HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Kelompok Tani Marga Rahayu Sri Murni (KTMRSM)

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni

HUBUNGAN UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA TERHADAP PRODUKSI SUSU SKRIPSI YUDHI KRISMANTO

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT PEMELIHARAAN SKRIPSI RUSMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

MATERI DAN METODE. Metode

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

MATERI DAN METODE. Materi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian berlangsung mulai tanggal 23 Juli 2011 sampai dengan 23 Agustus

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

disusun oleh: Willyan Djaja

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

STUDI PERFORMANS EKSTERIOR INDUK KAMBING JAWARANDU BERDASARKAN PARITAS DAN UMUR DI DESA BANYURINGIN KECAMATANSINGOROJO KABUPATEN KENDAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN

KELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing Etawah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Penelitian dilakukan di dua kabupaten yang terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan mengambil lokasi pada lima daerah yang berbeda ketinggiannya dari permukaan laut. Pada Kabupaten Tasikmalaya terdapat empat peternakan rakyat yaitu peternakan Malaganti, peternakan yang dipimpin oleh bapak Aan, kelompok ternak Surya Medal yang dipimpin oleh bapak Zam-Zam, dan Kelompok Tani Karsa Menak. Satu peternakan di kota Banjar yaitu kelompok tani yang menamakannya dengan koperasi Sri Murni, koperasi ini dipimpin oleh bapak Yaya. Kelompok Tani Marga Rahayu Sri Murni (KTMRSM) Penelitian dilakukan pada peternakan rakyat yang tersebar di Dusun Bojongsari yang bergabung menjadi sebuah koperasi Marga Rahayu Sri Murni. Koperasi dipimpin oleh bapak Yaya. Koperasi terletak di Blok Pasirranji, Dusun Bojong sari, Desa Bojong Kantong, Kecamatan Langen Sari, Kota Banjar. Letak peternakan pada koordinat 12,1 BT dan 108 o 36 21,9 LS dengan ketinggian 29 m dpl. Kisaran suhu antara 27,90 o C-26,13 o C dan kelembaban relatif 87,63%. Kelompok Tani Marga Rahayu Sri Murni dibentuk untuk menyatukan persepsi para anggota dalam peran aktif membangun pertanian. Tujuannya dan sasaran (Kelompok Tani Marga Rahayu Sri Murni, 2011) adalah: 1. Membangun kerjasama antar anggota kelompok; 2. Mempermudah pembinaan para anggota kelompok; 3. Tempat penerapan teknologi pertanian/peternakan; 4. Wadah musyawarah para anggota kelompok dalam menyelesaikan permasalahan; 5. Sarana usaha tani yang lebih terkoordinir. Sasaran yang ingin dicapai dari pembentukan kelompok adalah : 1. Peningkatan pendapatan anggota kelompok; 2. Menambahkan/menciptakan lapangan kerja. Koperasi Sri Murni ini dibentuk pada tanggal 27 Mei 1997, dikukuhkan pada tanggal 27 Maret 2006 yang dipimpin oleh Bapak Karjo dengan anggota sebanyak 31 orang. Koperasi bergerak pada usaha pokok agribisnis kambing PE, sapi potong serta 20

ayam kampung. Koperasi bergerak di usaha lain yaitu jasa traktor, pembesaran ikan gurame dan sarana produksi pertanian. Koperasi Sri Murni memiliki aset berupa hewan ternak sebanyak 362 ekor, yang terdiri atas kambing PE sebanyak 195 ekor, sapi potong sebanyak 17 ekor dan ayam kampung sebanyak 150 ekor. Setiap anggota kelompok memiliki kambing sebanyak 6 ekor. Kelompok Tani Karsa Menak (KTKM) Kelompok Tani Karsa Menak dipimpin oleh Bapak Irwan Yuhana Putra (Kang Yepe) terletak di Kampung Cisumur, Desa Karsa Menak, Kecamatan Kawalu, Tasikmalaya. Letak peternakan pada koordinat 07 o 21 54,5 BT dan 108 o 13 14,0 LS dengan ketinggian 367 m dpl. Kisaran suhu antara 25,98 o C-23,81 o C dan kelembaban relatif 84,13%. Kelompok Tani memiliki 46 ekor ternak kambing PE yang terdiri atas 30 ekor induk betina laktasi, 2 ekor pejantan dan 14 ekor anak kambing. Kelompok Tani Ternak Kambing PE Surya Medal (KTTKSM) Peternakan Bapak Zam-zam (Surya Medal) terletak di Kampung Cibiru, Desa Sariwangi, Kecamatan Sariwangi, Tasikmalaya. Letak peternakan pada koordinat 07 o 19 11,6 BT dan 108 o 04 19,2 LS dengan ketinggian 561 m dpl. Kisaran suhu antara 23,79 o C-22,41 o C dan kelembaban relatif 89,00%. Kecamatan Sariwangi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya yang sudah lama melaksanakan kegiatan pemeliharaan ternak kambing, khususnya kambing PE. Perkembangan kambing di kecamatan ini dari waktu ke waktu sangat pesat, sehingga banyak peternak yang beralih dari memelihara domba ke pemeliharaan kambing PE. Salah satu sentra peternakan kambing PE berada di Blok Cibiru, Kampung Leuwi Peusing, Desa Sariwangi, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut telah berdiri kelompok tani peternak kambing PE, yaitu Surya Medal. Kelompok tani peternak kambing PE Surya Medal, merupakan kelompok peternak yang melakukan kegiatan usaha pengadaan bibit dan produsen/penghasil susu kambing perah. Kelompok peternak kambing PE Surya Medal didirikan pada tahun 2004 bermula dari lima orang peternak yang pada perjalanannya sampai akhir tahun 2008 mencapai 222 ekor, jumlah kandang sebanyak 22 unit, populasi jantan dewasa 21

