BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa dipisahkan dengan. memberikan keakraban dan kehangatan bagi anak-anaknya.

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi pada data penelitian.

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. lain begitu juga dengan subjek D, R dan S dalam memberikan pola asuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari tiga ciri utama yaitu derajat kesehatan, pendidikan dan. bertumbuh dan berkembang (Narendra, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kematangan Emosi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh

MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan


`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. pembelajaran PKn yang dilaksanakan di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 4 Cimahi

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan pembangunan dimasa yang akan datang. Pembentukan sumber daya. yang saling berhubungan dalam pembentukan kualitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan satu jenis kecerdasan saja, karena kecerdasan merupakan kumpulan kepingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pertama-tama dari orang tua (keluarga) dan anggota keluarga lainnya. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA USIA TAHUN DI SMA PGRI I TUBAN

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS X UPTD SMAN 1 MOJO KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan dan Jenis Penelitian. penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan: a. Remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010 secara umum memiliki persepsi pola asuh yang bervariasi, yaitu otoriter (authoritarian), acuh tak acuh (leissez-faire) dan demokratis (authoritative). Tipe pola asuh demokratis (authoritative) merupakan pola asuh yang paling banyak dipersepsi oleh remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010 jika dibandingkan tipe pola asuh yang lain. b. Secara umum remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010 memiliki kecerdasan emosional tergolong tinggi. Artinya, dapat dikatakan remaja memiliki kemampuan untuk mengenali emosi, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara produktif, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain. c. Pola asuh orang tua memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kecerdasan emosional remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010. Hal tersebut menunjukkan pola asuh orang tua memiliki peranan yang penting dengan kecerdasan emosional remaja. d. Terdapat hubungan yang positif dan tidak memiliki hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang pola asuh orang tua otoriter (authoritarian)

148 dengan kecerdasan emosional remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010. Artinya semakin tinggi persepsi remaja tentang pola asuh orang tua otoriter (authoritarian) yang diterapkan maka semakin tinggi kecerdasan emosional remaja. e. Terdapat hubungan yang negatif dan tidak memiliki hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang pola asuh orang tua acuh tak acuh (leissezfaire) dengan kecerdasan emosional remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010. Artinya semakin tinggi persepsi remaja tentang pola asuh orang tua acuh tak acuh (leissez-faire) yang diterapkan maka semakin rendah kecerdasan emosional remaja. f. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi remaja tentang pola asuh orang tua demokratis (authoritative) dengan kecerdasan emosional remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010, artinya semakin tinggi persepsi remaja tentang pola asuh orang tua demokratis (authoritative) yang diterapkan maka semakin tinggi kecerdasan emosional remaja.

149 B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Pihak Sekolah Sekolah memiliki peranan yang penting dalam perkembangan kecerdasan emosional, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan saran bagi pihak sekolah, yaitu: a. Sekolah dapat melakukan penyediaan sarana dan prasarana seperti adanya kegiatan-kegiatan di sekolah yang mengacu pada kegiatan yang bersifat pengembangan kemampuan dan kecerdasan emosional remaja. b. Untuk remaja yang kecerdasan emosionalnya relatif rendah, sekolah dapat memberikan bimbingan konseling untuk meningkatkan kualitas kecerdasan emosional remaja. 2. Bagi Guru Adapun saran bagi guru di sekolah adalah sebagai berikut: a. Guru dapat mengembangkan metode pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam aspek kecerdasan emosional dengan cara lebih sering berdialog dengan siswa dan senantiasa memberikan pengarahan dan semangat kepada para siswanya. b. Guru dapat menciptakan suasana di kelas yang lebih interaktif agar siswa terdorong berani untuk bertanya atau mengeluarkan pendapat sehingga tercipta suasana sosial yang harmonis.

