ANALISA SISTEM PENGERINGAN PADA ALAT PEMASAK DAN PENGERING (ALA PRESTO )

dokumen-dokumen yang mirip
Tugas Akhir. Analisa Perpindahan Kalor Pada Proses Spray Dryer

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENGERING

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT

TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM PEMASAKKAN PADA ALAT. PEMASAK DAN PENGERING (Ala Presto) IKAN DURI LUNAK

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

BAB III PERANCANGAN SISTEM

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

BAB IV PENGOLAHAN DATA

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

KONSTRUKSI DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50 KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR PADAT

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1 By The Nest We do you. Question Sheet Physics Suhu Kalor dan Perpindahannya

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

9/17/ KALOR 1

TUGAS AKHIR EKSPERIMEN HEAT TRANSFER PADA DEHUMIDIFIER DENGAN AIR DAN COOLANT UNTUK MENURUNKAN KELEMBABAN UDARA PADA RUANG PENGHANGAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

PENGANTAR PINDAH PANAS

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PERANCANGAN ULANG ALAT PEMANAS DAN PENDINGIN AIR MINUM BERTENAGA LISTRIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

PENGARUH VARIASI KETEBALAN ISOLATOR TERHADAP LAJU KALOR DAN PENURUNAN TEMPERATUR PADA PERMUKAAN DINDING TUNGKU BIOMASSA

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

BAB III METOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN KINERJA BOILER

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

TINJAUAN PUSTAKA. Proses pembuatan kopra dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1. Pengeringan dengan sinar matahari (sun drying).

Fisika Dasar I (FI-321)

Transkripsi:

TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM PENGERINGAN PADA ALAT PEMASAK DAN PENGERING (ALA PRESTO ) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) pada Fakultas Teknologi Industri Jurusan teknik Mesin Universitas Mercu Buana Disusun Oleh : Nama : Muri Siswanto Nim : 01301-078 FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2007

LEMBAR PERYATAAN Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Muri Siswanto NIM : 01301-078 Fakultas Jurusan Universitas : Teknologi Industri : Teknik Mesin : Mercu Buana Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tugas akhir yang saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan tidak menyadur dari hasil karya orang lain, kecuali dari kutipan-kutipan referensi yang telah disebutkan sumbernya. Jakarta, November 2007 (Muri Siswanto)

LEMBAR PENGESAHAN PERANCANGAN, PEMBUATAN ALAT PENGERING DAN ANALISA PENGERING DENGAN SISTEM ABSORSI Telah diperiksa dan disetujui oleh : Pembimbing I (DR. H. Abdull Hamid, M.Sc) mengetahui, Kordinator Tugas Akhir (Ir.Nanang Ruhyat)

ABSTRAK Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis merancang alat pengering ikan (Ala Presto) dengan kapasitas ruang pengering 2 kg. Dengan Proses penurunan kadar air berkisar antara 5-10 %, proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar briket (batu bara) dari hasil perhitungan untuk mengeringkan ikan 2 kg selama waktu 2 jam membutuhkan briket (batu bara) sebanyak 0.33 kg, Kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan air, menaikan temperatur ikan 2 kg dan untuk memanaskan ikan selama 2 jam adalah 1218.08 kj. Berdasarkan hasil pembuatan alat, perhitungan dan pengujian alat pengering pada temperatur 65 C (konstan) maka di dapat hasil hasil sebagai berikut : Ikan bandeng 176 gram dikeringkan selama 2 jam, hinnga berat 110 gram, sehingga kadar air yang tersisa adalah 7.4 % dari berat keseluruhan.

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK DAFTAR GAMBAR NOTASI Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Tujuan... 2 1.3 Batasan Masalah... 2 1.4 Teknik Pengumpulan Data... 2 1.5 Sistematika Penulisan... 3 Bab II Teori Dasar 2.1 Proses Pengeringan....5 2.2 Klasifikasi Proses Pengeringan... 7 2.2.1 Pengeringan Alami...... 7 2.2.2 Pengeringan Buatan... 8 2.3 Diagram Psikrometrik... 10 2.4 Sistem pengukuran temperatur...... 13 2.5 Persamaan Dasar Perpindahan Panas... 14 2.6 Analisa Energi... 18 2.7 Perhitungan kadar air... 24 2.8 Briket (batu bara)... 25 2.9 Efisiensi Termal... 26 Bab III Pengumpulan Data 3.1 Data Perancangan...27 3.2 Dimensi perancangan alat pengering...... 27 3.2 Analisa energi... 29 3.2.1 jumlah uap air yang dikeluarkan... 29 3.2.2 laju perpindahan panas... 30

3.2.3 laju aliran udara kering... 31 3.2.4 kebutuhan panas udara kering... 31 3.2.5 Konsumsi Briket Batu Bara......32 3.3 Panas Pengeringan...32 3.4 Panas Yang Dilepas Udara Pengering...34 3.5 Laju Perpindahan Panas Dari Tungku Keruang Pengering...35 3.6 Laju Perpindahan Panas Tiap Rak Pengering...37 3.7 Efisiensi Pengeringan...37 3.8 Perencanaan Biaya...40 Bab IV PROSES PEMBUATAN ALAT PENGERING 4.1 Diagram Alir Pembuatan Alat...41 4.2 Tahapan Pemotongan Rangka... 42 4.2.1 Pemotongan Rangka Pengering...42 4.2.2 Pemotongan Rangka Pintu...44 4.2.3 Skema Gambar Potongan Untuk Tungku Bahan Bakar Briket...45 4.2.4 Skema Gambar Potongan Untuk Ruang Pengering...45 4.2.5 Skema Gambar Katup Untuk Ruang Pengering...47 4.3 Tahapan Untuk Pemotongan Plat...48 4.3.1 Pemotongan Plat Untuk Pintu...48 4.3.2 Pemotongan Plat Untuk Batas Ruang Pengering Tungku...49 4.3.3 Pemotongan Plat Untuk Alas Tungku...50 4.3.4 Pemotongan Plat Untuk Tempat Batrai...51 4.3.5 Pemotongan Plat Dinding Luar...52 4.4 Tahap Perakitan...54 BaB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN 5.1 Beban Pengeringan...56 5.2 Laju Aliran Udara Kering...57 5.3Kebutuhan Panas Udara Kering...57 5.4 Jumlah Bahan Bakar Yang Digunakan...57 5.5 Effisiensi Pengeringan...57 5.6 Hasil Pengujian Alat...58 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan...60 6.2 Saran...61

TUGAS AKHIR Notasi SYMBO KETERANGAN SATUAN (SI) L A Luas penampang, m 2 C Panas jenis ikan h kj/kg C Cp Panas jenis pada temperatur pengeringan kj/kg. C d Diameter silinder M D H Garis tengah hidrolik m f Tekanan persial uap air pada udara t mmhg ' f tekanan uap air jenuh pada udara t mmhg h Entalpi kcal/kg ' h Koefisien perpindahan panas a W/m 2 C h Koefisien perpindahan panas c W/m 2 C h Entalpi pada udara lingkungan kj/kg a h Entalpi pada udara ruang pengering kj/kg b H Perbandingan kelembaban dari udara lembab kg/kg H kelembaban udara awal a kg/kg H Kelembaban udara akhir b kg/kg k Konduktivitas termal W/m C UNIVERSITAS MERCU BUANA

