KATA PENGANTAR. Jakarta, 5 Februari 2016 Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dra. Maura Linda S, Ph.D NIP

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2017

L A P O R A N K I N E R J A

KATA PENGANTAR. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, 30 Januari 2015 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2015

KEBIJAKAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN dan JAMINAN KETERSEDIAAN OBAT melalui E-KATALOG

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

KEBIJAKAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Jakarta, 8 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL, Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d NIP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAPORAN KINERJA Tahun 2016

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

KATA PENGANTAR. Jakarta, 28 Januari 2016 Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

Rencana Aksi Kegiatan

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

Ikhtisar Eksekutif. vii

DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2016

V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

KATA PENGANTAR. Page i. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Tahun 2014

Rencana Aksi Kegiatan Tahun

KEBIJAKAN DITJEN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENDUKUNG DAN MENJAMIN AKSES SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

RENCANA STRATEGIS PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA

Terlampir. Terlampir

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

INSPEKTORAT IV INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN

LAPORAN AKUNTABILITAS

K A T A P E N G A N T A R

Rencana Aksi Kegiatan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RAKONAS PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TH ARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Oleh : drg. Arianti Anaya, MKM Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT Bali, 4 Mei 2018

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Administrasi Kepegawaian. Meningkatnya Pelayanan Administrasi Kepegawaian di Lingkungan Kementerian Kesehatan

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat. Berbagai hambatan dan kendala yang diidentifikasi, telah

LAKIP 2015 BALAI PELATIHAN KESEHATAN BATAM LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) BIRO KEPEGAWAIAN SETJEN KEMENKES TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

L A P O R A N K I N E R J A

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

REVIEW ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI DALAM APBN TAHUN 2017

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemeri

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG

Kata Pengantar. Semarang, Pebruari 2016 Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

Laporan Kinerja KPPN Bandar Lampung 2015

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

Rencana Kerja (Renja) Perubahan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2017

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2016

PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN KINERJA DAN PELAPORAN KINERJA DI LINGKUNGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM

BAB 1. PENDAHULUAN. 2. Tertib Pemanfaatan Hak Atas Tanah dan Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar.

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

Kata Pengantar. Semarang, Maret 2015 Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

KATA PENGANTAR. Surakarta, 24 Januari 2017 Direktur Poltekkes Surakarta. Satino, SKM. M.Sc.N. NIP

BAB III TUJUAN DAN SASARAN KERJA

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

Penguatan Regulasi di Bidang Kefarmasian dan Alkes

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH

ADVOKASI DAN SINKRONISASI REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN OLEH KEMENTERIAN KESEHATAN KEPADA PEMERINTAH DAERAH

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

KATA PENGANTAR. Page i. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Tahun 2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIRO HUKUM DAN ORGANISASI TAHUN 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN DUKUNGAN MANAJEMEN DAN TEKNIS LAINNYA PADA DITJEN TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY

L A P O R A N K I N E R J A

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas izin dan karunia-nya dapat diselesaikan. Laporan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan disusun sebagai wujud pertanggungjawaban atas kinerja berdasarkan perencanaan strategis yang telah ditetapkan. Laporan kinerja ini disusun sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan. Laporan kinerja merupakan media pertanggungjawaban dan sebagai wujud transparansi pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Selain itu laporan kinerja merupakan salah satu kendali sekaligus alat untuk memacu peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan., Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan memasuki tahun pertama dalam pembangunan kesehatan periode 2015-2019. Program ini didesain untuk mencapai sasaran meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di tahun 2015 memiliki berbagai inovasi dan terobosan, namun tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Untuk itu, atas nama Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, saya berterima kasih atas saran dan masukan perbaikan bagi penyempurnaan dokumen perencanaan serta pelaksanaan program dan kegiatan di periode berikutnya. Jakarta, 5 Februari 2016 Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda S, Ph.D NIP. 195805031983032001 i

IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan disusun sebagai wujud pertanggungjawaban atas kinerja berdasarkan perencanaan strategis yang telah ditetapkan. Laporan kinerja disusun sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan. Pada dasarnya laporan ini menginformasikan pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai bagian dari pencapaian sasaran strategis Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada Rencana Stategis (Renstra) Kementerian Kesehatan 2015-2019. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 526, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 2. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan 5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan, dengan tujuan yang akan dicapai pada tahun 2015 adalah: ii

1. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas menjadi 77%. 2. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alkes yang diproduksi di dalam negeri sebanyak 7 jenis. 3. Persentase produk alkes dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat sebesar 75%. Dari indikator pencapaian kinerja tahun 2015 tersebut diatas, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah mencapai target yang telah ditetapkan, yaitu dengan capaian: 1. Realisasi persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar 79,38%. 2. Realisasi jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alkes yang diproduksi di dalam negeri sebanyak 11 jenis. 3. Realisasi persentase produk alkes dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat sebesar 78,18%. Tercapaianya indikator yang telah ditetapkan pada tahun pertama Renstra 2015-2019 tersebut menjadi penting sebagai modal dalam pencapaian target ditahun-tahun berikutnya. Untuk itu diperlukan kerja keras seluruh komponen, pendayagunaan sumber daya yang optimal dan diperlukan penguatan terutama dalam perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan bidang kefarmasian dan alat kesehatan serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan didukung oleh anggaran DIPA tahun 2015 Pagu di awal tahun anggaran sebesar Rp.1.689.955.800.000. Setelah dilakukan refocusing terhadap alokasi anggaran perjalanan dinas dan hasil refocusing dana Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta Hibah Langsung dari GAVI, merubah alokasi pagu Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menjadi sebesar Rp.1.826.044.116.000 (Satu triliun delapan ratus dua puluh enam miliar empat puluh empat juta seratus enam belas ribu rupiah). Realisasi anggaran tahun 2015 sebesar Rp.1.742.663.280.209 (Satu triliun tujuh ratus empat puluh dua miliar enam ratus enam puluh tiga juta dua ratus delapan puluh ribu dua ratus sembilan rupiah) dengan persentase sebesar 95,43%. Upaya dan prestasi yang telah dicapai oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada tahun 2015 antara lain: iii

1. Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) dan selanjutnya dilakukan sosialisasi pelaksanaannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia dan Akademisi. Selanjutnya setelah pedoman pelaksanaan GeMa CerMat tersebut tersusun maka akan dilakukan penerapan yang diawali dengan model percontohan GeMa CerMat di Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota. Gambar 1 Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat oleh Menteri Kesehatan RI 2. Farmasi dan Alat Kesehatan Online (Faralkes Online) a. e-regalkes Track & trace system e-regalkes adalah sistem perizinan registrasi alat kesehatan dan PKRT secara online yang dapat dilacak dan ditelusuri di setiap tahapan proses evaluasi perizinan atau sertifikasi. Dengan sistem ini maka stakeholder (pelaku usaha) dapat memantau proses perizinan nya sesuai janji layanan. Sistem ini juga terkoneksi dengan Portal INSW milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan. b. e-payment Penerapan e-payment, yaitu aplikasi yang menghubungkan antara sistem registrasi online alkes dan PKRT dengan sistem informasi PNBP online (SIMPONI) milik Kementerian Keuangan. Dengan aplikasi ini pemohon dapat melakukan pembayaran 24 jam realtime online melalui ATM atau Internet banking bank persepsi di seluruh iv

Indonesia. Pembayaran PNBP dengan metode ini dapat lebih terpercaya kebenarannya, efektif dan efisien dibandingkan pembayaran dengan formulir Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) atau pembayaran manual. Selain itu dapat meningkatkan akuntabilitas pencatatan dan pelaporan keuangan. c. e-suka Penerapan e-suka yaitu pelayanan surat keterangan secara online sebagai terobosan banyaknya permohonan surat keterangan yang dibutuhkan masyarakat untuk informasi produk, baik untuk kebutuhan pribadi, pengadaan, ekspor-impor, dan untuk melakukan proses registrasi alat kesehatan dan PKRT. E-sistem surat keterangan alat kesehatan yang dinamakan e-suka yang dapat diakses melalui www.esuka.binfar.kemkes.go.id. Gambar 2 Launching Faralkes Online oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia 3. Predikat terbaik ketiga pada penilaian website di lingkungan Kementerian Kesehatan di tahun 2015. Penilaian ini dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kesehatan dalam rangka peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-51. Hal ini menunjukkan komitmen Direktorat Jenderal Binfar dan Alkes untuk menjamin keterbukaan informasi dan pelayanan publik yang lebih baik. v

Gambar 3 Piagam Penghargaan Website Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 4. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menerima Piagam Penghargaan dari KPPN Jakarta VII untuk kategori Satuan Kerja dengan Rekonsiliasi dan LPJ Terbaik 2015. Penghargaan tersebut diberikan sebagai apresiasi atas kerja keras Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dalam melaksanakan rekonsiliasi yang baik, benar, dan tepat waktu. Kategori dan penilaian dititikberatkan pada hasil rekonsiliasi dan kecepatan/ketepatan penyerahan LPJ. Atas prestasi tersebut, selain piagam penghargaan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memperoleh Fasilitas Kartu Apresiasi. Fasilitas tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan fasilitas Rekonsiliasi dan Penyerahan SPM ke Loket Pelayanan tanpa antrian atau menjadi satker prioritas selama 4 bulan (Desember 2015 hingga Maret 2016). Gambar 4 Piagam Penghargaan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes vi

