V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

III. METODE PENELITIAN

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL...iii. DAFTAR GAMBAR...iv. DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

III. METODE PENELITIAN

IV. PENDEKATAN DESAIN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN MESIN PENANAM BENIH JAGUNG DENGAN PENGOLAHAN TANAH MINIMUM BERTENAGA TRAKTOR RODA DUA PRAKOSO ARI WIBOWO

4 PENDEKATAN RANCANGAN

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Maret 2013.

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

III. METODE PENELITIAN

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

3. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan,

RANCANG BANGUN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ERGONOMIS DENGAN TUAS PENGUNGKIT

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TIORI

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

BAB III. Metode Rancang Bangun

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB III PROSES MANUFAKTUR. yang dilakukan dalam proses manufaktur mesin pembuat tepung ini adalah : Mulai. Pengumpulan data.

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

ANALISA KEMAMPUAN ANGKAT DAN UNJUK KERJA PADA OVER HEAD CONVEYOR. Heri Susanto

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

ANALISA DONGKRAK ULIR DENGAN BEBAN 4000 KG

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada metering device. Jenis pupuk yang digunakan yaitu Urea, TSP dan KCl dengan 3 macam bukaan ruang penjatah, 50 %, 75 % dan 100 % (lihat Gambar 34). Melihat dari hasil pengujian bahwa pupuk urea tidak bisa dicampur dengan pupuk KCl maka untuk pembuatan prototipe direkomendasikan ada dua ruang hopper yaitu untuk pupuk urea dan pupuk TSP yang dicampur dengan KCl. a b c a b Gambar 34. Bukaan metering device pupuk a) bukaan 100%, b) bukaan 75 % dan c) bukaan 50 %. Terlihat pada Gambar 35, hasil pengujian penjatah pupuk Urea yang menunjukan penurunan debit pupuk pada bukaan 75% dan 100%, hal ini disebabkan semakin cepat putaran metering device maka semakin sedikit pupuk yang mengisi celah metering device. Selain itu bulk density urea (0.715) yang lebih kecil dibandingkan dengan TSP, ikatan antar partikel urea yang kuat dan sifat urea yang mudah bereaksi dengan uap air di udara semakin membuat Urea sulit jatuh dan menempel pada metering device pupuk. Pada bukaan 50 % hal ini tidak terlalu berpengaruh karena ruang bukaan yang kecil pada kecepatan putar rendah maupun tinggi urea sudah mulai lengket pada sudut dinding metering device yang cukup sempit. Antara ketiga jenis bukaan metering device terlihat debit keluaran tidak bertambah secara proporsional. Dari Gambar 35 terlihat bukaan 50 % debit keluaran sekitar 8 g/putaran, tetapi untuk bukaan 100 % nilai debit berkisar antara 20 24 g/putaran. Hal itu juga disebabkan kelengketan pupuk urea besar pada saat ruang celah penjatah yang sempit. Sebagai dasar pembuatan 46

Penjatahan Pupuk (g/putaran) Penjatahan Pupuk (g/putaran) prototipe nilai debit yang didekati adalah nilai debit saat bukaan metering device 100%. 25 20 15 10 Bukaan MD 100% Bukaan MD 75% Bukaan MD 50% 5 0 16.4 22.7 25.3 30.4 35.2 40.2 Kecepatan Putaran Metering Device Gambar 35. Debit keluaran (penjatahan) pupuk Urea Hasil pengujian penjatah pupuk TSP terlihat pada Gambar 36, di mana kecendrungan debit keluaran tetap dengan bertambahnya kecepatan putar. Hal ini disebabkan karena bulk density TSP yang besar 1.130 g/cm 3 sehingga aliran jatuh dari hopper dapat mengimbangi kecepatan putar metering device. Kelengketan pupuk TSP ke metering device sangat kecil, hal itu terlihat pada gambar, bahwa pada bukaan 50 % nilai debit keluaran sekitar 12 g/putaran dan pada saat bukaan 100 % debit keluaran sekitar 24 g/putaran. Begitu juga untuk bukaan 75 % nilai debit keluaran terletak proporsional di antara dua garis bukaan 50 dan 100%. 30 25 Bukaan MD 100% Bukaan MD 75% Bukaan MD 50% 20 15 10 5 15.9 22.5 25.4 30.6 34.9 39.8 Kecepatan Putar Metering Device (rpm) Gambar 36. Debit keluaran (penjatahan) pupuk TSP Pada hasil pengujian penjatahan pupuk campuran urea dengan KCl yang kurang bagus, yaitu terjadi reaksi yang menyebabkan pupuk campuran lengket, lembab dan menggumpal sehingga menempel pada metering device. 47