sebanyak 26 ekor, dan betina sebanyak 122 ekor, anak jantan sebanyak 24 ekor dan anak betina sebanyak 60 ekor. Kelompok tersebut memiliki lahan seluas 0,5 hektar dan telah ditanami rumput gajah sebagai penyedia pakan hijauan bagi ternak. Produksi susu rata-rata per hari mencapai 32,4 liter. Pemasaran susu bersifat lokal, yaitu pembeli langsung ke lokasi kelompok. Peternakan Bapak Aan (PBA) Peternakan Bapak Aan terletak di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi, Tasikmalaya. Letak peternakan pada koordinat 07 o 18 17,0 BT dan 108 o 03 13,4 LS dengan ketinggian 673 m dpl. Kisaran suhu antara 22,96 o C- 20,88 o C dan kelembaban relatif 82,75%. Peternakan Bapak Aan memiliki 57 ekor ternak kambing PE yang terdiri atas 35 ekor induk betina laktasi, 3 ekor pejantan dan 19 ekor anak kambing. UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti (UPTDPTM) UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti terletak di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi, Tasikmalaya. Letak peternakan pada koordinat 07 o 17 54,5 BT dan 108 o 03 08,2 LS dengan ketinggian 727 m dpl. Kisaran suhu antara 23,2 o C-20,58 o C dan kelembaban relatif 80,50%. Pemerintah kabupaten Tasikmalaya mempunyai perhatian untuk meningkatkan penyediaan ternak bibit yang berkualitas, untuk itu dibuat UPTD perbibitan ternak yang telah memiliki UPT Sapi Potong di Tawang Pancatengah dan UPT kambing PE di Malaganti Sariwangi. Kedua UPT tersebut untuk penyediaan bibit sapi potong dan kambing PE berkualitas bagi masyarakat. Pembentukan UPT didasarkan pada peraturan daerah Kabupaten Tasikmalaya nomor 15 tahun 2008 tentang organisasi dinas daerah Kabupaten Tasikmalaya. UPTD Perbibitan kambing PE dibangun pada tahun 2005 dan mulai beroperasi pada tahun 2006, berlokasi di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi. Perbibitan kambing PE mempunyai lahan seluas 3.600 m 2 terdapat fasilitas gedung kantor satu unit, kandang ternak kapasitas 50 ekor sebanyak empat unit dan gedung serbaguna satu unit serta kebun rumput pada tanah milik negara seluas satu hektar, satu unit motor bak pengangkut rumput, satu unit mesin pengolahan kompos. Populasi induk kambing sebanyak 83 ekor. Hasil produksi 22

perbibitan kambing PE adalah 50 ekor anak dan 10 ton pupuk organik, serta 800 liter susu. Tujuan didirikannya UPTD antara lain: menyediakan fasilitas pembibitan ternak sapi potong dan kambing PE, menyediakan fasilitas tempat pelatihan, magang dan percontohan bagi peternak serta untuk peningkatan sumberdaya manusia peternak khusunya peternak sapi potong dan kambing PE, meningkatkan mutu ternak sapi potong dan kambing PE melalui sistem perkawinan terarah, meningkatkan pendapatan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya melalui penjualan bakalan sapi dan kambing PE, penyebaran ternak kepada peternak melalui pola kemitraan dan bagi hasil serta penjualan susu dan pupuk kompos. Produksi Susu Tingkat produksi susu dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan dalam produksi susu yang dihasilkan pada setiap peternakan. Phalepi (2004) menyatakan, tingkat produksi susu tidak terlepas dari mutu genetik ternak, daya produksi, umur induk, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan terhadap ternak, kondisi iklim, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan. Dari kelima peternakan yang digunakan sebagai lokasi penelitian ini ternyata tidak semua peternakan memiliki produksi susu yang tinggi. Rataan produksi susu pada setiap peternakan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penampilan Produksi Susu Kambing PE di Kelima Lokasi Peternakan Peternakan n (ekor) Produksi Susu Rataan Produksi (l/ekor/hari) Koefisien Keragaman (%) KTMRSM 20 1045,0 ± 438,5 b 41,96 KTKM 20 501,5 ± 233,5 d 46,56 KTTKSM 20 777,0 ± 170,1 c 21,90 PBA 20 1840,0 ± 795,0 a 43,20 UPTDPTM 20 548,0 ± 166,5 d 30,38 Keterangan : KTMRSM = Sri Murni, KTKM = Kelompok Tani Karsa Menak, KTTKSM = Kelompok Tani Surya Medal, PBA = Aan Farm, UPTDPTM = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti; a,b,c,d = beda nyata P < 0,01 Produksi susu yang dihasilkan pada PBA dapat dikatakan merupakan peternakan yang memiliki hasil produksi susu yang terbaik dari keempat Farm lainnya. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor yaitu, genetik (Setiadi et al., 23

1994), lingkungan (Nasution et al., 2010), kualitas pakan yang diberikan (Martawidjaja et al., 2001) serta manajemen pemeliharaan yang dilakukan (Budiarsana et al., 2007). KTKM terletak di ketinggian 673 m dpl dengan suhu udara rata-rata maksimum 22,96 o C dan minimum 20,88 o C. Nilai keragaman yang tinggi terjadi pada produksi susu dengan nilai tertinggi terdapat pada KTKM (46,56%), sedangkan nilai keragaman yang terendah terdapat pada KTTKSM (21,90%), akan tetapi semua Farm memiliki kecenderungan nilai keragaman yang tinggi yaitu KTMRSM (41,96%), PBA (43,20%) dan UPTDPTM (30,38%). Nilai keragaman yang tinggi memungkinkan untuk dilakukannya seleksi terhadap ternak yang memiliki produksi susu tinggi. Hal ini tergantung dari tujuan usaha tersebut, oleh karena itu harus dilakukan pembatasan mengenai lama laktasinya. Lama laktasi seekor ternak kambing Peranakan Etawah yang ideal adalah sekitar 24 minggu (Atabany, 2001). Dari hasil uji t pada produksi susu di kelima peternakan tidak dapat langsung dikatakan berbeda. Hasil uji T menunjukkan bahwa PBA memiliki hasil uji produksi susu yang yang berbeda dengan KTMRSM, KTKM, UPTDPTM dan KTTKSM. Hasil uji banding juga menunjukkan bahwa KTMRSM memiliki produksi susu yang berbeda dengan KTKM, UPTDPTM dan KTTKSM; KTTKSM berbeda dengan KTKM dan UPTDPTM, akan tetapi hasil uji menunjukkan bahwa KTKM dan UPTDPTM memiliki produksi susu yang sama. Hal ini menunjukkan ada perbedaan jumlah produksi susu yang berbeda pada masing-masing peternakan, akan tetapi KTKM dan UPTDPTM memiliki kecenderungan rataan produksi susu yang sama. PBA memiliki rataan produksi susu sebesar 1840 ml/ekor/hari sedangkan rataan produksi susu di KTMRSM adalah sebesar 1045 ml/ekor/hari; KTKM sebesar 501,5 ml/ekor/hari; UPTDPTM sebesar 548 ml/ekor/hari dan KTTKSM sebesar 777 ml/ekor/hari. Jika diurutkan dari rataan produksi susu yang dihasilkan maka produksi susu pada PBA merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan keempat peternakan lainnya yaitu KTMRSM, KTTKSM, UPTDPTM dan KTKM yang memiliki rataan produksi yang paling rendah. Perbedaan produksi susu yang dihasilkan pada setiap peternakan dapat disebabkan oleh adanya perbedaan umur laktasi kambing yang dijadikan sampel dalam penelitian ini walaupun berada dalam fase laktasi yang sama. Hasil penelitian 24

