BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berdiri sendiri (Mc Cabe & Walls, 2008). Bahan komposit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berdiri sendiri (Mc Cabe & Walls, 2008). Bahan komposit"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resin Komposit 1. Pengertian Resin Komposit Resin komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dari dua atau lebih bahan yang berbeda sifat dan strukturnya yang bertujuan untuk menghasilkan sifat lebih baik yang tidak dapat didapatkaan apabila bahanbahan tersebut berdiri sendiri (Mc Cabe & Walls, 2008). Bahan komposit alamiah adalah dentin dan gigi. Komponen enamelin pada mewakili matriks organik, sementara dalam dentin, matriks terdiri atas kolagen (Anusavice, 2003). 2. Komposisi Resin Komposit Resin komposit terdiri dari beberapa campuran material yaitu resin matriks, filler, dan coupling agent. Sistem aktivator-inisator juga diperlukan untuk mengubah pasta resin dari lunak, moldable, sampai keras. Komponen lain ditambahkan untuk meningkatkan kualitas kinerja, penampilan, dan durabilitas material. Pigmen atau zat warna ditambahkan untuk menyesuaikan warna gigi. Ultraviolet (UV) absorber dan bahan tambahan lain berfungsi untuk meningkatkan stabillitas warna, dan inhibitor dapat mempercepat waktu kerja pada pengaktifan resin secara kimiawi (Anusavice, 2003). a. Matriks Organik 8

2 9 Kebanyakan bahan komposit menggunakan campuran monomer diakrilat aromatik atau alipatik seperti yang paling sering digunakan yaitu bisphenol-a-glycidyl methacrylate (Bis-GMA), urethane dimethacrylate (UDMA), dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA) yang secara sederhana dapat dituliskan dengan formula: CH 2 = C R C = CH 2 CH 3 CH 3 dimana R merupakan beberapa kelompok monomer organik seperti methyl-, hydroxyl-, phenyl-, carboxyl-, dan amide- (O Brien, 2002). Ketiga komponen diatas banyak digunakan untuk membentuk struktur polimer cross-linked yang besar pada komposit dan material sealant (O Brien, 2002; Anusavice 2003; Foroutan et al., 2011). Gambar 1. Struktur Kimia Bis-GMA, Bis-EMA, UDMA dan (Gajewski, et al., 2012). TEGDMA

3 10 Molekul monomer dengan berat molekul tinggi memiliki viskositas yang tinggi, sehingga untuk memudahkan proses manufaktur dan penanganan klinisnya, resin memerlukan bahan tambahan untuk mengencerkannya. Bahan tersebut berupa monomer lain yang kekentalannya lebih rendah (berat molekul rendah), seperti bisphenol A dimetakrilat (Bis-DMA), etilen glikol dimetakrilat (EGDMA), trietilenglikol dimetakrilat (TEGDMA), metil metakrilat (MMA) atau urethane dimetakrilat (UDMA) ( O Brien, 2002; Hervás-García et al., 2006). Sayangnya, penambahan TEGDMA atau dimetakrilat dengan berat molekul rendah meningkatkan polimerisasi shrinkage (Anusavice, 2003). b. Filler Filler adalah partikel anorganik yang umumnya dihasilkan dari penggilingan atau pengolahan quartz atau kaca untuk menghasilkan partikel yang berkisar dari 0,1-100 µm. Tipe, konsentrasi, ukuran partikel dan penyebaran ukuran partikel filler yang digunakan untuk resin komposit mempengaruhi sifat dari resin itu sendiri. Filler yang paling sering digunakan adalah quartz, campuran silika dan beberapa jenis glass termasuk alumino- silicates dan borosilicates, beberapa mengandung barium oxide. Generasi pertama komposit mengandung quartz atau glass sebanyak 60%-80%, berdasarkan berat, dengan ukuran partikel antara 1 50 μm. Distribusi ukuran partikel filler dapat bervariasi dari satu produk ke produk lain, beberapa mengandung jumlah partikel besar yang lebih

4 11 banyak, mendekati 50 μm, sedangkan yang lain mengandung partikel kecil dengan jumlah yang lebih banyak. Bahan yang mengandung partikel filler jenis ini biasanya disebut komposit konvensional (O Brien, 2002; Anusavice, 2003; Mc Cabe & Walls 2008). Partikel filler ditambahkan ke fase organik untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari matriks organik. Partikel filler dapat mengurangi shrinkage pada resin komposit, mengurangi penyerapan air dan koefisien ekspansi thermal, memberikan sifat radiopak dan meningkatkan sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan ketahanan abrasi. Sebelum dilakukan pencampuran dengan matriks, filler perlu diberikan perlakuan khusus terlebih dahulu. Perlakuan khusus tersebut berupa pelapisan permukaan partikel filler dengan suatu bahan penghubung, yang dapat meningkatkan perlekatan antara partikel filler dengan matriks. Bahan penghubung ini biasa disebut dengan coupling agent (Hervás-García et al., 2006; Mc Cabe & Walls 2008). c. Coupling agents Ikatan antara partikel filler dan matriks resin didapatkan dengan penggunaan campuran silikon organik, atau silane coupling agent. Melapiskan partikel filler dengan coupling agent contohnya vinyl silane akan memperkuat ikatan antara filler dan matriks. Coupling agent memperkuat ikatan antara filler dan matriks resin dengan cara bereaksi secara kimia dengan kedua material. Ikatan yang terjadi ini akan

5 12 memungkinkan matriks resin menyalurkan tekanan kepada partikel filler. ( O Brien,2002; Rodrigues Junior et al., 2007; Khaled, 2011). Selama polimerisasi, ikatan ganda pada molekul silane juga akan bereaksi dengan matriks polimer. Ikatan antara filler dan matriks yang terbentuk akan memungkinkan terjadinya distribusi tekanan yang dapat dikendalikan. Ikatan tersebut akan membentuk material dengan sifat yang lebih kuat daripada partikel filler dan matriks resin yang berdiri sendiri. Ikatan tersebut juga dapat meningkatkan retensi partikle filler selama terjadinya abrasi di permukaan komposit ( O Brien, 2002 ). d. Inisiator dan akselerator Polimerisasi komposit dapat dihasilkan secara kimiawi dan sinar. Pada sistem pengaktifan secara kimiawi, inisiator benzoyl peroxide (atau katalis), ketika bereaksi dengan akselerator tertiary amine (contohnya N, N-dimethyl-p-toluidine), akan menghasilkan radikal bebas yang akan menyerang ikatan rangkap molekul oligomer sehingga akan terjadi polimerisasi (Anusavice, 2003; O'Brien, 2002). Pengaktifan resin komposit dengan sinar yan pertama kali digunakan adalah sinar UV. Namun sekarang, pengaktifan resin diganti dengan menggunakan visible light cure, yang secara nyata meningkatkan kemampuan berpolimerisasi lapisan yang lebih tebal sampai 2 mm. Resin radikal bebas pemulai reaksi terdiri atas molekul foto-inisiator dan aktivator amin. Bila kedua komponen dibiarkan tidak terpapar sinar,