TUGAS AKHIR K kadar air berdasarkan berat kering % A KA kadar air berdasarkan berat basah % L Panjang silinder m m banyaknya kadar air yang harus dikeluarkan kg m Kadar air sebelum pengeringan kg a m Kadar air sesudah pengeringan kg b M Massa ikan kg M Massa udara kering mmhg w Massa uap air mmhg M a v Kecepatan udara m/det V Laju aliran udara kering m 3 /s vs volume spesifik udara pengering m 3 /kg q Kalor yang dilepaskan udara pengering kj q Laju perpindahan panas Watt q Perpindahan panas konveksi Watt c q Perpindahan panas konduksi Watt k q Laju aliran panas untuk silinder berlubang Watt l q r jumlah energi radiasi yang dipancarkan Watt Q Panas untuk menguapkan air kj l Q panas untuk menaikan temferatur ikan kj t Q Panas untuk memanaskan ikan kj w UNIVERSITAS MERCU BUANA

TUGAS AKHIR Q Total Panas pengeringan kj Q kebutuhan udara pengering kj/s r Jari-jari m t Waktu pengeringan s t temperatu bola kering C t Temperatu bola basa C T Temperatur udara lingkungan 1 C T Temperatur udara pengeringan 2 C T Temperatur tungku C W Laju perpindahan air kg/s Wa Berat kering benih Kg w jumlah air yang diuapkan Kg µ Viskositas udara kg/m.det ρ Kerapatan udara pada temperatur pengeringan kg/m 3 γ Kelembaban spesifik % ϕ Kelembaban relatif % η effisiensi pengeringan % p N u Bilangan Nusselt - R Bilangan Reynold - e T / x Gradien suhu pada penampang tersebut - T Beda suhu antara suhu permukaan dengan - suhu fluida UNIVERSITAS MERCU BUANA

TUGAS AKHIR NOTASI A Luas penampang m 2 Ch Panas jenis ikan kj/kg C Cp Panas jenis pada tempratur pengering kj/kg C d Diameter silinder m D H Garis tengah hidrolik m f Tekanan persial uap air pada udara t mmhg f tekanan uap air jenuh pada udara t mmhg h Entalpi kcal/kg ha Koefisien perpindahan panas W/m 2 C hc Koefisisan perpindahan panas kj/kg ha Entalpi pada udara ruang pengering kj/kg hb Entalpi pada udara ruang pengering kj/kg H Perbandingan kelembaban dari udara kj/kg lembab H a Kelembaban udara awal kj/kg H b Kelembaban udara akhir kj/kg k Konduktifitas termal W/m C K A Kadar air berdasarkan berat kering % KA Kadar air berdasarkan berat basah % UNIVERSITAS MERCU BUANA

TUGAS AKHIR L Panjang silinder m m Banyaknya kadar air yang harus dikeluarkan kg ma Kadar air sebelum peneringan kg mb Kadar air sesudah peneringan kg M Massa ikan kg M w Massa udara kering mmhg M a Massa uap air mmhg v Kecepatan udara m/det V Laju aliran udara kering m³/s vs volume spesifik udara kering m³/kg q Kalor yang dilepas udara pengering kj q Laju perpindahan panas Watt qc Perpindahan panas konveksi Watt qk Perpindahan panas konduksi Watt ql Laju aliran panas untuk silinder berlubang Watt q r Jumlah energi radiasi yang dipancarkan Watt Ql Panas untuk penguapan air kj Qt Panas untuk menaikan temperatur ikan kj Qw Panas untuk memanaskan ikan kj UNIVERSITAS MERCU BUANA

TUGAS AKHIR Q Total Panas pengeringan kj Q Kebutuhan udara pengering kj/s r jari-jari m t Waktu pengeringan s t Temperatur bola kering C t Tempratur bola basah C T1 Temperatur udara lingkungan C T2 Temperatur udara pengeringan C T Temperatur tungku C W Laju perpindahan air kg/s Wa Berat bola benih kg w Jumlah air yang diuapkan kg μ Viskositas udara kg/m.det ρ Kerapatan udara pada temperatur udara kg/m³ γ Kelembaban spesifik % φ Kelembaban relative % η p effisiensi pengeringan % N u Bilangan Nussel - Re Bilangan Reynold - T / x Gradien suhu pada penampang tersebut - T Beda suhu antara suhu permukaan dengan suhu fluida - UNIVERSITAS MERCU BUANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produksi perikanan laut di perairan Indonesia mencapai ± 3.923.781 Ton, hasil ini terdiri dari berbagai macam ikan. Hasil ini dapat disajikan dalam dua bentuk yakni bentuk ikan segar dan bentuk ikan olahan. Pada saat panen raya hasil panen berlimpah, tetapi kondisi pasar tidak menguntungkan, sehingga tidak semua ikan dapat terjual dalam bentuk ikan segar karena ikan mempunyai sifat mudah rusak dan umur simpan yang pendek. Untuk mengatasi hal ini nelayan mengeringkan ikan agar ikan tidak membusuk, untuk dijadikan ikan olahan. Ikan olahan itu mempunyai nilai jual yang rendah dibandingkan harga jual ikan segar, padahal telah dikenakan biaya dan tenaga untuk mengolahnya. Proses pengeringan ikan yang dilakukan oleh masyarakat disini dilakukan dengan cara menjemur ikan diatas suatu alat yang dinamakan laha, ditempat terbuka dengan bantuan panas dari sinar matahari. Proses pengeringan seperti ini mempunyai banyak kendala, diantaranya adalah lamanya pengeringan sangat bergantung pada kondisi cuaca yang selalu berubah-ubah sehingga dapat menurunkan produktivitas industri ini, dan

rentannya pengeringan tersebut terhadap gangguan-gangguan lain seperti burung, ayam, atau hewan lain yang dapat mengurangi kuantitas ikan yang dikeringkan. Lagi pula, pengeringan secara tradisional sangat dibatasi oleh areal yang tersedia, sehingga kapasitas pengeringannyapun tergantung areal yang tersedia. Dengan adanya permasalahan seperti diatas, maka dirancanglah suatu alat yang diharapkan mampu meningkatkan produktivitas, kuantitas dan kapasitas industri tersebut yang ekonomis, yaitu pengering ikan tanpa menggunakan listrik atau dengan katalain pengering alternatif, yaitu pengering bahan bakar briket. 1.2 Tujuan Tujuan dari perancangan alat ini adalah merancang suatu alat pengering dengan kapasitas pengeringan sebesar 4 kg, dengan penurunan kadar air menjadi 7-10 %. serta menganalisa perpindahan panas yang terjadi di alat pengering dengan menggunakan sistem absorpsi. 1.3 Batasan Masalah Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis hanya akan membahas tentang perancangan, pembuatan alat pengering dan analisa ruang pengering dengan menggunakan sistem absorpsi. 1.4 Teknik Pengumpulan Data adalah: Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data perancangan alat pengering ini

a. Metoda observasi, yaitu metoda yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan untuk perancangan alat pengering ini. b. Study literature, yaitu membaca buku-buku referensi yang berhubungan dengan apa yang sedang dirancang. c. Metode diskusi dan bertukar pikiran kepada yang lebih berpengalaman tentang permasalahan permasalahan yang berhubungan dengan pengeringan, serta bimbingan kepada dosen pembimbing 1.5 Sistematika Penulisan Penyusunan bab-bab dalam tugas akhir ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam pembahasan. Adapun sistematika penulisan dalam laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, metoda penelitian, sistematika penulisan. BAB II TEORI DASAR pengering. Bab ini berisi tentang teori-teori yang mendasari dalam perancangan alat

