BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa dipisahkan dengan. memberikan keakraban dan kehangatan bagi anak-anaknya.

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Orang Tua Pengertian Pola Asuh Orang Tua Sejak seorang anak lahir, remaja, dewasa sampai tua, manusia akan selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa dipisahkan dengan manusia lain karena pada hakekatnya manusia selalu membutuhkan bantuan dari manusia lain untuk dapak membantu mencukupi kebutuhan dirinya. Begitu pula dengan seorang anak, membutuhkan bantuan orang lain dalamkehidupannya, terutama orang tuanya. Orang tua mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak baik secara fisik maupun psikis. Gunarsa(1986) menyatakan bahwa sebuah keluarga seharusnya dapat memberikan keakraban dan kehangatan bagi anak-anaknya. Keluarga sebagai lingkungan bagi anak mengajarkan tentang macam hal seperti misalnya : peraturan, norma, dan kebiasaan-kebiasaan. Apa yang setiap hari diajarkan oleh lingkungan keluarga apakah sesuatu itu hal yang baik maupun buruk akan memberikan pula pengaruh baik dan buruk terhadap pertumbuhan kepribadian anak. Disinilah muncul fungsi penting orang tua yaitu sebagai peletak dasar utama dan pertama dalam penerapan nilai-nilai yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian anak. Peletak dasar kepribadian tersebut harus dilandasi oleh beberapa unsur seperti kasih sayang, rasa aman, dan perhatian. Hurlock (1999) berpendapat bahwa kebanyakan 7

2 anak berhasil, setelah menjadi dewasa yang berasal dari keluarga dengan orang tua yang bersifat positif dan hubungan mereka sehat. Hubungan yang sehat akan menghasilkan anak yang bahagia, ramah dan dianggap menarik bagi orang lain. Menurut Kartono(1979) kasih sayang orang tua yang berlebihan kepada anaknya, dimana orang tua terlalu banyak melindungi, menolong, dan menghindarkan anak dari kesulitan hidup sehari-hari, cenderung membuat anak tidak mampu berdiri sendiri dan tidak mandiri. Anak selalu merasa ragu dan ketakutan, tidak percaya diri pada kemampuannya dan kurang tumbuh harga diri. Orang tua menciptakan kondisi ketergantungan pada anak sehingga anak terkadang malas untuk berfikir atau tidak berusaha mencari solusi dari berbagai masalah yang dihadapinya. Anak akan cenderung mengandalkan orang tuanya dalam menyelesaikan masalahnya.dengan demikian, peran orang tua yang sangat berlebihan dalam kehidupan anak justru dapat menghambat anak dalammengembangkan bakat dan kreativitasnya. Keluarga dalam hal ini orang tua dalamproses mendidik, merawat, membimbing agar anak mempunyai kepribadian yang mandiri. Menurut Maichati (dalam Dayaksini,1988), pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh merupakan salah satu pengaruh yang paling besar dalam perkembangan kepribadian anak. 8

3 Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan, hadiah, maupun hukuman. Sikap ini juga dapat dipergunakan guru sebagai pendidik dalam lingkungan sekolah, (Khon, dalam Candra, 2005). Menurut Ginot (dalam Safitri, 2004) pola asuh orang tua adalahcara berkomunikasi berdasarkan sikap menghormati, tegur sapa, tidak boleh melukai harga diri anak maupun orang tuanya. Dalam memberikan nasehat ataupun perintah kepada anak terlebih dahulu memberikan pengertian. Pendapat tersebut menekankan dalam berinteraksi dengan anak perlu menjaga harga diri anak dan sebelummemberikan perintah atau larangan perlu memberikan pengertian terlebih dahulu. Berdasarkan beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa pola asuh orang tua adalah sebagai peletak dasar utama dan pertama dalam penerapan nilai-nilai yang berkaitan dengan perkembangan anak Macam-Macam Pola Asuh Penanaman berbagai macamnilai-nilai dan aturan akan sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan latarbelakang kehidupan orang tua. Kebiasaan dan pendidikan yang sebelumnya diterima oleh orang tua cenderung akan menjadi pola asuh seseorang dalam mendidik dan mengasuh anaknya. Mengingat latarbelakang orang tua di masyarakat berbeda-beda, antara satu dengan yang lain, maka dalam masyarakat akan muncul berbagai pola asuh orang tua. 9