6 13 komponen tersebut tidak berinteraksi. Namun, pemaparan terhadap sinar dengan panjang gelombang 468 nm merangsang fotoinisiator dan interaksi dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi tambahan. Fotoinisiator yang umum digunakan adalah camphoroquinone, yang memiliki penyerapan berkisar 400 dan 500nm yang berada pada regio biru dari spektrum sinar tampak. inisiator ini dalam pasta sebesar 0,2% berat atau kurang. Juga terdapat sejumlah akselerator amin yang dapat berinteraksi dengan camphoroquinone seperti dimetilaminoetil metakrilat 0,15% (Anusavice, 2003a). e. Inhibitor Untuk meminimalkan atau mencegah polimerisasi spontan dari monomer, inhibitor ditambahkan pada sistem resin. Inhibitor ini mempunyai potensi reaksi yang kuat dengan radikal bebas. Bila radikal bebas telah terbentuk, karena ada paparan sinar saat pasta dikeluarkan dari kemasan, inhibitor akan bereaksi dengan radikal bebas dan kemudian menghambat perpanjangan rantai dengan cara menghentikan radikal bebas untuk mengawali proses polimerisasi. Inhibitor yang umum dipakai adalah butylated hydroxytoluene dengan konsentrasi 0,01% berat (Anusavice, 2003a).

7 14 f. Modifier Optik Untuk mencocokan dengan warna gigi, resin komposit harus memiliki warna visual ( shading ) dan transulensi yang dapat menyerupai struktur gigi (Anusavice, 2003a). Pigmen anorganik ditambahkan dalam jumlah sedikit sehingga resin komposit dapat memiliki warna yang sama dengan gigi. Pada umumnya, resin komposit tersedia dalam 10 atau lebih tingkatan warna yang dapat mewakili warna gigi normal pada manusia (kuning sampai abu-abu) (Craig et al., 2004). 3. Sifat Resin Komposit Menurut Anusavice (2003b), resin komposit memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sekaligus merugikan. Berbeda dengan amalgam, resin komposit memiliki sifat yang lebih estetis. Namun, amalgam memiliki sifat manipulasi yang mudah, sifat mekanik yang baik, tahan terhadap keausan, serta resiko kebocoran tepi yang rendah. Meskipun demikian, resin komposit digunakan secara luas karena sifat estetisnya, penghantar panas yang rendah, relatif mudah dimanipulasi, tahan lama untuk gigi anterior dan tidak larut dalam cairan mulut (Mukuan et al. 2013). Sifat merugikan yang dimiliki oleh resin komposit adalah mudah terjadinya penyusutan/shrinkage. Penyusutan ini disebabkan karena adanya matriks resin dengan berat molekul yang rendah. Salah satu matriks resin yang memiliki berat molekuler rendah adalah TEDGMA. Matriks resin tersebut

8 15 memiliki berat molekuler 286,3 g/mol (Barszczewska-rybarek & Jurczyk, 2015). Ada dua tehnik yang dapat digunakan untuk mengurangi resiko terjadinya polimerisasi shrinkage pada resin komposit, yaitu dengan pengaplikasian layer by layer atau dapat dilakukan restorasi indirect (inlay) (Craig et al., 2004). 4. Polimerisasi Resin Komposit Polimerisasi adalah reaksi kimia yang mengubah molekul-molekul kecil menjadi polimer besar (Pires-de-Souza, et al., 2009). Proses polimerisasi dimulai oleh activator (kimia atau sinar) yang menyebabkan molekul inisiator membentuk radikal bebas. Proses polimerisasi terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap inisiasi, propagasi dan terminasi (Powers & Sakaguchi, 2006). Tahap inisiasi merupakan pembentukan radikal bebas dari suatu molekul yang diperlukan untuk tahap propagasi. Radikal dapat dihasilkan dari inisiator radikal. Tahap propagasi merupakan tahap reaksi yang cepat karena radikal yang terbentuk menyerang molekul lain dan menghasilkan radikal baru. Monomer yang telah bereaksi dengan radikal bebas bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi perpanjangan rantai. Pada tahap terminasi ini terjadi proses pemutusan rantai. Terminasi terjadi karena reaksi penggabungan reaktan radikal yang membentuk molekul tunggal (Handayani, 2010). Reaksi polimerisasi resin komposit self-cured diinisiasi secara kimia oleh inisiator peroxida dan akselerator amine sedangkan polimerisasi lightcured di inisiasi oleh sinar biru. Polimerisasi yang terjadi pada resin komposit

9 16 adalah polimerisasi crossed linked yang terjadi karena adanya ikatan karbon ganda. Perbedaan polimerisasi pada resin komposit light-cured dipengaruhi oleh jarak penyinaran dan durasi penyinaran (Powers & Sakaguchi, 2006). Menurut Price et al., (2000), jarak sumber penyinaran yang paling ideal adalah 1-2 mm dengan ketebalan material resin komposit 1,5-2 mm. Jika jarak sumber mencapai 5-6 mm, maka sinar yang diterima oleh resin komposit tidak dapat mempolimerisasi resin komposit dengan baik. Polimerisasi yang tidak sempurna akan menurunkan sifat fisik dan mekanis resin komposit. 5. Klasifikasi Resin Komposit Komposit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan ukuran, jumlah dan kandungan filler anorganik. Jenis-jenis resin komposit, sejak pertama kali ditemukan, meliputi resin komposit makrofiller (resin komposit konvensional), resin komposit mikrofiller, resin komposit hybrid (termasuk hybrid tradisional, mikrohibrid, dan nanohibrid), dan resin komposit nanofiller. Komposit juga di klasifikasikan berdasarkan viskositasnya, seperti contohnya resin komposit flowable dan resin komposit packable (Heymann, et al., 2006). Resin komposit jenis flowable memiliki viskositas yang lebih rendah dibandingkan resin komposit packable (Anusavice, 2003). Menurut Thompson dan Bayne (2006), polimerisasi pada resin komposit dapat digolongkan menjadi resin komposit light cure, light-curing sinar tampak, dual-curing, self-cure dan staged-cure. Resin komposit light-

