RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai perwujudan dari pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga harus dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar besar kemakmuran rakyat; b. bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya; c. bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan harus dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya; d. bahwa dengan adanya perubahan paradigma pelestarian cagar budaya, diperlukan keseimbangan aspek ideologis, akademis, dan ekonomis guna meningkatkan kesejahteraan rakyat; e. bahwa Undang Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga 1

2 perlu diganti; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang Undang tentang Cagar Budaya; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 32 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2

3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG UNDANG TENTANG CAGAR BUDAYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Cagar Budaya adalah warisan budaya berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya, baik di darat maupun di air, yang perlu dipertahankan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, agama, dan kebudayaan melalui penetapan. 2. Benda Cagar Budaya adalah benda buatan manusia, dan/atau benda alam, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian bagiannya, atau sisa sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan evolusi manusia. 3. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang beratap. 4. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang tanpa atap. 5. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang berkaitan dengan kegiatan manusia dan peristiwa masa lalu. 6. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau 3

4 memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. 7. Register Nasional adalah daftar resmi kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya di dalam dan di luar negeri yang dikelola oleh negara. 8. Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia di luar negeri untuk dimasukkan dalam Register Nasional. 9. Penetapan adalah pemberian status yang dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah terhadap benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan sebagai Cagar Budaya. 10.Penghapusan adalah tindakan menghapus status Cagar Budaya dari Register Nasional. 11.Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keanekaragaman dan meningkatkan kualitas nilai Cagar Budaya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. 12.Pelindungan adalah upaya untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan Cagar Budaya yang disebabkan oleh perbuatan manusia atau proses alam, baik secara fisik maupun hukum, melalui Pendaftaran, Penetapan, pemberian surat keterangan tentang status Cagar Budaya dan kepemilikannya, Penyelamatan, Pengamanan, Pemeliharaan, Pemugaran, dan Zonasi. 13.Pengembangan adalah peningkatan nilai, informasi, dan manfaat Cagar Budaya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan dan tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. 14.Pemanfaatan adalah pemberdayaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. 15.Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar besarnya kesejahteraan rakyat. 16.Penyelamatan adalah upaya segera mencegah dan/atau menanggulangi kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan Cagar Budaya yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan/atau pengaruh alam. 17.Pengamanan adalah upaya menjaga Cagar Budaya dari ancaman dan menanggulangi dampak yang merugikannya. 18.Pemeliharaan adalah upaya mempertahankan kondisi fisik Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan yang diakibatkan oleh faktor manusia dan alam melalui perawatan dan pengawetan. 4

5 19.Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. 20.Zonasi adalah upaya Pelindungan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya dengan cara menentukan batas batas keruangan dan peruntukannya sebagai zona inti, zona penyangga, zona pengembangan, dan zona pemanfaatan. 21.Penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan praktis berdasarkan informasi, data, dan keterangan yang diperoleh. 22.Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan fungsi ruang pada Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan baru yang tidak bertentangan dengan nilai budaya masyarakat. 23.Adaptasi adalah kegiatan pengembangan atau pemberdayaan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya untuk menyesuaikan dengan kebutuhan baru yang tidak bertentangan dengan keasliannya. 24.Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung terhadap Benda Cagar Budaya, baik keseluruhan maupun bagian bagiannya. 25.Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya. 26.Penguasaan adalah pemberian kewenangan dari pemilik kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya. 27.Penguasaan oleh Negara adalah penguasaan pada tingkat tertinggi yang berhak menyelenggarakan pengaturan perbuatan hukum berkenaan dengan Pelestarian Cagar Budaya. 28.Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada negara. 29.Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah kepada penemu dan/atau pendaftar benda, bangunan, struktur, dan situs yang sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya. 30.Tim Ahli adalah kelompok orang yang terdiri atas ahli purbakala dan ahli bidang ilmu terkait yang memenuhi standar kompetensi untuk 5

6 merekomendasi penetapan, peringkat, dan penghapusan Cagar Budaya. 31.Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang yang memiliki keahlian khusus dan bersertifikat di bidang Pelindungan, Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar Budaya. 32.Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang undang untuk melakukan penyidikan. 33.Setiap orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum. 34.Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 36.Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan. Undang Undang ini mengandung asas: a. Bhinneka Tunggal Ika; b. keadilan; c. kemanfaatan; d. kelestarian; e. keberlanjutan; dan f. partisipasi masyarakat Pasal 2 Undang Undang ini bertujuan untuk: Pasal 3 a. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui peninggalan Cagar Budaya; b. melestarikan Cagar Budaya sebagai warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia; c. mempromosikan Cagar Budaya bangsa kepada masyarakat internasional; dan 6