5. Semakin meningkatnya kemampuan SDM dalam pengelolaan keuangan sehingga kualitas penggunaan anggaran semakin membaik dari tahun ke tahun yang ditandai dengan index plan materiality (PM) 0,000% pada Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan selama kurun waktu tiga tahun terakhir (2012, 2013 dan 2014) yang berkontribusi positif terhadap capaian WTP Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2015. 6. Pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan telah memenuhi komponen standar pelayanan publik sesuai dengan UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Hal ini dapat dilihat dari Hasil Penilaian oleh Ombudsman Republik Indonesia dimana pelayanan perizinan untuk kategori izin penyalur kesehatan dan sertifikat produksi alkes/pkrt mendapatkan nilai 105,5 dalam kategori hijau. 7. Penyelenggaraan Pameran Pembangunan Kesehatan dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Pameran ini berhasil menarik perhatian masyarakat untuk mengetahui upaya-upaya terkini pembangunan kesehatan, dan menjadi metode sosialisasi program yang tepat sasaran untuk mencapai tujuan program-program kesehatan. Gambar 5 Pameran Pembangunan Kesehatan sebagai bagian dari Peringatan Hari Kesehatan Nasional vii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i IKHTISAR EKSEKUTIF...ii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GRAFIK... xi DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. MAKSUD DAN TUJUAN... 1 C. ASPEK STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN... 2 D. STRUKTUR ORGANISASI... 6 E. SISTEMATIKA... 7 BAB II PERENCANAAN KINERJA... 8 A. RENCANA STRATEGIS... 8 B. PERJANJIAN KINERJA... 11 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA... 13 A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI... 13 1. PENGUKURUAN KINERJA... 13 2. ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA... 14 B. REALISASI ANGGARAN... 43 1. KANTOR PUSAT... 44 2. DANA DEKONSENTRASI... 44 C. SUMBER DAYA MANUSIA... 45 BAB IV PENUTUP... 49 LAMPIRAN... 50 viii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Indikator Kinerja dan Target Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan -2019... 10 Tabel 2. Cara Perhitungan Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 10 Tabel 3. Sasaran Kegiatan pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 11 Tabel 4. Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 12 Tabel 5. Capaian Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 14 Tabel 6. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas... 16 Tabel 7. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional serta Alat Kesehatan (Alkes) yang Diproduksi di Dalam Negeri... 20 Tabel 8. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Produk Alat Kesehatan dan PKRT di Peredaran yang Memenuhi Syarat... 23 Tabel 9. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar... 25 Tabel 10. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas... 29 Tabel 11. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar... 33 Tabel 12. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Cara Pembuatan yang Baik (GMP/CPAKB)... 36 Tabel 13. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Penilaian Pre-Market Tepat Waktu Sesuai Good Review Practices... 38 Tabel 14. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Jumlah Industri yang Memanfaatkan Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri... 41 Tabel 15. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Kepuasan Klien Terhadap Dukungan Manajemen... 42 ix

Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Alokasi Dana dan Realisasi Anggaran DIPA Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 44 Alokasi Dana dan Realisasi Anggaran DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 45 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Jabatan... 46 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Golongan... 46 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Pendidikan... 47 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Jenis Kelamin... 48 x

DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 14 Grafik 2. Target dan Realisasi Indikator Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas... 16 Grafik 3. Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas di 34 Provinsi... 17 Grafik 4. Jumlah Item Obat dan Vaksin yang Tersedia di Puskesmas di 34 Provinsi... 18 Grafik 5. Target dan Realisasi Indikator Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional serta Alat Kesehatan (Alkes) yang Diproduksi di Dalam Negeri... 20 Grafik 6. Target dan Realisasi Indikator Persentase Produk Alat Kesehatan dan PKRT di Peredaran yang Memenuhi Syarat... 23 Grafik 7. Target dan Realisasi Indikator Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar... 26 Grafik 8. Target dan Realisasi Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas... 29 Grafik 9. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar... 33 Grafik 10. Skor Rata-Rata Persentase IFK yang Melaksanakan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar berdasarkan Provinsi... 34 Grafik 11. Target dan Realisasi Indikator Persentase Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Cara Pembuatan yang Baik (GMP/CPAKB)... 36 Grafik 12. Target dan Realisasi Indikator Persentase Penilaian Pre-Market Tepat Waktu Sesuai Good Review Practices... 39 Grafik 13. Target dan Realisasi Indikator Jumlah Industri yang Memanfaatkan Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri... 41 Grafik 14. Target dan Realisasi Indikator Persentase Kepuasan Klien Terhadap Dukungan Manajemen... 42 Grafik 15. Komposisi Sumber Daya Manusia di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Jabatan... 46 xi

Grafik 16. Grafik 17. Grafik 18. Komposisi Sumber Daya Manusia di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Golongan... 47 Komposisi Sumber Daya Manusia di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Pendidikan... 47 Komposisi Sumber Daya Manusia di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Jenis Kelamin... 48 xii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat oleh Menteri Kesehatan RI... iv Gambar 2. Launching Faralkes Online oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia... v Gambar 3. Piagam Penghargaan Website Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... vi Gambar 4. Piagam Penghargaan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes Tahun 2015... vi Gambar 5. Pameran Pembangunan Kesehatan sebagai bagian dari Peringatan Hari Kesehatan Nasional... vii Gambar 6. Peta Strategi Kemandirian, Aksesibilitas dan Mutu Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan... 5 Gambar 7. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 6 Gambar 8. Sosialisasi Penerapan Katalog Obat Bagi Industri Farmasi di Jakarta... 16 Gambar 9. Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K) Membuka Pameran Alat Kesehatan dan PKRT Dalam Negeri di Hall B Jakarta Convention Center, Senayan Jakarta... 20 Gambar 10. Rapat Pleno Formularium Nasional... 26 Gambar 11. Sertifikasi ISO 9000:2008... 28 Gambar 12. Kegiatan Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat... 30 Gambar 13. Pemberian Pengharagaan Tenaga Kefarmasian Berprestasi dalam Pengelolaan Obat dan Perbekkes Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota... 34 Gambar 14. Workshop Pembinaan Industri dan Pengendalian Alkes, Balai Kartini, Jakarta, 15 Desember 2015... 37 Gambar 15. Launching Faralkes Online oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia... 39 xiii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dituntut untuk melaksanakan pemerintahan berbasis kinerja dalam rangka mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien, serta memiliki pelayanan publik yang berkualitas. Sesuai amanah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan yang diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur dengan sasaran atau target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja instansi pemerintah yang disusun secara periodik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyusun laporan kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran strategis dan sekaligus sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja serta sebagai salah satu alat untuk mendapat masukan bagi stakeholder demi perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Penyusunan laporan kinerja mengacu kepada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan. B. MAKSUD DAN TUJUAN merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada 1

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas penggunaan anggaran. Pelaporan kinerja memberikan informasi kinerja yang terukur atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai dan sebagai upaya perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan kinerja. C. ASPEK STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan menjadi tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pembinaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara berkelanjutan terus dilakukan kepada stakeholder terkait. Pada Renstra 2015-2019, program yang dilakukan merupakan suatu kesinambungan terhadap program yang dilakukan pada periode sebelumnya. Adapun kondisi pada awal tahun 2015 dapat digambarkan sebagai berikut: Peningkatan ketersediaan di tingkat Instalasi Farmasi Kabupaten/kota terus meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun demikian, ketersediaan obat dan vaksin belum terdistribusi secara merata baik antar puskesmas, antar kabupaten/kota maupun antar provinsi. Hal ini mencerminkan belum optimalnya manajemen logistik obat dan vaksin. Untuk itu perlu didorong pemanfaatan sistem pengelolaan logistik online serta skema relokasi obat-vaksin antar Puskesmas/Kabupaten/Kota/Provinsi yang fleksibel dan akuntabel. Perbaikan manajemen logistik obat dan vaksin telah dimulai dengan adanya pengimplementasian e-catalogue dan e-logistic obat. Melalui e-logistic pemantauan ketersediaan obat dan vaksin akan semakin real time dan memudahkan pengelolaannya bagi pelaksanaan program kesehatan. Adapun jumlah item obat yang tersedia dalam e-catalogue semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan pada umumnya masih belum sesuai standar. Untuk itu terus dilakukan peningkatan pembinaan dalam pelayanan kefarmasian. Penggunaan obat generik sudah cukup tinggi, tetapi penggunaan obat rasional di fasilitas pelayanan kesehatan masih harus ditingkatkan. Hal ini terutama disebabkan oleh masih rendahnya penerapan formularium dan pedoman penggunaan obat secara rasional. 2

Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional yang telah dimulai pada 1 Januari 2014 memiliki potensi untuk meningkatkan kebutuhan akan obat esensial dan alat kesehatan. Dalam upaya peningkatan ketersediaan obat dan alat kesehatan yang aman, bermutu dan berkhasiat tersebut, pemerintah telah menyusun Formularium Nasional (Fornas) dan e-catalogue untuk menjamin terlaksananya penggunaan obat rasional. Konsep Obat Esensial diterapkan pada Formularium Nasional sebagai acuan dalam pelayanan kesehatan, sehingga pelayanan kefarmasian dapat menjadi cost effective. Fornas selalu direview dan diperbaiki menyesuaikan dengan standar pelayanan kedokteran terbaru. Pembinaan terhadap produksi dan distribusi alat kesehatan terus dilakukan, dimana Alat Kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat keamanan, mutu dan manfaat terus meningkat. Selain itu, hal ini juga meningkatkan sarana produksi alkes dan PKRT yang memiliki sertifikat Good Manufacturing Process terkini dan memenuhi cara produksi yang baik. Impor bahan baku obat, produk kefarmasian lain dan alat-alat kesehatan mengakibatkan tingginya harga obat dan kurangnya kemandirian dalam pelayanan kesehatan. Hampir 90% kebutuhan obat nasional sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Namun, industri farmasi masih bergantung pada bahan baku obat impor. Sebanyak 96% bahan baku yang digunakan industri farmasi diperoleh melaui impor. Komponen bahan baku obat berkontribusi 25-30% dari total biaya produksi obat, sehingga intervensi pada komponen ini akan memberikan dampak bagi harga obat. Untuk mencapai kemandirian tersebut, Ditjen Binfar dan Alkes telah membuat roadmap kemandirian bahan baku obat sebagai pedoman seluruh stakeholder. Dari sisi sumber daya alam, Indonesia sangat kaya akan tumbuhan obat. Ditjen Binfar dan Alkes telah membangun beberapa sentra pengembangan obat tradisional dan meluncurkan program andalan demi mendorong penggunaan obat tradisional. Bila dukungan pemerintah untuik kemandirian bangsa konsisten, peneliti yang dedikatif pasti mampu menghasilkan bahan baku obat dari tanah air sendiri. Sejarah kemandirian bahan baku obat membuktikan bahwa peran regulasi dan komitmen lintas sektor kesehatan sangat besar untuk keberhasilan pencapaiannya. Dengan demikian, kegiatan prioritas yang harus dilakukan adalah pencapaian kemandirian bahan baku obat di samping pengembangan e-catalogue dan e-logistic. Kementerian Kesehatan telah mencanangkan Program Indonesia Sehat. Melihat kondisi yang ada, tantangan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk Pilar Paradigma 3

Sehat adalah meningkatkan peran tenaga kefarmasian dalam upaya promotif-preventif yang meliputi: 1. Tinjauan terapi berbasis bukti; membantu menghilangkan disparitas dalam pelayanan kesehatan. 2. Pencegahan Penyakit dan Peningkatan keamanan penggunaan obat melalui program rekonsiliasi obat, pengkajian resep. 3. Edukasi masyarakat, melalui program edukasi mengenai penggunaan obat yang efektif dan aman. 4. Melaksanakan Kebijakan Obat Nasional, termasuk penetapan ketersediaan obat esensial. 5. Riset dan Training terutama di bidang keamanan penggunaan obat, farmakoekonomi, farmakoepidemiologi, kualitas hidup pasien dan penggunaan obat berbasis bukti. Untuk menghadapi tantangan tersebut, telah dicanangkan Strategi Kemandirian, Aksesibilitas dan Mutu Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, dimana ada 3 tujuan yang ingin dicapai. Ketiga tujuan tersebut meliputi: 1. Terwujudnya peningkatan ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas. Strategi yang disusun untuk mencapai tujuan ini adalah: a. Menyusun regulasi perusahaan farmasi memproduksi bahan baku obat dan obat tradisional dan menggunakannya dalam produksi obat dan obat tradisional dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan kemandirian nasional. b. Mengembangkan Pokja ABGC (Academic-Business-Goverment-Community) dalam pengembangan dan produksi bahan baku obat, obat tradisional, dan alat kesehatan dalam negeri. c. Membangun sistem informasi dan jaringan informasi terintegrasi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. d. Menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan strategis. e. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi serta sistem monev. 2. Terwujudnya kemandirian bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan. Strategi yang disusun untuk mencapai tujuan ini adalah: a. Menyusun regulasi perusahaan farmasi memproduksi bahan baku obat dan obat tradisional dan menggunakannya dalam produksi obat dan obat tradisional dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan kemandirian nasional. 4

b. Mengembangkan Pokja ABGC dalam pengembangan dan produksi bahan baku obat, obat tradisional, dan alat kesehatan dalam negeri. c. Membangun sistem informasi dan jaringan informasi terintegrasi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. d. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dan tenaga kesehatan tentang pentingnya kemandirian bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri yang berkualitas dan terjangkau. e. Percepatan tersedianya produk generik bagi obat-obat yang baru habis masa patennya. 3. Terjaminnya produk alat kesehatan & PKRT yang memenuhi syarat di peredaran. Strategi yang disusun untuk mencapai tujuan ini adalah: a. Menyusun regulasi penguatan kelembagaan dan sistem pengawasan pre dan post market alat kesehatan serta PKRT b. Menyusun regulasi penguatan penggunaan dan pembinaan industri alat kesehatan dalam negeri c. Membangun sistem informasi dan jaringan informasi terintegrasi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan Gambar 6 Peta Strategi Kemandirian, Aksesibilitas dan Mutu Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013, Direktorat Jenderal Bina 5

Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. D. STRUKTUR ORGANISASI Untuk melaksanakan tugas dan fungsi, Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas: 1. Sekretariat Direktorat Jenderal. 2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. 4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Gambar 7 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 6

E. SISTEMATIKA Sistematika laporan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai berikut: Ikhtisar Eksekutif Bab I Bab II Bab III Bab IV Pendahuluan Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama yang sedang dihadapi organisasi. Perencanaan Kinerja Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan. Akuntabilitas Kinerja A. Capaian Kinerja Organisasi Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis capaian kinerja. B. Realisasi Anggaran Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja. Penutup Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Lampiran 7

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengikuti visi dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu: 1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum. 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Tujuan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan: 1. Terwujudnya peningkatan ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas. 2. Terwujudnya kemandirian bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan. 3. Terjaminnya produk alat kesehatan & PKRT yang memenuhi syarat di peredaran. Salah satu strategi pembangunan kesehatan 2015-2019 adalah Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan Kualitas Farmasi dan Alat Kesehatan. Arah kebijakan dan strategi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan didasarkan pada arah kebijakan dan strategi nasional yaitu meningkatkan akses, kemandirian, dan mutu Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Untuk mewujudkan kemandirian bahan baku obat dibutuhkan komitmen politik yang tinggi. Strategi yang perlu dilakukan dari berbagai upaya antara lain: 8

1. Regulasi perusahaan farmasi memproduksi bahan baku dan obat tradisional dan menggunakannya dalam produksi obat dan obat tradisonal dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan kemandirian nasional. 2. Regulasi penguatan kelembagaan dan sistem pengawasan pre dan post market alat kesehatan. 3. Pokja ABGC dalam pengembangan dan produksi bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri. 4. Regulasi penguatan penggunaan dan pembinaan industri alat kesehatan dalam negeri. 5. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dan tenaga kesehatan tentang pentingnya kemandirian bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri yang berkualitas dan terjangkau. 6. Mewujudkan Instalasi Farmasi Nasional sebagai center of excellence manajemen pengelolaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan di sektor publik. 7. Memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaannya dalam seleksi obat dan alat kesehatan untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN. 8. Percepatan tersedianya produk generik bagi obat-obat yang baru habis masa patennya. 9. Membangun sistem informasi dan jaringan informasi terintegrasi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. 10. Menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan strategis, termasuk menyelenggarakan program PTT untuk mendorong pemerataan distribusinya. 11. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi serta sistem monitoring dan evaluasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan salah satu dari 5 (lima) program teknis Kementerian Kesehatan yaitu Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). 9

Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sasaran Meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Tercapainya sasaran tersebut direpresentasikan dengan indikator kinerja beserta target Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Indikator Kinerja dan Target Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan -2019 Indikator Kinerja Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat Target 2015 2016 2017 2018 2019 77% 80% 83% 86% 90% 7 14 21 28 35 *)kumulatif 75% 77% 79% 81% 83% Cara perhitungan indikator kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Cara Perhitungan Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Indikator Kinerja Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat Cara Perhitungan Jumlah kumulatif item obat indikator yang tersedia di (n) puskesmas x 100% Jumlah (n) Puskesmas yang Melapor x jumlah total item obat indikator Penambahan jenis BBO yang siap diproduksi, dan/atau dibuat di Indonesia; serta jenis alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri, setiap tahunnya, secara kumulatif Jumlah sampel alkes dan PKRT yang diuji dan memenuhi syarat x 100% Jumlah sampel alkes dan PKRT yang di uji 10

Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sasaran Kegiatan pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Dukungan Manajemen dan Tugas Teknis Lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sasaran Meningkatnya pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional di fasilitas kesehatan Tersedianya obat, vaksin dan perbekalan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan pemerintah Meningkatnya pengendalian pra dan pasca pemasaran alat kesehatan dan PKRT Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program kefarmasian dan alat kesehatan B. PERJANJIAN KINERJA Perjanjian Kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Melalui perjanjian kinerja, terwujudlah komitmen penerima amanah dan kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi, dan wewenang serta sumber daya yang tersedia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyusun perjanjian kinerja mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan -2019. Target ini menjadi komitmen bagi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk mencapainya dalam tahun 2015. Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2015 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4. 11

Tabel 4 Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sasaran Meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Indikator Kinerja Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat Target 2015 77% 7 75% 12

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 1. PENGUKURUAN KINERJA Salah satu fondasi utama dalam menerapkan manajemen kinerja adalah pengukuran kinerja dalam rangka menjamin adanya peningkatan dalam pelayanan publik dan meningkatkan akuntabilitas dengan melakukan klarifikasi output dan outcome yang akan dan seharusnya dicapai untuk memudahkan terwujudnya organisasi yang akuntabel. Pengukuran kinerja adalah proses sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan strategi instansi pemerintah. Pengukuran kinerja menggunakan alat ukur berupa indikator sebagaimana yang telah ditetapkan pada dokumen perencanaan kinerja. merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019. Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan antara realisasi kinerja dengan target kinerja dari masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam perencanaan kinerja. Melalui pengukuran kinerja diperoleh gambaran pencapaian masing-masing indikator sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan kegiatan di masa yang akan datang agar setiap kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Hasil pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai berikut: 13

Tabel 5 Capaian Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat 77% 79,38% 103,09% 7 11 157,14% 75% 78,18% 104,24% Grafik 1 Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 77 79,38 Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas 7 11 Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri 75 78,18 Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat Target Realisasi 2. ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh instansi pemerintah dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur dalam kurun waktu yang lebih pendek dari tujuan. Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). 14

Analisis capaian kinerja dari masing-masing indikator adalah sebagai berikut: 1. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas Kondisi yang dicapai: Realisasi indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas tahun 2015 sebesar 79,38%, melebihi target yang telah ditetapkan dalam Renstra Kemenkes -2019 yaitu sebesar 77% dengan capaian sebesar 103,09%. Sosialisasi yang terus menerus kepada petugas Provinsi di setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di sepanjang tahun 2015 adalah salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pencapaian indikator kinerja kegiatan melebihi target yang telah ditetapkan, karena indikator kinerja tahun 2015 merupakan indikator baru yang berbeda dengan indikator kinerja periode tahun 2010-2014, baik dari segi definisi operasionalnya, cara perhitungan maupun cara pengumpulan data dan pelaporannya. Untuk itu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menerbitkan buku Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan -2019 yang telah dibagikan kepada seluruh petugas Provinsi sebagai pedoman dalam melaksanakan pengumpulan, perhitungan dan pelaporan data indikator kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di daerahnya masingmasing. Selain itu, dikeluarkannya surat keputusan Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan nomor HK.02.04/5/1025/2015 tanggal 8 Juni 2015 tentang penunjukan panitia pengumpulan dan pengolahan data indikator kinerja kegiatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di 34 Provinsi memungkinkan terbangunnya koordinasi dan komunikasi yang baik dengan daerah yang ikut mendukung pencapaian indikator kinerja kegiatan yang melebihi target yang telah ditetapkan. 15

Tabel 6 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas 77% 79,38% 103,09% Grafik 2 Target dan Realisasi Indikator Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas 95% 90% 85% 80% 75% 79,38% 77% 80% 83% 86% 90% Target Realisasi 70% 2015 2016 2017 2018 2019 Gambar 8 Sosialisasi Penerapan Katalog Obat Bagi Industri Farmasi di Jakarta Hasil tersebut diperoleh dari periode pelaporan bulan November tahun 2015 dimana Jumlah Puskesmas yang melapor sebanyak 1.013 dari 1.328 Puskesmas sampel dan terdapat empat Provinsi yang Puskesmasnya sama sekali tidak 16

mengirimkan laporan (135 Puskesmas), yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Provinsi dengan persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas tertinggi adalah D.I. Yogyakarta (92,73%). Grafik 3 Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas di 34 Provinsi Item obat yang memiliki ketersediaan tertinggi di Puskesmas adalah Parasetamol 500 mg Tablet, sedangkan item obat yang memiliki ketersediaan terendah di Puskesmas adalah Magnesium Sulfat Injeksi 20%. 17

Grafik 4 Jumlah Item Obat dan Vaksin yang Tersedia di Puskesmas di 34 Provinsi Permasalahan: Pelaksanaan kegiatan pengumpulan data indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas tahun 2015 menghadapi beberapa permasalahan sebagai berikut: a. Laporan yang dikirimkan oleh Provinsi setiap bulannya tidak lengkap dan tidak tepat waktu seperti yang telah dituangkan di dalam buku Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan -2019 yang sudah disosialisasikan kepada seluruh Provinsi. b. Jumlah tenaga kefarmasian yang terbatas dan kompetensi yang belum sesuai di Puskesmas. c. Seringnya mutasi tenaga kefarmasian yang bertugas di Instalasi Farmasi. d. Kurangnya koordinasi antara Puskesmas, Kabupaten/Kota dan Provinsi. 18

Usul Pemecahan Masalah: Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas antara lain sebagai berikut : a. Pemberian reward bagi petugas/pengelola data di daerah. b. Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota. c. Melakukan pembinaan terhadap SDM pengelola obat secara berkesinambungan. d. Perlu dibangun koordinasi yang baik untuk pelaporan data ketersediaan obat dan vaksin dari unit pelayanan ke instansi penanggung jawab kesehatan di daerah (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi). 2. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri Kondisi yang dicapai: Pada tahun 2015, jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri mencapai 11 jenis dari target sebanyak 7 jenis yang telah ditetapkan. Upaya yang dilakukan adalah dengan pendirian kelompok kerja kemandirian bahan baku obat beranggotakan lintas kementerian dan stakeholder terkait lain dengan Kementerian Kesehatan sebagai koordinator. Pencapaian kemandirian obat dan bahan baku obat juga terutama dilakukan melalui kerjasama dan fasilitasi penelitian dengan lembaga penelitian (BPPT dan LIPI) dan Perguruan Tinggi di bidang pengembangan bahan baku obat serta pembentukan jejaring dengan berbagai stakeholder diantaranya institusi penelitian, kalangan industri dan asosiasi pengusaha. Pada tahun 2015 dilakukan kerjasama dengan Kementerian Riset dan Teknologi (BPPT) dan Kementerian Pendidikan melalui Perguruan Tinggi yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (UNPAD). Jumlah produk alat kesehatan dalam negeri di Indonesia masih terbatas jenisnya serta belum digunakan secara maksimal oleh sarana pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya promosi untuk menarik minat investor dan pelaku usaha, pembinaan kepada industri alat kesehatan negeri agar meningkatkan kualitas produk dan kapasitas produksi, melakukan sosialisasi dan advokasi 19

terhadap Pemerintah Daerah maupun sarana pelayanan kesehatan agar menggunakan alat kesehatan dalam negeri. Tabel 7 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional serta Alat Kesehatan (Alkes) yang Diproduksi di Dalam Negeri Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri 7 11 157,14% Grafik 5 Target dan Realisasi Indikator Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional serta Alat Kesehatan (Alkes) yang Diproduksi di Dalam Negeri 40 35 30 20 10 7 11 14 21 28 Target Realisasi 0 2015 2016 2017 2018 2019 Gambar 9 Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K) Membuka Pameran Alat Kesehatan dan PKRT Dalam Negeri di Hall B Jakarta Convention Center, Senayan Jakarta 20

Kementerian Kesehatan bersama jajaran pemerintah, akademisi/peneliti dan masyarakat industri terus berupaya untuk meningkatkan penggunaan produk alat kesehatan dalam negeri yang beredar dapat bersaing di skala nasional dan global. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan Pameran Alat Kesehatan dan PKRT Dalam Negeri sekaligus pencanangan Gerakan Cinta Alat Kesehatan Dalam Negeri yang diselenggarakan pada tanggal 16-17 Oktober di Hall B, Jakarta Convention Center. Dengan diselenggarakan pameran tersebut diharapkan dapat meningkatkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat untuk menggunakan produk buatan dalam negeri khususnya alat kesehatan ditengah membanjirnya barang-barang impor sebagai akibat dari implementasi FTA (Free Trade Agreement), sebagai sarana untuk menampilkan produk alat kesehatan hasil karya anak bangsa yang diproduksi di dalam negeri, serta memacu pelaksanaan dan peningkatan pembangunan industri alat kesehatan dalam negeri. Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional serta Alat Kesehatan yang diproduksi di dalam negeri yaitu: a. Keterlambatan pihak ke tiga dalam mengusulkan proposal penelitian BBO b. Keterlambatan pelaksanaan penelitian BBO, sehingga penelitian selesai di akhir tahun c. Terbatasnya jenis produk alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri. d. Terbatasnya jumlah sarana produksi dalam negeri. e. Terbatasnya kemampuan sarana produksi dalam negeri untuk memproduksi alat kesehatan. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional serta Alat Kesehatan yang diproduksi di dalam negeri adalah sebagai berikut: a. Waktu pelaksanaan kegiatan dipercepat dan diintensifkan sesuai kontrak. Pembentukan konsorsium pengembangan BBO BBOT dan pemanfaatannya. b. Melakukan pembinaan terhadap industri alkes dalam negeri untuk memperbanyak item produk alat kesehatan dalam negeri melalui terobosan 21