10 17 cure memerlukan bantuan sinar UV selama polimerisasi, sedangkan resin komposit self-cure tidak memerlukan sinar UV selama polimerisasi. Lain hal dengan dual-cure, resin komposit jenis ini dapat terpolimerisasi dengan sendirinya atau menggunakan sinar UV. Light-cure sinar tampak memerlukan panjang gelombang sinar tampak selama polimerisasi sedangkan staged-cure memerlukan polimerisasi secara bertahap. a. Resin Komposit Makrofiller Resin komposit makrofiller adalah resin komposit yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960an. Namun, saat ini resin komposit makrofill sudah jarang digunakan di klinisi. Resin komposit makrofill pada umumnya mengandung 75% - 80% filler anorganik berdasarkan berat. Rata-rata ukuran partikel pada resin komposit ini kurang lebih 8µm. Ukuran partikel yang cukup besar dan sifatnya yang sangat keras, menyebabkan resin komposit mempunyai struktur permukaan yang kasar (Heymann et al., 2006). b. Resin Komposit Mikrofiller Resin komposit mikrofill diperkenalkan pada akhir tahun 1970an. Material ini didesain untuk menggantikan resin komposit sebelumnya yang permukaannya kasar. Resin komposit ini memiliki permukaan yang halus dan mengkilap yang menyerupai . Resin komposit mikrofill mengandung partikel koloida silika dengan diameter 0,01 sampai 0,04 µm. Ukuran partikel yang kecil inilah yang

11 18 membuat resin komposit jenis ini memiliki permukaan halus dan mengkilap (Heymann et al., 2006). Resin komposit mikrofill umumnya memiliki kandungan filler, berdasarkan berat, sebanyak 35% - 60%. Kandungan filler yang lebih sedikit membuat sifat mekanis dan fisik resin komposit mikrofill lebih rendah dibandingkan resin komposit makrofill (Heymann et al., 2006). Menurut Powers dan Sakaguchi (2006), komposit mikrofill baik digunakan untuk restorasi kelas 3 dan 5 yang membutuhkan nilai estetis tinggi. c. Resin Komposit Hibrid Resin komposit hibrid dibuat dengan mengkombinasikan sifat mekanis dan fisik dari komposit makrofill dengan permukaan yang halus dan mengkilap yang dimiliki komposit mikrofill. Secara umum, material ini mengandung filler sebanyak 75% - 85% berdasarkan berat. Kandungan filler yang dimiliki oleh resin komposit hibrid merupakan campuran antara mikrofiller dengan partikel filler yang kecil yang menghasilkan ukuran rata-rata partikel yang lebih kecil (0,4-1µm) dibandingkan dengan resin komposit konvensional (Heymann et al., 2006). Anusavice (2003) mengemukakan bahwa resin komposit lain yang memiliki kandungan dua atau lebih filler dengan ukuran partikel yang berbeda dapat dikategorikan sebagai resin komposit hibrid.

12 19 d. Resin Komposit Nanofiller Resin komposit jenis ini memiliki partikel filler yang sangat kecil (0,005-0,01 µm). Ukuran partikel filler yang sangat kecil inilah yang menyebabkan partikel mudah menggumpal. Oleh karena itu, pada resin komposit ini dilakukan packaging yang optimal. Ukuran partikel filler yang sangat kecil ini juga memudahkan proses pemolesan (Heymann et al., 2006). Keuntungan yang dimiliki resin komposit nanofiller menurut Mitchell (2008), antara lain adalah 1. Kandungan filler yang tinggi dapat meningkatkan sifat fisik resin komposit tanpa meningkatkan viskositasnya. 2. Mudah dilakukan pemolesan, tahan lama serta memiliki nilai estetis yang tinggi. 3. Mengingkatkan ketahanan terhadap keausan. 4. Mengurangi volumetric shrinkage (1,5% - 1,7%) dibandingkan dengan resin komposit jenis lain. e. Resin Komposit Packable Packable merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebut resin komposit pasta yang memiliki viskositas tinggi (Powers & Sakaguchi, 2006). Viskositas yang tinggi ini akan memudahkan saat diaplikasikan pada gigi. Pengembangan resin komposit jenis ini memiliki dua tujuan, yaitu (1) memudahkan pengaplikasian pada restorasti di area kontak proksimal dan (2) cara

13 20 pengaplikasian yang sama dengan amalgam. Viskositas yang tinggi membuat resin jenis ini sulit untuk mencapai adaptasi marginal yang optimal, untuk mengatasi ini, klinisi dapat mengaplikasikan flowable resin komposit terlebih dahulu sepanjang marginal bagian proximal untuk memperbesar adaptasi (Heymann et al., 2006). f. Resin Komposit Flowable Flowable komposit umumnya memiliki kandungan filler yang lebih sedikit dan memiliki sifat fisik serta mekanis yang lebih rendah dibandingkan dengan resin komposit jenis lain yang mengandung filler lebih banyak. Resin jenis ini juga memiliki resiko polimerisasi shrinkage yang lebih tinggi (Heymann et al., 2006). Resin komposit aktivasi sinar ini memiliki viskositas yang rendah. Material ini cocok digunakan untuk restorasi pada daerah cercival, restorasi pada anak-anak dan restorasi pada bagian yang tidak mendapatkan tekanan yang tinggi (Powers & Sakaguchi, 2006). B. Sisal 1. Pengertian Sisal Sisal adalah suatu jenis tanaman yang tergolong dalam family Agavaceae, merupakan tanaman yang dapat terurai dan ramah lingkungan (Kumaresan, et al., 2015). Tanaman sisal hanya tumbuh di daerah tropis dan subtropis (Subyakto, et al., 2009). Tanaman sisal memiliki ketersediaan melimpah, mudah dibudidayakan serta murah, dan memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik (Ahmad, 2011). Menurut Rojas et al (2015), daun nanas