Penjatahan Pupuk (g/putaran) Campuran pupuk yang mungkin bisa dilakukan adalah antara pupuk TSP dan KCl. Pada Gambar 37 terlihat kecenderungan debit keluaran pupuk campuran TSP dan KCl relatif tetap terhadap pertambahan kecepatan putar. Hal ini disebabkan oleh bulk density pupuk campuran cukup besar yaitu 1.076 g/cm 3, sehingga pupuk mudah jatuh walaupun kecepatan putar metering device bertambah cepat. Antara masing-masing bukaan debit keluaran pupuk juga tidak proporsional. Hal ini kemungkinan disebabkan kelengketan pupuk KCl pada celah penjatah yang sempit pada bukaan 50 % seperti terjadi pada pupuk urea. 30 25 20 Bukaan MD 100% Bukaan MD 75% Bukaan MD 50% 15 10 5 15.8 22.4 25.3 30.4 34.9 39.9 Kecepatan Putar Metering Device (rpm) Gambar 37. Debit keluaran (penjatahan) pupuk campuran TSP dan KCl 48

B. HASIL PENGUJIAN KETEPATAN PENJATAHAN BENIH Berdasarkan hasil perancangan lempeng penjatah benih yang digunakan terdiri dari 6 buah celah seperti terlihat pada Gambar 38. Ukuran celah lempeng penjatah benih disesuaikan dengan ukuran dua butir benih jagung. Jarak tanam dalam barisan ditentukan oleh diameter roda penggerak mesin penanam, rasio trasmisi putaran dari roda penggerak dengan lempeng penjatah benih. a b Gambar 38. Ukuran penjatah benih a) Tipe I, b) Tipe II. Pengujian ketepatan penjatahan benih dilakukan di laboratorium terhadap 2 lempeng penjatah benih, yaitu penjatah benih tipe I dan tipe II dengan kecepatan putar roda penggerak 30 rpm. Persentase pengeluaran benih pada Metering Device (MD) penjatah Tipe I dapat dilihat pada Gambar 39. Gambar 39. Persentase penjatah benih pada MD tipe I 49

Pada Gambar 39 terlihat jumlah benih yang tidak terambil sebesar lebih dari 10 %, sedangkan jumlah benih yang terambil 1 dan 2 benih sekitar 60 % serta yang terambil 3 benih sekitar 20 %. Adapun jumlah benih yang terambil diharapkan sebanyak 1 sampai 2 butir. Hal ini disebabkan oleh ukuran celah dan ketebalan celah yang belum sesuai dengan ukuran biji jagung yang digunakan. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian ukuran celah jagung ratarata. Ukuran rata-rata benih jagung Hibrida yang digunakan dalam pengujian adalah panjang 11.95 mm, lebar 9.28 mm dan tinggi 4.03 mm. Berdasarkan dimensi tersebut maka dibuat metering device benih tipe II (Gambar 38 (b)) dengan hasil uji kinerja di laboratorium seperti pada Gambar 40. Gambar 40. Persentase penjatah benih pada MD tipe II. Pada Gambar 40 terlihat bahwa masih ada benih yang tidak terambil sebesar 6.09 % dan yang terambil dengan jumlah 3 butir sebanyak 10.43 %. Diharapkan tidak ada benih yang tak terambil dan benih yang terambil 3 butir juga tidak terjadi. Dari dua tipe metering device pupuk ini yang dipakai pada pengujian prototipe adalah metering device tipe II. Sedangkan hasil pengujian di lapangan pada saat mesin penanam dan pemupuk dioperasikan dapat dilihat pada Gambar 41. Terlihat bahwa persentase benih yang terbawa metering device dan terjatuh berbeda dengan data pengujian di laboratorium. Pada pengujian dilapangan benih yang terambil 1 butir 86.7%, terambil 2 butir 13,3% dan tidak ada benih yang 50