Widyandari (2002) menyatakan, bahwa puncak produksi susu kambing PE terjadi pada rentang waktu antara minggu ke-2-5 umur laktasi dan akan menurun perlahan sampai masa laktasi berakhir. Perbedaan umur laktasi ini menyebabkan adanya keragaman jumlah produksi susu yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan rataan produksi susu pada setiap lokasi penelitian berbeda. Kelima Farm yang digunakan memiliki manajemen pemeliharaan yang hampir serupa baik dalam jenis maupun frekuensi pemberian pakan, yaitu pemberian pakan berupa hijauan berupa rumput lapang yang dicampur dedaunan dengan perbandingan rumput lapang dan dedaunan adalah 40% : 60%. Upaya dalam meningkatkan konsumsi dan mengatasi kemungkinan defisiensi (terutama protein dan energi) dilakukan dengan cara memberi pakan tambahan konsentrat atau dedaunan leguminosa (Maylinda dan Basori, 2004). Pemberian pakan pada dasarnya ad libitum, akan tetapi dari perhitungan yang dilakukan rata-rata konsumsi pakan ternak adalah 6-7 kg per ekor per hari, dengan pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Martawidjaja et al. (2001) menyatakan, bahwa jumlah pemberian pakan untuk kambing perah dengan kondisi laktasi adalah 5-7 kg hijauan dengan penambahan pakan konsentrat sebanyak 500-700 gr per ekor per hari, dengan frekuensi pemberian pakan dapat dilakukan sebanyak dua kali atau tiga kali sehari. Komposisi kandungan bahan pakan pada setiap Farm dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Komposisi Kandungan Bahan Pakan Komposisi KTMRSM KTKM KTTKSM PBA UPTDPTM Air (%) 15,11 15,26 13,44 7,80 12,12 Energi (Kkal) 62,54 80,08 54,95 53,11 49,21 Protein (%) 22,69 15,22 14,27 15,22 14,71 Lemak (%) 2,34 3,04 2,23 2,02 2,46 Keterangan : KTMRSM = Sri Murni, KTKM = Kelompok Tani Karsa Menak, KTTKSM = Kelompok Tani Surya Medal, PBA = Aan Farm, UPTDPTM = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti Walaupun jumlah konsumsi pakan di setiap Farm hampir sama jumlahnya, namun kemampuan setiap individu ternak kambing dalam menyerap nutrisi yang terkandung di dalam pakan berbeda-beda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain palatabilitas ternak terhadap bahan pakan yang diberikan, kemampuan genetik dari masing-masing individu dan cara pemberian pakan. 25

Kemampuan penyerapan nutrisi ini akan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan, dalam hal ini jumlah produksi susu kambing PE. Haryanto et al. (1992) berpendapat, nilai kecernaan dalam mengkonsumsi pakan yang rendah menyebabkan kualitas produksi susu yang tidak baik hal ini disebabkan nutrisi yang terkandung di dalam pakan tidak dapat tersalurkan ke dalam susu yang dihasilkan oleh ternak. Komposisi kandungan nutrisi di dalam susu di kelima peternakan dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan Efisiensi konsumsi pakan terhadap produksi susu di kelima peternakan dapat dilihat padatabel 5. Tabel 4. Komposisi Kandungan Nutrisi Susu Komposisi KTMRSM KTTKSM UPTDPTM KTKM PBA Air (%) 85,25 86,50 87,00 85,00 84,00 Energi (Kkal) 67,00 61,00 65,00 70,00 68,00 Protein (%) 4,10 3,30 3,50 4,29 4,15 Lemak (%) 5,65 3,30 3,50 7,75 7,17 Keterangan : KTMRSM = Sri Murni, KTKM = Aan Farm, KTTKSM = Kelompok Tani Karsa Menak, PBA = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti, UPTDPTM = Kelompok Tani Surya Medal Tabel 5. Konversi dan Efisiensi Konsumsi Pakan Komposisi KTMRSM KTKM KTTKSM PBA UPTDPTM Energi (Kkal) x (%) 18,62 12,14 17,77 21,44 25,16 y 5,37 8,24 5,63 4,66 3,97 Protein x (%) 3,14 3,45 3,68 4,59 5,14 y 31,85 28,95 27,15 21,81 19,47 Lemak x (%) 41,95 17,29 23,57 62,42 53,07 y 2,38 5,78 4,24 1,60 1,88 Keterangan : KTMRSM = Sri Murni, KTKM = Kelompok Tani Karsa Menak, KTTKSM = Kelompok Tani Surya Medal, PBA = Aan Farm, UPTDPTM = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti x = efisiensi pakan y = konversi pakan Tabel 5 menunjukkan bahwa untuk efisiensi konsumsi terhadap kandungan energi yang tertinggi berada pada UPTDPTM (25,16%), sedangkan efisiensi konsumsi energi yang terendah terdapat pada KTKM (12,14%). Toharmat et al. (2006) mengatakan, perbedaan efisiensi konsumsi pakan dipengaruhi oleh jenis pakan, manjemen pemberian pakan, kondisi lingkungan serta palatabilitas ternak terhadap pakan. Efisiensi konsumsi terhadap kandungan protein yang tertinggi berada pada UPTDPTM (5,14%) dan efisiensi konsumsi yang terendah terdapat pada KTMRSM (3,14%). Efisiensi konsumsi terhadap kandungan lemak yang terdapat 26