14 21 dan jerami merupakan sisal yang baik karena melimpah, proses pembuatannya murah, dan mengandung selulosa yang tinggi 60-70%. Serat sisal merupakan material yang bersifat kuat, tahan lama, stabil dan serbaguna dan diketahui merupakan sumber serat yang penting untuk komposit (Kumaresan et al., 2015). Serat selulosa mengandung elementary fibrils/microfibrils yang merupakan struktur dasar penyusun serat. Elementary fibrils atau nanofibrils ini memiliki diameter sekitar 2-20nm dengan tambahan beberapa mikrometer. Setiap nanofiber tersusun dari rantai selulosa. Terdapat rantai yang tersusun secara teratur (crystalline) di daerah diantara nanofiber dan juga terdapat rantai yang tersusun tidak teratur (amorphous). Kumpulan dari beberapa nanofiber disebut dengan mikrofibiril. Setiap mikrofibril terdiri dari selulosa nanocrystal yang bertautan dengan selulosa nanofiber. Selulosa nanocrystal digambarkan seperti area kristal yang berbaris dan berbentuk seperti batang, sedangkan struktur selulosa nanofiber berbentuk seperti jaring dan rasio panjang dengan diameternya sangat tinggi (Rojas et al, 2015). Gambar 2. Tanaman Agave sisalana

15 22 2. Komposisi Sisal Satu tanaman sisal memproduksi sekitar daun dan setiap daun mengandung kumpulan serat. Setiap kumpulan serat dari sisal mengandung 4% serat, 0.75% kutikula, 8% material kering dan 87.25% air (Ahmad, 2011). Namun, kandungan didalam serat sisal memiliki komposisi yang berbeda-beda tergantung dari cara pengolahan (Kusumastuti, 2009). Daun sisal terdiri dari serat mekanis, ribbon, dan xylem. Serat mekanis didapatkan dari hasil ekstraksi bagian tepi daun (periphery). Serat mekanis merupakan serat yang kasar dan tebal berbentuk seperti sepatu kuda dan jarang dipisahkan saat proses ekstraksi. Serat ini merupakan bagian terpenting dari serat sisal. Serat ribbon terbentuk di bagian tengah daun. Struktur jaringan ribbon sangat kuat dan merupakan bagian serat yang terpanjang. Dibandingkan dengan serat mekanis, serat ribbon lebih mudah dipisahkan secara membujur selama proses berlangsung. Serat xylem mempunyai bentuk yang tidak teratur dan terletak diseberang serat ribbon. Serat xylem tersusun atas dinding sel tipis sehingga mudah rusak dan hilang selama proses ekstraksi (Ahmad, 2011). Gambar 3. Serat Sisal (Kusumastuti, 2009).

16 23 Serat alam dimanfaatkan sebagai alternatif filler komposit untuk berbagai komposit polimer karena keunggulannya dibanding serat sintetis (Kusumastuti, 2009). Serat sisal memiliki sifat mekanis yang lebih baik. Pemanfaatan sisal sebagai filler komposit telah digunakan dalam bidang otomotif dan konstruksi (Rojas et al., 2015). Pemanfaatannya tidak terbatas pada bidang tersebut saja tetapi sisal juga digunakan sebagai tali, benang, karpet, dan kerajinan (Kusumastuti, 2009). Sisal diolah melalui beberapa proses. Poses pertama serat sisal dipotong dengan menggunakan grinder sampai diperoleh serat partikel halus. Serat kemudian direndam dalam larutan natrium hidroksida 4% (b/b%) pada suhu 80 ºC selama 2 jam sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Kemudian dilakukan bleaching dengan menggunakan larutan buffer asetat (27 gram NaOH dan &5 ml asam acetic glacial, diencerkan dalam 1L aquades) dan larutan aqueous chlorite (1.7 wt % NaClO 2 dalam air). Bleaching dilakukan pada suhu 80 ºC selama 4 jam sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Selanjutnya serat kemudian di keringkan dalam oven pada suhu 60 ºC selama 24 jam. Serat kering tersebut kemudian dihaluskan dengan grinder. Kemudian dilakukan hidrolisis asam pada suhu 50 ºC selama 50 menit dengan menggunakan 65 wt% sulphuric acid sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Suspensi yang dihasilkan kemudian diencerkan dengan balok es untuk menghentikan reaksi. Kemudian dilakukan centrifugasi pada suhu 10 ºC dan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Setelah itu dilakukan dialisis pada

17 24 aquades untuk menghilangkan asam bebas pada dispersi. Dispersi yang sempurna dari nano whiskers didapatkan dalam tahap sonifikasi. Dispersi kemudian disaring dengan kertas saring nomor 1 untuk menghilangkan sisa agregat, kemudian serat dikeringkan dengan menggunakan freeze drier (Ahmad, 2011). C. Ikatan Natural Fiber dengan Matrix Interface bonding antara resin alami dengan matriks dapat terjadi melalu tiga ikatan, yaitu : 1. Mechanical Bonding Mechanical Bonding merupakan mekanisme ikatan yang saling mengunci yang terjadi pada dua permukaan yaitu resin dan serat yang kasar. Dalam mechanical bonding beban yang diterima harus paralel terhadap interface. 2. Electrostatic Bonding Gambar 4. Mechanical Bonding Electrostatic Bonding terjadi akibat adanya gaya tarik antara dua permukaan yang berbeda muatan listrik pada skala atomik. Ikatan ini akan sempurna apabila tidak terdapat gas pada permukaan serat

18 25 Gambar 5 Electrostatic Bonding. 3. Chemical Bonding Electrostatic Bonding terjadi akibat adanya energy yang lebih bersifat kimia. Besarnya ikatan ini diperoleh dari sekumpulan ikatan kimia yang bekerja pada luas penampang serat sesuai jenis ikatan kimia yang ada pada serat maupun resin (Betan, et al., 2014) Gambar 6. Chemical Bonding Interface dan interphase merupakan dua hal yang berbeda, Istilah interface itu sendiri di definisikan sebagai dua regio dimensional antara serat dan matrik yang memiliki ketebalan nol. Molekul matriks dapat dihubungkan dengan serat melalu reaksi kimia maupun dengan cara absorbsi, kedua hal tersebut menentukan kekuatan interfacial antara matriks dengan serat. Interphase merupakan daerah polymeric yang mengelilingi serat. Interphase mengandung material polymeric dengan ikatan kimia antara matriks dengan serat. Interphase antara serat dan matrik berperan dalam transfer beban pada serat. Distribusi beban tidak akan berjalan dengan baik tanpa interface yang baik. Interface yang kuat akan membuat transfer beban dapat terdistribusi