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN ALAT PENGERING Bab ini berisikan tentang asumsi-asumsi awal yang digunakan dalam perancangan alat pengering yang hasilnya berupa karakteristik alat yang dirancang kapasitas pengering, lama waktu pengeringan, dan perhitungan berdasarkan teori yang didapat untuk merancang mesin tersebut. BAB IV PROSES PEMBUATAN ALAT PENGERING Bab ini berisi tentang tahapan-tahapan dalam pembuatan alat pengering dari tahap pemotongan bahan, penekukan, hinga tahap perakitan. BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING Bab ini berisikan tentang analisa hasil perhitungan dari data-data perancangan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya serta kecendrungan yang terjadi dalam proses pengeringan.dan analisa hasil pengujian yang telah dilakukan. BAB V I KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan tentang rangkuman dari seluruh proses perancangan alat pengering yang telah dilakukan dan saran-saran yang bermanfaat agar hasil perancangan sesuai dengan yang diinginkan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II TEORI DASAR 2.1 Proses Pengeringan Pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air atau menguapkan air dalam suatu bahan sehingga mencapai kadar air yang kita inginkan, dalam proses pengeringan ini memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa udara panas. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan sehingga tekanan uap air pada bahan lebih besar dari pada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara. Proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu bertujuan agar dapat memperlambat laju kerusakan bahan akibat aktifitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah (digunakan). Selanjutnya dijelaskan bahwa parameter-parameter yang mempengaruhi waktu pengeringan adalah : a. Temperatur Udara pengering

Permukaan bahan sangat dipengaruhi oleh pengaturan temperatur udara, semakin tinggi suhu udara pengering maka semakin banyak jumlah cairan yang di uapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Temperatur udara yang tinggi juga dapat mengakibatkan bahan menjadi rusak. b. Kecepatan Udara Pengering Sistem pengering produksi sangat dipengaruhi oleh sirkulasi udara, dimana fungsi dari udara pada sistem pengering adalah : - Sebagai media perantara perpindahan panas - Pembawa uap air keluar dari permukaan produk Pada prakteknya kecepatan sirkulasi udara sangat menunjang pada proses pengeringan. Semakin tinggi kecepatan udara pengering maka proses pengeringan akan berlangsung cepat. Hal ini disebabkan oleh cepatnya massa uap air yang dipindahkan dari produk keudara sekitar. c. Kelembaban Relatif Udara Pengering Kelembaban relatif udara pengering adalah perbandingan tekanan persial uap air diudara dengan tekanan jenuh uap air pada temperatur campuran. Untuk mempertahankan kecepatan penguapan air tetap tinggi, udara pengering yang digunakan harus memiliki kelembaban rendah. Pada kondisi ini akan terjadi perbedaan tekanan uap air permukaan produk dengan udara pengering.

d. Dimensi Produk Dimensi produk akan mempengaruhi proses pengeringan, karena pada saat permukaan produk mulai kering akan terjadi proses difusi menuju permukaan produk. Waktu yang diperlukan molekul air mencapai permukaan tergantung pada dimensi produk. Semakin tebal produk maka proses pengeringan akan berlangsung lama. e. Kadar Air Produk Kadar air produk adalah kandungan air yang terdapat didalam produk. Semakin tinggi kadar air pada produk semakin lama proses pengeringan berlangsung. 2.2 Klasifikasi Proses Pengeringan Proses pengeringan yang biasa kita jumpai dan banyak digunakan secara umum, dapat kita klasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. 2.2.1 Pengeringan Alami Pengeringan alami adalah pengeringan yang dilakukan ditempat terbuka dengan cara menghamparkan produk diatas suatu alas, kemudian disinari cahaya matahari dan dibantu oleh udara disekitarnya. Pada proses pengeringan jenis ini terdapat berbagai kekurangan diantaranya: a. Proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca b. Memerlukan tempat yang luas dan tenaga kerja yang banyak c. Produk yang dikeringkan mudah tercemar

Proses pengeringan jenis ini juga memiliki kelebihan-kelebihan diantaranya: a. Biaya yang dikeluarkan untuk proses ini relatif lebih kecil b. Kapasitas pengeringan sangat tidak terbatas c. Proses lebih mudah. 2.2.2 Pengeringan Buatan Pengeringan buatan dilakukan dengan cara mengalirkan atau mensirkulasikan udara panas yang berasal dari sumber panas kedalam ruangan pengering yang berfungsi untuk menguapkan kadar air dari produk. Gambar 2.1 Skematik proses pengeringan buatan Pada proses pengeringan buatan ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya: a. Proses pengeringan tidak dipengaruhi oleh keadaan cuaca sehingga proses pengeringan menjadi lebih cepat b. Tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak Proses pengeringan buatan ini juga memiliki kekurangan, diantaranya: a. Kapasitas pengeringan terbatas b. Memerlukan investasi yang relatif besar Beberapa jenis pengeringan buatan:

a. Parallel Flow Tray Parallel flow tray atau yang disebut dengan compartement dryer terdiri dari suatu ruangan yang didalamnya tersusun rak-rak tempat meletakkan produk yang akan dikeringkan. Alat pengering ini biasanya dilengkapi dengan kipas yang berfungsi untuk mensirkulasikan udara didalam ruangan dan pemanas yang berfungsi sebagai sumber panas untuk memanaskan udara didalam ruang pengering. Produk yang dikeringkan diletakkan diatas rak-rak yang dapat diambil dan dipasang kembali, udara pengeringan dialirkan secara sejajar dengan permukaan rak. Gambar 2.2. Parallel flow tray b. Trough Circulation Tray Trough circulation tray hampir sama dengan parallel flow tray, yang membedakan hanya letak arah aliran udaranya. Pada alat jenis ini aliran udara pengering dialirkan secara paksa untuk menembus permukaan rak dan produk

yang dikeringkan. Raknya berupa lubang-lubang atau saringan sehingga udara pengering bisa dipaksa untuk menembus produk. Gambar 2.3. Trough circulation tray c. Vacum Shelf Dryer Vacum shelf dryer adalah jenis pengering yang bekerja dibawah tekanan satu atmosfer. Alat pengering jenis ini biasanya digunakan apabila diinginkan pengeringan secara cepat tetapi temperatur pengeringan dipertahankan rendah. Gambar 2.4. Vacuum shelf dryer 2.3 Grafik Psycrometric Secara umum yang dikatakan udara adalah campuran antara udara kering dan uap air. Campuran ini sering disebut udara lembab. Udara lembab erat kaitannya dengan

pengkondisian udara. Suatu kajian tentang sifat-sifat termodinamika campuran antara udara kering dengan uap air disebut pisikometrik. Sifat-sifat termodinamika yang penting adalah : a. Temperatur Udara Didalam udara lembab biasanya dibedakan oleh dua temperatur yaitu temperatur bola basa dan temperatur bola kering. Temperatur bola kering adalah temperatur udara yang ditunjukkan pada saat pengukuran temperaturnya tekanan uap persial belum mencapai tekanan jenuh, untuk menentukan suhu bola kering biasanya digunakan termometer dengan sensor kering dan terbuka. Sedangkan temperatur bola basah adalah temperatur udara pada keadaan tekanan uap airnya sama dengan tekanan jenuh, suhu bola basa ditentukan dengan menggunakan termometer bola basa yang sensornya dibalut dengan kain basah. Pengaruh kain basah dapat dihilangkan dengan adanya kain basa tersebut. b. Tekanan Karena udara lembab merupakan campuran antara udara kering dan uap air maka tekanan totalnya merupakan jumlah tekanan persial udara kering dan uap air. Secara umum tekanan persial uap air jenuh lebih kecil dibandingkan tekanan persial udara kering. Apabila tekanan persial uap air mencapai harga sama dengan tekanan uap air pada temperatur yang sama, keadaan ini disebut dengan keadaan jenuh. Tekanan uap airnya juga disebut tekanan jenuh.