4 Elizabeth B. Hurlock (1999) menyatakan ada tiga macam cara yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik putra-putrinya,yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, pola asuh permisif. Dalam penerapannya tidak bisa dibedakan secara tegas sehingga kecenderungan pola asuh tertentu yang diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Ketiga pola asuh tersebut sebagai berikut : 1. Pola Asuh Otoriter Adanya kontrol yang ketat dari orang tua, aturan dan batasan dari orang tua harus ditaati oleh anak, anak harus bertingkah sesuai aturan yang ditetapkan orang tua. Orang tua tidak memperhatikan pendapat anak. Apabila anak melanggar ketentuan yang telah digariskan oleh orang tua, anak tidak diberi kesempatan untuk memberikan alasan atau penjelasan sebelum hukuman diterima anak. 2. Pola Asuh Demokratis Aturan dibuat oleh seluruh keluarga, orang tua memperhatikan pendapat anak, selalu mengadakan diskusi untuk mengambil keputusan. Anak mendapat kesempatan untukmengemukakan pendapatnya dan diberi kepercayaan. Pola asuh semacam ini baik digunakan dalam lingkungan pendidikan,bagaimana guru sebagai pendidik apabila siswa harus melakukan tugas tertentu. Orang tua atau guru memberikan penjelasan atau alasan perlunya hal tersebut dilakukan dan bilamelanggar peraturan yang telah ditetapkan. Hukuman yang diberikan berkaitan dengan perbuatannya dan berat ringannya hukuman tergantung pada pelanggarannya. Hadiah atau 10

5 pujian diberikan oleh orang tua untuk perilaku yang diharapkan. Pada tipe ini hubungan antara anak dan orang tua harmonis, kontrol orang tua terhadap anaknya tidak berlebihan. 3. Pola Asuh Permisif Tidak ada bimbingan dan aturan dari orang tua, tidak ada tuntutan kepada anak, tidak ada pengendalian atau pengontrolan orang tua,anak harus belajar sendiri untuk berperilaku dalam lingkungan sosial. Tidak adanya hukuman terhadap anak. Meskipun melanggar peraturan dan tidak diberi ganjaran atau hadih bilaberperilaku baik. Karena tidak ada kontrol dari orang tua, anak dapat berbuat sekehendak hatinya. Maka anak kurang respek terhadaporang tua,kurang menghargai apa yang diperbuat orang tua untuk anak. Anak yang diasuh dan dididik dengan pola asuh ini biasanya dapat proteksi yang berlebihan,sehingga apapun yang dilakukan anak dibiarkan oleh orang tua. Dengan demikian, perhatian serta hubungan orang tua dengan anak akan terganggu,karena tidak ada pengarahan atau informasi dari orang tua dengan anak terganggu,karena tidak ada pengarahan atau informasi dari orang tua,maka anak tidak akan mengerti apa yang sebaiknya dikerjakan dan mana yang sebaiknya ditinggalkan. Pola asuh seperti ini biasanya anak berperilaku sering melanggar norma-norma masyarakat karena itu akan terbentuk sikap penolakan dari lingkungan dan akibatnya kepercayaan diri goyah serta penghargaan pada diri sendiri kurang. 11

6 2.2Berfikir Divergen Pengertian Berfikir Divergen Kreativitas berfikir seseorang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kehidupannya. Manusia dapat berkembang saat ini karena banyaknya informasi-informsi baru, teknologi-teknologi baru, penemuanpenemuan baru yang sangat membantu manusia dalam memudahkan kehidupannya.hal itu berkat pemikiran-pemikiran kretaif yang dapat menemukan sesuatu yang baru. Agar generasi berikutnya dapat mempunyai pemikiran-pemikiran kreatif,maka hal itu perlu dipupuk sejak dini, supaya generasi muda tersebut nantinya menjadi generasi yang bermutu. Guilford (1959) membedakan tipe berfikir menjadi dua macam yaitu berfikir konvergen/terpusat dan berfikir divergen. Cara berfikir konvergen mengarah pada satu kesimpulan khusus. Pada umumnya bidang pendidikan lebih menekankan pada berfikir konvergen, dimana para siswa diminta untuk mengingat informasi-informasi faktual, seperti : berapa 1+1?. Sedangkan berfikir divergen lebih menekankan pada variasi jawaban yang berbeda terhadap suatu pertanyaan, sehingga kebenaran jawaban tersebut bersifat subyektif. Sebagai contoh : untuk apa anda makan?. Pertanyaan yang digunakan dalam jawaban konfergen adalah pertanyaan tertutup, sedangkan untuk jawaban divergenyang digunakan adalah pertanyaan bersifat terbuka. Maksudnya adalah jawaban konvergen dapat dijawab dengan satu kemungkinan jawaban, sedang jawaban divergen dapat dijawab dengan beberapa kemungkinan jawaban. 12

7 Guilford menyampaikan pada dasarnya berfikir tentang kemampuan intelektual cenderung berkonsentrasi pada proses untuk menemukan satu jawaban terbaik. Secara sistematis bahwa arus konseptualisasi kecerdasan terbatas pada apa yang disebut berfikir konvergen. Pembatasan ini telah dibangun menjadi test kecerdasan saja, maka dengan demikian berfikir tentang intelektual hanya dapat berfungsi sampai disitu saja. Berfikir secara strategis yang melibatkan pelepasan diri dari fakta, melihat hal-hal yang tak terduga, menggunakan sesuatu sebagai batu loncatan untukmengembangkan ide baru itulah properti yang disebut berfikir divergen. Berfikir divergen adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyakkemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekannya adalah pada kuantitas ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Makin banyak jawaban yang diberikan siswa, maka makin kreatiflah seseorang itu (Munandar, 1990). Tetapi jawaban-jawaban tersebut juga harus sesuai dengan masalahnya,jadi walaupun orang tersebut telah menemukan banyak kemungkinan jawaban dari suatu masalah kalau jawaban itu tidak mengarah pada penyelesaian masalah yang sedang dihadapi maka orang itu belum bisa disebut kreatif. Jadi, bukan hanya karena banyaknya jawaban yang diberikan yang menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga kualitas dan ketepatan jawaban juga harus diperhatikan. Berfikir divergen juga akan melibatkan orisinalitas dalam berurusan dengan orang lain. Jadi, ketika berhadapan dengan orang lain, harus bisa menghasilkan atau memunculkan ide baru dalam memecahkan suatu masalah. 13