19 26 dengan baik meskipun terdapat serat yang rusak. Adhesi antara serat dan matriks adalah factor yang penting untuk menentukan respon dari interface dan integritasnya dalam menahan stress Serat alami memiliki kelompok gugus hydroxyl yang dapat membentuk ikatan hydrogen. Kekuatan ikatan antara serat alami dengan komposit menjadi berkurang karena adanya absorbsi air pada permukaan yang lembab. Serat yang bersifat hidrofilk menyerap air dari lingkungan yang lembab kemudian akan terbentuk ikatan hydrogen. Molekul air akan berikatan dengan gugus hidrofilik pada serat. Penyerapan air pada keadaan lembab ini akan mempengaruhi stabilitas dimensi dari serat alami. Hal ini akan menyebabkan ikatan yang lemah antara resin dengan matriks (Ilomäki, 2011). Modifikasi secara kimiawi dapat dilakukan untuk mengoptimalkan interface pada serat. Salah satu modifikasi kimiawi yang dapat dilakukan adalah alkalisasi. Alkalisasi atau mercerisasi dapat memecah ikatan hydrogen pada struktur jaringan sehingga akan meningkatkan kekasaran permukaan. Perlakuan ini bekerja dengan cara menghilangkan sejumlah lignin, wax dan minyak yang menyelimuti dinding sel serat, mendepolimerisasi selulosa dan membuka kristalit. Pada proses alkalisasi, serat di rendam dalam larutan NaOH selama beberapa waktu ( Li, et al, 2007). D. Kekuatan Tekan Selama proses mastikasi, material restorasi gigi terkena berbagai macam pengaruh mekanis dan suhu. Proses tersebut dapat mempengaruhi ketahanan material di dalam rongga mulut (Moezzyzadeh, 2012).

20 27 Gambar 7. Skema Pengujian Kekuatan Tekan (Powers & Sakaguchi, 2006) Kekuatan tekan suatu material adalah kekuatan suatu material dalam menahan fraktur di bawah tekanan atau karena beban dari atas (Soratur, 2002). Powers and Sakaguchi (2006) dan Van Noort (2007) menyatakan bahwa kekuatan tekan adalah sifat mekanis paling penting dalam material restorasi. Material restorasi dengan kekuatan tekan yang lebih rendah daripada gigi akan mudah rusak dan fraktur. Berdasarkan penelitian Banava & Salehyar (2008), kekuatan tekan resin komposit akan meningkat 1 sampai 24 jam setelah penyinaran. Tabel 1. Kekuatan tekan beberapa material kedokteran gigi. (Craig et al., 2004) Material Enamel Dentin Amalgam Calcium hydroxide liner Feldspathic porcelaine Kekuatan Tekan (MPa)

21 28 High-strenght stone Resin komposit Semen Zink Fosfat Tabel 2. Perbedaan Kekuatan Tekan Resin Komposit (Powers & Sakaguchi, 2006). Kekuatan Tekan (MPa) Nanokomposit Mikrofill Komposit Packable Komposit Flowable Komposit Uji kekuatan tekan menggunakan sampel berbentuk silindris dengan dimensi tinggi berbanding diameter 2:1 sesuai dengan ISO 9917 (Wang, et al., 2003). Uji kekuatan tekan dilakukan dengan universal testing machine yang mempunyai kecepatan tekan 1mm/menit. Data yang didapat berupa nilai bebas kompresi (kgf) kemudian diubah menjadi nilai kekuatan tekan menggunakan rumus R c = F x 9,807/A Keterangan : R c : kekuatan tekan (MPa) F : gaya maksimal (kgf) A : Luas area dasar sampel (πr 2 ) 9,087 : Gravitasi (Klymus et al., 2007) E. Landasan Teori Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi sewarna gigi yang banyak digunakan karena nilai etsetisnya yang lebih tinggi dibandingkan bahan restorasi lainnya. Resin komposit tersusun atas matriks, filler, coupling agent dan

22 29 bahan tambahan lain. Matriks berperan sebagai pembentuk sifat fisik resin komposit agar dapat diaplikasikan. Filler berperan dalam kekuatan resin komposit sedangkan coupling agent merupakan bahan pengikat antara matriks dan filler. Resin komposit berdasarkan ukuran filler yang digunakan dibedakan menjadi resin komposit makrofiller/konvensional, mikrofiller, resin komposit hibrid dan resin komposit nanofiller. Karena kandungan filler yang sangat kecil, resin komposit nanofiller memiliki estetik yang paling baik dibandingkan dengan resin komposit jenis lain. Meskipun begitu, kekuatan dan ketahanan resin komposit nanofiller hampir sama dengan resin komposit mikrofiller. Ukuran filler yang terkandung di dalam resin dapat berpengaruh terhadap kekuatan fisik dan mekanis dari resin komposit. Semakin kecil ukuran filler makan kekuatan mekanis dan fisiknya semakin baik dan semakin mudah dipolish sehingga menghasilkan restorasi yang mengkilap. Filler resin komposit yang saat ini digunakan berasal dari bahan anorganik (sintetis) seperti quartz, silikat, glass dan zikornia. Filler yang paling sering digunakan pada resin komposit adalah glass, karena material glass memiliki sifat mekanis yang baik. Namun, material glass memiliki kelemahan. Proses produksi material glass adalah proses energi, yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Selain itu glass juga bersifat abrasif saat proses pengolahan sehingga beresiko terhadap kesehatan. Material glass juga bersifat polutan sehingga tidak ramah lingkungan. Glass bersifat non-biodegradable, tidak terbarukan dan non daur ulang. Oleh karena itu, serat alam sebagai pengganti filler dalam resin komposit mulai banyak dikembangkan.

23 30 Penggunaan serat ( fiber ) alam di bidang kedokteran gigi belum banyak digunakan. Salah satu serat alam yang bisa dimanfaatkan adalah serat sisal ( Agave sisalana, namun saat ini pemanfaatan serat sisal masih terbatas di bidang kelautan dan pertanian saja. Sifat mekanis serat alam sebagai filler dapat ditingkatkan dengan surface treatment berupa alkalisasi menggunakan NaoH. Setelah dialkalisasi, sisal dibuat dalam ukuran nani melalui tiga tahap proses, yaitu: scouring, bleaching dan ultrasonifikasi, sehingga akan diperoleh nanosisal/cellulose whisker. Untuk mengetahui ketahanan suatu material restorasi dapat diukur sifat mekanisnya, salah satunya adalah kekuatan tekan. Kekuatan tekan suatu material adalah kekuatan suatu material dalam menahan fraktur di bawah tekanan atau karena beban dari atas. Kekuatan tekan merupakan salah satu sifat mekanis paling penting dalam material restorasi. Material restorasi dengan kekuatan tekan yang lebih rendah daripada gigi akan mudah rusak dan fraktur.