7 d. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pasal 4 Pelestarian Cagar Budaya meliputi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya di darat dan di air. BAB II KEPEMILIKAN DAN PENGUASAAN Pasal 5 1) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang Undang ini. 2) Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh: a. secara turun temurun, warisan, hibah, dan/atau belian, kecuali yang dikuasai oleh negara; dan/atau b. apabila jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan negara. 3) Pemilik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Situs Cagar Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat atau hibah, kepemilikannya diambil alih oleh negara. 4) Kawasan Cagar Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh negara. Pasal 6 1) Warga negara asing dan/atau badan hukum asing tidak dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya. 7

8 2) Kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing dikecualikan terhadap Benda Cagar Budaya bergerak yang jumlah dan jenisnya telah memenuhi kebutuhan negara. Pasal 7 1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Situs Cagar Budaya yang dimiliki perseorangan dapat dialihkan kepemilikannya kepada orang lain atau kepada negara. 2) Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hak didahulukan atas pengalihan kepemilikan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Situs Cagar Budaya. 3) Pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara pewarisan, hibah, jual beli, tukar menukar, hadiah, ganti rugi, penetapan, atau putusan hakim. Pasal 8 1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak yang dimiliki oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang dapat disimpan dan/atau dirawat di museum. 2) Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya. 3) Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan koleksi museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah tanggung jawab kurator. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 9 1) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 8

9 ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari wajib melaporkan kepada instansi yang berwenang sejak diketahuinya Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Situs Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya rusak, hilang, atau musnah. 2) Instansi yang berwenang wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 10 Cagar Budaya yang tidak diketahui kepemilikannya dikuasai oleh negara. Pasal 11 Upaya pengembalian Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya asal Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan perjanjian internasional yang sudah diratifikasi, perjanjian bilateral, atau perolehan langsung dari pemiliknya, kecuali diperjanjikan lain. Pasal 12 (1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya atau yang diduga sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya, yang disita oleh pengadilan wajib diserahkan kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang kebudayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. (2) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya atau yang diduga sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya hasil penyitaan tidak dapat dimusnahkan, dijualbelikan, atau diserahkan kepada pihak lain yang tidak memiliki kewenangan di bidang Cagar Budaya. Pasal 13 1)Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Situs Cagar 9

10 Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), serta telah melakukan kewajiban melindungi sebagaimana dimaksud dalam undang undang ini, berhak memperoleh kompensasi berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan, dan/atau pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 2)Ketentuan lebih lanjut mengenai perolehan kompensasi atas Pelindungan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Situs Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB III PENEMUAN DAN PENCARIAN Bagian Kesatu Penemuan Pasal 14 (1) Setiap orang yang menemukan benda yang diduga Benda Cagar Budaya, bangunan yang diduga Bangunan Cagar Budaya, struktur yang diduga Struktur Cagar Budaya, dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya yang tidak diketahui pemiliknya wajib melapor kepada instansi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya, dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau pemerintah kabupaten/kota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya. (2) Berdasarkan laporan penemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), instansi yang berwenang bersama Tim Ahli melakukan pengkajian dan penilaian terhadap benda, bangunan, dan struktur, serta lokasi penemuan. 3) Pengkajian dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk: a. menentukan benda, bangunan, struktur, atau lokasi sebagai 10

11 Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya; dan b. merekomendasikan benda, bangunan, struktur, atau lokasi sebagai Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria penetapan. 4) Selama proses pengkajian dan penilaian, benda, bangunan, struktur atau lokasi dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya. 5) Berdasarkan hasil pengkajian dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkat kewenangannya menetapkan benda, bangunan, struktur, dan/atau lokasi sebagai Cagar Budaya. 6) Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya, berhak mendapat kompensasi. 7) Benda Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia dikuasai oleh negara. 8) Benda Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang tidak langka jenisnya, tidak unik rancangannya, dan jumlah dan jenisnya telah memenuhi kebutuhan negara dapat dimiliki oleh penemu. 9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penemuan Cagar Budaya dan kompensasinya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pencarian Pasal 15 (1) Pemerintah berkewajiban melakukan pencarian benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya. (2) Pencarian benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan melalui penelitian dengan tetap memperhatikan hak kepemilikan dan/atau penguasaan lokasi. (3) Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh setiap orang atas izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 11