pada bahan pakan menjadi susu yang dihasilkan, nilai efisiensi tertinggi terdapat pada PBA (62,42%) dan terendah berada pada KTKM (17,29%). Hasil analisis dari Tabel 5 menunjukkan bahwa dari segi efisiensi konsumsi pakan menjadi susu bahwa UPTDPTM memiliki tingkat efisiensi yang terbaik dibandingkan keempat peternakan lainnya. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah produksi yang dihasilkan karena produksi susu pada UPTDPTM merupakan yang paling rendah jika dibandingkan dengan keempat peternakan lainnya. Ayuningsih (1994) menjelaskan bahwa, meningkatnya produksi susu akan mengakibatkan menurunnya kualitas susu yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan distribusi zat makanan antara ternak yang memiliki produksi susu rendah dengan yang memiliki produksi susu tinggi. Menurut Toharmat et al. (2006) tingginya konsumsi bahan kering dan nutrien pada kambing dengan ransum terkait dengan tingginya kecernaan nutrient komponen bahan tersebut seperti kecernaan bahan kering, bahan organik, serat kasar dan lemak ransum. Perbedaan efisiensi konsumsi pakan dapat terjadi karena perbedaan kandungan nutrisi dan jenis pakan yang diberikan kepada ternak. Ukuran-Ukuran Tubuh Kambing Peranakan Etawah Bobot hidup dan ukuran-ukuran tubuh ternak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Peningkatan ukuran tubuh akan terjadi seiring dengan bertambahnya umur pada ternak. Setiadi et al. (1994), menyebutkan bahwa ketinggian tempat juga mempengaruhi ukuran tubuh ternak, kambing PE yang dipelihara di dataran tinggi memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan kambing PE yang dipelihara di dataran rendah. Berdasarkan pengukuran ukuran-ukuran tubuh yang pernah dilakukan terhadap kambing Peranakan Etawah betina oleh Phalepi (2004), didapatkan persamaan dan perbedaan mengenai ukuran-ukuran tersebut dengan hasil pengamatan langsung di lapangan. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil pengukuran yang dilakukan menunjukkan besarnya nilai ukuran-ukuran tubuh kambing Peranakan Etawah betina yang didapatkan melalui pengukuran langsung di lapangan memiliki nilai rataan yang lebih besar dibandingkan hasil penelitian Phalepi (2004). Ukuran-ukuran tubuh yang didapatkan melalui pengukuran langsung di lapangan meliputi dalam dada, lebar dada, dalam ambing, 27

lingkar ambing, panjang puting, lingkar puting dan lingkar metatarsus memiliki nilai rataan yang lebih kecil. Hal ini meliputi produksi susu yang dihasilkan pada setiap Farm memiliki nilai rataan yang lebih besar, berarti kelima peternakan memiliki kualitas ternak yang cukup baik. Hal ini terlepas dari jumlah ternak yang diamati. Budiarsana (2005) mengatakan, bahwa performa ternak di lapangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kompleks sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan hasil pengukuran performa ternak di setiap lokasi dan waktu yang berbeda. Tabel 6. Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE Betina Sifat dan Ukuran Tubuh Panjang Telinga Tinggi Badan Panjang Badan Lingkar Dada Volume Ambing (l) Volume Puting (l) Bobot Badan (kg) Dalam Dada Lebar Dada Dalam Ambing Lingkar Ambing Panjang Puting Lingkar Puting KTMRSM KTKM KTTKSM PBA UPTDPTM 29,6 ± 3,7 (12,54%) 74,4 ± 4,6 (6,13%) 71,1 ± 6,1 (8,59%) 78,2 ± 5,3 (6,84%) 1241 ± 500 (40,29%) 437,5 ± 285,9 (65,36%) 37,7 ± 5,3 (14,04%) 25,1 ± 1,5 (6,15%) 15,1 ± 0,7 (4,56%) 15,8 ± 2,0 (12,92%) 19,9 ± 4,6 (23,05%) 10,2 ± 2,6 (25,76%) 7,3 ± 1,5 (20,42%) 25,3 ± 1,9 (7,70%) 69,0 ± 3,1 (4,51%) 65,8 ± 3,8 (5,79%) 70,7 ± 3,9 (5,46%) 722,0 ± 246,9 (34,20%) 194,0 ± 130,9 (67,47%) 32,1 ± 4,0 (12,42%) 23,5 ± 0,9 (3,87%) 14,6 ± 0,5 (3,44%) 13,3 ± 1,6 (11,98%) 18,2 ± 0,9 (4,82%) 6,9 ± 0,9 (12,35%) 6,2 ± 0,5 (8,44%) 28,8 ± 2,4 (8,28%) 71,4 ± 4,3 (6,09%) 76,5 ± 5,1 (6,66%) 80,3 ± 4,8 (5,99%) 929,5 ± 200,2 (21,54%) 308,0 ± 159,2 (51,69%) 45,7 ± 9,0 (19,64%) 25,5 ± 1,3 (5,10%) 15,5 ± 0,6 (3,92%) 15,7 ± 1,3 (8,36%) 18,6 ± 1,0 (5,35%) 7,9 ± 1,6 (19,65%) 6,9 ± 0,9 (12,76%) 29,8 ± 3,7 (12,43%) 73,8 ± 5,5 (7,41%) 74,8 ± 5,9 (7,91%) 82,2 ± 7,5 (9,18%) 2236 ± 890 (39,80%) 781 ± 449 (57,57%) 60,6 ± 7,7 (12,76%) 26,45 ± 2,4 (8,91%) 15,8 ± 8,1 (5,40%) 19,3 ± 2,9 (14,78%) 24,1 ± 3,3 (13,59%) 13,7 ± 2,4 (17,26%) 9,7 ± 1,5 (15,14%) 28,9 ± 2,9 (9,91%) 71,9 ± 2,9 (3,97%) 68,4 ± 3,4 (4,94%) 70,7 ± 3,8 (5,31%) 625,5 ± 170,1 (27,19%) 222,5 ± 74,3 (33,38%) 36,6 ± 3,8 (10,50%) 23,9 ± 1,0 (4,25%) 14,7 ± 0,5 (3,34%) 13,0 ± 1,0 (7,89%) 18,1 ± 0,9 (4,71%) 6,9 ± 1,0 (14,79%) 6,4 ± 0,5 (7,85%) Phalepi (2004) 24,9 ± 2,7 (10,84%) 68,6 ± 2,6 (3,79%) 56,7 ± 4,1 (7,23%) 70,6 ± 4,4 (6,23%) 462,2 ± 144,8 (31,32%) 38,6 ± 14,4 (37,30%) 30,2 ± 6,4 (21,19%) 25,9 ± 1,9 (7,33%) 16,3 ± 1,3 (7,98%) 18,6 ± 4,5 (24,19%) 24,3 ± 3,0 (12,35%) 8,0 ± 2,1 (26,25%) 8,6 ± 0,5 (5,81%) Lingkar Metatarsus 11,3 ± 0,5 (4,20%) 10,7 ± 0,3 (2,80%) 10,9 ± 0,4 (3,52%) 11,2 ± 0,5 (4,65%) 11,0 ± 0,4 (3,30%) 12,1 ± 0,5 (4,13%) Keterangan : KTMRSM = Sri Murni, KTKM = Kelompok Tani Karsa Menak, KTTKSM = Kelompok Tani Surya Medal, PBA = Aan Farm, UPTDPTM = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti Tabel 6 menunjukkan, bahwa penampilan produksi susu yang tinggi berada pada kelompok ternak yang dipelihara di PBA, hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan terhadap dimensi ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan 28