c. Kelembaban Ada dua kelembaban yang sering dikenal yaitu kelembaban spesifik dan kelembaban relatif. Kelembaban spesifik ( γ ) adalah kandungan air dalam udara. Biasanya dinyatakan dalam bentuk massa uap air yang terkandung dalam setiap satuan massa udara kering, dan ditulis dengan persamaan sebagai berikut M M w γ = (2.1) a dimana, γ = Kelembaban spesifik (%) M w = Massa uap air (mmhg) M a = Massa udara kering (mmhg) Kelembaban relatif didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan parsial uap air dengan tekanan jenuh uap air pada temperatur yang sama, dan ditulis dalam persamaan sebagai berikut: f ϕ = '..(2.2) f ϕ = Kelembaban relatif (%) f = Tekanan persial uap air pada udara t (mmhg) ' f = tekanan uap air jenuh pada udara t (mmhg) hubungan antara tekanan persial uap air dan temperatur suhu bola basa dapat dilihat dari persamaan berikut ini :

f f ' ' tekananatmosfir, mmhg 0,5( t t ) (2.3) 755 dimana, t = temperatu bola kering ( C) t = Temperatu bola basa ( C) f = Tekanan persial uap air pada udara t (mmhg) ' f = tekanan uap air jenuh pada udara t (mmhg) tekanan dinyatakan dalam mmhg, dimana 1 atmosfir = 760 mmhg d. Entalpi Entalpi penting untuk dicantumkan dalam diagram psikometri mengingat banyak manfaatnya dalam perhitungan energi pada proses termodinamika udara seperti pendinginan, pemanasan, kelembaban dan lain-lainnya. Entalpi adalah energi kalor yang dimiliki suatu zat pada suatu temperatur tertentu. Maka entalpi dari udara lembab dengan perbandingan kelembaban x, pada temperatur t C, didefinisikan sebagai sejumlah energi kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 kg udara kering dan x kg air (dalam pasa cair) dari 0 C sampai mencapai t C dan menguapkannya menjadi uap air (pasa gas). Hal tersebut diatas dapat ditulis dalam persamaan : ' { 0.240t + (597,3 0,441 t) H ( kcal / kg ) } h = + x 4.8169.(2.4) h = 1.004kj/kg dimana,

h = Entalpi (kcal/kg ' ) H = Perbandingan kelembaban dari udara lembab (kg/kg ) 0.240 = Kalor spesifik dari udara kering (kcal/kg C) 0.441 = Kalor spesifik rata-rata dari uap air (kcal/kg C) 597.3 = Kalor laten dari air pada 0 C (kcal/kg) 2.4 Sistem Pengukuran Temperatur Untuk pengukuran temperatur, alat ukur yang digunakan disarankan dapat memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Sangat mudah dalam pemakaiannya 2. Alat tersebut mudah didapat 3. Harganya relatif murah 4. Pembacaan skala yang relatif mudah dan teliti Berdasarkan kriteria diatas maka penulis memilih alat ukur termometer gelas. Termometer gelas yang digunakan sebanyak 3 buah, untuk mengukur temperatur bola basah (T wb ) dan untuk mengukur temperatur bola kering (T db ) di ruang pengering. Pengukuran temperatur dilakukan dilingkungan sekitar, pada ruang pemanas sebelum masuk ruang pengering dan setelah keluar dari ruang pengering. 2.5 Perinsip Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-daerah tersebut. Selain itu

perpindahan panas terdiri dari beberapa proses, yaitu proses dalam keadaan stedi dan tak stedi. Proses stedi adalah bila laju aliran panas dalam suatu sistem tidak berubah dengan waktu, yaitu bila laju itu konstan, maka suhu dititik manapun tidak berubah. Dengan kondisi stedi, kecepatan pluck masuk panas pada pada titik mana pun harus tetap sama dengan kecepatan fluck keluar,dan tidak terdapat atau terjadi perubahan energi dalam. Contohnya adalah :aliran panas dari hasil-hasli pembakaran air didalam pipa-pipa ketel, pendinginan bola lampu listrik oleh udara sekitar, atau perpindahan panas dari fluida yang panas ke pluida yang dingin didalam penukar panas. Sedangkan yang dimaksud dengan proses tak stedi adalah bila suhu diberbagai titik dari sistem tersebut berubah dengan waktu. Karena perubahan suhu menunjukkan perubahan energi dalam, kita berkesimpulan bahwa penyimpanan energi bagian yang tidak terpisahkan dari aliran proses tak stedi. Contohnya adalah : waktu pemanasan pada tanur, ketel dan turbin. Kepustakaan perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas yang berbeda: konduksi (conduction, juga yang dikenal dengan istilah hantaran), radiasi (radiation) dan konveksi (convection). Konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah didalam suatu medium(padat, cair, gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran perpindahan panas secara konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul yang cukup besar. Menurut teori kinetik, suhu elemen zat sebanding dengan energi kinetik rata-rata molekul yang membentuk elemen itu. Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat yang disebabkan oleh kecepatan dan posisi relatif molekul-molekulnya

disebut energi dalam. Jadi, semakin cepat molekul-molekul bergerak, semakin tinggi suhu maupun energi dalam elemen zat tersebut. Persamaan dasar untuk konduksi dalam keadaan stedy dapat dituliskan sebagai berikut: q k T = ka (2.5) x dimana: q k = Perpindahan panas konduksi (W) k = Konduktivitas termal bahan (W/m.c ) A = Luas penampang yang dilalui aliran panas (m 2 ) T / x = Gradien suhu pada penampang tersebut Tabel 2.1 Besaran konduktivitas termal k Bahan Btu/h ft K W/m K Gas pada tekanan atmosfir 0.004-0.10 0.0069-0.17 Bahan isolasi Cairan bukan logam Zat padat bukan logam Logam cair Paduan Logam murni 0.02-0.12 0.05-0.40 0.02-1.5 5.0-45 8.0-70 30-240 0.034-0.21 0.086-0.69 0.034-2.6 8.6-76 12-120 52-410 Persamaan perpindahanpanas secara konduksi dalam keadaan stedi untuk silinder berlubang : A = 2. π. r. l

dimana, A = Luas penampang (m 2 ) r = Jari-jari (m) l = Panjang silinder (m) maka laju aliran panas utuk silinder berlubang adalah : dimana, dt q k = 2k. π. r. l.(2.6) dr q k = Laju aliran panas untuk silinder berlubang (Watt) k = Konduktivitas termal bahan (W/m.K) Radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang bertemperatur rendah tanpa melalui zat perantara, kalor juga dapat berpindah melalui daerah-daerah hampa. Panas radiasi dipancarkan oleh suatu benda dalam bentuk kumpulan energi yang terbatas atau kuanta. Gerakan panas radiasi didalam ruangan mirip perambatan cahaya dan dapat diuraikan dengan teori gelombang. Bila gelombang radiasi menjumpai benda yang lain, maka energinya diserap didekat permukaan benda tersebut. Perpindahan panas secara radiasi semakin penting dengan meningkatkan suhu suatu benda. Adapun persamaan perpindahan panas secara radiasi adalah sebagai berikut : 4 q r = σat (2.7) dimana: q r = jumlah energi radiasi yang dipancarkan (W) σ 8 = Konstanta Boltzman ( 5.67x 10 )

