BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN. seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. Resin

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi. Resin komposit banyak digunakan sebagaibahan restorasi pada gigi anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 14% pada awal perkembangannya tetapi selama zaman pertengahan, saat bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. restorasi resin komposit tersebut. Material pengisi resin komposit dengan ukuran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkan pada akhir tahun 1940-an dan awal 1950-an, bahan tersebut hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kuat. Resin komposit terdiri atas dua komponen utama, yaitu matriks resin dan filler

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem stomatognasi dalam kedokteran gigi merupakan ilmu yang di

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sifat yang estetis. Sifat estetis bahan ini terletak pada warna yang mirip

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass ionomer cement dan

BAB 2 BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 RESIN KOMPOSIT YANG DIGUNAKAN DALAM RESTORASI RIGID

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Resin akrilik polimerisasi panas adalah salah satu bahan basis gigitiruan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas menunjukkan penyakit gigi menduduki urutan pertama (60% penduduk)

BAB I PENDAHULUAN. dihubungkan dengan jumlah kehilangan gigi yang semakin tinggi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan bahan restorasi juga semakin meningkat. Bahan restorasi warna

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

Tabel Lampiran 1. Hasil Pengukuran Densitas n-hap/cs. (gram) (cm) A 10% B 20%

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan dan tuntutan pasien akan bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diantaranya perak (Ag), timah (Sn), tembaga (Cu), seng (Zn) bahan-bahan lain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB 4 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan cohort study.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi mempunyai banyak fungsi antara lain fonetik, mastikasi, estetis dan

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. restorasi general (Heymaan et al, 2011). depan karena faktor intrinsik (Heymaan et al, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasien untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad, 2008).

PENGARUH LAMA PENYINARAN RESIN KOMPOSIT NANOFIL PACKABLE TERHADAP KEKUATAN TEKAN (COMPRESSIVE STRENGTH) BAHAN RESTORASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berdiri sendiri (Mc Cabe & Walls, 2008). Bahan komposit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. posterior dalam dunia kedokteran gigi terus mengalami peningkatan yang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui dan menjelaskan karakteristik suatu komposit beton-polimer agar dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. modifikasi polyacid), kompomer, giomer (komposit modifikasi glass filler),

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Istilah bahan komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri. Perkembangan komposit sebagai bahan restorasi dimulai dari akhir tahun 1950-an dan awal 1960, ketika Bowen memulai percobaan untuk memperkuat resin epoksi dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya pengerasan dan kecenderungan berubah warna, mendorong Bowen mengkombinasikan keunggulan epoksi dan akrilat. Percobaan ini menghasilkan pengembangan molekul bis-gma yang memenuhi persyaratan matriks resin suatu komposit gigi. 6 2.1.1 Komposisi Resin Komposit Bahan resin komposit mengandung sejumlah komponen. Kandungan utamanya adalah matriks resin, bahan pengisi anorganik dan bahan coupling. Terdapat pula bahan aktivator-inisiator untuk polimerisasi resin, bahan tambahan lain untuk meningkatkan stabilitas warna dan bahan inhibitor seperti hydroquinone untuk mencegah polimerisasi dini, dan pigmen untuk memperoleh warna yang cocok dengan struktur gigi. 6

2.1.1.1 Matriks Resin Bis-GMA, urethane dimetacrylate (UEDMA), dan triethylene glycol dimetacrylate (TEGDMA) adalah golongan dimetakrilat yang umumnya digunakan sebagai matriks resin komposit, dengan struktur kimia seperti pada Gambar 1. Bis- GMA merupakan derivat hasil reaksi antara bisphenol-a dan glycidylmethacrylate. Bis-GMA dan urethane dimethacrylate merupakan jenis monomer berviskositas tinggi. Selain itu terdapat juga monomer berviskositas rendah seperti methyl methacrylate (MMA), ethylene glycol dimethacrylate (EDMA) dan triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA). 10 UEDMA Gambar 1. Struktur kimia Bis-GMA, UEDMA, dan TEGDMA 6