12 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencarian benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga Cagar Budaya diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IV TUGAS DAN WEWENANG Bagian Kesatu Tugas Pasal 16 1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas untuk melakukan Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya. 2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sesuai dengan tingkatannya mempunyai tugas: a.mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan Cagar Budaya; b.mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar Budaya; c.menyelenggarakan penelitian dan pengembangan Cagar Budaya; masyarakat; d.menyediakan informasi Cagar Budaya untuk e.memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a; f.menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat untuk benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya serta pendukungan terhadap daerah yang mengalami bencana; g.menyebarluaskan informasi di dalam dan di luar negeri tentang kepurbakalaan Indonesia; h.melakukan pengawasan, pemantauan, dan 12

13 evaluasi terhadap pelestarian warisan budaya; dan i.mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya. Bagian Kedua Wewenang Pasal 17 1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sesuai dengan tingkatannya mempunyai wewenang: a. menetapkan etika pelestarian Cagar Budaya; b. mengoordinasikan pelestarian Cagar Budaya secara lintas sektor dan wilayah; c. menghimpun data Cagar Budaya; d. menetapkan peringkat Cagar Budaya; e. menetapkan dan mencabut status Cagar Budaya tertentu; f. membuat peraturan untuk melakukan pengelolaan terhadap Cagar Budaya; g. menyelenggarakan kerja sama di bidang pelestarian Cagar Budaya; h. melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum; i. mengelola Kawasan Cagar Budaya; j. mendirikan dan membubarkan unit pelaksana teknis bidang pelestarian, penelitian, dan museum; k. mengembangkan kebijakan sumber daya manusia di bidang kepurbakalaan; l. memberikan penghargaan kepada setiap orang yang telah melakukan Pelestarian Cagar Budaya; m. memindahkan Benda Cagar Budaya tertentu di daerah untuk kepentingan pelestarian; dan n. mengusulkan Cagar Budaya yang telah ditetapkan sebagai peringkat nasional sebagai warisan budaya nasional. 2)Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah 13

14 berwenang: a. menyusun dan menetapkan Rencana Induk Pelestarian Cagar Budaya; dan b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Pelestarian Cagar Budaya. Pasal 18 1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkat kewenangannya memfasilitasi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya. 2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh badan pengelola, badan usaha, dan/atau komunitas adat. 3) Badan pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat. 4) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat nirlaba. 5) Hasil usaha yang diperoleh oleh badan usaha dalam pengelola Kawasan Cagar Budaya harus dikembalikan untuk upaya pelestarian Cagar Budaya, dan pemberdayaan masyarakat. 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Menteri. BAB V REGISTER NASIONAL Bagian Kesatu Umum Pasal 19 1) Pemerintah membentuk sistem Register Nasional untuk melakukan pencatatan warisan budaya bangsa berupa Cagar Budaya. 2) Pengelolaan Register Nasional yang datanya berasal dari Pemerintah Daerah dan luar negeri menjadi tanggung jawab Pemerintah. 14

15 3) Pengelolaan Register Nasional di daerah sesuai dengan tingkatannya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. 4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan upaya aktif mencatat Cagar Budaya dalam Register Nasional. 5) Pemerintah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Register Nasional yang dikelola oleh pemerintah provinsi. 6) Pemerintah provinsi melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Register Nasional yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Bagian Kedua Pendaftaran Pasal 20 (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya wajib mendaftarkannya kepada pemerintah kabupaten/kota tanpa dipungut biaya dan berhak menerima kompensasi berupa surat keterangan Cagar Budaya dan/atau surat keterangan pemilikan Cagar Budaya. 2) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur, dan situs yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun tidak memiliki atau menguasainya. 3) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pendaftaran Cagar Budaya yang dikuasai oleh negara atau yang tidak diketahui pemiliknya sesuai dengan tingkat kewenangannya. 4) Pendaftaran Cagar Budaya yang berada di luar negeri dilaksanakan oleh perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. 5) Koleksi museum wajib didaftar sebagai Cagar Budaya. 6) Pemerintah memfasilitasi pembentukan sistem dan jejaring pendaftaran Cagar Budaya secara digital dan/atau nondigital. 7) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) harus dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasinya. Bagian Ketiga 15

