BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB III ASUMSI ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Bab III Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah Dan Kebijakan Keuangan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PIDATO MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ATAS KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2019

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

Laporan Perekonomian Indonesia

Prospek Ekonomi Global dan Domestik 2017: Peluang dan Tantangan

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

1. Tinjauan Umum

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Kondisi Perekonomian Indonesia

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

DAFTAR ISI I PENDAHULUAN

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

4. Outlook Perekonomian

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA Catatan atas Laporan Keuangan Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

Pemerintah Provinsi Bali

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

LATAR BELAKANG MODERASI PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

4. Outlook Perekonomian

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... vi

Analisis Perkembangan Industri

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Tahun Baru, Tantangan Lama

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, utamanya untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan dengan tetap menjaga keseimbangan dengan upaya menjaga daya tahan fiskal dan pengendalian risiko. Namun demikian, keberhasilan untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut sangat dipengaruhi berbagai dinamika, baik yang terjadi di tingkat global maupun domestik yang merupakan tantangan sekaligus peluang. Pertama, dinamika ekonomi global, yaitu belum pulihnya perekonomian global dan harga komoditas. Meskipun perkembangan ekonomi global di tahun 2017 diproyeksikan akan membaik, namun Pemerintah tetap mewaspadai berbagai tantangan global yang diperkirakan akan dihadapi di sepanjang tahun 2017 yaitu: 1. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diproyeksikan masih akan terus berlanjut. Perlambatan ekonomi di Tiongkok merupakan dampak dari proses transisi perubahan sumber pertumbuhan ekonomi Tiongkok dari sektor investasi ke sektor konsumsi dan jasa serta masih lemahnya aktivitas perdagangan dunia. Mengingat Tiongkok merupakan salah satu negara mitra dagang utama Indonesia, maka dampaknya akan langsung dirasakan melalui turunnya aktivitas ekspor impor antarnegara. 2. Masih lemahnya harga komoditas utama sebagai akibat dari turunnya permintaan dan lemahnya ekonomi dunia. Sebagai negara yang sebagian besar masih bertumpu pada ekspor komoditas khususnya minyak dan gas bumi, maka Indonesia masih harus menghadapi risiko belum membaiknya III-1

harga minyak dunia yang telah mengalami penurunan drastis sejak tahun 2011. Meski diperkirakan membaik, namun peningkatan harga minyak dunia ke depan diperkirakan akan terbatas dengan laju yang relatif lambat. 3. Masih berlanjutnya ketidakpastian perekonomian global akibat dinamika di berbagai negara maju. Membaiknya perekonomian Amerika Serikat di tahun 2017 diperkirakan akan membawa konsekuensi di sektor keuangan melalui risiko normalisasi suku bunga, yang akan mempengaruhi arus modal masuk ke emerging market economies. Disamping itu, terdapat potensi perubahan kebijakan ekonomi pasca pemilihan umum di Amerika Serikat pada akhir tahun 2016. Hasil referendum Brexit juga akan memberikan tambahan risiko pada perekonomian global. Hal ini terutama jika Brexit berdampak pada perekonomian Eropa yang akan menimbulkan efek lanjutan pada perekonomian negara-negara lain termasuk Indonesia. Selain itu, berlakunya MEA juga memberikan peluang dan tantangan tersendiri, mengingat MEA akan membuka peluang yang lebih luas bagi peningkatan ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun juga menimbulkan tantangan yaitu meningkatnya persaingan bagi produk-produk Indonesia yang relatif sejenis dengan produk negara-negara ASEAN. Kedua, pengelolaan kebijakan fiskal. Dalam rangka menghadapi berbagai tantangan perekonomian global dan memitigasi dampaknya terhadap perekonomian domestik, Pemerintah akan terus berupaya memperkuat fondasi perekonomian nasional agar mampu bertahan dan tetap tumbuh secara berkesinambungan. Untuk itu, dalam tahun 2017 Pemerintah akan menempuh kebijakan ekspansi fiskal dan terarah yang dapat secara efektif meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat dengan fokus untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas antarwilayah, serta kegiatan ekonomi produktif. Kebijakan fiskal yang ekspansif untuk mendorong perekonomian tersebut harus selaras dengan upaya untuk menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka menengah dan sesuai dengan ketersediaan ruang fiskal, mengingat pendapatan negara tahun 2017 sangat dipengaruhi kinerja pendapatan negara tahun 2016 yang kurang optimal. Melambatnya perekonomian domestik pada tahun 2016 akibat melemahnya perekonomian global diperkirakan akan menyebabkan realisasi pendapatan negara III-2