A = Luas permukaan (m 2 ) T = Beda temperatur antara permukaan dengan temperatur fluida Konveksi adalah proses perpindahan energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur.perpindahan panas dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan panas akan mengalir secara konduksidari permukaan prtikel-partikel fluida yang terbatas. Energi berpindah dengan cara demiian akan menaikan suhu dan energi dalam prtikel-partikel fluida. Kemudian partikel-partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu yang lebih rendahdidalam fluida diman mereka akan bercampur dengan, dan memindahkan sebagian energinya kepada partikel-partikel lainnya. Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas dan konveksi paksamenurut cara pergerakan alirannya. Maka bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien suhu disebut dengan konveksi bebas. Dan bila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa. Laju perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dengan suatu fluida dapat dihitung dengan hubungan: q c _ = h. A. T.(2.8) c dimana: q = Perpindahan panas konveksi (W) c h c = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m 2.c ) A = Luas perpindahan panas (m 2 )

T = Beda suhu antara suhu permukaan dengan suhu fluida. Tabel 2.2 Besaran koefisien perpindahan panas konveksi Btu/h ft 2 F W/m 2 K Udara, Konveksi bebas 1.0-5.0 Uap panas lanjut atau udara 5.0-50 30-300 konveksi paksa Minyak, konveksi paksa 10-300 60-1800 Air, konveksi paksa 50-2000 300-6000 Air, mendidih 500-10000 3000-60000 Uap, mengembun 1000-20000 6000-120000 2.6 Analisa Energi a. Pengaruh Suhu Udara Pada Proses Pengeringan Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikan maka panas yang dibutuhkan untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Pada proses pengeringan diperlukan adanya penghantar panas udara dalam pengeringan secara mekanis pengerak panas udara ini dapat dibantu dengan menggunakan pipa-pipa penghantar panas. Pada proses pengeringan, udara berfungsi untuk : a. Mengambil uap disekitar penguapan b. Sebagai penghantar panas kedalam bahan yang dikeringkan c. Sebagai zat pembakar d. Sebagai tempat membuang uap yang telah diambil dari tempat pengeringan Pada proses pengeringan harus diperhatikan suhu udara pengering. Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar

pula kecepatan perpindahan panas kedalam bahan sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat. Karena air yang dikeluarkan dari dalam bahan dalam bentuk uap air tersebut harus segera dipindahkan dan dijauhkan dari bahan. Jika tidak, uap air tersebut akan menjenuhkan atmosfir pada permukaan bahan sehingga memperlambat proses penguapan selanjutnya. Proses pengeringan yang menggunakan suhu tinggi dalam waktu singkat lebih kecil kemungkinannya merusak bahan dari pada proses pengeringan dengan suhu rendah dalam waktu yang lama. Jadi bahan yang dikeringkan dalam oven selama empat jam akan lebih baik mutunya dari pada pengeringa dengan sinar matahari selama dua hari. Banyaknya kadar air yang harus dikeluarkan dari bahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : m = m m.(2.9) a b Dimana, m = banyaknya kadar air yang harus dikeluarkan (kg) m a = Kadar air sebelum pengeringan (kg) m b = Kadar air sesudah pengeringan (kg) Dengan diketahui kadar air yang dikeluarkan dari bahan maka laju perpindahan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : dimana, m W =....(2.10) t W = Laju perpindahan air (kg/s) m = Kadar air yang keluar dari bahan (kg)

t = Waktu pengeringan (s) Kebutuhan aliran udara kering untuk membebaskan uap air dapat dihitung dengan menggunakakn rumus : V W = ( H H b a vs.(2.11) ) dimana, V = Laju aliran udara kering (m 3 /s) W = Laju perpindahan air (kg/s) vs = volume spesifik udara pengering (m 3 /kg) H b = Kelembaban udara akhir (kg/kg ) H a = kelembaban udara awal (kg/kg ) Dengan menggunakan grafik pisikometrik, kebutuhan udar pengeringan dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berkut : V Q = ( h b ha ).(2.12) vs dimana, Q = kebutuhan udara pengering (kj/s) vs = volume spesifik udara pengering (m 3 /kg) V = Laju aliran udara kering (m 3 /s) h a = Entalpi udara pada lingkungan (kj/kg) h b = Entalpi udara pada ruang pengering (kj/kg)

b. Panas Pengeringan Panas pengeringan adalah panas yang dibutuhkan atau panas yang digunakan untuk mengeringkan suatu produk. Pada setiap pengeringan ikan, pasokan energi dibutuhkan untuk 1. Menaikan temperatur ikan 2. Menaikan temperatur air ke temperatur operasi pengeringan. 3. Menguapkan air Jumlah dari yang disebutkan pertama dan kedua dapat dihitung dengan persamaan berikut : Q t = M C T T )..(2.13) h ( b a dimana : Q = panas untuk menaikan temferatur (kj) t 0M = Massa ikan C h = Panas jenis ikan T 2 = Temperatur udara pengeringan T 1 = Temperatur udara lingkungan (kg) (kj/kg C) ( C) ( C) K a Qw = M ( Tb Ta )..(2.14) 100 dimana : Q = Panas untuk memanaskan ikan (kj) w M = Massa ikan (kg) K = Kadar air awal (%) a T 2 = Temperatur udara pengeringan ( C)

T 1 = Temperatur udara lingkungan ( C) Q = m h...(2.15) l a l dimana : Q = Panas untuk menguapkan air (kj) a m = Massa air yang dikeluarkan dari ikan (kg) Dari persamaan (2.6), (2.7), (2.8) maka didapat jumlah panas pengeringan dan dirumuskan sebagai berikut : Q Total = Q t Qw + Ql +.(2.16) dimana, Q t = Panas untuk memanasskan ikan (kj) Q w = Panas untuk memanaskan air (kj) Q l = Panas untuk menguapkan air (kj) Sedangkan kalor yang dilepaskan oleh udara pengering dirumuskan sebagai berikut : q = ρ Cp v T b T )..(2.17) ( a dimana, q = Kalor yang dilepaskan udara pengering (kj) ρ = Kerapatan udara pada temperatur pengeringan (kg/m 3 ) Cp = Panas jenis pada temperatur pengeringan v = Laju udara pengering selama proses pengeringan T 2 = Temperatur udara pengeringan T 1 = Temperatur udara lingkungan (kj/kg. C) (m 3 /kg) ( C) ( C)

c. Laju Perpindahan Panas Dari Tungku ke Ruang Pengering Dalam alat pengering yang dirancang, panas yang dihasilkan oleh tungku pengering dialirkan keruang pengering dengan menggunakan penghantar pipa tembaga. Dalam rancang-bangun serta analisa penukar panas perlu mengerahui koefisien perpindahan panas, koefisien perpindahan panas konveksi bebas h a dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : h a K N u =..(2.18) d Dimana, h a = Koefisien perpindahan panas (W/m 2 C) N u = Bilangan Nusselt d = Diameter silinder (m) k = Konduktivitas termal (W/m C) bilangan Nusselt dihitung dari bilangan Reynold, Re sebagai berikut : N u 0.8 =,027 Re 0 Pr 0.33.(2.19) dan bilangan Reynold dirumuskan sebagai berikut : v ρ L R e = (2.20) µ dimana, µ = Viskositas udara (kg/m.det) v = Kecepatan udara (m/det) ρ = Kerapatan udara (kg/m 3 )