16 Kriteria Cagar Budaya Pasal 21 1)Cagar Budaya memenuhi kriteria: a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; dan c. memiliki arti khusus bagi sejarah bangsa. 2)Benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang tidak memenuhi kriteria Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi memiliki arti khusus bagi bangsa dapat dikategorikan dan ditetapkan sebagai Cagar Budaya dengan Keputusan Menteri berdasarkan penelitian. Pasal 22 1) Cagar Budaya berwujud benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan. 2) Cagar Budaya dibagi atas peringkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pasal 23 1) Benda Cagar Budaya terdiri atas benda buatan manusia dan benda alam yang mempunyai hubungan erat dengan kebudayaan. 2) Benda Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. benda bergerak atau tidak bergerak; dan/atau b. kesatuan atau kelompok, atau bagian bagiannya, atau sisa sisanya. Pasal 24 Bangunan Cagar Budaya dapat: a. berunsur tunggal atau banyak; dan/atau b. berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam. 16

17 Pasal 25 Struktur Cagar Budaya dapat: a. berunsur tunggal atau banyak; dan/atau b. sebagian atau seluruhnya menyatu dengan formasi alam. Situs Cagar Budaya berkaitan dengan: Pasal 26 a. peristiwa sejarah yang terjadi paling singkat 50 (lima puluh) tahun yang lalu; dan/atau b. hasil aktivitas manusia yang berakhir paling singkat 50 (lima puluh) tahun yang lalu. Pasal 27 Kawasan Cagar Budaya sekurang kurangnya: a. mengandung dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan; b. berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; dan/atau c. memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang di masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun. Bagian Keempat Penetapan Pasal 28 1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan sebagai Cagar Budaya untuk dicatat dalam Register Nasional. 2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan penilaian dan rekomendasi Tim Ahli. 17

18 3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap koleksi di museum dilakukan oleh kurator. 4) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan bupati di tingkat kabupaten atau keputusan wali kota di tingkat kota. 5) Pemerintah kabupaten/kota menyampaikan hasil penetapan kepada pemerintah provinsi. 6) Pemerintah provinsi meneruskan hasil penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Pemerintah. Bagian Kelima Pemeringkatan Pasal 29 1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeringkatan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli. 2) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan: a. keputusan menteri di tingkat nasional; b. keputusan gubernur di tingkat provinsi; c. keputusan bupati di tingkat kabupaten; atau d. keputusan wali kota di tingkat kota. Pasal 30 Cagar Budaya peringkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) memenuhi kriteria sebagai: a. wujud kesatuan dan persatuan bangsa; b. karya adiluhung yang mencerminkan kekhasan kebudayaan bangsa Indonesia; c. Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia; d. bukti evolusi peradaban bangsa dan pertukaran budaya lintas 18

19 negara dan lintas daerah, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat; dan/atau e. contoh penting kawasan permukiman tradisional, lanskap budaya, dan/atau pemanfaatan ruang bersifat khas yang terancam punah. Pasal 31 Cagar Budaya peringkat provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) memenuhi kriteria: a. mewakili kepentingan pelestarian Kawasan Cagar Budaya lintas kabupaten/kota; b. mewakili karya kreatif yang khas dalam wilayah provinsi; c. merupakan Cagar Budaya yang langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di provinsi; d. menjadi bukti evolusi peradaban bangsa dan pertukaran budaya lintas wilayah kabupaten/kota, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat; dan/atau e. berasosiasi dengan tradisi yang masih berlangsung. Pasal 32 Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) memenuhi kriteria: a. sebagai Cagar Budaya yang penting untuk dilestarikan dalam wilayah kabupaten/kota, baik milik negara maupun perseorangan; b. mewakili gaya yang khas; c. tingkat keterancamannya tinggi; d. jenisnya sedikit; dan/atau e. jumlahnya terbatas. Pasal 33 Pemeringkatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) 19

20 untuk tingkat nasional ditetapkan dengan keputusan menteri, tingkat provinsi dengan keputusan gubernur, atau tingkat kabupaten/kota dengan keputusan bupati atau wali kota. Pasal 34 Cagar Budaya peringkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dapat diusulkan oleh Pemerintah menjadi warisan budaya dunia. Bagian Kelima Penghapusan Pasal 35 (1) Cagar Budaya yang sudah tercatat dalam Register Nasional hanya dapat dihapus dengan Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli. (2) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di tingkat Pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (3) Keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah. Pasal 36 1) Penghapusan Cagar Budaya dari Register Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dapat dilakukan apabila Cagar Budaya: a. musnah; b. hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun tidak dapat ditemukan; c. mengalami perubahan wujud dan gaya sehingga kehilangan keasliannya; atau d. telah ditetapkan ternyata bukan Cagar Budaya. 2) Penghapusan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak menghilangkan data dalam Register Nasional dan dokumentasi awal yang menyertai Cagar Budaya. 3) Cagar Budaya yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditemukan kembali, wajib didaftar dan dicatat ulang ke dalam Register 20