Gerakan Cinta Alat Kesehatan Dalam Negeri yang dicanangkan pada saat pembukaan Pameran Alat Kesehatan Dalam Negeri. c. Memberikan dukungan kepada sarana penyalur alat kesehatan untuk meningkatkan investasi usahanya di bidang produksi alat kesehatan. d. Melakukan pembinaan kepada sarana produksi dalam negeri untuk meningkatkan kapasitas dan menambah jenis produk yang diproduksinya. 3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat Kondisi yang dicapai: Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Pengambilan sampel alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan di 34 Provinsi. Seluruh sampel diuji di beberapa laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk. Total sampel yang diuji dan telah diperoleh hasil uji adalah 1797 sampel. Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel, diperoleh hasil yang menunjukan 1405 sampel memenuhi syarat (MS) dan 392 sampel tidak memenuhi syarat (TMS). Pengambilan sampel alat kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan. Kriteria sampel alat kesehatan dan PKRT yang diuji sebagai berikut: Kriteria umum: a. Ketersediaan laboratorium uji dan metode pengujiannya. b. Kajian resiko dari sampel yang akan diambil. c. Ketersediaan standar yang digunakan dalam metode analisis. d. Produk yang banyak dipakai oleh masyarakat luas. e. Produk yang banyak beredar dan memiliki dampak yang cukup luas pada masyarakat. f. Produk yang berdasarkan data tahun sebelumnya yang tidak memenuhi syarat (TMS). 22

Kriteria khusus: a. Produk alat kesehatan kelas satu. b. Produk alat kesehatan steril. c. Produk PKRT. d. Produk yang diduga tercemar dan dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Tabel 8 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Produk Alat Kesehatan dan PKRT di Peredaran yang Memenuhi Syarat Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat 75% 78,18% 104,24% Grafik 6 Target dan Realisasi Indikator Persentase Produk Alat Kesehatan dan PKRT di Peredaran yang Memenuhi Syarat 84% 82% 80% 78% 76% 74% 72% 70% 83% 81% 78,18% 79% 77% 75% 2015 2016 2017 2018 2019 Target Realisasi Sampling Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah kegiatan proaktif, kegiatan ini merupakan salah satu upaya strategi peningkatan pengawasan post-market dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap keamanan, mutu, manfaat dan kinerja alat kesehatan dan PKRT yang beredar di wilayah NKRI dan telah memiliki izin edar. Tujuan Kegiatan ini adalah untuk menjamin alat kesehatan dan PKRT yang beredar di wilayah NKRI memenuhi persyaratan mutu dan manfaat dan mendukung pencapaian indikator ketiga Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yaitu persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamaanan, mutu dan manfaat. 23

Output dari kegiatan tersebut yaitu tersedianya data dan informasi alat kesehatan yang Memenuhi Syarat (MS) dan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat, yaitu: a. Sampling baru dilakukan prioritas untuk produk tertentu. b. Jumlah Laboratorium yang bias menguji produk alkes dan PKRT masih terbatas. c. Belum tersosialisasikannya e-watch alkes untuk melaporkan Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) alat kesehatan dan/atau PKRT secara masif. d. Standar SNI belum menjadi mandatory sebagai salah satu persyaratan pendaftaran alkes dan/atau PKRT. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat sebagai berikut: a. Meningkatkan peran dan tanggung jawab sarana pemegang izin edar terhadap pengawasan internal produk yang diedarkannya dengan cara mewajibkan melakukan sampling secara berkala dan melaporkan hasil uji produknya ke Kementerian Kesehatan RI. b. Perlu dilakukan koordinasi lintas sektor terus menerus agar meningkatkan kemampuan laboratorium untuk pengujian sampel alkes dan/atau PKRT. c. Melakukan sosialisasi e-watch alkes terus menerus, sehingga laporan atas KTD dari alat kesehatan dapat ditindaklanjuti. d. Perlu diberlakukan persyaratan SNI sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran alkes dan PKRT tertentu sehingga laboratorium dapat meningkatkan kapasitas pengujian. Capaian kinerja dari indikator utama program kefarmasian dan alat kesehatan didukung oleh beberapa kegiatan dengan indikator capaian sebagai berikut: 1) Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar. 2) Persentase penggunaan obat rasional di Puskesmas. 24

3) Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar. 4) Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (GMP/CPAKB). 5) Persentase penilaian pre-market tepat waktu sesuai Good Review Practices 6) Jumlah industri yang memanfaatkan bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri. 7) Persentase kepuasan klien terhadap dukungan manajemen. INDIKATOR KINERJA LAINNYA SEBAGAI INDIKATOR PENDUKUNG PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Analisis Capaian kinerja dari indikator pendukung program kefarmasian dan alat kesehatan sebagai berikut: 1) Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Kondisi yang dicapai: Indikator persentase Puskesmas yang melakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar meningkat setiap tahun. Peningkatan berkisar pada angka 5% pertahun, dengan memperhitungkan bahwa setiap tahun jumlah puskesmas di Indonesia selalu bertambah. Hal inilah yang membuat Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian perlu melakukan intervensi terhadap stakeholder terkait agar realisasi capaian target indikator selalu mencapai angka 100% setiap tahunnya. Tabel 9 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 40% 40,01% 100,02% 25

Grafik 7 Target dan Realisasi Indikator Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 60% 55% 50% 45% 40% 40,01% 2015 2016 2017 2018 2019 Target Realisasi Pada tahun perdana Rencana Strategis kemeterian Kesehatan 2015-2019, yaitu pada tahun 2015 ini realisasi puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar adalah sebesar 40,01%, sehingga persentase capaian indikatornya adalah sebesar 100,02%. Gambar 10 Rapat Pleno Formularium Nasional Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jumlah Puskesmas Per Desember 2014, Indonesia memiliki 9.719 Puskesmas. Pada tahun 2015, jumlah Puskesmas Perawatan yang telah melaksanakan 26

pelayanan kefarmasian sesuai standar sebanyak 3.888 (40,01%). Data diperoleh berdasarkan laporan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas yang rutin dilaporkan secara berjenjang mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi sampai dengan pusat. Masih rendahnya jumlah puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar terjadi karena masih minimnya jumlah tenaga kefarmasian di Puskesmas. Berdasarkan data dari Badan PPSDM, masih ada 4.086 puskesmas tanpa tenaga kefarmasian. Terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/523/2015 tentang Formularium Nasional, memberikan kontribusi kepada: a. Kementerian Kesehatan, keberhasilan pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. b. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai program pencapaian Renstra Kementerian Kesehatan. c. Direktorat Pelayanan Kefarmasian, tercapainya kerasionalan penggunaan obat di seluruh pelayanan kesehatan. d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. e. Masyarakat, dapat menerima obat yang aman, berkhasiat dan cost effective. f. BPJS Kesehatan, sebagai kendali mutu dan kendali biaya dalam pelaksanaan progran JKN. Terlaksananya audit internal, tinjauan manajemen dan diperolehnya sertifikasi ISO 9000:2008 dalam proses penyusunan Fornas. Tahapan kegiatan: a. Pendampingan persiapan dokumentasi dalam rangka surveilans audit sertifikasi ISO 9001:2008. b. Pendampingan persiapan SDM dalam rangka surveilans audit sertifikasi ISO 9001:2008. c. Pelaksanaan surveilans audit sertifikasi ISO 9001:2008. 27

Gambar 11 Sertifikasi ISO 9000:2008 Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar, yaitu: a. Jumlah tenaga kefarmasian (apoteker atau tenaga teknis kefarmasian) masih sangat terbatas sehingga masih sulit diterapkannya pelaksanaan Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. b. Terdapat Puskesmas yang sudah memiliki apoteker namun belum melakukan pelayanan farmasi klinik. Baru sebatas dalam pengelolaan obat saja, karena beban kerja yang cukup tinggi dalam pengelolaan obat dan pertanggungjawaban administrasinya. c. Kendala dalam mendapatkan data based (peta pelayanan) karena sistem pelaporan belum menyatu dengan SIMPUS. Sebagian besar Provinsi tidak memiliki data based yang akurat, sehingga di sistem pelaporan berjenjang sangat sulit mendapatkan data di provinsi. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebagai berikut: 28

a. Melakukan advokasi kepada stakeholder terkait seperti Pemerintah Daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota terkait kebutuhan apoteker di puskesmas agar tercapai pelayanan kesehatan yang optimal. b. Meningkatkan kualitas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang sudah ada di Puskesmas, melalui pelatihan mengenai cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik. c. Melakukan advokasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi agar lebih aktif dalam melakukan pembinaan dan pemantauan pelaporan secara berjenjang dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan puskesmas. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus lebih aktif dalam melakukan pembinaan dan pemantauan pelaporan dari puskesmas serta mendukung pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas wilayahnya. Sistem pelaporan diharapkan dapat dilakukan secara elektronik. 2) Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Kondisi yang dicapai: Indikator Penggunaan Obat Rasional berada dibawah tanggung jawab Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pada tahun 2015 target capaian sebesar 62% Persentase Penggunaan Obat Rasional di Sarana Kesehatan tercapai realisasi sebesar 70,64% dengan persentase capaian 113,94%. Tabel 10 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Persentase penggunaan obat rasional di puskesmas 62% 70,64% 113,94% Grafik 8 Target dan Realisasi Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas 72% 70% 68% 66% 64% 62% 60% 58% 56% 70,64% 70% 68% 66% 64% 62% 2015 2016 2017 2018 2019 Target Realisasi 29

