BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan sejumlah bangunan antara lain; Alun alun Utara, Pagelaran, Sitihinggil Utara, Cepuri, Keputren, Keputran, Kraton Kilen, Sitihinggil Selatan dan Alun alun Selatan yang memiliki fungsi berbeda. Kraton Yogyakarta sebagai warisan budaya memiliki nilai penting yang tinggi dari aspek estetika, sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan, arkeologi dan ekonomi. Peta 1.1 Letak Bangsal Trajumas dalam Kraton Yogyakarta (http://www.google.com/search?q=peta+kraton+yogyakarta&gl=us&tbm=isch&oq =peta+kraton&gs_1. 2009) 1
2 Salah satu bangunan dalam Kraton yang memiliki nilai penting tersebut adalah bangunan Bangsal Trajumas. Bangsal Trajumas terletak di satu halaman yang sama dengan Bangsal Sri Manganti. Serupa dengan bangunan lain di Kraton Yogyakarta, bangsal ini dibangun dengan gaya arsitektur rumah tradisional Jawa. Namun di dalam Situs Kraton Yogyakarta, Bangsal Trajumas merupakan satu-satunya bangsal yang dibangun dengan tipe joglo variasi trajumas. Trajumas merupakan istilah dalam konstruksi arsitektur Jawa yang digunakan untuk menyebut bangunan dengan soko guru berjumlah enam buah dan tiga blandar pangeret. Bangsal Trajumas juga memiliki keunikan lain terkait fungsinya dalam Kraton Yogyakarta. Di setiap periode, bangsal ini memiliki fungsi yang berbeda sesuai dengan masa dan kekuasaan Sultan yang memerintah. Bangsal Trajumas pernah berfungsi sebagai sekolah dengan nama Sekolah Sri Manganti yang dimulai pada tahun 1867 di bawah pemerintah Sri Sultan Hamengku Buwana VI. Pada tahun 1915, sekolah ini dipindahkan di sebelah timur pagelaran Alun-alun Utara (Tim Survei Tahap II Bangsal Trajumas, 2009). Menurut kesaksian dari KRT Senobroto yang dikutip dalam Laporan Kegiatan Inventarisasi Kerusakan Kayu dan Rekonstruksi Bangunan Kayu di Bangsal Trajumas, Kraton Yogyakarta Tahun 2009 (Tim Survei Tahap II Bangsal Trajumas, 2009), pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII pada tahun 1877-1921 menjadikan Bangsal Trajumas sebagai tempat peradilan baik, perkara pidana maupun perdata. Pada masa tersebut bangsal ini memiliki makna yang melekat dengan fungsinya. Makna ini diuraikan dari arti nama bangsal tersebut yaitu traju yang berarti pundak dan mas yang berarti logam emas. Definisi trajumas tersebut diinterpretasikan sebagai timbangan yang terbuat dari
3 emas sehingga sesuai dengan fungsinya (Tim Survei Tahap II Bangsal Trajumas, 2009). Bangsal Trajumas juga pernah dipergunakan sebagai tempat acara midodareni (malam sebelum bertemunya pengantin) pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VIII tahun 1921-1939. Selanjutnya Bangsal Trajumas digunakan untuk menyimpan benda-benda kuna milik Kraton Yogyakarta dan juga museum untuk masyarakat umum dan wisatawan. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana IX (1940-1988) dan pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana X dari tahun 1989 hingga saat ini (Tim Survei Tahap II Bangsal Trajumas, 2009). Pada hari Sabtu (27 Mei 2006) pukul 05.53 terjadi gempa berkekuatan 5,9 Richter yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya. Hingga pukul 00.15 (28/5), tercatat 3.098 korban tewas akibat gempa. Gempa ini juga meluluhlantahkan 3.824 bangunan, infrastruktur, dan memutuskan jaringan telekomunikasi di Yogyakarta dan Bantul (DED Bangsal Trajumas, 2007). Salah satu Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang terkena dampak gempa adalah bangunan di kompleks Kraton Yogyakarta. Kerusakan-kerusakan akibat gempa tersebut segera mendapatkan perhatian baik dari pemerintah pusat maupun daerah serta kalangan akademisi. Untuk Kraton Yogyakarta sendiri, Bangsal Trajumas menjadi bagian bangunan yang paling menyita perhatian. Hal ini dikarenakan Bangsal Trajumas adalah satu-satunya bangunan di dalam Kraton Yogyakarta yang mengalami keruntuhan total. Berdasarkan hal tersebut, pemugaran untuk warisan budaya menjadi langkah pertama yang direncanakan