L = Panjang silinder (m) Maka laju perpindahan kalor dari ruang tungku ke ruang pengering adalah q = h A ( T T ) a 1.(2.21) dimana, q = Laju perpindahan panas (W) h a = Koefisien perpindahan panas (W/m 2 C) A = Luas pipa tembaga (m 2 ) T = Temperatur tungku ( C) T 1 = Temperatur ruang pengering ( C) 2.7 Perhitungan Kadar Air Perhitungan kadar air dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan berat kering dan berdasarkan berat basah. Pada umumnya yang dimaksud dengan kadar air benih adalah kadar air yang dihitung berdasarkan berat basah. a. Perhitungan kadar air berdasarkan berat kering berikut: Untuk menghitung kadar air berdasarkan berat kering, digunakan rumus sebagai K A = w W dimana:..(2.22) x100% K A = kadar air berdasarkan berat kering (%) W = Berat kering benih (kg)

w = jumlah air yang diuapkan dalam proses pengeringan (kg) dan dapat diperoleh dengan cara mengurangi berat basah produk dengan berat kering produk setelah dikeringkan. b. Perhitungan kadar air berdasarkan berat basah berikut: Untuk menghitung kadar air berdasarkan berat basah, digunakan rumus sebagai KA = dimana: m M x100% (2.23) KA = kadar air berdasarkan berat basah (%) m = jumlah air yang diuapkan (kg) M = berat produk sebelum dikeringkan (kg) Nilai m dapat diperoleh dengan cara mengurangi berat produk sebelum dikeringkan dengan berat produk setelah dikeringkan. 2.8 Briket Batubara Briket batu bara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan campuran tanah liat dan tapioka (molas).dan merupakan bahan bakar alternatif. Briket batubara bermacam-macam bentuknya tergantung dari bentuk cetakannya. Adayang berbentuk silinder, kubus, telur, jengkol, bantal, atau tiram yang ukurannya agak kecil. Keuntungan penggunaan briket batubara dalam proses pengeringan dalah daya tahan briket batubara lebih lama, nyala bara lebih bersih dan tidak berjelaga, tidak berbau dan berasap. Untuk menghitung konsumsi briket batubara yang digunakan untuk

mengeringkan bahan dapat dihitung dengan rumus berikut dimana diketahui nilai kalori briket batubara adalah 5722 kkal/kg. Konsumsi briket batubara Q =.(2.24) kalori. briket Dimana, Q = Kalor yang dibutuhkan selama proses pengeringan berlangsung (kj) 2.9 Effisiensi Termal Effisiensi termal adalah perbandingan antara panas penguapan dengan panas yang dihasilkan dari sumber panas, dan ditulis dalam persamaan sebagai berikut: Q η = 100.(2.25) q p dimana: η p = effisiensi pengeringan (%) Q = Jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan dan penguapan air (kj). q = panas sumber panas (kj)

BAB III PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN PADA ALAT PENGERING 3.1 Data Perancangan Produk yang dikeringkan Kapasitas ruang pengering : Ikan : 2 kg Temperatur diruang pengering : 70 C Lama waktu pengeringan Dimensi alat pengering : 1.30 Jam : 63 cm x 36 cm x 36 cm Dimensi ruang pengering : 0,7238 cm 2 3.1.1 Dimensi rancangan alat pengering Alat pengering yang akan dibuat adalah alat pengeringan yang pungsinya untuk mengeringkan ikan,setelah ikan itu dilunakan degan media uap panas barulah dilakukan pengeringan dengan menggunakan media batu bara. pengering ini menggunakan rak sebanyak satu buah dengan ukuran rak berdiameter 24 cm dan tebal 0,2 cm.

Gambar 3.1 Alat pengering yang akan dibuat Keterangan : 1. Saluran air untuk dan udara masuk 2. Fan/kipas udara keluar 3. Termometer 4. Katup otomatis 5. Ruang tungku Briket(batu bara) 6. Ruang pengerimg

3.1.2 Temperatur penguapan Temperatur keadaan lingkungan Temperatur bola kering (t 1 ) = 29 C Temperatur bola basa (t 1 ) = 27 C Kelembaban relatif (ϕ ) = 80 % Dengan menggunakan diagram psikrometrik (lihat dilampiran) maka diperoleh o Perbandingan kelembaban (Ha) = 0.0208 kg/kg o Tekanan persial uap air (f 1 ) = 24 mmhg o Entalpi (ha) = 19,4 kcal/kg = 81 kj/kg 3 o Volume spesifik (v a ) = 0.886 m / kg Temperatur ruang pengering Temperatur bola kering ( T 2 ) = 65 C Temperatur bola basa ( T ) = 60 C ' 2 Kelembaban relatif (ϕ ) = 70 % Dengan menggunakan diagram psikrometrik (lihat dilampiran) maka diperoleh o Perbandingan kelembaban (Hb) = 0.0820 kg/kg o Entalpi (hb) = 52.5 kcal/kg = 220 kj/kg 3.2 Analisa Energi 3.2.1 Jumlah uap air yang dikeluarkan

Untuk mengeringkan ikan perlu diturunkan kandungan airnya hingga 6-10%. Ikan basah mengandung air sebanyak 70 % dari berat ikan tersebut maka sisanya 30 % adalah dagingnya. Kapasitas alat pengering yang direncanakan dapat menampung 2 kg ikan basah (jadi kandungan airnya sekitar 1.4 kg dan dagingnya 0.6 kg). Apabila setelah dikeringkan kandungan airnya menjadi 10 %, maka berat kandungan air setelah pengeringan adalah 1.4 kg dan kandungan dagingnya tetap 1.2 kg, maka berat ikan kering setelah dikeringkan selama selang waktu tertentu adalah : Massa ikan basah = 2 kg Massa ikan kering = 1.4 kg + 1.2 kg = 1.6 kg Untuk menghitung jumlah air yang harus di uapkan dapat dihitung dengan persamaan (2.8) sebagai berikut : M = m a m b = 2 kg 1.6 kg = 0.4 kg 3.2.2 Laju Perpindahan Air Dengan mengetahui jumlah air yang harus diuapkan maka dengan menggunakan persamaan (2.9) laju perpindahan air dapat dapat dihitung sebagai berikut : M W = t dalam perhitungan ini diketahui M = 3.6 kg

t = 2 jam = 7200 s maka : 0.4 4 W = = 0.5 10 kg / s 7200 3.2.3 Laju aliran udara kering Dengan diagram psikrometrik didapat nilai vs = 0.886 H b = 0.082 (m 3 /kg) (kg/kg ) H a = 0.0208 (kg/kg ) dengan menggunakan persamaan (2.10) maka laju aliran udara kering adalah : V W = ( H H b a vs ) = 3 0.5 10 kg / s 3 0.886m / kg ' (0.0820 0.0208) kg / kg = 0.0072 m 3 /s 3.2.4 Kebutuhan panas udara kering Dengan didapatnya nilai, V = 0.0072 m 3 /s h a = 19.4 kcal/kg x 4.1869 = 81.23 kj/kg h b = 52.5 kcal/kg x 4.1869 = 219.39 kj/kg dengan persamaan (2.11) maka kebutuhan kalor udara pengering adalah : Q = V vs ( h b ha )