terambil 3 butir atau kosong. Hasil pengujian di lapangan menunjukan hasil yang sangat baik karena sesuai dengan yang diharapkan benih yang tertanam 1 butir atau 2 butir. Perbedaan antara data hasil pengujian di laboratorium dan di lapangan ini disebabkan perbedaan kondisi alat yaitu pada saat di lapangan terjadi getaran yang cukup besar sehingga memudahkan benih untuk terjatuh dari celah metering device sehingga benih yang terbawa dan terjatuh lebih banyak 1 butir benih jagung. Gambar 41. Persentase penjatahan benih di lapangan C. KONSTRUKSI PROTOTIPE MESIN PENGOLAH TANAH, PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG Desain mesin pengolah tanah, penanam dan pemupuk terintegrasi untuk budidaya jagung secara struktural dilakukan dengan memodifikasi implemen hand tractor dan jarak poros roda depan sesuai dengan ukuran guludan yang direncanakan. Modifikasi implemen dan desain struktural dari furrower, penanam dan pemupuk seperti dijelaskan berikut ini. Lebar daerah kerja dari rotary adalah 65 cm. Ukuran daerah kerja yang diharapkan sebesar 75 cm sesuai dengan jarak antar alur penanaman jagung, di mana tanah harus dirotary. Untuk mendapatkan ukuran tersebut perlu 51

ditambahkan masing-masing 5 cm di sebelah kiri dan kanan as rotary. Jumlah pisau rotary yang ditambahkan masing-masing sebanyak satu buah, sehingga jumlah keseluruhan pisau rotary 20 buah. Untuk pembentukan guludan yang baik, arah mata pisau diset ulang supaya pelemparan tanah ke arah tengah guludan sehingga memudahkan pembuatan guludan oleh furrower. Pemasangan pisau rotary diusahakan secara portable, tujuannya jika Mesin ini tidak digunakan untuk penanaman dan pemupukan maka pisau rotary tersebut dapat dilepas, begitu juga dengan bagian tambahan yang lainnya. Poros rotary tambahan dibuat dari pipa dengan diameter 80 mm disesuaikan dengan diameter as yang sudah terpasang sebelumnya. Bagian ujung dalam dilubangi dengan diameter 12 mm untuk pemasangan baut pengikat ke as utama. Bagian ujung yang lain dilubangi dengan diameter 20 mm sesuai dengan diameter kunci sok untuk pemasangan baut pada bagian di dalamnya. Selain baut pada bagian as dalam, untuk menahan beban torsi perlu dibuatkan dua buah kuping yang dilas ke as tambahan dan dipasang baut ke dudukan pisau rotary yang terletak pada bagian terdekat (lihat Gambar 42). Gambar 42. Konstruksi poros tambahan untuk pisau rotary Karena penanaman dilakukan pada jarak antar barisan 75 cm, dan jarak antar puncak guludan 75 cm maka lebar jejak roda traktor harus diset menjadi 75 cm. Oleh karena itu, as roda traktor ditambahkan di sebelah kiri dan kanan sebesar 50 mm seperti terlihat pada Gambar 43. Dudukan roda dibuat dari plat dengan ukuran 116 x 116 x 14 mm. Di antara dudukan dilaskan besi pejal 52