21 Nasional. Pasal 37 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan sosialisasi sistem Register Nasional dengan tetap memperhatikan keamanan dan kerahasiaan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 38 Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ditetapkan dengan keputusan menteri di tingkat nasional, keputusan gubernur di tingkat provinsi, atau keputusan bupati di tingkat kabupaten, dan keputusan wali kota di tingkat kota. (substansi sudah diatur dalam Pasal 28 ayat (4), pasal 29 ayat (2), dan Pasal 35 ayat (2)) Pasal 39 Ketentuan lebih lanjut mengenai Register Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VI PELINDUNGAN Bagian Kesatu Penyelamatan Pasal 40 (1) Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk: a. mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai nilai yang menyertainya; dan b. mencegah pencurian, pemindahan, dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 2) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa. 21

22 3) Tindakan penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui upaya: a. pelaporan Cagar Budaya yang hilang atau rusak kepada instansi yang berwenang di bidang Pelestarian, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait; b. pemindahan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang terancam keselamatannya, baik karena faktor alam, gangguan manusia, maupun adanya rencana pembangunan pada Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya termasuk lingkungannya. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelamatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pengamanan Pasal 41 1)Pengamanan dilakukan untuk menjaga Cagar Budaya agar tidak hilang, rusak, hancur, dan musnah. 2)Pengamanan terhadap Cagar Budaya wajib dilakukan oleh pemilik dan/atau yang menguasainya. 3)Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Cagar Budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota dapat dilakukan oleh juru pelihara dan/atau polisi khusus. 4)Masyarakat dapat berperan serta melakukan Pengamanan terhadap Cagar Budaya. 5)Pengamanan Cagar Budaya harus mendukung pemanfaatannya dan sebaliknya pemanfaatan Cagar Budaya harus memberikan kontribusi terhadap pengamanannya. 6)Pengamanan Benda Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Bangunan Cagar Budaya dapat dilakukan dengan menyimpan dan/atau menempatkannya pada tempat yang terhindar dari gangguan alam dan manusia. 7)Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengamanan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah. 22

23 Pasal 42 Polisi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) berwenang untuk: a. mengadakan patroli/perondaan di dalam Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan wilayah hukumnya; b. memeriksa surat surat atau dokumen yang berkaitan dengan penembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya; c. menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana terkait dengan Cagar Budaya; d. mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana terkait dengan Cagar Budaya; e. menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; dan f. membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana terkait dengan Cagar Budaya. Bagian Ketiga Zonasi Pasal 43 1)Pelindungan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya dilakukan dengan menentukan batas batas keluasannya (deliniasi) dan pemanfaatan ruang melalui sistem Zonasi. 2)Sistem Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh: a. Menteri apabila telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya nasional atau mencakup 2 (dua) atau lebih provinsi; b. gubernur apabila telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya provinsi atau mencakup 2 (dua) atau lebih kabupaten/kota; atau c. bupati/wali kota sesuai dengan wilayahnya. 3)Batas batas Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari zona inti, zona penyangga, zona pengembangan, dan zona pemanfaatan berdasarkan atas kajian. 4)Batas zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan: a. batas asli Benda Cagar Budaya; b. batas asli Bangunan Cagar Budaya; dan/atau c. batas asli Struktur Cagar Budaya. 5)Untuk kepentingan pengamanan Cagar Budaya, batas zona inti ditambah 5 23

24 (lima) meter dari batas asli. 6)Apabila tidak ditemukan batas asli sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat ditetapkan batas zona berdasarkan keperluan pengamanan: a. paling dekat 5 (lima) meter di kawasan hunian padat dari sisi terluar Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya; atau b. paling dekat 100 (seratus) meter di kawasan pedesaan atau kawasan bukan hunian dari sisi terluar Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya. 7)Batas zona penyangga, zona pengembangan, dan zona pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. batas budaya; b. batas alam; c. batas administrasi; d. batas pemilikan/penguasaan ruang; e. batas tata ruang yang telah ditetapkan di daerah; dan/atau f. batas yang ditetapkan berdasarkan keperluan. 8)Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Zonasi diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 44 1)Kawasan Cagar Budaya dapat dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan sifat pelindungan dan pemanfaatannya. 2)Zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. zona inti yang berfungsi sebagai ruang pelindungan mutlak terhadap Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya yang tidak untuk kepentingan komersial; b. zona penyangga yang berfungsi sebagai pelindung mutlak zona inti, berupa ruang hijau, dan tidak untuk kepentingan komersial; c. zona pengembangan yang berfungsi untuk memberikan dukungan bagi pengelolaan zona inti dan zona penyangga yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan komersial terbatas; dan d. zona pemanfaatan yang berfungsi untuk kepentingan publik dan 24