= 3 0.0072m / s (219.39 81.23) kj / kg 3 0.886m / kg = 1.12 kj/s 3.2.5 Konsumsi briket batu bara Nilai kalori briket batu bara per kilogramnya adalah sebesar : 5722 kcal/kg x 4.1869 = 23957.4 kj/kg maka konsumsi briket = Q Kaloria. Briket = 4032 kj / jam 2 jam 23957.4kj / kg = 0.33 kg briket batu bara Jadi untuk mengeringkan ikan 2 kg selama 2 jam memerlukan briket sebanyak 0.302 kg briket batu bara. 3.3 Panas Pengeringan Pada pengeringan ikan pasokan energi yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur ikan dapat dihitung dengan persamaan (2.12) sebagai berikut : Q t = M C h ( Tb Ta ) dimana : M = 2 kg C p. ikan = 3.1844 (kj/kg C) T b = 65 ( C)

T a = 29 ( C) sehingga dapat dihitung kalor untuk memanaskan ikan yaitu sebesar : Qt = 2 kg x 3.1844 kj/kg C (65-29) C berikut : = 229.2 kj Kalor untuk memanaskan air dapat dihitung dengan persamaan (2.13) sebagai Q w K a = M ( T 100 b T a ) dimana : M = 2 (kg) K = 70 % a T b = 65 ( C) T a = 29 ( C) sehingga dapat dihitung kalor untuk memanaskan ikan yaitu sebesar : 70 Q w = 2kg (65 29) C 100 = 50.4 kj dan panas yang digunakan untuk menguapkan air dapat dihitung menggunakan persamaan (2.14) sebagai berikut : Q = m h l a l dimana,

ma = 3.6 kg dan dengan menggunakan tabel sifat H 2 0 jenuh pada temperatur 65 C air memiliki panas laten sebesar 2346.2 kj/kg sehingga panas yang dibutuhkan untuk menguapkan 0.4 kg air yang dikandung ikan adalah : Q l = 0.4 kg x 2346.2 kj/kg = 938.48 kj Sehingga panas pengeringan yang dibutuhkan untuk memanaskan dan menguapkan air dalam ikan dapat dihitung menggunakan persamaan (2.15) sebagai berikut : dimana, Q d = Q t = 229.2 kj Q w = 50.4 kj Q l = 938.48 kj maka, Q + Q + Q t w Q d = 229.2 kj + 50.4 kj + 938.48 kj Q d = 1218.08 kj l 3.4 Panas yang Dilepas Udara Pengering Sedangkan untuk mencari panas yang dilepas oleh udara pengering dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.16) sebagai berikut : q = ρ Cp v ( T b Ta ) dengan menggunakan tabel sifat-sifat fisik gas (lampiran), pada suhu pengeringan 65 C diperoleh data sebagai berikut :

ρ = 0.0646 lbm/ft 3 x 16.01846 = 1.0348 kg/m 3 Cp = 0.24058 Btu/(lbm.F) x 4.1869 = 1.00728 kj/kg. C V = 0.0048 m 3 /s x 10800 s = 51.84 m 3 T b = 65 C T a = 29 C Maka didapat kalor yang dilepas udara pengering adalah : q = 1.0348 kg/m 3 x 1.00728 kj/kg. C x 51.84 m 3 (65 29) C q = 1945.244 kj 3.5 Laju Perpindahan Panas Dari Tungku ke Ruang Pengering Panas yang dilepaskan dari ruang tungku keruang pengering melalui pipa-pipa tembaga dapat dihitung, dan bila kita mengetahui : Diameter Tembaga (D) Tebal plat almunium (L) = 24 mm = 16 m Temperatur tungku ( T ) = 225 C Temperatur ruang pengering ( T 1 ) = 65 C Maka temperatur rata-rata yang terjadi adalah : T r = (225 C + 65 C) / 2 = 145 C Dengan mengetahui temperatur rata-rata maka sifat udara pada suhu rata-rata (145 C) adalah : Viskositas kinetik (v) = 0.028 2 m / s Konduktifitas termal udara ( K ) = 0.0332 W/m.K a

Panas jenis udara (Cp) = 1.0174 kj/kg C Kerapatan udara ( ρ ) = 0.8489 kg/m 3 Viskositas udara ( µ ) = 2.3958 (kg/m.det) Pr = 0.71 Sehingga luas penampang pipa adalah : A = π 2 4 d A = 4 π (0.0120 2 m) 2 = 0.01130 m Kecepatan udara adalah ; V v = A = 3 0.072m / s 2 0.01130m = 6 m/s Bilangan Reynolds adalah : v ρ D R e = µ 3 6m / s 0.8489kg / m 0.120m = 5 2.3958 10 kg / m.det = 25511 Bilangan Nusselt adalah : 0.8 =,027 e N u 0 R Pr 0.33 0.8 0. 33 = 0.027 25511 0.71

= 56 Maka koefisien perpindahan panas h a = K a N D u 0.0332W / m. C 56 = 0.012m 2 = 154.9W / m C Maka laju perpindahan kalor dari tungku ke ruang pengering melalui satu pipa panjang 50 cm adalah : q h A ( T ) a 1 1 = T =154.9 W/m 2 C. (π x0.012x0.5).(225-65) = 466.9 W Bila di antara ruang tungku dan ruang pengering diberi pipa sebanyak 6 buah sepanjang 50 cm maka perpindahan kalornya adalah : L = 6 x 0.50 = 3 m q h A ( T T ) a 1 = = 154.9 W/m 2 C. (π x0.012x3).(225-65) = 2801.6 W 3.6 Laju Perpindahan Panas Tiap Rak Pengering Diketahui : Temperatur ruangan : 65 C Temperatur lingkungan : 29 C

Maka temperature rata-rata yang terjadi adalah : T r = (65 C + 29 C) / 2 = 47 C Dengan mengetahui temperatur rata-rata maka sifat udara pada suhu rata-rata (47 C) adalah : Konduktifitas termal udara ( K ) = 0.0278 W/m.K a Panas jenis udara (Cp) = 1.005 kj/kg C Kerapatan udara ( ρ ) = 1.1053 kg/m 3 Viskositas udara ( µ ) = 1.951 x 10 5 (kg/m.det) Pr = 0.72 Luas penampang aliran udara : A = p x l x t = 120 mm x 90 mm = 36000 mm 2 = 0.036 m 2 Bilangan Reynolds adalah : v ρ L R e = µ 3 1.72m / s 1.1053kg / m 0.0025m = 5 1.951 10 kg / m.det = 243.6 Bilangan Nusselt adalah : 0.8 =,027 e N u 0 R Pr 0.33

0.8 0. 33 = 0.027 243.6 0.72 = 1.96 Maka koefisien perpindahan panas h a = K a N l u 0.0278W / m. C 1.96 = 0.0025m 2 = 21.79 W / m Maka laju perpindahan kalor pada rak pertama adalah : q r = h a A ( T ) 1 T2 = 21.79 W/m 2 x 0.036 x (65-29) C = 36.08 W 3.7 Efesiensi Pengeringan Besarnya efesiensi pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14) sebagai berikut : η p = q Q 100 1218.08kj = 100% 938.48kj = 95