lebih rendah daripada targetnya (shortfall). Dengan demikian, tantangan pengelolaan pendapatan negara tahun 2017 adalah memobilisasi pendapatan negara tahun 2017 dengan meminimalkan dampaknya terhadap iklim investasi dan dunia usaha. Pada sisi belanja negara, tantangan terbesar pada tahun 2017 adalah mewujudkan kebijakan belanja yang sehat, berkualitas, dan berkelanjutan melalui peningkatan produktivitas, efektivitas dan efisiensi belanja, serta pengendalian risiko dalam perspektif jangka pendek, menengah, maupun panjang. Efektivitas belanja negara mendapatkan tantangan, antara lain pola dan tingkat penyerapan anggaran belanja yang belum optimal, ketepatan penyaluran subsidi yang perlu ditingkatkan, dan pemenuhan anggaran belanja wajib yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan (mandatory spending). Selanjutnya, tantangan dalam pembiayaan anggaran adalah upaya untuk mencari sumber pembiayaan dengan biaya yang lebih murah, tidak menimbulkan crowding out, mendorong financial deepening, serta menjaga kesinambungan fiskal, seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan pembiayaan anggaran. Sedangkan tantangan kebijakan pembiayaan utang antara lain adalah upaya mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan melakukan pendalaman pasar obligasi domestik, dan meningkatkan pemanfaatan fasilitas pinjaman tunai sebagai alternatif instrumen pembiayaan. Ketiga, pembangunan sektor riil. Beberapa tantangan pembangunan domestik yang perlu menjadi perhatian utama adalah struktur dan kelembagaan perekonomian yang perlu ditingkatkan kualitasnya, seperti terbatasnya kapasitas produksi dan rendahnya daya saing, masih kurangnya inovasi dan rendahnya tingkat teknologi, kesenjangan ekonomi, dan kedaulatan pangan. Perekonomian nasional masih menghadapi keterbatasan kapasitas produksi dan daya saing sebagai konsekuensi dari terbatasnya ketersediaan infrastruktur, pasokan energi, serta kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab itu, Pemerintah akan mendorong kapasitas sektor manufaktur dan industri pengolahan agar tumbuh dan mampu bersaing di pasar internasional. Peningkatan daya saing dan produktivitas industri nasional diupayakan melalui pengembangan sumber daya manusia yang kompetitif, pembaruan permesinan industri, inovasi dan akses terhadap sumber teknologi, serta memanfaatkan jaringan produksi global (global production network). Di samping itu, akses masyarakat terhadap pembiayaan akan III-3

dipermudah khususnya bagi koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sehingga dapat mendorong tumbuhnya sektor riil secara lebih nyata. Pada sisi lain, struktur perekonomian domestik dengan permintaan dan konsumsi domestik yang tinggi akibat peningkatan kelompok masyarakat berpendapatan menengah dengan daya beli yang cukup kuat harus diimbangi dengan sisi produksi. Sehingga peningkatan investasi dan aktivitas produksi adalah tantangan struktural yang harus segera dibenahi, dan butuh dukungan infrastruktur, energi, kualitas sumber daya manusia, teknologi serta sumber pembiayaan yang memadai. Hal lain yang menjadi permasalahan utama dari pembangunan nasional adalah masih rendahnya tingkat produksi barang-barang yang mempunyai nilai tambah tinggi, sehingga diperlukan pemanfaatan teknologi tepat guna. Pemerintah menyadari bahwa APBN 2017 disusun dalam kondisi perekonomian global juga regional yang masih menghadapi perlemahan dan gejolak geopolitik. Sehingga, kebijakan fiskal diharapkan dapat efektif memperkokoh ekonomi Indonesia agar inklusif dan berdaya tahan. Pendapatan negara dalam APBN TA 2017 disepakati sebesar Rp 1.750 triliun. Sedangkan belanja negara tahun 2017 sebesar Rp 2.080 triliun terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.315 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 764 miliar. Dengan demikian, defisit tahun 2017 sebesar 2,41 persen terhadap PDB atau sebesar Rp 330.167,8 triliun. Dalam APBN 2017 pemerintah menetapkan asumsi makro ekonomi sebagai berikut: 1. Angka pertumbuhan ekonomi 5,1 persen. Jumlah itu menurun 0,1 persen dibanding tahun 2016 sebesar 5,2 persen. 2. Tingkat inflasi di angka 4 persen. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ditargetkan 13.300. Suku bunga SPN 3 bulan rata-rata dipatok di angka 5,3 persen. 3. Target lifting minyak lebih tinggi 35 ribu barel per hari dalam APBN 2017. Jumlah lifting yang awalnya ditargetkan 780 ribu barel menjadi 815 ribu barel per hari. Lifting gas sebesar 1,15 juta barel setara minyak per hari. Harga minyak dunia ditetapkan US$ 45. III-4