dengan diameter 40 mm dengan panjang 58 mm. Tambahan poros ini diikat ke poros dasar dengan menggunakan baut M12 sebanyak 4 buah dan 4 buah baut dengan ukuran yang sama untuk pemasangan roda. Plat bagian dalam dan luar dibubut dengan diameter 80 mm sesuai dengan rim roda karet, sehingga plat dudukan dan rim roda dapat dipasang dengan pas. Gambar 43. Desain dan konstruksi poros tambahan poros roda depan. Desain awal dari furrower untuk pembuat guludan dapat dilihat pada Gambar 44. Furrower dibuat dari plat baja dengan ketebalan 5 mm untuk bagian mata pisau dan tebal 3 mm untuk bagian atas. Kedua bagian plat tersebut dilaskan dan diikatkan ke rangka utama menggunakan 2 buah baut M8 dan 2 buah baut M6. Rangka furrower dibuat dari pipa besi diameter 37 mm yang digandeng ke titik gandeng dengan 2 buah baut M 14. Pada titik kritis batang tarik furrower dilaskan plat tebal 20 mm sesuai dengan belokan, antara furrower juga dibuatkan penyangga dari batang baja berdiameter 12 mm. Gambar 44. Desain dan konstruksi awal furrower 53

Rangka utama penanam dan pemupuk dipasang di atas tutup rotary pada bagian ujung depannya dibaut pada titik gandeng. Rangka utama dibuat dari plat baja tebal 8 mm dengan panjang dan lebar disesuaikan dengan profil tutup rotary dan bagian ujung belakang dibuat melengkung untuk menempatkan as metering device bersama dengan pemasangan boss untuk roda penggerak seperti terlihat pada Gambar 45. Gambar 45. Desain dan konstruksi rangka utama penggandeng Roda bantu furrower (Gambar 46) dibuat dari plat baja tebal 3 mm lebar 50 mm yang dirol dengan diameter 160 mm, pada bagian jari-jari dilaskan batang besi diameter 10 mm sebanyak 4 buah. Konstruksi roda bantu diharapkan dapat diatur ketinggiannya tergantung keperluan pembentukan guludan. Pada bagian belakang roda dipasang plat strip untuk pembersih tanah yang lengket di permukaan roda. Gambar 46. Desain dan konstruksi roda bantu furrower 54

Roda penggerak dibuat dari plat baja tebal 3 mm dengan diameter 300 mm. Lebar roda 100 mm dibuat dengan melaskan plat tebal 3 mm di sekeliling lingkaran plat roda seperti terlihat pada Gambar 47. Pada bagian luar roda dilaskan sebanyak 12 buah sirip dari plat strip dengan ukuran 25 x 20 x 1.5 mm. Pada kedua ujung as roda penggerak dipasang nap sepeda, bagian kirinya di pasang sproket dengan jumlah gigi 14 buah, sedangkan pada poros metering device menggunakan sproket dengan jumlah gigi 18 buah. Di samping sproket di poros metering device di pasang bevel gear dengan jumlah gigi 14 buah untuk meneruskan gerakan tegak lurus ke metering device benih. Pada metering device benih bevel gear yang digunakan jumlah giginya juga 14 buah, karena kecepatan poros metering device utama diharapkan sama dengan metering device benih. Rangka roda penggerak dibuat dari plat tebal 4 mm dibuat sesuai dengan ukuran roda penggerak dengan panjang maksimal ke belakang sejajar dengan handle traktor. Pada bagian tengah dibuat dudukan pegas yang dihubungkan langsung ke rangka utama. Gambar 47. Desain dan konstruksi roda penggerak Metering device benih / penjatah benih berfungsi untuk mengatur jumlah benih dan jarak tanam yang diharapkan. Metering device benih dibuat dari bahan nylon dengan diameter luar 127 mm, memiliki 6 buah celah penjatah benih seperti Gambar 38. Ada dua tipe metering device benih yang dilakukan pengujian pada skala laboratorium yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I dengan ketebalan 10 mm dan tipe II dengan ketebalan 9 mm. Di samping itu 55