2.1.1.2 Partikel Bahan Pengisi Partikel pengisi umumnya berupa quartz atau kaca dengan ukuran partikel berkisar antara 0,1-100 µm ataupun silika dengan ukuran ± 0,04 µm. Keuntungan dimasukkannya bahan pengisi ke dalam matriks resin antara lain untuk mengurangi pengerutan dan koefisien termal ekspansi, meningkatkan sifat mekanis dari resin itu sendiri, dan menentukan aspek estetis dari resin komposit seperti warna, translusensi, dan fluorosensi. Selain itu dapat pula dimasukkan logam berat seperti barium dan strontium yang akan memberikan radiopasitas pada komposit. 6,10 2.1.1.3 Bahan Coupling Berikatannya partikel bahan pengisi dengan matriks resin memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke partikel pengisi. Ikatan antara keduanya diperoleh dengan adanya bahan coupling. Aplikasi bahan coupling yang tepat dapat meningkatkan sifat mekanis dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah air menembus sepanjang perlekatan bahan pengisi dan resin. 6 Gambar 2. Struktur kimia bahan coupling -methacryloxypropyltriethoxysilane. 11

Bahan coupling ini merupakan bahan silane dan salah satu yang paling sering digunakan adalah -methacryloxypropyltriethoxysilane atau disingkat dengan - MPTS (Gambar 2). Ikatan yang kuat antara bahan pengisi dengan resin penting didapatkan agar penyaluran tekanan antara bahan pengisi dan resin efisien sehingga kemungkinan fraktur dan keausan restorasi dapat dihindari. 10 2.1.2 Sifat sifat Resin Komposit Sifat mekanis resin komposit dipengaruhi oleh jumlah partikel bahan pengisi, jenis partikel bahan pengisi, efisiensi proses berikatannya partikel bahan pengisi dengan matriks resin, dan tingkat porositas dari material itu sendiri. 10 2.1.2.1 Kekerasan Permukaan Kekerasan dapat didefinisikan sebagai ketahanan suatu bahan terhadap deformasi dari tekanan yang diberikan padanya. Kekerasan resin komposit hybrid adalah sekitar 20-30 VHN. 6,12 2.1.2.2 Kekuatan Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan tekanan yang diberikan kepadanya tanpa terjadi kerusakan. Kekuatan masing-masing jenis komposit dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Kekuatan Bahan Restorasi Komposit 6 Sifat Kekuatan Kompresi (compressive strength) Kekuatan Tarik (tensile strength) Kekuatan Elastik (flexural strength) Komposit Tradisional Bahan Komposit Komposit Mikrofiller Komposit Hybrid 250-300 MPa 250-350 MPa 300-350 MPa 50-65 MPa 30-50 MPa 70-90 MPa 8-15 GPa 3-6 GPa 7-12 GPa 2.1.2.3 Kepadatan Kepadatan bahan resin komposit bergantung pada jenis resin komposit berdasarkan bahan pengisinya. Kepadatan partikel bahan pengisi ini menentukan ketahanan komposit terhadap fraktur. Semakin banyak jumlah partikel bahan pengisi maka komposit tersebut semakin tahan terhadap fraktur. 13,14 2.1.2.4 Penyerapan Air Penyerapan air oleh resin komposit dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diserap oleh suatu material komposit ketika direndam dalam air selama jangka waktu tertentu. Jumlah air yang dapat diserap bergantung kepada jumlah matriks resin yang terdapat pada komposit dan kualitas ikatan antara matriks resin dengan bahan pengisi. Penyerapan air diukur dengan membandingkan antara berat air yang diserap oleh suatu material dengan berat material dalam keadaan kering. Jumlah air yang dapat diserap oleh resin komposit adalah sekitar 40-45 µm/mm 3. 15