3.2. Laju Inflasi Kondisi perekonomian global menjadi salah satu faktor yang memengaruhi laju inflasi di tahun 2017. Harga komoditas energi, terutama minyak mentah dan dinamika pergerakan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang dunia, termasuk Rupiah, yang secara keseluruhan diperkirakan masih memberikan kontribusi pada level moderat terhadap pergerakan laju inflasi 2017. Sementara itu dari sisi internal, beberapa faktor yang diperkirakan memberikan tekanan terhadap laju inflasi, antara lain komponen administered price, faktor iklim, dan pengaruh musiman seperti panen, tahun ajaran baru, dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Tekanan pada komponen administered price berasal dari penyesuaian terhadap pergerakan harga komoditas energi, sedangkan faktor iklim berupa fenomena La Nina atau iklim basah akan berpotensi gangguan pada produksi dan pasokan pangan. Namun, dengan perkembangan ekonomi domestik yang baik serta diikuti berlanjutnya peningkatan dukungan infrastruktur akan memberikan dampak positif terhadap pergerakan laju inflasi di tingkat yang relatif terjaga. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah dalam menjaga tingkat inflasi berupa kebijakan memitigasi adanya gejolak harga pangan dan energi domestik yang dilaksanakan melalui strategi pengendalian baik dari sisi produksi, distribusi, maupun konsumsi. Selain itu, Pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran guna stabilisasi harga pangan serta dana cadangan beras pemerintah yang dapat dimanfaatkan pada saat terjadi kelangkaan barang dan gejolak harga melalui program-program, seperti operasi pasar dan penyediaan bahan pangan pokok dengan harga terjangkau. Dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan, Pemerintah senantiasa melakukan evaluasi serta melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia untuk menciptakan bauran kebijakan fiskal, moneter, dan pengembangan sektor riil yang tepat dengan mempertimbangkan dampak inflasi kepada perekonomian secara menyeluruh. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan inflasi serta kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil, laju inflasi tahun 2017 diperkirakan mencapai 4,0 persen atau berada pada pada kisaran rentang III-5

sasaran inflasi yang telah ditetapkan sebesar 4,0±1,0 persen. Perkembangan inflasi tahun 2014-2017 dapat dilihat pada Gambar 3.1 Gambar 3.1 Inflasi Tahun 2014-2017 Sumber : BPS, 2016 3.3. Pertumbuhan PDRB (Migas dan Non Migas) Secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Kalimantan Utara dari Triwulan I hingga Triwulan II Tahun 2016 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 1,99 persen (c-to-c). Kondisi ini dipengaruhi oleh kinerja sebagian besar lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan yang positif. Hanya dua lapangan usaha saja yang mengalami kontraksi yaitu Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar negatif 7,54 persen dan Jasa Perusahaan sebesar negatif 5,53 persen. Walaupun Lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian merupakan lapangan usaha yang paling dominan terhadap pembentukan PDRB Provinsi Kalimantan Utara (sekitar 21,92 persen dari Total PDRB) dan mengalami kontraksi sebesar 7,54 persen, namun Lapangan Usaha lainnya masih mengalami pertumbuhan yang positif sehingga secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Kalimantan Utara dari Triwulan I hingga Triwulan II-2016 masih positif. Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib III-6

merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 18,25 persen. Tabel 3.1 PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2010 (Juta Rupiah) Sumber: BPS Kaltim, September 2016 3.4. Lain-lain Asumsi Dalam rangka keselarasan dalam pencapaian sasaran pembangunan daerah dengan pembangunan nasional, maka asumsi-asumsi dasar dalam penyusunan RAPBD harus tetap memperhatikan asumsi dasar yang digunakan dalam APBN. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa setiap perubahan ekonomi global yang berpengaruh terhadap peningkatan beban pada APBN akan mendorong pemerintah untuk mengadakan penyesuaian kebijakan dalam negeri yang memberikan dampak pada III-7

menurunnya kemampuan pendanaan APBN dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah. Dengan demikian pemerintah daerah harus semakin berhatihati dalam mengefektifkan pemanfaatan sumber-sumber penerimaan daerah dan lebih mengutamakan untuk program-program yang terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat, pertumbuhan ekonomi daerah dan pembangunan infrastruktur dasar guna peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu pemerintah daerah dituntut proaktif untuk mengupayakan pendanaan sektoral pada bidang-bidang pembangunan tertentu yang menjadi prioritas baik melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun dan Tugas Perbantuan dan Dekonsentrasi sebagai langkah mengurangi beban pendanaan pada APBD Provinsi Kalimantan Utara. Belanja pegawai pada tahun 2017, khususnya belanja gaji dan tunjangan PNS diasumsikan mengalami kenaikan dari tahun 2016. Naiknya belanja gaji dan tunjangan ini antara lain dalam rangka mengantisipasi penyesuaian gaji pokok PNS pada tahun 2017, rekruitmen CPNS, kebijakan pemerintah untuk tetap memberikan gaji ketigabelas dan gaji keempatbelas serta adanya beberapa pengalihan kewenangan urusan dari kab/kota ke pemerintah provinsi. Selain itu, dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Utara maka Pemerintah Daerah harus mengalokasikan Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung bagi Perangkat Daerah yang baru. Selain kenaikan gaji dan tunjangan PNS, dialokasikan juga pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) yang besarnya ditentukan melalui kajian berdasarkan beban kerja, tempat tugas, kelangkaan profesi dan atau pertimbangan objektif lainnya yang kriteria dan besarannya ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. III-8