dengan ukuran tubuh pada kelompok ternak yang dipelihara di peternakan lainnya, kecuali pada lingkar metatarsus yang memiliki dimensi ukuran yang relatif sama pada semua ternak yang dipelihara walaupun berada di lokasi pemeliharaan yang berbeda. Maylinda dan Basori (2004) menyebutkan, bahwa bobot badan dan ukuran tubuh lainnya, meskipun bukan merupakan sifat-sifat ekonomis pada ternak perah tetapi merupakan pencerminan potensi pertumbuhan ternak yang mempunyai hubungan positif dengan pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae yang akan menentukan tinggi rendahnya produksi susu yang dihasilkan. Kecenderungan yang dapat dilihat dari Tabel 6 adalah semakin besar dimensi ukuran tubuh yang dimiliki oleh ternak kambing maka semakin tinggi produksi susu yang dihasilkan oleh ternak kambing tersebut. Perbedaan dimensi ukuran tubuh ini sesuai dengan pernyataan dari Devendra dan Burns (1994), bahwa hampir semua dimensi pada tubuh kambing yang berproduksi susu tinggi sedikit lebih besar dibandingkan kambing yang berproduksi susu rendah. Koefisisen keragaman sebagai suatu ukuran keragaman relatif, pada masingmasing peternakan tidak memperlihatkan dominasi untuk ukuran tubuh tertentu dari semua dimensi ukuran tubuh yang diukur kecuali volume ambing dan volume puting. Perbedaan tersebut disebabkan oleh jumlah ternak yang diamati pada setiap Farm tidak sama, ukuran-ukuran tubuh yang diamati bervariasi dan adanya keragaman bentuk serta ukuran-ukuran tubuh pada setiap individu ternak meskipun dalam satu bangsa. Menurut Buckley et al. (2000), hal tersebut disebabkan perbedaan proporsi relatif dari bagian tubuh satu dengan yang lain. Keragaman ukuran juga dapat diakibatkan penerapan manajemen pemeliharaan yang berbeda antar pengelola ternak dan keadaan lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi ternak. Banyaknya nilai keragaman yang tinggi pada ukuran tubuh yang memiliki korelasi terhadap produksi susu, maka semua peternakan masih memungkinkan untuk dilakukan seleksi. Seleksi pada KTMRSM didasarkan pada keragaman panjang telinga (12,54%), volume ambing (40,29%), volume puting (65,36%), bobot badan (14,04%), dalam ambing (12,92%), lingkar ambing (23,05%), panjang puting (25,76%) dan lingkar puting (20,42%). Seleksi pada KTKM didasarkan pada keragaman volume ambing (34,20%), volume puting (67,47%), bobot badan 12,42%), dalam ambing (11,98%) dan panjang puting (12,35%). Seleksi pada 29

KTTKSM dilakukan dengan dasar keragaman volume ambing (21,54%), volume puting (51,69%), bobot badan (19,64%), panjang puting (19,65%) dan lingkar puting (12,76%). Seleksi pada PBA didasarkan pada keragaman panjang telinga (12,43%), volume ambing (39,80%), volume puting (57,57%), bobot badan (12,76%), dalam ambing (14,78%), lingkar ambing (13,59%), panjang puting (17,26%) dan lingkar puting (15,14%). Seleksi pada UPTDPTM didasarkan pada keragaman volume ambing (27,19%), volume puting (33,38%) dan panjang puting (14,79%). Semua ukuran tubuh yang memiliki nilai keragaman tinggi pada masingmasing peternakan dapat dijadikan dasar dalam melakukan seleksi terhadap ternak, akan tetapi hanya volume ambing, volume puting dan lingkar puting yang memiliki korelasi nyata terhadap produksi susu. Seleksi ternak berdasarkan ketiga ukuran tubuh tersebut dapat diurutkan mulai dari sifat yang memiliki nilai keragaman yang tertinggi terlebih dahulu, yaitu pertama berdasarkan volume puting kemudian berdasarkan volume ambing lalu terakhir berdasarkan lingkar puting. Hal ini memiliki kecenderungan yang sama di semua peternakan. Hubungan antara Ukuran-ukuran Tubuh pada Peternakan yang Berbeda Analisis korelasi secara umum mengetahui keterkaitan antara dua atau lebih peubah pada suatu sampel yang sama. Beberapa teknik analisis dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antar peubah tersebut, tergantung dari tujuan analisis dan jenis data yang akan dianalisis. Hasil analisis korelasi bahwa semakin besar nilai korelasi yang ada atau bernilai koefisien semakin mendekati satu, berarti hubungan antara kedua peubah semakin erat. Korelasi antara ukuran tubuh dengan produksi susu disajikan pada Tabel 7. Korelasi yang bernilai positif atau negatif dapat terjadi karena beragamnya ukuran tubuh ternak yang diamati. Korelasi positif ditunjukkan dengan meningkatnya suatu sifat, maka akan meningkatkan suatu sifat yang lain dan sebaliknya, sedangkan korelasi negatif ditunjukkan dengan meningkatnya suatu sifat, maka akan menurunkan sifat yang lain dan sebaliknya. Menurut Aunuddin (1989), nilai korelasi bisa bernilai negatif atau positif yang berkisar antara -1 dan +1, tergantung pada arah pola hubungan antara kedua peubah tersebut. Berdasarkan analisis korelasi terhadap induk kambing PE pada kelima peternakan yang berbeda, didapat hasil korelasi tertinggi dan terendah seperti terlihat pada Tabel 7. Dari hasil 30