2.1.3 Jenis jenis Resin Komposit Resin komposit umumnya dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan ukuran, jumlah, dan komposisi bahan pengisi anorganik. Selain itu resin komposit juga dibagi berdasarkan mekanisme pengerasannya yaitu resin komposit diaktivasi kimia dan resin komposit diaktivasi sinar. 6 Berdasarkan ukuran partikel bahan pengisi resin komposit dibagi menjadi resin komposit tradisional (makrofiler), resin komposit mikrofiler, dan resin komposit hybrid. Resin komposit tradisional disebut juga komposit konvensional atau komposit makrofiler, karena ukuran partikel pengisinya yang relatif besar. Bahan pengisi yang sering digunakan adalah quartz dengan ukuran rata-rata 8-12 µm. Komposit ini lebih tahan terhadap abrasi namun memiliki permukaan yang kasar, dan umumnya bersifat radiolusen. Pada resin komposit mikrofiller bahan pengisi yang digunakan adalah partikel silika berukuran rata-rata 0,04 µm. Dari segi estetis resin komposit ini lebih unggul, tetapi sangat mudah aus karena partikel silika koloidal cenderung menggumpal. Kekuatan kompresif dan tensilnya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan resin komposit konvensional. Kelemahan dari komposit ini adalah lemahnya ikatan antara partikel komposit dan matriks sehingga restorasi lebih mudah pecah. 6 Berdasarkan mekanisme pengerasannya resin komposit terbagi menjadi resin komposit diaktivasi kimia dan resin komposit diaktivasi sinar. Bahan yang diaktivasi secara kimia umumnya terdapat di pasaran dalam bentuk dua tube, salah satunya berisi inisiator benzoyl peroxide dan yang lainnya adalah aktivator tertiary amine. Bila kedua bahan ini dicampurkan, amine akan bereaksi dengan benzoyl peroxide

membentuk radikal bebas dan pengerasan akan terjadi. Kelemahan dari resin komposit jenis ini adalah waktu kerjanya yang relatif singkat, resin akan mengeras dalam beberapa menit sehingga diperlukan keterampilan operator saat pengadukan. 12,13 Pada awal tahun 1970-an dikembangkan jenis komposit yang akan mengeras jika terpapar oleh sinar ultraviolet. Keuntungan dari jenis komposit ini adalah waktu kerja yang panjang sehingga operator tidak terburu-buru ketika menempatkan material karena komposit tidak akan mengeras jika tidak terpapar oleh lampu sinar ultraviolet. Namun kekurangannya adalah resiko terhadap kesehatan akibat terpapar radiasi sinar ultraviolet dengan intensitas yang tinggi serta terbatasnya daya penetrasi pada restorasi yang dalam sehingga komposit tidak terpolimerisasi sempurna. 16 Kemudian dikembangkanlah sistem aktivasi sinar biru untuk menggantikan sinar ultraviolet. Walaupun sistem aktivasi sinar tampak ini mempunyai daya penetrasi yang lebih besar namun dasar restorasi tetap tidak terpapar oleh sinar dengan intensitas yang cukup untuk dapat mengeras dengan sempurna. Oleh karena itu restorasi sebaiknya dibuat dengan membentuk beberapa lapisan tipis untuk memastikan terjadi pengerasan yang adekuat. Walaupun sinar yang digunakan adalah jenis sinar tampak namun tetap ada kemungkinan terjadi kerusakan retina jika dilihat secara langsung dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu disarankan menggunakan kaca khusus berwarna oranye dan filter selama penyinaran. 16 Bahan restorasi resin komposit yang diaktivasi sinar umumya terdapat di pasaran berbentuk pasta dalam tube mengandung foto-inisiator dan aktivator amine.