24 31 F. Kerangka Konsep Resin Komposit Daun Sisal Renewable, biodegradable, murah Coupling Agent Filler Anorganik Material resin ( material organik ) Cellulose Adhesi filler dan matriks Sifat Mekanis Sifat Fisik Nanosisal/cell ulose whiskser Filler organik Ukuran filler nano bersifat lebih estetik Nanosisal komposit Filler non renewable, pembuatan butuh energy Nano filler sintetis 60 wt% 65 wt% 70 wt% Kekuatan Tekan Gambar 7. Kerangka Konsep

25 32 G. Hipotesis Terdapat pengaruh persentase volume filler 60 wt%, 65 wt%, 70 wt% terhadap kekuatan tekan resin komposit nanosisal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Resin komposit a. Pengertian Resin Komposit Istilah komposit dapat didefinisikan sebagai pencampuran dua atau lebih bahan (Bayne & Thompson, 2011). Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sifat yang estetis. Sifat estetis bahan ini terletak pada warna yang mirip

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sifat yang estetis. Sifat estetis bahan ini terletak pada warna yang mirip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resin komposit adalah suatu bahan restorasi atau tambalan yang banyak digunakan dalam kedokteran gigi. Bahan tersebut banyak digunakan karena memiliki sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkan pada akhir tahun 1940-an dan awal 1950-an, bahan tersebut hanya

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkan pada akhir tahun 1940-an dan awal 1950-an, bahan tersebut hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resin komposit berkembang sebagai bahan tambal atau restorasi karena sifatnya yang tidak mudah larut, estetis, tidak peka terhadap dehidrasi, tidak mahal, dan relatif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Istilah bahan komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Resin Komposit Istilah komposit adalah kombinasi dua bahan atau lebih yang memiliki sifat berbeda untuk mendapatkan sifat yang lebih baik 7. Contoh bahan komposit alamiah adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi yang merupakan gabungan atau kombinasi dua atau lebih bahan kimia yang berbeda dengan sifat- sifat unggul atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Resin Komposit a. Pengertian Resin komposit adalah bahan restoratif yang sewarna dengan gigi. Bahan resin komposit semakin digunakan dalam kedokteran gigi sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN. seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit.

BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN. seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit. BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN Resin komposit merupakan resin akrilik yang telah ditambah dengan bahan lain seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit. 2.1 Komposisi Resin Komposit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Perkembangan resin komposit sebagai bahan restorasi dimulai dari akhir tahun 1950-an dan awal 1960, ketika Bowen memulai percobaan untuk memperkuat resin epoksi

Lebih terperinci

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari BAB 2 RESIN KOMPOSIT Pencapaian estetik dan tidak dipakainya merkuri merupakan karakteristik yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari dan terkenal diantara para

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. Resin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. Resin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan bahan restorasi estetik mengalami peningkatan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. Resin komposit berkembang sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu dan teknologi di bidang kedokteran gigi semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan tersebut, masyarakat pun semakin sadar akan pentingnya faktor estetika.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Partikel Nano Resin komposit adalah gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul. Bahan-bahan ini memiliki sifat mekanis yang baik dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan bahan restorasi estetik mengalami peningkatan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa ini, bahan restorasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan resin komposit telah menjadi hal penting di kedokteran gigi. Berhubungan dengan kegunaan dan keperluan estetik, resin komposit telah menjadi salah satu bahan restorasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratories (murni) B. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium FMIPA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bleaching 2.1.1 Defenisi Bleaching Bleaching merupakan proses penghilangan stain yang terdapat di dalam struktur gigi (email dan dentin) melalui reaksi reduksi-oksidasi secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyempitan saluran pernapasan. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Veneer a. Definisi Veneer adalah bahan lapisan sewarna gigi untuk mengembalikan kerusakan lokal atau umum dan perubahan warna instrinsik. Biasanya, veneer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Senyum yang sehat adalah senyum yang terbentuk dari jaringan mulut yang sehat. Setiap orang mendambakan memiliki gigi yang sehat dan putih berseri karena selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi desidui berada pada rongga mulut dalam waktu yang singkat tetapi ketika terjadi karies, gigi desidui perlu mendapatkan perhatian khusus terutama dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi. Resin komposit banyak digunakan sebagaibahan restorasi pada gigi anterior

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi. Resin komposit banyak digunakan sebagaibahan restorasi pada gigi anterior I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan resin komposit telah menjadi hal yang penting dalam restorasi gigi. Resin komposit banyak digunakan sebagaibahan restorasi pada gigi anterior maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi sewarna gigi yang banyak digunakan saat ini karena memiliki nilai estetis yang tinggi dibandingkan dengan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem adhesif dalam kedokteran gigi telah dipakai selama 30 tahun terakhir. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat diandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kanker mulut (Lamster dan Northridge, 2008). Kehilangan gigi dapat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kanker mulut (Lamster dan Northridge, 2008). Kehilangan gigi dapat menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi dapat disebabkan karies, penyakit periodontal, trauma dan kanker mulut (Lamster dan Northridge, 2008). Kehilangan gigi dapat menjadi faktor pendukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit merupakan material restorasi sewarna gigi yang pada awalnya hanya digunakan sebagai bahan restorasi gigi anterior. Sampai saat ini resin komposit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kekuatan Tekan Resin Komposit Nanosisal telah selesai dilakukan. Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kekuatan Tekan Resin Komposit Nanosisal telah selesai dilakukan. Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian mengenai Pengaruh Jumlah Volume Filler Wt% Terhadap Kekuatan Tekan Resin Komposit Nanosisal telah selesai dilakukan. Penelitian ini menggunakan 20 buah cetakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan restorasi yang digunakan untuk menggantikan struktur jaringan keras gigi yang hilang harus memiliki karakteristik yang mendekati gigi asli. Salah satu bahan restorasi estetik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Veneer a. Pengertian Veneer adalah sebuah bahan pelapis yang sewarna dengan gigi diaplikasikan pada sebagian atau seluruh permukaan gigi yang mengalami cacat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan restorasi gigi ada dua macam, yaitu restorasi langsung dan restorasi tidak langsung. Restorasi langsung adalah restorasi gigi yang dapat dibuat langsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis bahan restorasi di bidang kedokteran gigi semakin banyak tersedia dengan berbagai macam karakteristik, yaitu komposisi, sifat, struktur, kelebihan dan kekurangan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin komposit mulai banyak digunakan sebagai bahan restorasi anterior maupun posterior karena permintaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Resin komposit adalah gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul. 2 Bahan-bahan ini memiliki sifat mekanis yang baik dan mendekati sifatsifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Teknologi bahan restorasi berkembang dari aspek kualitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini resin komposit banyak digunakan dalam kedokteran gigi khususnya dalam ilmu konservasi gigi untuk dijadikan bahan restorasi gigi anterior dan posterior yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara semen resin (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penilitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi indirect veneer resin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit 2.1.1 Definisi Resin Komposit Resin Komposit merupakan gabungan atau kombinasi dua atau lebih bahan kimia berbeda dengan sifat-sifat unggul atau lebih baik dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan zaman, keinginan pasien untuk meningkatkan estetika semakin tinggi. Bagi kebanyakan orang, gigi yang putih dan bersih menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR merupakan modifikasi dari semen ionomer kaca dan monomer resin sehingga bahan ini memiliki sifat fisis yang lebih baik dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Resin Komposit Resin komposit adalah gabungan dari partikel pengisi (filler) anorganik yang keras dengan matriks polimer organik resin yang lunak. Umumnya matriks resin dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan merupakan warna gigi normal manusia. Warna gigi ini ditentukan oleh warna dentin yang melapisi di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Resin komposit merupakan gabungan atau kombinasi dari dua bahan atau lebih bahan kimia berbeda dengan sifat-sifat unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu

I. PENDAHULUAN. Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Resin komposit merupakan salah satu material yang paling populer dalam dunia kedokteran gigi karena sifat estetisnya yang sangat baik, kekuatan yang adekuat, dan kemampuannya

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan BAB 2 BAHAN ADHESIF Salah satu material restorasi yang sering dipakai pada bidang keokteran gigi adalah resin komposit. Bahan resin komposit tersebut berikatan dengan struktur gigi melalui bahan adhesif.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ortodonsia adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang bertujuan untuk mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan abnormalitas di regio dentofasial.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Material komposit sudah digunakan dibidang kedokteran gigi untuk merestorasi gigi sejak Bowen memperkenalkannya pada awal tahun 1960an (Joshi, 2008). Sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi adalah proses penghancuran atau perlunakan dari email maupun dentin. Proses tersebut terjadi karena demineralisasi yang progresif pada jaringan keras dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu tindakan restorasi gigi tidak hanya meliputi pembuangan karies

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu tindakan restorasi gigi tidak hanya meliputi pembuangan karies BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu tindakan restorasi gigi tidak hanya meliputi pembuangan karies kemudian memperbaiki fungsi gigi tersebut, tetapi juga bertujuan untuk mencegah terjadinya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Jenis bahan restorasi dibidang kedokteran gigi semakin banyak tersedia dengan berbagai macam karakteristik. Perkembangan bahan restorasi kedokteran gigi dimulai ketika Bowen (1960)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang dapat digunakan untuk merestorasi kavitas Klas V. Namun, komposit berbasis resin yang menunjukan, shrinkage polimerisasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. posterior dalam dunia kedokteran gigi terus mengalami peningkatan yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. posterior dalam dunia kedokteran gigi terus mengalami peningkatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan resin komposit sebagai bahan restorasi gigi anterior dan posterior dalam dunia kedokteran gigi terus mengalami peningkatan yang signifikan selama beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem stomatognasi dalam kedokteran gigi merupakan ilmu yang di

BAB I PENDAHULUAN. Sistem stomatognasi dalam kedokteran gigi merupakan ilmu yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem stomatognasi dalam kedokteran gigi merupakan ilmu yang di dalamnya mempertimbangkan hubungan antara gigi geligi, rahang, persendian temporomandibula, kraniofasial,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan semen resin semakin berkembang luas sebagai bahan sementasi baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen resin mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan restorasi yang baik dan dapat mengembalikan estetik merupakan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit sangat populer

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Resin komposit mulai dikenal sebagai bahan restorasi gigi yang dapat meminimalisir kekurangan resin akrilik dan semen silikat pada tahun 1940. 8,24 Resin komposit juga telah digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dewasa ini, material restorasi resin komposit telah menjadi pilihan bagi para dokter gigi untuk merestorasi lesi karies pada gigi anterior sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. restorasi general (Heymaan et al, 2011). depan karena faktor intrinsik (Heymaan et al, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. restorasi general (Heymaan et al, 2011). depan karena faktor intrinsik (Heymaan et al, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Veneer a. Definisi Veneer adalah material lapisan sewarna gigi yang diaplikasikan untuk gigi yang berubah warna dengan cara restorasi lokal maupun restorasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan meningkatnya ekspektasi pasien, seorang dokter gigi dalam mengambil keputusan untuk merestorasi gigi tidak hanya mempertimbangkan masalah estetik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resin akrilik polimerisasi panas berbahan polimetil metakrilat masih

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resin akrilik polimerisasi panas berbahan polimetil metakrilat masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resin akrilik polimerisasi panas berbahan polimetil metakrilat masih digunakan sebagai bahan basis gigi tiruan dibidang kedokteran gigi karena resin akrilik mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Semen ionomer kaca telah digunakan secara luas dibidang kedokteran gigi. Sejak diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971. Ionomer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer digunakan oleh dokter gigi, terutama untuk merestorasi gigi anterior karena memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estetika dalam bidang kedokteran gigi tidak dapat dilepaskan dari estetika secara universal. Samra dkk. (2007) mengatakan bahwa warna, bentuk dan tekstur permukaan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk 18 I. Pendahuluan A. Latar Belakang Perkembangan bidang kedokteran gigi bukan hanya mencakup tindakan preventif, kuratif dan promotif, melainkan juga estetik, menyebabkan kebutuhan terhadap restorasi estetik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasien untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad, 2008).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasien untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun terakhir, ketertarikan pasien meningkat terhadap perawatan gigi estetik termasuk pemutihan gigi yang mengalami perubahan warna. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang sering digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena memiliki nilai estetis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas menunjukkan penyakit gigi menduduki urutan pertama (60% penduduk)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas menunjukkan penyakit gigi menduduki urutan pertama (60% penduduk) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas 2001 menunjukkan penyakit gigi menduduki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass ionomer cement dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass ionomer cement dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Fissure sealant Fissure sealant merupakan salah satu bahan kedokteran gigi untuk pencegahan karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass ionomer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. stabil dan mudah dipoles (Nirwana, 2005). Sebagai bahan basis gigi tiruan, resin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. stabil dan mudah dipoles (Nirwana, 2005). Sebagai bahan basis gigi tiruan, resin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Resin akrilik saat ini masih merupakan pilihan untuk pembuatan basis gigi tiruan lepasan karena harganya relatif murah, mudah direparasi, proses pembuatannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian tentang pengaruh jumlah volume filler wt% terhadap kekuatan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian tentang pengaruh jumlah volume filler wt% terhadap kekuatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian tentang pengaruh jumlah volume filler wt% terhadap kekuatan flexural resin komposit nanosisal telah dilaksanakan. Hasil penelitian didapatkan dari hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia kedokteran gigi seiring dengan perkembangan pada sistem dental adhesive, meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan bahan restorasi juga semakin meningkat. Bahan restorasi warna