Indikator Penggunaan Obat Rasional merupakan indikator majemuk/komposit yang terdiri dari komponen indikator % Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non Pneumonia, indikator % Penggunaan Antibiotik pada Diare Non Spesifik, % Penggunaan Injeksi pada Myalgia dan Rerata Jumlah Resep per Lembar Resep kemudian dihitung dengan menggunakan rumus dan dibandingkan dengan target capaian per tahun. Gambar 12 Kegiatan Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat Perhitungan capaian indikator Penggunaan Obat Rasional berdasarkan rekapitulasi data capaian Penggunaan Obat Rasional secara berjenjang mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi yang kemudian dilaporkan ke Kementerian Kesehatan c.q. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian setiap tiga bulan. Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat: a. Tersosialisasinya rencana pelaksanaan Gerakan Masyarakat Cerdas Meggunakan Obat (GeMa CerMat) pada Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia dan Universitas. b. Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia mendukung pelaksanaan GeMa CerMat. 30

c. Tersusunnya draft Standar Operasional Prosedur (SOP) GeMa CerMat. d. Diperoleh masukan untuk draft Pedoman GeMa CerMat. e. Diperoleh usulan kab/kota sebagai model percontohan GeMa CerMat dari Dinas Kesehatan Provinsi. Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase penggunaan obat rasional di puskesmas, yaitu: a. Terbatasnya dukungan dari Pemerintah Daerah dalam penganggaran program yang terkait dengan peningkatan POR, sehingga Dinkes Provinsi maupun Kabupaten/Kota belum dapat menindaklanjuti program peningkatan POR dan pemberdayaan masyarakat di tingkat daerah secara optimal. b. Kurangnya koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga pelaksanaan Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Pemberdayaan Masyarakat belum optimal. c. Terbatasnya sebaran media promosi kepada masyarakat sehingga sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang Penggunaan Obar Rasional masih terbatas. d. Kurangnya koordinasi dengan lintas sektor dan unit kerja lain yang terkait dalam pelaksanaan program POR sehingga program POR belum terintegrasi dengan program di unit kerja yang lain. e. Kurangnya pelatihan dan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan di puskesmas dalam pengumpulan data indikator peresepan sehingga menghambat terlaksananya pemantauan dan evaluasi POR. f. Belum adanya kebijakan khusus dan sanksi yang tegas tentang penggunaan antibiotika, sehingga penggunaan antibiotika secara tidak rasional oleh tenaga kesehatan masih tinggi, serta pembelian antibiotik secara bebas oleh masyarakat banyak terjadi. g. Masih kurangnya pedoman penggunaan obat yang rasional, sehingga penggunaan obat yang tidak rasional oleh tenaga kesehatan masih banyak terjadi. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase penggunaan obat rasional di puskesmas sebagai berikut: 31

a. Perlu dorongan kepada Dinas Kesehatan untuk melakukan advokasi secara intensif kepada Pemerintah Daerah agar adapat mendukung penganggaran program yang terkait dengan peningkatan POR dan pemberdayaan masyarakat di tingkat daerah. b. Perlu dilakukan koordinasi baik di tingkat Pusat maupun daerah secara kontinu agar pelaksanaan Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Pemberdayaan Masyarakat dapat optimal. c. Perlu peningkatan sebaran media promosi kepada wilayah yang lebih luas sehingga sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang Penggunaan Obat Rasional dapat ditingkatkan. d. Perlu dilakukan koordinasi dengan lintas sektor dan unit kerja lain yang terkait dengan program POR sehingga program POR dapat terintegrasi dengan program di unit kerja yang lain. e. Perlu dilaksanakan pelatihan dan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan di puskesmas dalam pengumpulan data indikator peresepan sehingga memperlancar terlaksananya pemantauan dan evaluasi POR. f. Penyusunan kebijakan khusus dan sanksi yang tegas tentang penggunaan antibiotika, sehingga penggunaan antibiotik secara bebas oleh masyarakat dapat diturunkan. g. Perlu disusun pedoman penggunaan obat yang rasional, sehingga penggunaan obat yang tidak rasional berkurang. 3) Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar Kondisi yang dicapai: Sesuai dengan Renstra Kemenkes -2019, kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat diukur dari realisasi indikator persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar (skor minimal 70), dimana target tahun 2015 adalah 55%. Realisasi tahun 2015 diperoleh sebesar 57,34% sehingga capaiannya adalah 104,25%. 32

Tabel 11 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Persentase instalasi farmasi kabupaten/kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar 55% 57,34% 104,25% Grafik 9 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar 80% 60% 57,34% 55% 60% 65% 70% 75% 40% 20% Target Realisasi 0% 2015 2016 2017 2018 2019 Realisasi tersebut merupakan kontribusi dari 293 IFK yang terdistribusi pada 186 dari 301 Kabupaten/Kota di wilayah Indonesia Barat, 81 dari 147 Kabupaten/Kota di wilayah Indonesia Tengah, serta 26 dari dari 63 Kabupaten/Kota di wilayah Indonesia Timur. Dari 34 Provinsi yang telah mengumpulkan data capaian skor IFK yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar, masih terdapat dua belas Provinsi yang mempunyai skor rata-rata di bawah 70, yaitu Maluku, Kalimantan Utara, NTT, Banten, Papua Barat, Papua, Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan DKI Jakarta. 33

Grafik 10 Skor Rata-Rata Persentase IFK yang Melaksanakan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar berdasarkan Provinsi Salah satu strategi untuk meningkatkan motivasi pengelola obat di Instalasi Farmasi dalam rangka mendukung peningkatan kapasitas Instalasi Farmasi adalah pemberian penghargaan Tenaga Kefarmasian Berprestasi dalam Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemberian penghargaan tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2011. Untuk tahun 2015, pemenang kegiatan ini adalah Instalasi Farmasi Kabupaten Wonosobo, Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Sidoarjo. Apoteker pengelola obat diharapkan semakin berkompetisi dalam meningkatkan kapasitas pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi melalui pemberian penghargaan ini. 34

Gambar 13 Pemberian Penghargaan Tenaga Kefarmasian Berprestasi dalam Pengelolaan Obat dan Perbekkes Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota Permasalahan: Permasalahan terjadi dalam penilaian dan pengiriman data capaian indikator persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar, dilihat dari pengumpulan data dan teknik perhitungan skor IFK sebagaimana diuraikan sebagai berikut: a. Prosedur Pengumpulan Data Dalam buku Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan -2019 telah diatur prosedur pengisian dan penyampaian penilaian Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar secara berjenjang. Beberapa permasalahan atau kendala yang ditemukan, antara lain sebagian besar Kabupaten/Kota menyampaikan hasil penilaiannya tidak tepat waktu kepada Dinas Kesehatan Provinsi sehingga menyebabkan provinsi terlambat melakukan rekapitulasi dan menyampaikan hasilnya kepada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. b. Masih ditemukan kabupaten/kota yang menggunakan substansi penilaian IFK sesuai standar periode 2010-2014 yang berbeda dengan penilaian IFK sesuai standar periode 2015-2019. c. Beberapa kabupaten/kota melakukan perhitungan skor sub komponen tidak sesuai dengan prosedur, padahal terkait teknik perhitungan sudah dijelaskan dalam buku Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja 35

Kegiatan (IKK) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan -2019 yang sudah dibagikan ke tiap Provinsi. Usul Pemecahan Masalah: Untuk meningkatkan ketepatan dan kepatuhan kabupaten/kota dan provinsi dalam melakukan penilaian dan pelaporan, maka dilakukan berbagai upaya antara lain Sosialisasi Penilaian Indikator IFK yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar, khususnya terkait manfaat dan teknik perhitungan/penilaian. 4) Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Cara Pembuatan yang Baik (GMP/CPAKB) Kondisi yang dicapai: Jumlah sarana produksi alkes pada awal tahun 2015 sejumlah 251 dan jumlah sarana produksi PKRT adalah 381. Persentase sarana produksi alkes dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (CPAKB/GMP) hingga akhir tahun 2015 sebesar 35,44% sehingga capaiannya sebesar 101,26%. Tabel 12 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Cara Pembuatan yang Baik (GMP/CPAKB) Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (GMP/CPAKB) 35% 35,44% 101,26% Grafik 11 Target dan Realisasi Indikator Persentase Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Cara Pembuatan yang Baik (GMP/CPAKB) 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 55% 50% 45% 35,44% 40% 35% 2015 2016 2017 2018 2019 Target Realisasi 36