Tugas Akhir 43 BAB IV PROSES PEMBUATAN ALAT PENGERING 4.1 Diagram Alir Pembuatan Alat Pengering Mulai Data Rancangan Kapasitas = 2 kg Penghantar panas = Plat Almunium 12 Dimensi Pengering = 63 cm x 36 cm x 36 cm Dimensi ruang pengering = 24 = Tinggi 16 cm Pemilihan Bahan Dan Alat Tidak Pembelian Bahan dan Alat UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 44 a a Proses Pembuatan, meliputi : Pemotongan bahan Penyambungan bahan Pemasangan bahan dan alat Pengujia Ya Selesai 4.2 Tahapan Pemotongan Rangka Tahap awal proses pembuatan alat pengering ikan dengan menggunakan bahan bakar batu bara adalah proses pemotongan bahan rangka dengan menggunakan gergaji besi dan membuat lubang untuk rivet dengan mata bor 3mm menggunakan bor tangan. bahan yang dipotong dapat dilihat pada penjelasan gambar dibawah ini. 4.2.1 Pemotongan Rangka Rengering Bahan yang digunakan untuk membuat rangka utama ruang pengering adalah baja profil siku 20 mm x 20 mm. 4 batang baja profil kotak untuk tinggi ruang pengering dengan ukuran sebagai berikut : UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 45 Gambar 4.1 Potongan Tinggi Rangka 4 batang baja profil kotak untuk tinggi ruang pengering dengan ukuran sebagai berikut : Gambar 4.2 Potongan Panjang Rangka 4 batang baja profil siku untuk panjang ruang pengering dengan ukuran sebagai berikut : Gambar 4.3 Potongnan Lebar Rangka UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 46 4 batang baja profil siku untuk lebar tempat ruang pengering dengan ukuran sebagai berikut : Gambar 4.4 Potongan Pembatas Ruang Pengeringan dan Ruang Tungku 4 batang baja profil siku untuk pembatas ruang pengering dengan ruang tungku dengan ukuran sebagai berikut : Proses penyambungan bahan untuk rangka dilakukan dengan menggunakan las. Adapun jenis las yang digunakan adalah las listrik. Susunan bahan yang disambung bisa dilihat dalam penjelasan gambar dibawah ini : UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 47 Gambar 4.5 Penyambungan Rangka 4.2.2 Pemotongan Rangka Pintu Bahan yang digunakan adalah baja profil panjang 20 mm x 20 mm dengan ketebalan 2 mm. 2 batang baja profil panjang untuk lebar pintu ruang pengering dengan ukuran sebagai berikut : Gambar 4.6 Potongan Rangka Lebar Pintu 2 batang baja profil kotak untuk tinggi pintu ruang pengering dengan ukuran sebagai berikut : Gambar 4.7 Pongan Rangka Tinggi Pintu Proses penyambungan bahan untuk rangka pintu dilakukan dengan menggunakan las listrik. Adapun Susunan bahan yang disambung bisa dilihat dalam penjelasan gambar dibawah ini UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 48 Gambar 4.8 Penyambungan Tingi Pintu 4.2.3 Skema gambar potongan untuk tungku bahan bakar briket Bahan yang digunakan untuk tungku adalah plat seng 2mm, pasir semen tahan api, dan baja profil dengan tebal 10mm untuk saringan lubang udara. Gambar dan ukurannya adalah sebagai berikut : Gambar 4.9 Potongan Tungku Bahan Bakar Batu bara UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 49 4.2.4 Skema gambar potongan untuk ruang pengering Bahan yang digunakan untuk ruang pengering adalah bahan Stanlies steel 1mm berbentuk silinder berlubang, dan plat Alumunium berdiameter 230mm dengan tebal 10mm untuk penghantar panas sekaligus sebagai penyimpan panas. Gambar dan ukurannya adalah sebagai berikut : Gambar 4.10 Potongan Ruang Pengering Dan untuk tutup ruang pengering bahan yang digunakan plat Stenlees Steel 1mm dengan diameter 265 mm dan tinggi 20mm. Gambar 4.11 Tutup Ruang Pengering UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 50 4.2.5 Skema gambar valv untuk ruang pengering Bahan yang digunakan untuk valv adalah bahan baja profil 2.5inch berbentuk silinder berlubang, dengan 2 buah tuas yang berukuran. Tuas I berdiameter 8mm dengan panjang 150 x 60mm dan Tuas II plat dengan tebal 2mm dan panjang 90mm. Gambar dan ukurannya adalah sebagai berikut : Gambar 4.12 Tuas I Untuk Katup Gambar 4.13 Tuas II untuk Katup UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 51 Gambar 4.14 Katup 5cm 4.3 Tahapan Pemotongan Plat 4.3.1 Pemotongan plat untuk pintu Bahan yang digunakan adalah plat seng 1mm. Pada pintu ruang bahan bakar, dengan ukuran sebagai berikut : Gambar 4.12 Potongan Pintu dan untuk hendel tungku ukurannya adalah sebagai berikut : UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 52 Gambar 4.13 Handel Pintu Tungku Gambar. 4.14 Pengunci Handel 4.3.2 Pemotongan plat untuk batas ruang pengering dan tungku Bahan yang digunakan untuk pembatas bagian dalam alat pengering adalah plat seng 2mm dengan ukuran sebagai berikut : UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 53 Gambar 4.15 Plat Batas Ruang Pengering dan Tungku 4.3.3 Pemotongan Plat untuk alas Tungku Bahan yang digunakan untuk alas tungku adalah plat seng 3mm dengan ukuran sebagai berikut : Gambar 4.16. Plat Untuk Alas Tungku UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 54 4.3.4 Pemotongan Plat Untuk Tempat Baterai Bahan yang digunakan untuk tempat baterai adalah plat seng 1mm dengan ukuran sebagai berikut : Gambar 4.17 Potongan Plat untuk tempat Baterai Dan penyatuan plat dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 4.18 Plat untuk Tempat Batera UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 55 4.3.5 Pemotongan Plat Bagian Dinding Luar Pada dinding luar bagian atas, kanan, kiri, depan dan belakang menggunakan plat seng 1mm dengan ukuran sebagai berikut : Gambar 4.19 Dinding Luar Bagian Atas Gambar 4.20 Dinding Luar Bagian Depan UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 56 Gambar 4.21 Dinding Luar Bagian Balakang Gambar 4.22 Dinding Luar Bagian Kanan UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 57 Gambar 4.23 Dinding Luar Bagian Kiri 4.4 Tahap Perakitan Dalam tahap perakitan, bagian-bagian pengering di bentuk dan di rakit dengan langkah-langkah sebagai berikut : - Merakit kerangka alat. - Merakit bagian dalam dan luar dari ruang pengering yang dilas. - Memaku rivet bagian dalam ruang pengering dengan rangka alat. - Memasang Gasspool pada bagian luar ruang pengering - Memasang dinding luar. - Finising dengan penggrindaan, pengamplasan dan pengecatan pada bagian luar dan dalam alat. UNIVERSITAS MERCU BUANA

Tugas Akhir 58 Gambar 4.34 Foto alat pengering ikan duri lunak (ala presto) yang telah dirakit. UNIVERSITAS MERCU BUANA

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN 1.1 Beban Pengeringan Dari hasil perhitungan rancangan alat pengering ikan dengan pengurangan kadar air dari 70% menjadi 10% dari 2 kg bahan berupa ikan dengan asumsi berupa ikan dengan temperatur ruang pengering 65 C dan temperatur lingkungan sebesar 29 C dan diperoleh hasil bahwa: - Jumlah uap air yang harus diuapkan dari dalam bahan adalah sebesar 0.4 kg uap air. - Laju perpindahan uap air adalah sebesar 0.5 x 10 3 kg uap air/s Dari hasil perhitungan dan literatur yang ada diperoleh kecendrungan bahwa semakin besar beban pengeringan semakin besar pula nilai yang diperoleh untuk besaran yang lain yaitu jumlah uap air yang harus dikeringkan, konsumsi bahan bakar yang digunakan, ukuran alat pengering.