4 oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga kaum akademisi terutama di dalam lingkup arkeologi. Pemugaran terhadap Bangsal Trajumas dilaksanakan tiga tahun kemudian yaitu tahun 2009. Berdasarkan kegiatan pemugaran tahun 2009 ditemukan beberapa fakta arkeologis terkait beberapa penyimpangan dalam kegiatan pemugaran Bangsal Trajumas sebelum tahun 2009. Dalam Laporan Kegiatan Inventarisasi Kerusakan Kayu dan Rekonstruksi Bangunan Kayu di Bangsal Trajumas, Kraton Yogyakarta Tahun 2009 ditemukan bahwa Bangsal Trajumas pernah dipugar sebelum roboh akibat gempa tahun 2006. Pemugaran tersebut terjadi pada sekitar tahun 1990-an. Pada waktu itu komponen yang diganti adalah genting, yang diganti dengan genting sirap asbes. Tanda tampak adanya pemugaran adalah dipergunakannya epoxy resin untuk menambal kayu (Tim Survei Tahap II Bangsal Trajumas, 2009). Foto 1.1 Bangunan Bangsal Trajumas yang Runtuh Total (Posko UGM, 2006) Pemugaran yang tidak sesuai dengan ketentuan dan prinsip pemugaran akan menimbulkan dampak negatif di kemudian hari. Hal tersebut terbukti dari hasil analisis lebih lanjut, penyimpangan tersebut menjadi faktor utama
5 berkurangnya kekuatan konstruksi Bangsal Trajumas. Gempa tahun 2006 menyebabkan keruntuhan total pada Bangsal Trajumas. Berdasarkan UU RI Nomor 11 Tahun 2010 Pasal 77 Ayat 1, pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi. Definisi pemugaran secara singkat dan jelas dijabarkan dalam Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya pada Bab I, ketentuan umum yang berbunyi,...pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Warisan Budaya dan Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa pemugaran cagar budaya harus dilakukan dengan ketentuan mulai dari cara hingga prinsip pelaksanaan. Foto 1.2 Bangsal Trajumas Sesudah Selesai Dipugar (Indrasana, 2009) Mengacu pula pada hakikat konservasi menurut Pearson & Sullivan (1995, 9) bahwa, yaitu: Conservation is here defined as all those processesof looking after a place so as to retain its cultural
6 significance. It including maintance, and may, according to circumstace, and will be commonly a combination of more than one of those. Berdasarkan kutipan di atas maka penelitian ini dilakukan sebagai evaluasi suatu kegiatan konservasi khususnya rekonstruksi, berdasarkan peraturan atau kebijakan yang ada dalam ruang lingkup arkeologi. B. RUMUSAN MASALAH Penelitian mengenai Evaluasi Rekonstruksi Bangsal Trajumas Tahun 2009 dengan Disrepancy Evaluation Model (DEM) terkait erat dengan bencana alam yang terjadi yaitu gempa bumi. Gempa bumi tersebut mengakibatkan kerusakan pada Bangsal Trajumas yaitu keruntuhan total. Kasus keruntuhan total bangunan dalam lingkup pemugaran bangunan di Indonesia khususnya DIY masih tergolong sebagai kasus langka atau jarang terjadi. Hal tersebut menjadi suatu kajian yang menarik untuk diteliti. Sementara itu, penemuan fakta arkeologis terkait penyimpangan dalam pelaksanaan pemugaran sebelum tahun 2009 menjadi alasan utama penelitian ini dilakukan. Fakta arkeologis tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan yang perlu dikaji terkait pelaksanaan pemugaran pada Bangsal Trajumas tahun 2009, yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan pemugaran pada Bangsal Trajumas pasca gempa yang dilaksanakan pada tahun 2009? 2. Apakah pemugaran yang dilakukan tahun 2009 pada Bangsal Trajumas pasca gempa sudah sesuai dengan peraturan pemerintah, kebijakan dan prinsip (ketentuan) mengenai pemugaran dalam ruang lingkup arkeologi yang ada.