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan bahan restorasi juga semakin meningkat. Bahan restorasi warna I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan bahan restorasi juga semakin meningkat. Bahan restorasi warna gigi terus mengalami perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. inovasi, salah satunya dengan ketersediaan bahan restorasi sewarna gigi (Giachetti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. inovasi, salah satunya dengan ketersediaan bahan restorasi sewarna gigi (Giachetti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Revolusi di bidang kedokteran gigi telah menghasilkan berbagai macam inovasi, salah satunya dengan ketersediaan bahan restorasi sewarna gigi (Giachetti dkk., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melindungi jaringan periodontal dan fungsi estetik. Gigi yang mengalami karies,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melindungi jaringan periodontal dan fungsi estetik. Gigi yang mengalami karies, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan suatu jaringan yang tersusun atas email, dentin, sementum, dan pulpa (Scheid, 2012). Fungsi utama dari gigi adalah fungsi mastikasi, fonasi, melindungi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Gigi tiruan merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menggantikan

BAB I. PENDAHULUAN. Gigi tiruan merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menggantikan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menggantikan sebagian atau seluruh gigi asli yang hilang dan digunakan pada rahang atas maupun rahang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Resin komposit adalah bahan restorasi yang sering digunakan di bidang kedokteran gigi karena memiliki estetis yang baik, bebas merkuri, kuat dan melekat secara mekanis ke struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama restorasi pada daerah yang tidak mendapat tekanan besar (Zoergibel dan Illie, 2012). Terlepas dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkota gigi tiruan cekat merupakan suatu restorasi tetap yang menutupi permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, kontur, serta melindungi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Abrasi Harty dan Ogston (1995) menyatakan bahwa abrasi gigi merupakan suatu keadaan ausnya jaringan gigi sehingga sebagian strukturnya hilang. Lesi abrasi biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihubungkan dengan jumlah kehilangan gigi yang semakin tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dihubungkan dengan jumlah kehilangan gigi yang semakin tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi antara lain dapat disebabkan oleh karies, penyakit periodontal, trauma dan atrisi berat. Selain itu, meningkatnya usia sering dihubungkan dengan jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami fraktur dibandingkan gigi dengan pulpa yang masih vital. Hal ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT

BAB 2 BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT BAB 2 BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT Istilah bahan komposit mengacu pada kombinasi tiga dimensi dari sekurangkurangnya dua bahan kimia yang berbeda dengan satu komponen pemisah yang nyata diantara keduanya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Resin akrilik merupakan resin sintetis yang paling banyak digunakan di kedokteran gigi. Resin akrilik terdiri dari powder dan liquid yang dicampurkan. Powder mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kuat. Resin komposit terdiri atas dua komponen utama, yaitu matriks resin dan filler

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kuat. Resin komposit terdiri atas dua komponen utama, yaitu matriks resin dan filler I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resin komposit adalah suatu material restorasi yang digunakan secara luas dalam kedokteran gigi karena estetikanya baik, dapat melekat pada gigi, dan cukup kuat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi pengunyahan, meningkatkan pengucapan dan memperbaiki estetika

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi pengunyahan, meningkatkan pengucapan dan memperbaiki estetika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama perawatan kedokteran gigi adalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mutu kehidupan pasien kedokteran gigi. Tujuan ini dapat dicapai dengan mencegah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna yang terjadi pada gigi sering menimbulkan masalah estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan karena banyak orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 14% pada awal perkembangannya tetapi selama zaman pertengahan, saat bangsa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 14% pada awal perkembangannya tetapi selama zaman pertengahan, saat bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia dengan kebudayaannya telah menggunakan minuman beralkohol dalam beberapa kemasan sejak ribuan tahun, kira-kira 500 tahun yang lalu minuman beralkohol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan dan tuntutan pasien akan bahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan dan tuntutan pasien akan bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan dan tuntutan pasien akan bahan restorasi yang sewarna gigi dan dapat mengganti struktur gigi semakin tinggi. Resin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bidang kedokteran gigi bukan hanya mencakup tindakan preventif, kuratif dan promotif, melainkan juga estetik, menyebabkan kebutuhan terhadap restorasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan bahan restorasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekuatan mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan gigi

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN HIBAH LP3M UMY KATEGORI PENELITIAN DOSEN MUDA

LAPORAN KEMAJUAN HIBAH LP3M UMY KATEGORI PENELITIAN DOSEN MUDA LAPORAN KEMAJUAN HIBAH LP3M UMY KATEGORI PENELITIAN DOSEN MUDA JUDUL POTENSI NANOSISAL SEBAGAI FILLER PADA MATERIAL TUMPATAN (TAMBALAN GIGI) RESIN KOMPOSIT Bulan ke 6 dari rencana 1 tahun Ketua Tim Peneliti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering digunakan di bidang kedokteran gigi yang diperkenalkan oleh Bowen pada awal tahun 1960-an. 2,3

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dalam kedokteran gigi seiring dengan perkembangan pada sistem dental adhesive. Selain itu kebutuhan masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan, penampilan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan, penampilan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies merupakan suatu kerusakan jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu mikroorganisme yang ditandai dengan demineralisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi memerlukan gigi tiruan untuk mengembalikan estetik dan fungsi menjadi salah satu yang paling penting bagi pasien untuk datang ke dokter gigi. Gigi

Lebih terperinci