150 c. Guru dapat membangun kehangatan dan keterbukaan kepada siswa di dalam dan di luar kelas melalui tegur sapa atau guru bisa menjadi tempat siswa bercerita tentang masalah yang dialaminya. 3. Bagi Orang Tua (bahan artikel untuk koran/ mading/ majalah yang dapat dibaca oleh orang tua) Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Remaja Kuat atau tidaknya pengaruh pola asuh yang dirasakan oleh remaja terhadap kemampuan kecerdasan emosional remaja tergantung pada kualitas dan kuantitas dari konsisten dan pemenuhan kebutuhan remaja oleh sikap orang tua. Orang tua merupakan orang yang berpengaruh (significan other) dalam pengembangan kecerdasan emosional remaja, sehingga orang tua perlu memiliki pemahaman dan keterampilan agar menjadi umpan balik yang berkualitas, terutama ketika membimbing dan mendampingi remaja dalam manjalin hubungan dengan orang tua. Cara orang tua dalam membimbing dan mendampingi remaja berkaitan erat dengan respon orang tua terhadap perlakuan remaja, yaitu menciptakan suasana yang hangat serta penuh kasih sayang dalam keluarga, menerima remaja sesuai dengan kemampuannya, memberi kesempatan kepada remaja untuk lebih mengembangkan kecerdasan emosional, membantu remaja untuk mengembangkan kemampuan sosialnya sesuai dengan kaidah norma sosial yang berlaku, memberikan remaja alternatif-altrenatif dalam mementukan

151 pilihan serta memberi remaja tanggung jawab berdasarkan tahap perkembangan remaja. Setiap orang tua mempunyai kecenderungan tertentu dalam menerapkan pola pengasuhan. Disaat tertentu mungkin orang tua lebih otoriter (authoritarian), tetapi disaat yang lain mungkin lebih acuh tak acuh (leissezfaire) atau demokratis (authoritative). Menurut Sigelma dan Shaffer (Yusuf, 2000:92) pola asuh orang tua digolongkan menjadi tiga yaitu: 1). Otoriter (authoritarian) Pola asuh orang tua yang bersifat otoriter mempunyai ciri-ciri sikap kepercayaan rendah namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengomando (menghasilkan atau memerintah remaja untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap keras, cenderung emosional dan bersikap menolak sehingga dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosionalnya. Sikap orang tua yang otoriter akan membentuk remaja menjadi sulit untuk membina hubungan dengan orang lain seperti bertingkah laku mudah tersinggung, penakut, pemurung, mudah terpengaruh, mudah stress. Perilaku remaja seperti itu, akan membuat remaja menjadi sulit untuk berinteraksi dengan teman serta lingkungannya, karena remaja tidak dapat mengelola emosi dengan baik dan tidak bersahabat. 2). Acuh Tak Acuh (feissez-faire) Pola asuh leissez-faire adalah membiarkan remaja bertindak sendiri tanpa memonitir dan membimbingnya, bersikap masa bodoh,

152 membiarkan saja apa yang dilakukan remaja, kurangnya keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga. Sikap orang tua yang terlalu membebaskan tersebut akan membentuk anak sulit untuk dapat mengelola emosinya sendiri, misalnya bersikap agresif, suka memberontak, suka mendominasi, dikarenakan remaja tidak dapat mengungkapkan emosinya dengan tepat sehingga remaja tidak dapat mengendalikan dirinya untuk bertingkah laku agresif kepada orang lain serta kurangnya percaya diri sehingga remaja kurang berani mengekpresikan kemampuannya. 3). Demokratis (authoritative) Perlakuan orang tua yang bersifat demokratis adalah orang tua dalam menentukan peratuan-peraturan terlebih dahulu mempertimbangkan dalam mencari jalan keluar suatu permasalahan, hubungan antar keluarga saling menghormati, adanya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga, adanya komunikasi dua arah, memberikan bimbingan dengan penuh perhatian. Sikap orang tua yang demokratis akan dapat mendukung perkembangan emosional remaja. Sikap orang tua yang melibatkan remaja dalam menentukan peraturan yang akan ditentukan memberikan contoh dan membentuk remaja untuk dapat membina hubungan dengan orang lain, seperti dapat bekerja sama dengan orang lain. Dalam pola asuh orang tua demokratis juga dapat membentuk remaja untuk mengembangkan sikap empatinya seperti anak lebih