Workshop Pembinaan Industri dan Pengendalian Alkes merupakan momentum yang tepat bagi kebangkitan industri alat kesehatan dalam negeri, serta untuk membangun kemandirian industri alat kesehatan, sehingga ketergantungan terhadap alat kesehatan impor dalam memenuhi kebutuhan disarana pelayanan kesehatan dapat dikurangi terutama alat kesehatan yang telah dapat diproduksi oleh industri alat kesehatan dalam negeri yang didukung oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian (Conformity Assessment Body) yang terakraditasi. Kegiatan Workshop Pembinaan Industri dan Pengendalian Alkes bertujuan untuk merumuskan langkah kongkrit dalam pengembangan industri alkes dalam negeri melalui peningkatan kerjasama dan kontribusi positif pelaku usaha, regulator, akademisi/peneliti dan stakeholder terkait untuk menyediakan adanya pentahapan yang kongkrit pada pengembangan industri alkes dalam negeri melalui penguatan daya saing dengan melibatkan berbagai pihak. Gambar 14 Workshop Pembinaan Industri dan Pengendalian Alkes, Balai Kartini, Jakarta, 15 Desember 2015 Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (CPAKB/GMP) yaitu: a. Belum banyak sarana produksi alkes dan PKRT yang memenuhi CPAKB/CPPKRT. 37

b. Belum maksimalnya pelaksanaan audit sertifikasi dalam rangka pemberian sertifikat CPAKB/CPPKRT dan monitoring sarana produksi alkes dan PKRT karena keterbatasan sumber daya. c. Kurangnya investor untuk berinvestasi di bidang produksi alat kesehatan dan PKRT. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut: a. Melakukan pembinaan kepada sarana produksi alkes dan PKRT untuk menerapkan CPAKB/CPPKRTB. b. Meningkatkan kemampuan SDM dalam audit sertifikasi dalam rangka pemberian sertifikat CPAKB/CPPKRT dan monitoring sarana produksi alkes dan PKRT. c. Melakukan koordinasi dengan asosiasi pengusaha (GAKESLAB, ASPAKI, PEKERTI) dan investor untuk berinvestasi di bidang produksi alkes dan PKRT. 5) Persentase Penilaian Pre-Market Tepat Waktu Sesuai Good Review Practices Kondisi yang dicapai: Jumlah permohonan pre-market yang masuk selama tahun 2015 sejumlah 13176 berkas. Dari jumlah tersebut, perizinan yang sudah selesai tepat waktu sesuai Good Review Practice tahun 2015 sejumlah 9313 (70,68%). Tabel 13 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Penilaian Pre-Market Tepat Waktu Sesuai Good Review Practices Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Persentase penilaian pre-market tepat waktu sesuai Good Review Practices 63% 70,68% 112,19% 38

Grafik 12 Target dan Realisasi Indikator Persentase Penilaian Pre-Market Tepat Waktu Sesuai Good Review Practices 80% 75% 70% 65% 60% 63% 70,68% 66% 69% 72% 75% Target Realisasi 55% 2015 2016 2017 2018 2019 Gambar 15 Launching Faralkes Online oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dalam melaksanakan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel, pendaftaran izin edar produk alat kesehatan dan PKRT dilakukan secara online melalui website dengan alamat http://www.regalkes.depkes.go.id untuk izin edar alkes, izin edar PKRT, izin penyalur alat kesehatan dan sertifikat produksi alkes/pkrt, sedangkan pelayanan perizinan surat keterangan dapat diakses melalui http://www.esuka.binfar.kemkes.go.id. Diharapkan dengan adanya aplikasi online ini dapat mempermudah dan mempercepat proses pelayanan publik tanpa mengesampingkan faktor keamanan, mutu dan manfaat. 39

Permasalahan: Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase penilaian pre-market tepat waktu sesuai Good Review Practices yaitu: a. Sistem registrasi online alat kesehatan dan PKRT (regalkes) yang belum stabil (establish). b. Sumber Daya Manusia (SDM) untuk melakukan evaluasi berkas permohonan relatif masih belum memadai. c. Trend jumlah berkas permohonanizin edar alat kesehatan dan PKRT, baik permohonan izin edar baru, perpanjangan atau perubahan meningkat dari tahun ke tahun. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase penilaian pre-market tepat waktu sesuai Good Review Practices adalah sebagai berikut: a. Melakukan pengembangan sistem registrasi online alkes dan PKRT (regalkes) untuk meningkatkan pelayanan publik. b. Meningkatkan kemampuan SDM dalam evaluasi berkas permohonan serta mengajukan usulan penerimaan pegawai negeri sipil. c. Melakukan evaluasi secara berkelanjutan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) perizinan untuk efisiensi waktu pelayanan publik. 6) Jumlah Industri yang Memanfaatkan Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri Kondisi yang dicapai: Pada tahun 2015, jumlah industri yang memanfaatkan bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri adalah sebanyak 2 industri dari target sebanyak 2 industri yang telah ditetapkan. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan penjajakan ke industri mitra yang bekerja sama dengan Pihak Kedua pada fasilitasi penelitian, pengembangan dan peningkatan kapasitas produksi bahan baku obat dan obat tradisional yang telah dilaksanakan pada tahun 2012-2015. 40

Tabel 14 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Jumlah Industri yang Memanfaatkan Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Jumlah industri yang memanfaatkan bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri 2 2 100% Grafik 13 Target dan Realisasi Indikator Jumlah Industri yang Memanfaatkan Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri 12 10 8 6 4 2 0 10 8 6 4 2 2 2015 2016 2017 2018 2019 Target Realisasi Pencapaian ini akan ditindaklanjuti dengan kesiapan pendaftaran produk dan kesiapan fasilitas produksi pada tahun 2016. Pada tahun 2015 dilakukan kerjasama dengan 2 industri mitra, yaitu PT. Swayasa Prakarsa dan PT. Kimia Farma. Permasalahan: Terdapat permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan yaitu belum seluruh industri menggunakan bahan baku obat dan obat tradisional hasil pengembangan ini. Usul Pemecahan Masalah: Penguatan sinergisme ABGC dan workshop hasil pengembangan bahan baku obat dan obat tradisional kepada industri. 7) Persentase Kepuasan Klien Terhadap Dukungan Manajemen Kondisi yang dicapai: Memperhatikan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam fungsi pengawasan, akuntabilitas kinerja dan 41

pelaksanaan praktek tata kelola pemerintahan yang baik maka dalam hal ini Bagian Kepegawaian dan Umum telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 sebagai acuan dalam pelaksanaan pelayanan yang dilakukan. Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan meliputi: laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP), pengusulan pencairan dana kegiatan, kenaikan gaji berkala (KGB), cuti pegawai, usul kenaikan pangkat reguler pegawai, usul penetapan angka kredit jabatan fungsional apoteker dan asisten apoteker, surat masuk, dan persediaan alat tulis kantor. Tabel 15 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Persentase Kepuasan Klien Terhadap Dukungan Manajemen Indikator Kinerja Target 2015 Realisasi 2015 Capaian 2015 Persentase kepuasan klien terhadap dukungan manajemen 80% 85,71% 107,14% Grafik 14 Target dan Realisasi Indikator Persentase Kepuasan Klien Terhadap Dukungan Manajemen 100% 95% 90% 85% 80% 75% 70% 95% 85,71% 85% 87% 89% 80% 2015 2016 2017 2018 2019 Target Realisasi Persentase kepuasan klien terhadap dukungan manajemen menggambarkan kinerja kegiatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya di Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Yang dimaksud dengan kepuasan klien terhadap dukungan manajemen adalah tersedianya pelayanan kesekretariatan yang sesuai standar dan memenuhi kebutuhan klien, dalam hal ini semua pihak yang menerima layanan dari Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 42