Kedua bahan ini akan bereaksi membentuk radikal bebas jika disinari dengan panjang gelombang yang tepat yaitu 455-475 nm. 16 2.1.4 Resin Komposit Hybrid Sesuai namanya ada dua macam partikel bahan pengisi pada komposit jenis hybrid yaitu partikel silika koloidal sebesar 10-20 % berat dan partikel kaca berukuran 0,6-1,0 µm sebesar 75-80 % berat. Sifat fisik dan mekanis komposit ini terletak di antara komposit konvensional dan komposit mikrofiler. 6 Karena kehalusan permukaan dan memiliki kekuatan yang cukup baik, resin komposit hybrid banyak digunakan untuk restorasi anterior, termasuk tambalan kelas IV. Resin komposit hybrid juga banyak dipakai sebagai restorasi pada daerah yang menerima tekanan pengunyahan yang besar seperti pada regio posterior. 6 2.2 Vickers Hardness Test Kekerasan Vickers adalah salah satu cara untuk mengukur kekerasan suatu material, dihitung dari ukuran jejas yang dihasilkan setelah diberikan tekanan oleh suatu indenter dengan mata intan berbentuk piramid dimana sisi yang berlawanan membentuk sudut 136. Ditemukan pada tahun 1924 oleh Smith dan Sandland pada sebuah perusahaan bernama Vickers Ltd di Inggris. Jejas yang dihasilkan setelah tekanan dihilangkan diukur dengan menggunakan mikroskop. Wongkhantee S, dkk (2005) menggunakan alat Vickers microhardness dengan memberikan beban sebesar 100 gf selama 15 detik untuk mengukur tingkat kekerasan permukaan resin komposit

setelah direndam dalam minuman dan makanan yang bersifat asam. Kekerasan Vickers dihitung dengan rumus : 17-19 Keterangan : F : gaya yang diberikan (kgf) d : perhitungan rata-rata dari dua diagonal yaitu d1 dan d2 (mm 2 ) Gambar 3. Cara mengukur VHN dimana F adalah besarnya gaya yang diberikan (kgf) dan d adalah perhitungan rata-rata antara dua diagonal yaitu d1 dan d2 (mm 2 ). 20 Nilai pengukuran dari kekerasan Vickers biasanya dinyatakan dengan xxxhvyy seperti misalnya 440HV30 dimana 440 adalah besar angka kekerasan, HV adalah satuan kekerasan Vickers dan 30 adalah tekanan yang diberikan saat

pengukuran atau xxxhvyy/zz seperti misalnya 440HV30/20 bila waktu pemberian tekanan lebih dari 15 detik. 17 2.3 Minuman Beralkohol Minuman beralkohol mengandung etanol yang merupakan bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi pada sejumlah kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu. Penggunaan minuman beralkohol sebagai campuran makanan dan minuman cukup luas dan bervariasi dalam berbagai bentuk. 21 2.2.1 Pengertian Minuman Beralkohol Yang dimaksud dengan minuman beralkohol dalam Keputusan Presiden No.3 tahun 1997 adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, dengan atau tanpa perlakuan terlebih dahulu, dengan atau tanpa penambahan bahan lain, maupun dengan mencampur konsentrat etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol. 1 2.2.2 Penggolongan Minuman Beralkohol Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.86/Menkes/Per/IV/77 tentang minuman keras, minuman beralkohol termasuk dalam minuman keras dan dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan persentase kandungan etanol volume per

volume pada suhu 20 C yaitu minuman beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol (C 2 H 5 OH) 0% - 5%, minuman beralkohol golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol (C 2 H 5 OH) lebih dari 5% - 20%, minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol (C 2 H 5 OH) lebih dari 20% - 55%. 3 2.2.3 Penggolongan Pengkonsumsi Minuman Beralkohol Meskipun belum ada standar yang diterima secara umum tentang tingkat keamanan konsumsi minuman beralkohol, namun secara sederhana peminum alkohol dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok. Kelompok pertama adalah peminum ringan yaitu mereka yang mengkonsumsi 0,28-5,9 gram atau ekuivalen dengan minum 1 botol bir atau kurang. Kelompok kedua adalah peminum menengah yang mengkonsumsi 6,2-27,7 gram alkohol atau setara dengan 1-4 botol bir per hari. Kelompok terakhir adalah peminum berat yang mengkonsumsi lebih dari 28 gram alkohol per hari atau lebih dari 4 botol bir sehari. 22