perbedaannya adalah ukuran celah dan sudut pengambilan benih. Pengujian awal metering device benih skala laboratorium untuk menentukan pilihan metering device yang lebih baik kinerjanya dan diaplikasikan pada prototipe. Ukuran celah lempeng penjatah benih disesuaikan dengan ukuran dua butir benih jagung. Jarak tanam dalam barisan ditentukan oleh diameter roda penggerak mesin penanam, rasio transmisi putaran dari roda penggerak dengan lempeng penjatah benih. Hopper benih/kotak benih berfungsi sebagai tempat benih jagung yang akan ditanamkan. Volume kotak benih dirancang agar pengisian benih tidak habis di tengan lahan. Kotak benih terdiri dari tutup kotak benih, dinding kotak benih, dasar kotak benih dan katup ruang penjatah. Kotak benih terbuat dari plat stainles steel tebal 1 mm. Bagian tutup, dinding dan dasar kotak benih dibuat terpisah supaya mudah memperbaiki jika ada kerusakan. Bentuk kotak benih menyerupai prisma terpancung dibagian bawahnya seperti terlihat pada Gambar 48. Bidang miring pada dasar kotak benih dirancang berdasarkan sudut curah benih jagung. Hopper benih dipasang pada rangka utama dengan menggunakan baut M6 sebanyak 4 buah. Kemiringan hopper sebesar 42 0 dan dasar hopper 45 0, dengan membuat sudut kemiringan hopper lebih besar dibanding sudut curah jagung diharapkan jagung yang jatuh ke saluran keluaran lebih lancar. Untuk jagung dengan kadar air 14 % sudut curahnya adalah 25.11 0, 18% sudut curahnya 31.63 0 dan jagung dengan kadar air 28% adalah 36.4 0 (Panggabean, 2008). Pada bagian bawah kotak benih terdapat katup ruang penjatah yang dapat digeser untuk mengatur keluaran benih dari kotak benih ke ruang penjatah benih. Ukuran hopper disesuaikan dengan kondisi ruang yang tersedia dibawah stang traktor. Ukuran kotak benih permukaan atas tutupnya adalah 240 mm x 140 mm, ukuran dasar kotak benih 140 mm x 140 mm, sudut kemiringan dasar 45 0, ketinggian posisi belakang dasar kotak 80 mm dan ketinggian posisi hopper didepan 30 mm, ukuran lain menyesuaikan ruang yang ada. 56

Gambar 48. Bentuk dasar dan konstruksi hopper benih Saluran benih terbuat dari slang plastik bening dengan diameter ¾ inchi. Ujung bagian bawah saluran pengeluaran benih ditempatkan 10 cm di depan furrower. Slang dipasang pada behel yang dilaskan pada rangka utama. Pada ujung behel dilaskan besi strip. Hopper pupuk didisain menggunakan plat stainles steel tebal 1 mm. Plat stainless digunakan karena diharapkan material tersebut tahan terhadap karat yang disebabkan oleh pupuk. Ukuran dimensi hopper disesuaikan dengan ruang yang tersedia diatas dek rotary dan tidak melebihi ketinggian stang traktor. Kotak terletak diatas penjatah pupuk. Agar pupuk dapat keluar meluncur ke bawah, bidang miring pada dasar kotak dirancang dengan mempertimbangkan sudut curah pupuk yang berkisar antara 30 0 sampai 41 0 (Lampiran 4), dalam rancangan ini sudut kemiringan dasar kotak pupuk adalah 45 0. Ukuran kotak pupuk engan lebar 100 mm, panjang permukaan tutup atas 280 mm, bentuk profil kotak pupuk yang dirancang adalah seperti terlihat pada Gambar 49. Dalam rancangan ini kotak pupuk dibuat dua ruangan yaitu untuk pupuk Urea dan pupuk KCl dicampur dengan TSP. Tujuan pemisahan pupuk itu adalah untuk menghindari penggumpalan dan penyumbatan di bagian penjatah pupuk pada bagian bawah kotak pupuk. Lebar ruang kotak pupuk Urea, 4 cm dan campuran TSP dan KCl dengan lebar 6 cm, lebar itu masih bisa diatur dengan cara pengatur dosis yang dipasang pada bagian bawah hopper. 57