153 mampu menerima sudut pandang dari orang lain, remaja juga dapat bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri untuk mengungkapkan pendapat diri sendiri. Dengan berbagai macam pola asuh, orang tua harus dapat melihat dan mempertimbangkan pola asuh mana yang dapat membantu atau menghambat perkembangan kecerdasan emosional. Berikut ini merupakan saran bagi orang tua yang cenderung menggunakan salah satu gaya pola asuh dalam mengasuh remaja. Orang tua yang cenderung mengasuh remaja dengan menggunakan pola asuh demokratis (outhoritative) hendaknya lebih memperhatikan kondisi emosi remaja yang terkadang kurang stabil dalam berperilaku dengan memberikan kehangatan serta menerima keadaan remaja apa adanya. Pemberian kebebasan kepada remaja dalam mewujudkan keinginannya, hendaknya perlu mendapat kontrol dari orang tua sehingga orang tua dan remaja saling mengtahui keinginan antara kedua belah pihak dan orang tua dapat membimbing remaja dalam mengembangkan keterampilan keterampilan hidup. Orang tua yang cenderung mengasuh remaja dengan menggunakan pola asuh otoriter (aothoritarian) hendaknya lebih memperhatikan perkembangan emosi remaja yang kurang stabil, perkembangan sosial yang cenderung sulit menjalin hubungan akrab dengan orang lain, serta perkembangan berfikir remaja. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua yang menggunakan pola

154 asuh gaya otoriter adalah memberikan kebebasan kepada remaja untuk mengungkapkan dan mewujudkan pemikiran serta perasaan dan keikutsertaan dalam berbagai diskusi sehingga mereka dapat mempelajari keterampilanketerampilan hidup yang lain dengan baik sebagai bekal dalam menjalani tahap perkembangan selanjutnya. Perlu upaya yang cukup keras bagi orang tua yang menggunakan pola asuh acuh tak acuh (leissez-faire) untuk mendidik remajanya agar lebih mampu bertahan dalam menjalani kehidupan. Untuk itu, orang tua yang cenderung mengasuh remaja dengan menggunakan pola asuh acuh tak acuh, hendaknya membatasi kebebasan yang diberikan kepada remaja dan cenderung lebih memperhatikan perkembangan rasa tanggung jawab remaja terhadap perilakunya dengan mengontrol prilaku mereka. Remaja yang diasuh dengan pola asuh acuh tak acuh terlihat lebih labil dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola asuh yang lain, sehingga jika dibiarkan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama akan banyak mengalami permasalahan, salah satunya adalah terjerumus dalam pemakaian napza atau pergaulan bebas. Hal tersebut dikarenakan remaja yang diasuh dengan pola asuh acuh tak acuh kurang mendapatkan dukungan, perhatian dari orang tua dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya dan cenderung merasa diabaikan keberadaannya. Apapun yang dilakukan oleh remaja tidak akan memberikan pengaruh bagi orang tuanya dan dia dapat melakukan apapun yang diinginkannya. Orang tua yang cenderung mengasuh remaja dengan menggunakan pola asuh

155 acuh tak acuh, hendaknya lebih memperhatikan kebutuhan-kebutuhan remaja, mengikutsertakan remaja dalam diskusi atau pengambilan keputusan, mendengarkan keinginan serta keluhannya dan mengontrol perilaku remaja melalui pemberian tanggung jawab agar remaja lebih menghargai kehidupannya dengan belajar keterampilan-keterampilan hidup yang lain. 4. Bagi peneliti selanjutnya Mengingat penelitian masih memiliki keterbatasan, maka saran bagi peneliti selanjutnya, yaitu: a. Mengembangkan penelitian terhadap jumlah populasi yang lebih besar dan dapat mengembangkan penelitian dengan metode dan instrumen penelitian yang diberikan kepada orang tua sehingga dapat menambah khasanah keilmuan khususnya keilmuan psikologi. b. Meneliti perbedaan berbagai aspek yang berkenaan dengan persepsi remaja terhadap pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional remaja, misalnya dilihat dari jenis kelamin, jenjang pendidikan, latar belakang ekonomi, dan lain sebagainya. c. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif, untuk itu direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya dapat menggunakan pendekatan yang berbeda yaitu penelitian kualitatif agar data yang diperoleh dapat dilakukan kajian yang lebih mendalam terhadap orang tua yang menerapkan pola asuh tersendiri seperti otoriter (outhoritarian), acuh tak acuh (leissez-faire), demokratis (authoritative).

156 d. Mengembangkan penelitian tentang pola asuh orang tua yang lebih spesifik sehingga dapat melihat besarnya pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional remaja dan dapat menambah khasanah keilmuan khususnya keilmuan psikologi.