8 Selain itu fleksibilitas dalam berfikir juga diperlukan untukmenghasilkan jawaban dari pemecahan masalah. Kemampuan berfikir divergen merupakan kemampuan yang mampu menghasilkan jawaban yang bervariasi, pemikiran menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya. Pemikiran melampaui dari apa yang jelas dan nyata, mempertimbangkan beberapa jawaban yang mungkin ada untuk suatu masalah, bukan hanya satu penyelesaian yang benar. Dalam memecahkan masalah, pemikir divergen mengajukan beberapa solusi. Dengan kemampuan itu maka akan mampu menghasilkan jawaban yang berbeda (Guilford, 1959) Aspek Berfikir Divergen Jenis berfikir yang dapat mencerminkan kreativitas adalah tergolong jenis berfikir divergen, Guilford (1959) mengemukakan bahwa berfikir divergen terdiri dari empat aspek yaitu : 1. Kelancaran berfikir Kelancaran dimaksudkan sebagai kemampuan untuk mengemukakan banyak gagasan pemecahan masalah. Siswa yang rasa ingin tahunya kuat dapat mengahsilkan gagasan-gagasan atau cara-cara pemecahan masalah dengan lancar. Guilford (1959) menuliskan empat aspek dalam kelancaran berfikir secara divergen, yaitu kelancaran kata, kelancaran memberikan gagasan, kelancaran asosiasi, dan kelancaran ekspresi. 14

9 a. Kelancaran Kata Aspek kelancaran kata adalah kemampuan dalam memproduksi atau menghasilkan kata secara utuh dengan tepat yang disesuaikan dengan simbol-simbol yang dibutuhkan. b. Kelancaran Memberikan Gagasan Aspek kelancaran memberikan gagasan adalah kemampuan untuk mengumpulkan banyak ide dalam sebuah situasi dalam waktu yang terbatas. c. Kelancaran Asosiasi Kelancaran asosiasi adalah kemampuan untuk menghasilkan kesatuan ide, yang menunjuk pada berbagai bentuk hubungan yang terus dipelajari dari dua ide. d. Kelancaran Ekspresi Kelancaran ekspresi adalah kemampuan untuk memproduksi kata yang saling berhubungan dan mempunyai arti. 2. Keluwesan Berfikir Didefinisikansebagai kemampuan untuk membuat transformasi informasi,menafsirkan ulang, membuat definisi lain, halini juga menuntut daya imajinasi. Siswa mampu menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. Mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. 15

10 3. Originalitas Berfikir Keasliandiartikan sebagai kemampuan untuk membuat gagasan yang lain dari yang lain. Orisinalitas dalam berfikir dapat berhasil jika siswa tidak ragu-ragu dan berani mengemukakan pendapat yang berbeda dari yang biasanya dikemukakan sisiwa-siswa lain. Orisinalitas dalam berfikir dapat ditunjukkan dengan mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak biasa untuk mengungkapkan diri. 4. Keterperincian Berfikir Elaborasi adalah kemampuan untuk memerinci, mengembangkan gagasan dan membuat implikasinya dari informasi-informasi yang tersedia memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk. Elaborasi dikaitkan dengan apresiasi (penghargaan). Karena menghargai gagasan atau hasil karya orang lain, siswa bersedia atau ingin menambah gagasan atau produk tersebut dengan detil-detil agar lebih menarik. Semua aspek diatas penting dan saling berkaitan, jika siswa mempunyai keterampilan dari salah satu aspek tersebut dapat menunjang keterampilan dalam aspek yang lainnya. Kerana itu agar semua aspek dalam keterampilan tersebut dapat dimiliki siswa maka siswa harus sering dilatih untuk mengembangkan keterampilan disemua bidang. Dalam penelitian yang dilakukan Ferry Candra Setiawan (2005) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kreativitas siswa kelas III SMA Negeri 2 Salatiga. Sedangkan menurut Novita Rintih Wijayanti (2010) menyatakan bahwa, 16

11 berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi kreativitas siswa dengan pola asuh demokratis diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,286 dengan P<0,05 yang berarti ada hubungan yang positif dan signifikan Hipotesis Hipotesis dalam penelitian yang hendak dibuktikan dalam penelitian ini adalah : ada hubungan signifikan antara pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisif dengan kemampuan berfikir divergen siswa kelas 4-5 Sekolah Dasar Di SDK Girisonta 17