Gambar 49. Desain dasar dan konstruksi hopper pupuk Saluran pupuk juga dibuat dari pipa stainless steel dengan diameter 3 cm. Pada ujung pipa bagian bawah dilaskan plat stainless steel sebagai pembuka alur pupuk. Dengan mempertimbangkan mekanisme penggerak atau putaran yang sederhana, maka dipilih jenis penjatah pupuk tipe rotor beralur seperti terlihat pada Gambar 50 dengan arah putaran searah dengan putaran roda penggerak. Bentuk penjatah pupuk dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan efektifitas penjatahan pupuk dan untuk mengatasi kelengketan dan pengumpalan pupuk. Gambar 50. Desain rotor metering device pupuk Penjatah pupuk berfungsi untuk mengatur atau menakar jumlah pupuk yang keluar sesuai dengan dosis yang diinginkan. Celah penjatah terbuat dari bahan anti karat (pipa stainless steel) berdiameter 22 mm dengan panjang 100 mm, tebal 1.5 mm yang dibelah menjadi tiga bagian. Metering device tersebut 58

terdiri dari 6 bagian pipa yang terbelah yang dilaskan ke poros stainless steel berdiameter 22 mm, dan panjang 110 mm. Pada bagian center poros dilubangi dengan diameter 12 mm untuk menempatkan poros yang dipasangkan pada dudukan boss pada rangka utama. Konstruksi dari prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi disajikan pada Gambar 51. 14 13 12 15 16 17 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 Roda penggerak 10 Tambahan pisau rotary 2 Rangka roda penggerak 11 Tambahan As Roda 3 Hopper pupuk 12 Titik gandeng 4 Saluran pengeluaran pupuk 13 Rangka utama penggandeng 5 Pembuka alur pupuk 14 Hopper benih 6 Roda transportasi 15 Saluran pengeluaran benih 7 Roda bantu furrower 16 Pegas penekan roda penggerak 8 Furrower 17 Rantai 9 Rangka furrower Gambar 51. Konstruksi dari prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi 59

D. KINERJA MESIN PENANAM DAN PEMUPUK TERINTEGRASI Pengamatan kondisi tanah rata-rata pada saat pengujian prototipe dilapangan seperti disajikan pada Tabel 6, data pengukuran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6, 7 dan 8. Tabel 6. Data kondisi tanah pada saat uji kinerja prototipe Parameter Sebelum penanaman Setelah penanaman di guludan Kadar air (%) 26.777 21.790 Kerapatan Isi Tanah (g/cm 3 ) 0.949 0.991 Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) 0-5 5-10 10-15 15-20 0-5 5-10 10-15 15-20 Tahanan Penetrasi Tanah (kpa) 239 803 1913 1791 154 182 709 1161 Pada kedalaman 0 10 cm tahanan penetrasi tanah kurang dari 600 kpa, kondisi ini sesuai dengan kondisi yang diharapkan untuk penanaman palawija. Pada lahan dengan tahanan penetrasi yang sesuai, akar akan lebih mudah menembus tanah sehingga meningkatkan kemampuan tumbuh tanaman. Jarak tanam yang dihasilkan mesin pada penanaman di lahan telah mendekati harapan, berkisar antara 19 cm sampai dengan 28 cm dengan jarak tanam rata-rata 23 cm. Jarak tanam antar alur sesuai dengan jarak antar puncak guludan, yaitu rata-rata 74 cm. Data lengkap mengenai jarak tanam dalam satu alur dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Belum tercapainya jarak tanam 20 cm, anatar lain disebakab oleh kemacetan roda, keadaan lahan yang tidak rata dan kecepatan putar roda penggerak tidak merata karena terganggu oleh bongkahan tanah yang cukup besar pada permukaan roda penggerak. Jarak horizontal antara benih dan alur pupuk yang dihasilkan saat bekerja di lahan berkiar antara 10 cm sampai 13 cm dengan jarak rata-rata 11.33 cm (Lampiran 9). Jarak antara pupuk dan benih yang diharapkan adalah 10 cm. Perbedaan antara jarak ini disebabkan oleh pengaruh aliran tanan oleh furrower yang terletak di depan saluran pupuk. Pada pengujian prototipe di lapangan, jumlah benih pada tiap lubang berkisar antara 1 sampai 2 benih dengan rata-rata 1.13 butir benih. Data mengenai jumlah benih yang ke luar dapat dilihat pada Lampiran 9. Jumlah benih yang keluar dipengaruhi oleh ukuran benih, kemacetan roda penggerak dan gesekan 60