penelitian ini dapat dilihat, bahwa korelasi tertinggi antara ukuran tubuh ternak terhadap produksi susu adalah volume ambing dengan nilai korelasi 0,992 sedangkan pada penelitian Maylinda dan Basori (2004) nilai korelasi volume ambing dengan produksi susu adalah sebesar 0,978. Tabel 7. Korelasi antara Ukuran-ukuran Tubuh dengan Produksi Susu dari Kambing PE Betina pada Farm yang Berbeda. Korelasi KTMRSM KTKM KTTKSM PBA UPTDPTM Tertinggi PS vs VAm PS vs VAm PS vs VAm PS vs VAm PS vs VAm (0,992) (0,965) (0,905) (0,984) (0,889) Terendah PT vs PPtg VPtg vs PPtg PS vs TB PT vs VPtg VAm vs BB (0,112) (0,027) (0,002) (0,016) (0,001) Negatif DD vs DAm PS vs PT PS vs PT PS vs PT PS vs PT LeD vs DAm PT vs TB PT vs LiD PT vs VAm PS vs DD BB vs LiAm PT vs PB PT vs VAm PT vs Dam PT vs DD Dam vs LiAm PT vs LiD PT vs VPtg PT vs LiAm PT vs LeD PT vs DD PT vs PPtg TB vs PPtg TB vs Dam Keterangan : KTMRSM = Sri Murni, KTKM = Kelompok Tani Karsa Menak, KTTKSM = Kelompok Tani Surya Medal, PBA = Aan Farm, UPTDPTM = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti; PS = Produksi Susu, VAm = Volume Ambing, PPtg = Panjang Puting, BB = Bobot Badan, TB = Tinggi Badan, DAm = Dalam Ambing, PT = Panjang Telinga, LiD = Lingkar Dada, LiAm = Lingkar Ambing, DD = Dalam Dada Nilai Keeratan Hubungan antara Produksi Susu dengan Ukuran-ukuran Tubuh pada Peternakan yang Berbeda Penampilan luar ternak yang dilihat berdasarkan ukuran tubuh digunakan untuk menentukan tipe ternak dengan kemampuan produksi yang tinggi. Ukuranukuran tubuh yang pernah digunakan pada ternak perah besar untuk menduga produksi susu antara lain panjang badan, tinggi pundak, lebar dada, lingkar dada dan bobot tubuh, kemudian ditambahkan ukuran lingkar dada dan volume ambing dalam penelitian Maylinda dan Basori (2004). Penambahan peubah lain dari ukuran tubuh, selain yang disebutkan tadi dilakukan dengan melihat bentuk dan fungsi lain dari bagian tubuh berdasarkan tipe perah yang dimiliki kambing dan kemudian dilihat kemungkinannya untuk digunakan dalam pendugaan produksi susu. Penggunaan ukuran-ukuran tubuh untuk menduga bobot hidup sudah banyak dilakukan, karena alasan praktis serta mudah dalam pengerjaan maupun penilaian. Hal yang sama juga diberlakukan untuk menduga produksi susu, sehingga kisaran pendekatan hasil produksi susu yang mendekati hasil sebenarnya dari seekor ternak perah didapatkan. Oleh karena itu perlu diketahui keeratan hubungan antara produksi 31

susu dengan ukuran-ukuran tubuh tersebut sebagai penduganya. Tabel 8 menunjukkan nilai korelasi antara produksi susu induk kambing PE dengan ukuranukuran tubuhnya pada peternakan yang berbeda. Tabel 8. Korelasi (r) Produksi Susu dengan Ukuran-Ukuran Tubuh Kambing PE Ukuran Tubuh KTMRSM KTKM KTTKSM PBA UPTDPTM Panjang Telinga 0,139-0,086-0,133-0,021-0,326 Tinggi Badan 0,341 0,293 0,002 0,253-0,283 Panjang Badan 0,483* 0,206 0,033 0,205-0,145 Lingkar Dada 0,239 0,447* 0,849** 0,820** 0,115 Volume Ambing 0,992** 0,965** 0,905** 0,984** 0,889** Volume Puting 0,982** 0,902** 0,793** 0,980** 0,767** Bobot Badan 0,401 0,151 0,286 0,134 0,119 Dalam Dada 0,141 0,340 0,764** 0,827** -0,455* Lebar Dada 0,270 0,306 0,754** 0,785** 0,211 Dalam Ambing 0,714** 0,161 0,829** 0,955** 0,780** Lingkar Ambing 0,373 0,120 0,879** 0,970** -0,091 Panjang Puting 0,917** 0,159 0,722** 0,811** 0,847** Lingkar Puting 0,854** 0,816** 0,480* 0,954** 0,796** Lingkar Metatarsus 0,392 0,361 0,068 0,304-0,261 Keterangan : Keterangan : KTMRSM = Sri Murni, KTKM = Kelompok Tani Karsa Menak, KTTKSM = Kelompok Tani Surya Medal, PBA = Aan Farm, UPTDPTM = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti *=nyata (P<0,05) ** = sangat nyata (P<0,01) Analisis korelasi ukuran-ukuran tubuh terhadap produksi susu mendapatkan hasil yang sangat beragam, karena penampilan seekor ternak terkait dengan hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Produksi susu secara umum mempunyai hubungan yang erat dengan ukuran-ukuran tubuh, kecuali panjang telinga (PBA, KTKM, UPTDPTM dan KTTKSM) dan tinggi badan; panjang badan; dalam dada; lingkar ambing; lingkar metatarsus pada UPTDPTM yang berkorelasi negatif. Dimensi ambing merupakan bagian tubuh ternak yang memiliki hubungan erat dengan produksi susu dan memiliki nilai korelasi tertinggi jika dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya Maylinda dan Basori (2004). Berdasarkan Tabel 8 diketahui, bahwa korelasi tertinggi pada KTMRSM, yaitu pada produksi susu dengan volume ambing (0,992). Selain dari KTMRSM, nilai korelasi pada peternakan lainnya yaitu KTKM (0,965), KTTKSM (0,905), PBA 32