25 komersial tanpa mengabaikan keseimbangan ekologi dan karakter budaya masyarakat setempat. 3)Zona inti, zona penyangga, dan zona pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c merupakan zona yang wajib. Bagian Keempat Pemeliharaan Pasal 45 1) Pemeliharaan dilakukan dengan cara merawat Cagar Budaya untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan dan/atau pelapukan akibat pengaruh alam dan perbuatan manusia. 2) Upaya perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi Cagar Budaya. 3) Perawatan Benda Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang berasal dari air harus dilakukan sejak proses pengangkatan sampai ke tempat penyimpanannya. 4) Perawatan Benda Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang berasal dari air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan tata cara khusus. 5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengangkat juru pelihara untuk melakukan perawatan Cagar Budaya. 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemeliharaan Cagar Budaya diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kelima Pemugaran Pasal 46 1) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan dengan memperbaiki, memperkuat, dan mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, dan rehabilitasi. 25

26 2) Pemugaran Cagar Budaya harus memperhatikan: a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya dan/atau teknologi pengerjaan; b. pengembalian seperti kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin; c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan d. kompetensi pelaksana. 3) Kegiatan pemugaran yang berpotensi menimbulkan ancaman terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 4) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan peringkatnya. 5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemugaran Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VII PENGEMBANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 47 1) Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai nilai yang melekat padanya. 2) Pengembangan Cagar Budaya dilakukan melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi Cagar Budaya. 3) Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh setiap orang. 4) Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah rencana pengembangan disetujui Pemerintah dan/atau 26

27 Pemerintah Daerah. 5) Pengembangan Cagar Budaya yang diperkirakan dapat menyebabkan Cagar Budaya tercemar, berpindah, rusak, musnah, atau hilang wajib didahului dengan studi kelayakan atau studi teknis. 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengembangan Cagar Budaya diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Penelitian Pasal 48 1)Penelitian arkeologis wajib dilakukan pada setiap rencana kegiatan yang diduga mengakibatkan Cagar Budaya tercemar, berpindah, rusak, musnah, atau hilang. 2)Analisis mengenai dampak lingkungan wajib dilakukan pada setiap rencana kegiatan yang dapat mengakibatkan Cagar Budaya tercemar, berpindah, rusak, hancur, musnah, atau hilang. 3)Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri. Pasal 49 Penelitian terhadap Cagar Budaya hanya dapat dilakukan untuk tujuan Pelestarian, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata. Pasal 50 1) Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dilakukan terhadap Cagar Budaya di darat atau di air. 2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan kaidah keilmuan dan keaslian Cagar Budaya. 3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. penelitian dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan; dan b. penelitian terapan untuk pengembangan 27

28 teknologi atau tujuan praktis bersifat aplikatif. Pasal 51 1) Pemindahan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya selama dan sesudah penelitian dapat dilakukan setelah didokumentasikan dan lokasinya diberi tanda. 2) Hasil penelitian berupa Benda Cagar Budaya, dokumen, dan laporan wajib disampaikan kepada Pemerintah. 3) Penelitian Cagar Budaya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 52 Ketentuan lebih lanjut mengenai Penelitian tentang Cagar Budaya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Revitalisasi Pasal 53 1) Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya dapat direvitalisasi untuk kebutuhan masa kini. 2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan tata ruang, tata letak, dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian. Pasal 54 1) Revitalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dapat dilakukan dengan menata kembali pemanfaatan tata ruang Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya tanpa menghilangkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya yang ada. 2) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang berada dalam Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar 28