pada metering device. Benih dengan ukuran besar akan masuk celah penjatah dalam jumlah sedikit, sebaliknya benih yang ukurannya kecil dengan jumlah yang lebih banyak. Kecepatan maju traktor yang tinggi mengakibatkan benih yang masuk ke celah metering device sedikit dan sebaliknya jika kecepatan maju mesin rendah, maka benih yang masuk ke celah penjatah benih semakin banyak. Dalam hal ini, tingkat keseragaman ukuran benih jagung sangat menentukan keseragaman penjatahannya. Kemacetan roda penggerak dan metering device menyebabkan benih tidak jatuh atau terlambat jatuh sehingga benih jatuh di tempat yang lain. Untuk menghasilkan penjatahan benih yang seragam maka perlu dilakukan penyeragaman bentuk benih yang akan ditanam dengan cara mensortasinya terlebih dahulu. Berdasarkan data hasil pengukuran yang disajikan pada Lampiran 9 kedalaman tanam benih yang dihasilkan adalah berkisar antara 6 cm sampai 8 cm. Kedalaman tanam benih yang diharapkan adalah 5 cm dan kedalaman pupuk yang diharapkan 8 cm sampai 10 cm. Pada pengujian ini pengukuran kedalaman pupuk terkendala oleh aliran tanah oleh furrower sehingga sulit menentukan kedalaman alur pupuk secara pasti. Kedalaman penempatan benih dan pupuk tidak merata disebabkan oleh: 1) permukaan tanah yang tidak rata, 2) pengaruh aliran tanah dalam pembentukan guludan oleh furrower, dan 3) ketidakstabilan operator dalam mengoperasikan mesin. Kemacetan roda penggerak pada pengujian di lahan rata-rata 38.06 %. Kemacetan roda penggerak disebabkan oleh gesekan yang terjadi pada pupuk dengan metering device pupuk dan benih dengan metering device nya. Beban yang paling besar adalah untuk memutar metering device pupuk dan metering device benih. Kemacetan roda ini sudah dikurangi dengan cara merubah posisi penjatuhan pupuk seperti dijelaskan pada bagian konstruksi mesin pemupuk. Di samping itu kemacetan tersebut disebabkan oleh karena kurangnya gaya gesek antara permukaan roda penggerak dengan perumukaan tanah yang gembur pada puncak guludan, serta gesekan pada sistem transmisi metering device. Untuk mengurangi gesekan metering device benih dan pupuk perlu dilakukan modifikasi pada metering device benih dan pupuk sehingga dihasilkan gesekan yang tidak 61

Debit keluaran pupuk (g/m) terlalu besar dan dapat ditambahkan juga traksi pada roda penggerak dengan cara memperbesar ukuran sirip pada roda penggerak. Besarnya kemacetan roda penggerak yang terjadi mengakibatkan jarak tanam yang dihasilkan akan bertambah besar. Hal ini bisa terlihat pada data jarak tanam benih sampai 28 cm. Dosis pupuk yang dikeluarkan penjatah pupuk di lahan yaitu Urea = 7.69 g/m alur, TSP = 10.26 g/m alur dan KCl = 5.13 g/m alur seperti ditunjukan pada Gambar 52. 12 10 8 6 4 2 0 Urea TSP KCl Jenis Pupuk Gambar 52. Dosis pengeluaran pupuk di lahan. Perbandingan antar dosis pupuk yang diharapkan dengan dosis yang dikeluarkan dapat dilihat pada Gambar 53. Dari gambar terlihat dosis yang diharapkan tidak sesuai dengan perhitungan teoritis adalah Urea = 11.45 g/m alur, TSP = 15.16 g/m dan KCl = 8.54 g/m alur. Secara umum dosis ketiga jenis pupuk pada pengujian di lapangan besarnya lebih rendah dibandingkan dengan dosis teoritis dan dosis pada model mesin yang diuji pada skala laboratorium. Penyebab perbedaan dosis itu adalah karena kemacetan roda penggerak pada pengujian prototipe di lapangan. Kemacetan roda mengakibatkan celah penjatah pupuk tidak berputar dan pupuk tidak mengalir jatuh ke saluran pupuk secara kontinyu. Ketika roda macet jarak tempuh pada alur tersebut tetap bertambah dan dalam perhitungan dosis prototipe di lapangan, massa pupuk dibagi dengan jarak dalam meter alur yang ditempuh, sehingga nilai dosis yang didapatkan menjadi kecil. Agar penjatahan pupuk sesuai dengan dosis yang diharapkan maka perlu dilakukan modifikasi pada metering device benih dan pupuk agar roda penggerak dapat memutar metering device dengan ringan dan diameter roda penggerak dapat 62