(0,984) dan UPTDPTM (0,889) yaitu antara produksi susu dengan volume ambing. Korelasi antara produksi susu dengan lingkar puting juga menunjukkan nilai yang positif di semua peternakan, dengan nilai korelasi terbesar terdapat pada PBA dengan nilai 0,954 dan sangat nyata (P<0,01). Volume ambing memiliki korelasi yang positif terhadap produksi susu yang terjadi di semua peternakan dengan nilai korelasi terbesar terdapat pada KTMRSM dengan nilai 0,992 dan sangat nyata (P<0,01). Ukuran-ukuran tubuh seperti panjang telinga, tinggi badan, bobot badan dan lingkar metatarsus tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi susu. Hal ini berlaku di kelima Farm. Kualitas masing-masing sifat dari keempat ukuran tubuh tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi susu. Buckley et al. (2000) berpendapat, bahwa ukuran linier tubuh lingkar dada, dimensi ambing, panjang badan, tinggi badan dan bobot badan memiliki korelasi yang positif terhadap produksi susu. Berdasarkan uraian di atas dapat disebutkan, bahwa tidak semua ukuran tubuh pada induk kambing PE berkorelasi sangat nyata terhadap produksi susu. Devendra dan Burns (1994) menjelaskan, identifikasi sifat yang berkorelasi dengan hasil produksi susu harian atau hasil produksi susu laktasi mempunyai arti penting bila berbagai sifat yang dapat diukur sebelum atau pada laktasi dini memiliki nilai duga, misalnya untuk dimensi tubuh dan dimensi ambing. Keragaman nilai korelasi yang terjadi dapat disebabkan karena adanya perbedaan genetik ternak, lingkungan ternak (cara pemeliharaan dan pemberian pakan), termasuk beragamnya produksi susu yang dihasilkan induk kambing PE. Hasil analisis menunjukkan, bahwa secara umum tingkat keeratan yang tinggi ditemui pada hubungan antara produksi susu dengan bagian dimensi ambing. Keeratan hubungan juga terjadi antara produksi susu dengan dalam ambing dan produksi susu dengan panjang puting, akan tetapi untuk kedua ukuran tubuh ini korelasi tidak berlaku untuk KTKM. Korelasi terbesar dan sangat nyata antara produksi susu dengan ukuran-ukuran tubuh yaitu antara produksi susu dengan volume ambing (0,992). Hasil penelitian Maylinda dan Basori (2004) menyatakan, bahwa besar ambing dan lingkar dada memiliki korelasi yang positif terhadap produksi susu yang dihasilkan. Hasil ini didukung oleh pernyataan Devendra dan Burns (1994), bahwa terdapat korelasi yang sangat nyata antara volume ambing 33

dengan produksi susu, sehingga sudah menjadi kebiasaan para penangkar dalam memilih hewan dengan melihat besarnya ukuran tubuh dan volume ambing dengan puting yang normal serta tungkai dan kaki yang sehat. Hal ini merupakan acuan yang digunakan oleh para penangkar dalam menentukan ternak yang memiliki produksi susu tinggi. Hubungan keeratan antara produksi susu dengan ukuran-ukuran tubuh lainnya yaitu pada lingkar dada, dalam dada, lebar dada dan lingkar ambing yang memiliki nilai korelasi yang tinggi muncul pada PBA dan KTTKSM. Seperti diungkapkan oleh Setiadi et al. (1994), bahwa korelasi sangat mungkin terjadi bukan akibat saling pengaruh-mempengaruhi secara langsung, akan tetapi akibat satu atau lebih satu faktor lain yang mempengaruhi kedua ciri tersebut, tidak jarang persamaan yang telah didapat kurang sesuai untuk lokasi yang berbeda. Penelitian Yusran et al. (1994) menyatakan bahwa, lingkar dada sebagai ukuran tubuh bernilai korelasi kedua terbesar setelah besar ambing terhadap produksi susu sapi FH (0,32 dan 0,44). Induk dengan tingkat produksi susu tinggi memiliki lingkar dada lebih besar, sehingga erat kaitannya dengan besaran bobot hidup yang dimiliki dan kemampuannya dalam menghasilkan susu yang lebih baik. Herman et al. (1985) dalam laporannya menyebutkan, bahwa lingkar dada merupakan penduga bobot tubuh yang paling tepat pada kambing PE, baik jantan maupun betina yang berumur sebelum lepas susu sampai dewasa. Bobot hidup ini berhubungan erat dengan jumlah susu yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Gall (1981) yang menyebutkan, bobot hidup berkorelasi positif dengan hasil susu. Lingkar dada memiliki hubungan yang erat dengan produksi susu juga didukung oleh hasil penelitian Makin et al. (1982), yang menjumpai nilai korelasi terbesar pada lingkar dada terhadap produksi susu sapi FH laktasi pertama. Berdasarkan pengukuran langsung di lapangan dapat dilihat bahwa KTMRSM memiliki produksi susu terbaik dengan kisaran produksi susu sebesar 1045-2635 ml. Hubungan keeratan yang tinggi terjadi antara produksi dengan ukuran tubuh yaitu volume ambing, volume puting dan lingkar puting. Kisaran ukuran tubuh ini adalah 1346-3126 ml untuk volume ambing, 332-1320 ml untuk volume puting dan 8,19-11,12 cm untuk lingkar puting. Kisaran ukuran tubuh lainnya yang tidak memiliki nilai keeratan tinggi dengan produksi susu yaitu panjang telinga 25,84-34

33,26 cm; tinggi badan 69,79-78,91 cm; panjang badan 64,95-77,15 cm; lingkar dada 72,81-83,49 cm; bobot badan 32,41-42,99 kg; dalam dada 23,53-26,62 cm; lebar dada 14,36-15,74 cm; dalam ambing 13,58-17,84 cm; lingkar ambing 15,31-24,49 cm; panjang puting 7,57-12,83 cm dan lingkar metatarsus 10,78-11,72 cm. Persamaan Regresi antara Produksi Susu dengan Ukuran-ukuran Tubuh pada Peternakan yang Berbeda Analisis regresi yang digunakan untuk mengetahui peubah yang paling sesuai digunakan untuk menggambarkan hubungan antara produksi susu dengan ukuranukuran tubuh, meliputi Analisis Regresi Linier Ganda dan Analisis Regresi Linier terbaik. Penggunaan kedua analisis yang terbaik ini dimaksudkan karena modelnya yang relatif sederhana, realistik dengan tingkat keakurasian yang tinggi dan mudah dalam penerapannya di lapangan. Analisis Regresi dengan persentase koefisien determinasi (R 2 ) tertinggi atau paling mendekati 100% adalah yang diambil sebagai model persamaan regresi untuk menggambarkan hubungan tersebut dan membuat titik pengamatan semakin mendekati garis regresi untuk selanjutnya akan mengurangi penyimpangan. Faktor penduga yang digunakan dalam persamaan Regresi Linier Ganda hanya tiga dari empat belas peubah yang diukur. Hal ini untuk mempermudah penghitungan dan pengukuran faktor penduga di lapangan melalui penggunaan persamaan regresi tersebut. Empat belas peubah dari ukuran tubuh yang diukur tersebut tidak keseluruhan dianalisis Regresi Linier Ganda, hanya yang memiliki korelasi yang nyata dengan produksi susu. Harapannya, keakuratan yang tinggi didapatkan dari hasil persamaan yang menggunakan peubah bebas tersebut.analisis regresi terbaik antara produksi susu dengan ukuran-ukuran tubuh pada peternakan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9. Persamaan regresi dengan penggunaan peubah-peubah paling sesuai untuk menduga produksi susu dan berkoefisien determinasi tinggi yaitu persamaan Linier Ganda pada PBA (99,3%) dengan persamaan regresi adalah PS = 984 + 0,513 VAm +0,811 VPtg 32,2 PPtg (P<0,01). Adapun persamaan Linier sederhana pada PBA yang menentukan adalah volume ambing yaitu PS = - 126 + 0,880 VAm. Persamaan regresi dengan penggunaan satu peubah yang paling sesuai untuk menduga produksi susu dan berkoefisien determinasi tinggi pada persamaan Linier yaitu pada 35