29 Budaya yang direvitalisasi, tetap dipertahankan keberadaannya dengan perubahan terbatas. 3) Hasil revitalisasi yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dikembalikan seperti semula atas tanggungan pemrakarsa. Bagian Keempat Adaptasi Pasal 55 1) Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dapat dilakukan adaptasi untuk memenuhi kebutuhan masa kini. 2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan kajian yang dilakukan oleh Tenaga Ahli Pelestarian. Pasal 56 1) Adaptasi Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dilakukan dengan konsolidasi dan/atau rehabilitasi. 2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan: a. menambah utilitas sesuai dengan kebutuhan; b. mengubah susunan ruang secara terbatas; c. mempertahankan keseluruhan gaya arsitektur dan konstruksi asli; dan/atau d. mempertahankan muka bangunan. BAB VIII 29

30 PEMANFAATAN Pasal 57 1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. 2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang dilakukan oleh setiap orang. 3) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa izin pemanfaatan, dukungan Tenaga Ahli Pelestarian, dukungan dana, dan/atau pelatihan. 4) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat. Pasal 58 1) Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dapat dilakukan dengan cara revitalisasi atau adaptasi. 2) Pemanfaatan dengan cara revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap mempertahankan lanskap budaya dan/atau pola pola asli ruang. 3) Pemanfaatan dengan cara adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, restorasi, dan pemeliharaan dengan tetap mempertahankan keaslian Cagar Budaya. 4) Pemanfaatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib didahului dengan kajian, penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan. Pasal 59 (1) Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. (2) Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan peringkat Cagar Budaya. 30

31 Pasal 60 1) Pemanfaatan Benda Cagar Budaya yang tidak langka jenisnya, tidak unik rancangannya, jumlah setiap jenisnya cukup banyak, dan sudah dikuasai negara atau yang sudah menjadi koleksi museum dapat digunakan untuk kepentingan komersial. 2) Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah untuk memacu pengembangan ekonomi dengan tetap memperhatikan ketentuan Undang Undang ini. Pasal 61 Sebagian hasil usaha dari pemanfaatan Cagar Budaya secara komersial digunakan untuk kepentingan pemeliharaan Cagar Budaya. Pasal 62 1) Pemanfaatan lokasi temuan yang telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya wajib memperhatikan fungsi ruang dan pelindungannya. 2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menghentikan pemanfaatan atau membatalkan izin pemanfaatan Cagar Budaya apabila pemilik dan/atau penguasa terbukti melakukan perusakan atau menyebabkan rusaknya Cagar Budaya. 3) Cagar Budaya yang tidak lagi dimanfaatkan harus dikembalikan seperti keadaannya semula sebelum dimanfaatkan. 4) Biaya pengembalian seperti keadaan semula dibebankan kepada yang memanfaatkan Cagar Budaya. Pasal 63 Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang tercatat sebagai peringkat nasional, peringkat provinsi, peringkat kabupaten, dan peringkat kota hanya dapat dilakukan atas izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Pasal 64 31

32 Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai setiap orang atau dikuasai negara harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 65 Pemanfaatan koleksi berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya di museum untuk sebesar besarnya pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, sosial, dan pariwisata. Pasal 66 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB IX PENDANAAN Pasal 67 1)Pendanaan pelestarian Cagar Budaya merupakan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang undangan; dan/atau d. hasil pemanfaatan Cagar Budaya. 3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengalokasikan anggaran untuk Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Kompensasi Cagar Budaya dengan memperhatikan prinsip proporsional. 4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana cadangan untuk penyelamatan Cagar Budaya dalam keadaan darurat dan penemuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya. 32

33 BAB X LARANGAN Pasal 68 1) Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik sebagian maupun seluruhnya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal. 2) Setiap orang dilarang mencuri Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya, baik sebagian maupun seluruhnya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal. Pasal 69 Setiap orang dilarang menghalang halangi atau menghambat upaya pelestarian Cagar Budaya. Pasal 70 Setiap orang dilarang mendokumentasikan Cagar Budaya secara keseluruhan atau sebagian untuk kepentingan komersial tanpa rekomendasi Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan tanpa seizin pemilik. Pasal 71 (1) Setiap orang tanpa izin dilarang melakukan pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan, atau cara pencarian lainnya, baik di darat dan/atau di air. (2) Setiap orang tanpa izin Menteri dilarang: a. membawa Benda Cagar Budaya ke luar wilayah Republik Indonesia; b. mengubah fungsi Cagar Budaya nasional dan dunia; c. menjualbelikan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya peringkat nasional; 33