7 C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini didasari oleh indikasi adanya penyimpangan pemugaran yang dilakukan pada pemugaran sebelum tahun 2009 atau sebelum gempa terjadi yaitu tahun 2006. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan pemugaran pada Bangsal Trajumas tahun 2009 berdasarkan peraturan maupun kebijakan yang ada. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir penyimpangan pemugaran yang mungkin terjadi pada pemugaran Bangsal Trajumas tahun 2009. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian suatu pelaksanaan pemugaran khususnya kegiatan rekonstruksi bangunan tradisional Jawa yang telah dilakukan. Evaluasi ini juga dilakukan untuk menghasilkan suatu rekomendasi. Rekomendasi ini bertujuan agar pelaksanaan pemugaran khususnya rekonstruksi dapat dilakukan dengan lebih baik tanpa adanya penyimpangan pemugaran di masa mendatang. Aspekaspek yang ingin diketahui antara lain hasil evaluasi berupa kelebihan dan kelemahan dari pemugaran pada Bangsal Trajumas dan tata cara atau pelaksanaan pemugaran yang diterapkan pada tahun 2009. D. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini terbagi menjadi tiga hal. Pertama lingkup penelitian terhadap kondisi Bangsal Trajumas yang dibagi menjadi tiga yaitu kondisi sebelum terjadi gempa (2006), kondisi saat rekonstruksi (2009), dan kondisi Bangunan Bangsal Trajumas setelah rekonstruksi tahun 2009. Berdasarkan pembagian ini maka dapat dilakukan evaluasi terhadap hasil rekonstruksi Bangsal Trajumas sebagai hasil yang ingin dicapai.
8 Kedua adalah batasan terhadap pemugaran yang dilakukan pada Bangsal Trajumas. Kegiatan ini hanya dibatasi pada teknis pelaksanaan pemugaran. Teknis pelaksanaan tersebut meliputi penerapan perbaikan struktur dan pemulihan arsitektur pada Bangsal Trajumas. Berdasarkan cakupan batasan tersebut, penelitian ini terkait erat dengan kajian arsitektur bangunan tradisional Jawa. Ketiga adalah lingkup penelitian terkait dengan jenis penelitian berupa evaluasi terhadap peraturan yang ada. Berdasarkan hal tersebut peraturan atau kebijakan terkait digunakan dalam penelitian ini. Peraturan atau kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pelestaraian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Selain itu, kebijakan umum mengenai pemugaran yaitu piagam oleh ICOMOS yang terdapat dalam International Charter for Conservation and Restoration juga diterapkan dalam penelitian ini. E. METODE PENELITIAN Penelitian Evaluasi Rekonstruksi Bangsal Trajumas Tahun 2009 dengan Disrepancy Evaluation Model (DEM) dilakukan dengan penalaran yang bersifat induksi. Menurut Sukendar (1999) induksi adalah penelitian berdasarkan pengamatan sampai dengan penyimpulan, sehingga terbentuk generalisasi empirik. Tipe penelitian ini adalah eksploratif, yaitu menjajagi potensi arkeologi yang terdapat di suatu tempat untuk mengetahui sesuatu yang belum diungkapkan. Hal ini terkait dengan tujuan penelitian untuk mengetahui hasil dari
9 evaluasi pelaksanaan pemugaran yang diterapkan di Bangsal Trajumas pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data yang terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer merupakan data utama yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung. Data utama yang diperoleh langsung dari lapangan melalui observasi, pencatatan, wawancara kepada narasumber yang terlibat dalam pemugaran Bangsal Trajumas. Data utama yang diperoleh secara tidak langsung di lapangan melalui hasil penelitian dan laporan terkait dengan pemugaran Bangsal Trajumas tahun 2009 baik data verbal maupun piktorial. Sementara data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung. Data sekunder diperoleh dari perpustakaan, instansi, serta ketentuan atau peraturan perundangan yang terkait dengan obyek penelitian. Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini: 1. Pengumpulan Data Langkah pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1.1 Observasi Tahap observasi adalah tahap pengumpulan data secara langsung dari objek yang diteliti. Observasi ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan data komponen fisik yaitu kondisi Bangunan Bangsal Trajumas yang telah selesai direkonstruksi (saat ini). Data dari tahap observasi merupakan data primer dalam penelitian ini.