Indikator ini diukur dengan jumlah item yang memenuhi kepuasan klien dibandingkan dengan jumlah pelayanan yang diberikan. Dari 8 jenis pelayanan yang masuk dalam penerapan Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, LAKIP hanya dihitung pada pencapaian target triwulan I. Pengukuran indikator ini menggunakan survei kepuasan klien yang diukur pada saat layanan diberikan. Permasalahan: Sekretariat Direktorat Jenderal telah dapat mencapai target kinerjanya. Walaupun demikian, terdapat beberapa permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan kinerja selama tahun 2015 yakni sebagai berikut: a. Sulitnya mengumpulkan data pelayanan keterbukaan informasi publik. b. Belum optimalnya pemanfaatan Saluran Informasi dan Aspirasi Pengaduan (SIAP) dalam pelayanan pengaduan/keluhan terkait Program Kefarmasian dan Alkes. c. Adanya proses revisi anggaran refocusing sehingga mempengaruhi realisasi anggaran dan pelaksanaan kegiatan. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan masalah terhadap permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan Persentase kepuasan klien terhadap dukungan manajemen adalah sebagai berikut: a. Mengkonsolidasikan mekanisme pengumpulan data pelayanan keterbukaan informasi publik. b. Melakukan pemantauan berkala atas aplikasi SIAP dalam pelayanan pengaduan/keluhan. c. Menyelesaikan kebutuhan dokumen dalam proses revisi anggaran. B. REALISASI ANGGARAN Pagu alokasi APBN Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terus mengalami peningkatan, ini menunjukkan bahwa pengelolaan kegiatan dalam upaya pencapaian sasaran program kefarmasian dan alat kesehatan dinilai baik. Peningkatan program tidak hanya dilakukan di tingkat pusat tapi juga program di daerah. Alokasi APBN Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada tahun 2015 sebesar Rp.1.863.359.082.000 (Satu triliun delapan ratus enam puluh tiga miliar tiga ratus lima puluh sembilan juta delapan puluh dua ribu rupiah) dengan realisasinya pada 43

tahun 2015 sebesar Rp.1.773.769.738.155 (Satu triliun tujuh ratus tujuh puluh tiga miliar tujuh ratus enam puluh sembilan juta tujuh ratus tiga puluh delapan ribu seratus lima puluh lima rupiah) dengan persentase sebesar 95,19%. 1. KANTOR PUSAT Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan didukung oleh anggaran DIPA tahun 2015 Pagu di awal tahun anggaran sebesar Rp.1.689.955.800.000. Setelah dilakukan refocusing terhadap alokasi anggaran perjalanan dinas dan hasil refocusing dana Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta Hibah Langsung dari GAVI, merubah alokasi pagu Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menjadi sebesar Rp.1.826.044.116.000 (Satu triliun delapan ratus dua puluh enam miliar empat puluh empat juta seratus enam belas ribu rupiah). Realisasi anggaran tahun 2015 sebesar Rp.1.742.663.280.209 (Satu triliun tujuh ratus empat puluh dua miliar enam ratus enam puluh tiga juta dua ratus delapan puluh ribu dua ratus sembilan rupiah) dengan persentase sebesar 95,43%. Tabel 16 Alokasi Dana dan Realisasi Anggaran DIPA Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan NO SATUAN KERJA ALOKASI REALI SASI % 1 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Rp 1.631.612.131.000 Rp 1.599.658.624.605 98,04% 2 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Rp 21.796.400.000 Rp 18.393.846.729 84,39% 3 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 5 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan TOTAL Rp 30.285.000.000 Rp 22.403.220.769 73,97% Rp 54.835.946.000 Rp 37.954.099.489 69,21% Rp 87.514.639.000 Rp 64.253.488.617 73,42% Rp 1.826.044.116.000 Rp 1.742.663.280.209 95,43% 2. DANA DEKONSENTRASI Untuk mendukung penyelenggaraan program kefarmasian dan alat kesehatan di daerah tahun 2015 disediakan dana Dekonsentrasi sebesar Rp. 65.000.000.000,-. Setelah dilakukan efisiensi terhadap perjalanan dinas alokasi tersebut berubah menjadi Rp. 37.314.966.000 untuk 34 satker di seluruh provinsi. Realisasi dana Dekonsentrasi tahun 2015 adalah Rp. 31.106.457.946 (83,36%). 44

Alokasi dana dan realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan seperti diuraikan pada tabel di bawah ini: Tabel 17 Alokasi Dana dan Realisasi Anggaran DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan NO SATUAN KERJA ALOKASI REALI SASI % 1 Dinkes Provinsi DKI Jakarta Rp 1.312.488.000 Rp 1.007.334.460 76,75% 2 Dinkes Provinsi Jawa Barat Rp 1.656.990.000 Rp 897.424.000 54,16% 3 Dinkes Provinsi Jawa Tengah Rp 1.537.064.000 Rp 1.304.015.989 84,84% 4 Dinkes Provinsi D.I. Yogyakarta Rp 918.369.000 Rp 809.208.238 88,11% 5 Dinkes Provinsi Jawa Timur Rp 1.736.771.000 Rp 1.345.486.077 77,47% 6 Dinkes Provinsi Aceh Rp 1.277.882.000 Rp 952.026.900 74,50% 7 Dinkes Provinsi Sumatera Utara Rp 1.548.190.000 Rp 1.091.810.302 70,52% 8 Dinkes Provinsi Sumatera Barat Rp 1.180.681.000 Rp 861.348.800 72,95% 9 Dinkes Provinsi Riau Rp 1.151.866.000 Rp 684.540.400 59,43% 10 Dinkes Provinsi Jambi Rp 1.061.216.000 Rp 956.902.444 90,17% 11 Dinkes Provinsi Sumatera Selatan Rp 1.071.242.000 Rp 909.329.700 84,89% 12 Dinkes Provinsi Lampung Rp 1.116.855.000 Rp 979.958.260 87,74% 13 Dinkes Provinsi Kalimantan Barat Rp 1.081.867.000 Rp 940.636.549 86,95% 14 Dinkes Provinsi Kalimantan Tengah Rp 1.025.998.000 Rp 857.806.706 83,61% 15 Dinkes Provinsi Kalimantan Selatan Rp 1.146.427.000 Rp 1.042.425.444 90,93% 16 Dinkes Provinsi Kalimantan Timur Rp 974.396.000 Rp 760.005.930 78,00% 17 Dinkes Provinsi Sulawesi Utara Rp 966.116.000 Rp 955.599.890 98,91% 18 Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah Rp 954.382.000 Rp 872.848.219 91,46% 19 Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan Rp 1.372.730.000 Rp 1.280.419.135 93,28% 20 Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara Rp 1.041.749.000 Rp 994.152.100 95,43% 21 Dinkes Provinsi Maluku Rp 1.013.069.000 Rp 958.012.400 94,57% 22 Dinkes Provinsi Bali Rp 885.733.000 Rp 804.621.464 90,84% 23 Dinkes Provinsi Nusa Tenggara Barat Rp 875.707.000 Rp 769.420.229 87,86% 24 Dinkes Provinsi Nusa Tenggara Timur Rp 1.097.821.000 Rp 1.015.782.676 92,53% 25 Dinkes Provinsi Papua Rp 1.219.948.000 Rp 1.105.277.750 90,60% 26 Dinkes Provinsi Bengkulu Rp 925.862.000 Rp 852.105.500 92,03% 27 Dinkes Provinsi Maluku Utara Rp 883.121.000 Rp 817.161.020 92,53% 28 Dinkes Provinsi Banten Rp 918.602.000 Rp 884.160.957 96,25% 29 Dinkes Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Rp 918.020.000 Rp 890.200.400 96,97% 30 Dinkes Provinsi Gorontalo Rp 854.399.000 Rp 784.049.350 91,77% 31 Dinkes Provinsi Kepulauan Riau Rp 915.272.000 Rp 761.082.407 83,15% 32 Dinkes Provinsi Papua Barat Rp 1.179.809.000 Rp 1.170.321.000 99,20% 33 Dinkes Provinsi Sulawesi Barat Rp 756.717.000 Rp 502.500.150 66,41% 34 Dinkes Provinsi Kalimantan Utara Rp 737.607.000 Rp 288.483.100 39,11% TOTAL Rp 37.314.966.000 Rp 31.106.457.946 83,36% C. SUMBER DAYA MANUSIA Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung tercapainya indikator kinerja. Secara teknis SDM dapat menunjang keberhasilan dalam 45

mencapai tujuan apabila mencukupi dari sisi jumlah dan kualitas serta profesional di bidangnya. Keadaan pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sampai akhir tahun 2015 berjumlah 259 orang dengan rincian sebagai berikut: Tabel 18 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Jabatan Keterangan Jumlah Menurut Jabatan Jabatan Struktural 73 Jabatan Fungsional Tertentu 2 Jabatan Fungsional Umum 184 Jumlah 259 Grafik 15 Komposisi Sumber Daya Manusia di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Jabatan KOMPOSISI SDM DITJEN BINFAR DAN ALKES MENURUT JABATAN 28,19% Jabatan Struktural 71,04% 0,77% Jabatan Fungsional Tertentu Jabatan Fungsional Umum Tabel 19 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Golongan Keterangan Jumlah Menurut Golongan Golongan II 15 Golongan III 190 Golongan IV 54 Jumlah 259 46

Grafik 16 Komposisi Sumber Daya Manusia di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Golongan KOMPOSISI SDM DITJEN BINFAR DAN ALKES MENURUT GOLONGAN 5,79% 20,85% Golongan II Golongan III 73,36% Golongan IV Tabel 20 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Pendidikan Keterangan Jumlah Menurut Pendidikan S3 2 S2 163 Spesialis 1/2/A V 1 S1 55 D3/Akademi 19 SMA 18 SMP 1 Jumlah 259 Grafik 17 Komposisi Sumber Daya Manusia di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Pendidikan KOMPOSISI SDM DITJEN BINFAR DAN ALKES MENURUT PENDIDIKAN 7,34% 6,95% 0,39% 0,77% S3 S2 Spesialis 1/2/A V 21,24% 62,93% S1 D3/Akademi SMA 0,39% SMP 47