KTMRSM (98,3%) dengan persamaan regresi adalah PS = -34,5 + 0,870 VAm. Adapun persamaan Linier Ganda yang menentukan pada KTMRSM adalah PS = - 756 + 0,501 VAm + 0,216 VPtg + 35,2 LiPtg (P<0,01). Tingkat keakurasian hasil dugaan yang dihasilkan paling mendekati hasil sebenarnya dari seluruh percobaan antar peubah-peubah lain yang digunakan sebagai penduga. Tabel 9. Persamaan Regresi Hubungan antara Produksi Susu dengan Ukuran-Ukuran Tubuh Kambing PE Betina pada Farm yang Berbeda. Farm n (ekor) 1 20 2 20 3 20 4 20 5 20 Analisis Regresi Persamaan Regresi Linier Ganda PS = - 756 + 0,501 VAm + 0,216 VPtg + 35,2 LiPtg R (adj) (%) P 99,0 0,000 Linier PS = - 34.5 + 0.870 VAm 98,3 0,000 Linier Ganda PS = 611 + 0,856 VAm + 15,5 LiD + 63,1 LiPtg 95,0 0,000 Linier PS = - 157 + 0.912 VAm 92,7 0,000 Linier Ganda PS = 159 + 0,825 VAm + 43,7 LiD 33,0 DAm 95,6 0,000 Linier PS = 61,8 + 0,769 VAm 81,0 0,000 Linier Ganda PS = 984 + 0,513 VAm + 0,811 VPtg 13,2 Dam 99,3 0,000 Linier PS = - 126 + 0,880 VAm 96,7 0,000 Linier Ganda PS = 574 + 0,234 VAm + 0,453 VPtg + 32,2 PPtg 96,2 0,000 Linier PS = 4.1 + 0.870 VAm 77,8 0,000 Keterangan : P<0,01 = sangat nyata; VAm = volume ambing; VPtg = volume puting; LiPtg = lingkar puting; DAm = dalam ambing; LiD = lingkar dada; R = nilai determinasi ; P = nilai probability Pasangan kombinasi pada persamaan Regresi Linier Ganda tidak perlu berkaitan dengan derajat koefisien korelasi yang dimiliki masing-masing peubah bila berdiri sendiri-sendiri (Setiadi et al., 1994). Pengkombinasian antar peubah-peubah bebas dalam menentukan produksi susu dapat meningkatkan atau malah menurunkan dugaan. Hal ini terkait dengan pengaruh komplementer dari pola kombinasi yang ada. Berdasarkan analisis pada Tabel 9 didapatkan bahwa, persamaan regresi terbaik dengan faktor penduga produksi susu yang paling sesuai untuk KTKM (90,0%) adalah persamaan Regresi Linier Ganda dengan kombinasi volume ambing, 36

lingkar dada dan lingkar puting (P<0,01). Penduga produksi susu terbaik dalam persamaan Regresi Linier Ganda untuk UPTDPTM (96,2%) adalah kombinasi volume ambing, volume puting dan panjang puting (P<0,01). Kombinasi volume ambing, lingkar dada dan dalam ambing (P<0,01) merupakan yang paling sesuai untuk digunakan sebagi penduga produksi susu pada KTTKSM (95,6%). Pasangan penduga produksi yang paling sesuai untuk digunakan pada kelima peternakan dalam persamaan Regresi Linier adalah volume ambing (P<0,01). Phalepi (2004) menyatakan, bahwa faktor penduga produksi susu untuk ternak kambing Peranakan Etawah pada masa laktasi ke-2 adalah kombinasi volume ambing dan volume puting (P<0,01) dalam persamaan Regresi Linier Ganda dan ukuran volume ambing (P<0,01) dalam persamaan Regresi Linier. Kedua model analisis regresi yang digunakan adalah yang terbaik dari percobaan penggunaan peubah bebas lain pada masing-masing analisis, tetapi dalam penerapannya di lapangan untuk model Regresi Linier Ganda kurang praktis digunakan dibanding model Regresi Linier. Hal ini disebabkan dibutuhkannya lebih dari satu informasi data pendukung dalam menggunakan model Regresi Linier Ganda untuk menentukan respon yang akan diduga. Menurut Setiadi et al. (1994), salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan persamaan Regresi Linier Ganda adalah validasi model pada ternak yang bersangkutan, karena tidak jarang persamaan yang telah didapat kurang sesuai untuk lokasi yang berbeda. Keadaan ini dapat dimaklumi karena keragaman penampilan ternak relatif cukup besar. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa dimensi ambing yang terdiri atas volume ambing, volume puting dan lingkar puting merupakan faktor yang mempengaruhi produksi susu, dalam hal ini dapat dijadikan sebagai faktor penduga dalam menentukan produksi susu yang dihasilkan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Devendra dan Burns (1994), bahwa korelasi terjadi antara panjang, lebar, keliling dan kedalaman ambing dengan hasil susu harian, termasuk volume ambing yang sangat berkorelasi dengan hasil susu. Lingkar dada juga menunjang sebagai bagian dari ukuran-ukuran tubuh yang berpengaruh terhadap produksi susu. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian terdahulu, meski pada materi ternak yang berbeda, seperti disebutkan oleh Makin et al. (1982). Hasil analisi regresi yang telah disebutkan sebelumnya ditunjang oleh 37

besaran koefisien determinasi (R 2 ) pada setiap penggunaan peubah-peubah dalam persamaan regresi dengan tingkat keakurasian yang cukup baik. Penafsiran terhadap hasil analisis regresi ini perlu dilakukan secara hati-hati, karena semua bentuk analisis membutuhkan pengetahuan dan pemahaman yang cukup untuk menentukan kesimpulan. Harapannya adalah agar analisis ini dapat dimanfaatkan sebagai pegangan dalam memilih kambing yang memiliki kemampuan produksi susu yang baik. 38