10 1.2 Studi Pustaka Tahap ini bersifat primer dan sekunder yaitu berupa pengumpulan sejumlah data pustaka yang relevan dengan obyek yang diteliti. Berikut data-data yang dikumpulkan dari tahap studi pustaka: a. Peraturan pemerintah dan kebijakan yang berhubungan dengan pemugaran. Peraturan pemerintah yang digunakan antara lain adalah UU RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya dan Peraturan Daerah Provinsi Darah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Sementara itu, kebijakan yang bersifat pendamping terkait dengan pemugaran adalah piagam oleh ICOMOS yaitu International Charter for Conservation and Restoration. b. Data pustaka dan wawancara terkait dengan makna dari Bangsal Trajumas. c. Data piktorial mengenai kondisi Bangsal Trajumas sebelum gempa, kondisi saat kegiatan rekonstruksi berlangsung (2009), dan sesudah direkonstruksi. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi konstruksi Bangunan Bangsal Trajumas terkait dengan konstruksi arsitekturnya. Selain itu juga mencakup kondisi kerusakan Bangunan Bangsal Trajumas pasca gempa dan metode atau teknik pelaksanaan pemugaran yang diterapkan. Data ini diperoleh dari laporan dan perekaman data yang dihasilkan oleh beberapa instansi yang terkait dengan kegiatan pemugaran tersebut. Instansi tersebut diantaranya adalah Universitas Gadjah Mada (UGM), BP3 Yogyakarta, Kraton Yogyakarta, serta PT Rahayu Trade & Contractor selaku pihak ketiga (kontraktor) yang melaksanakan kegiatan tersebut.
11 1.3 Wawancara Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang bangunan Bangsal Trajumas dan proses pelaksanaan kegiatan pemugaran. Wawancara dilakukan secara terstruktur dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan objek penelitian pada narasumber yang terkait. Untuk menggali informasi mengenai makna dari Bangsal Trajumas dilakukan wawancara dengan narasumber yang terkait yaitu Ir. Yuwono Sri Suwito M,M. Sementara itu, wawancara mengenai pelaksanaan pemugaran Bangsal Trajumas tahun 2009 dilakukan dengan Drs. Wahyu Indrasana selaku staf ahli arkeolog dari PT Rahayu Trade & Contractor yang menjadi pelaksana kegiatan tersebut dan juga Ismiyono sebagai tenaga ahli dalam bidang pemugaran BCB. 2. Analisis Data dan Evaluasi Data yang diperoleh melalui langkah pengumpulan data diolah untuk dianalisis lebih lanjut. Kegiatan pengolahan data menggunakan beberapa klasifikasi data, yaitu kondisi Bangunan Bangsal Trajumas baik data observasi maupun data pustaka. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menerapkan peraturan atau kebijakan pemugaran yang ada. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanan pemugaran pada Bangsal Trajumas. Dalam penelitian ini, selain ketentuan pemugaran digunakan pula sebuah pendekatan untuk tahap analisis. Pendekatan tersebut terkait jenis kegiatan pemugaran pada Bangsal Trajumas sebagai salah satu upaya pelestarian yaitu perbaikan struktur dan pemulihan arsitektur. Pemulihan arsitektur dilakukan dengan pendekatan keaslian desain bangunan meliputi keaslian bentuk, pengerjaan dan tata letak (Ismiyono, 2010). Teknik analisis data yang digunakan
12 adalah kuantitatif, teknik kuantitatif digunakan dengan cara pembobotan pada hasil evaluasi data. 3. Kesimpulan dan Rekomendasi Penarikan kesimpulan merupakan langkah terakhir dari pelaksanaan penelitian ini. Kesimpulan dalam penelitian ini menggambarkan hasil evaluasi berupa kelebihan maupun kelemahan dari pelaksanaan kegiatan pemugaran pada Bangunan Bangsal Trajumas. Hasil dari kesimpulan ini berupa rekomendasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan kegiatan pemugaran di masa mendatang.