Debit keluaran pupuk (g/m) diperbesar agar meningkatkan gaya momen inersia putaran roda serta ukuran sirip pada roda diperbesar ukuran agar traksi antara sirip dengan roda semakin besar, tetapi jangan sampai merusak puncak guludan. 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Urea TSP KCl Jenis Pupuk Prototipe Model alat Perhitungan teoritis Gambar 53. Perbandingan dosis pengeluaran pupuk pada prototipe, model dan perhitungan teoritis. Kapasitas lapangan teoritis prototipe mesin tanam dan pemupuk jagung adalah 1295.45 m 2 /jam (0.13 ha/jam). Kapasitas lapang efektif prototipe adalah 1105.15 m 2 /jam (0.11 ha/jam ) dan efisiensi 85.31 % pada kecepatan maju ratarata 0.48 m/s. Nilai slip roda traktor saat beroperasi sangat kecil yaitu rata-rata 2.25 % (lihat Tabel 7). Nilai slip yang kecil menunjukan bahwa traktor dengan daya 10.5 hp masih sangat mampu untuk menarik mesin penanam dan pemupuk terintegrasi ini. Kapasitas lapangan dan efisiensi prototipe mesin dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kecepatan maju traktor penarik dan melakukan pembersihan lahan dari gulma atau sesuatu yang dapat menghalangi roda penggerak. Ulangan Tabel 7. Data hasil pengukuran slip roda traktor Jarak 5 putaran teoritis (m) Jarak 5 putaran di lahan uji (m) Slip roda penggerak (%) 1 9.17 9.10 0.76 2 9.17 8.80 4.03 3 9.17 9.02 1.64 4 9.17 9.05 1.31 5 9.17 8.85 3.49 Rata-rata 9.17 8.96 2.25 63

Hasil kegiatan penanaman dengan mesin ini menunjukkan tanaman jagung yang cukup baik seperti diperlihatkan pada foto di Gambar 54. Tanaman jagung per rumpun terdiri dari satu dan dua tanaman, dengan jarak antar tanaman 19 28 cm. Gambar 54. Tanaman jagung hasil penanaman dengan mesin Mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi ini dirancang dipasangkan pada traktor roda dua tipe TF 105 ML-di dengan daya maksimum 10.5 hp sehingga jika mesin ini dipasangkan pada traktor roda dua yang berbeda tipenya maka tidak akan bisa diaplikasikan karena biasanya traktor roda dua jika berbeda tipe akan berbeda juga dimensi dan dayanya. Sedangkan dalam pengoperasian mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi ini perlu diperhatikan kondisi lahan sebelum dioperasikan agar mesin dapat beroperasi dengan baik dan mendapatkan hasil penanaman dan pemupukkan sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi lahan yang baik untuk pengaplikasian mesin penanam dan pemupuk ini yaitu: 1. Lahan bersih dari gulma, rumput dan sisa tanaman sebelumnya, karena akan menghambat kinerja rotary tiller untuk pengolahan lahan, 2. Kondisi tanah tidak telalu keras, karena terbatasi oleh kemampuan rotary tiller untuk mengolah lahan, dan 3. Relief lahan tidak bergelombang, karena akan membuat putaran roda penggerak tidak stabil yang akibatnya jarak tanam dan pemupukan tidak sesuai dengan yang diharapkan. 64