultasi, dan berbagai cara mengukur keterampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama tim antara guru dengan profesi lain diperlukan, seperti para profesional, ahli bahasa, orthopedagog, konselor, dokter, psikolog, dsb.

Pendidikan inklusif berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. Pendidikan inklusif sangat bergantung kepada masukan orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan mereka dalam penyusunan Program Pembelajaran Individual (PPI)

Sampai jumpa lagi..! T A M A T