34 (3) Setiap orang tanpa izin gubernur dilarang: d. memanfaatkan Benda Cagar Budaya atau unsur Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya peringkat nasional dengan cara perbanyakan; e. memisahkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya, baik sebagian maupun seluruhnya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal; dan/atau f. memindahkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya peringkat nasional baik secara keseluruhan maupun bagianbagiannya. a.membawa Benda Cagar Budaya ke luar wilayah provinsi; b.mengubah fungsi Cagar Budaya peringkat provinsi; c.menjualbelikan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya peringkat provinsi; d.memanfaatkan Benda, Bangunan, dan Struktur Cagar Budaya peringkat provinsi dengan cara perbanyakan; e.memisahkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya, baik sebagian maupun seluruhnya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal; dan/atau f.memindahkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya peringkat provinsi baik secara keseluruhan maupun bagian bagiannya. (4) Setiap orang tanpa izin bupati/wali kota dilarang: a.membawa Benda Cagar Budaya ke luar wilayah kabupaten/kota; b.mengubah fungsi Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota; c.menjualbelikan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota; d.memanfaatkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota dengan perbanyakan; e.memisahkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya, baik sebagian maupun seluruhnya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal; dan/atau 34

35 f.memindahkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota baik secara keseluruhan maupun bagian bagiannya. Pasal 72 Setiap orang yang merusak atau menghancurkan Benda Cagar Budaya tanpa izin Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau pemiliknya wajib mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri. BAB XI PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN Bagian Kesatu Pengawasan Pasal 73 1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pengawasan pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenangannya. 2) Masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan pelestarian Cagar Budaya. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Penyidikan Pasal 74 1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil merupakan pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelestarian Cagar Budaya yang diberi wewenang khusus melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang tentang Hukum Acara Pidana terhadap tindak pidana Cagar Budaya. 2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: 35

36 a. menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana Cagar Budaya; b. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap barang bukti tindak pidana Cagar Budaya; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil dan memeriksa tersangka dan/atau saksi; h. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. membuat dan menandatangi berita acara; dan j. mengadakan penghentian penyidikan apabila terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang Cagar Budaya. 3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 75 Setiap orang yang memanfaatkan Benda Cagar Budaya yang dikuasai negara dengan cara Perbanyakan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) huruf d, Pasal 71 ayat (3) huruf d, Pasal 71 ayat (4) huruf d dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 75 (alternatif) 36

37 Setiap orang yang memanfaatkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang dikuasai negara dengan cara Perbanyakan tanpa izin Menteri, gubernur, bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) huruf d, Pasal 71 ayat (3) huruf d, Pasal 71 ayat (4) huruf d dipidana dengan pidana kurungan dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 76 Setiap orang yang menemukan Benda Cagar Budaya atau yang diduga sebagai Benda Cagar Budaya dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya yang tidak diketahui pemiliknya dan tidak melaporkan kepada instansi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau aparat Pemerintah Daerah terdekat paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 76 (alternatif) Setiap orang yang menemukan Benda Cagar Budaya atau yang diduga sebagai Benda Cagar Budaya dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya yang tidak diketahui pemiliknya dan tidak melaporkan kepada instansi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau aparat Pemerintah Daerah terdekat paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 77 Setiap orang yang melakukan pencarian Benda Cagar Budaya dan/atau Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya dengan cara penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di darat atau di air tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua miliar rupiah). Pasal 77 (alternatif) Setiap orang yang tanpa izin melakukan pencarian Benda Cagar Budaya 37

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 7 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kawasan dan cagar

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

1. UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA 2. PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

1. UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA 2. PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA 1. UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA 2. PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA Oleh: endang sumiarni Disampaikan dalam Pembinaan Tenaga Pendaftaran Cagar Budaya dalam rangka Registrasi Nasional cagar

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR -1- BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

Lebih terperinci

Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya

Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Fr. Dian Ekarini Balai Konservasi Borobudur email : fransiscadian79@gmail.com Abstak: Upaya pelestarian cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168] UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 101 Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya

Lebih terperinci

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benda cagar

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm Page 1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam

Lebih terperinci

Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya

Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN 1992 (5/1992) Tanggal : 21 MARET 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/27; TLN NO. 3470 Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA Menimbang: DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa warisan budaya Bali merupakan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI

Lebih terperinci

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila; Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

P E L E S T A R I A N CAGAR BUDAYA OLEH KEPALA BPCB GORONTALO ZAKARIA KASIMIN

P E L E S T A R I A N CAGAR BUDAYA OLEH KEPALA BPCB GORONTALO ZAKARIA KASIMIN P E L E S T A R I A N CAGAR BUDAYA OLEH KEPALA BPCB GORONTALO ZAKARIA KASIMIN DISAMPAIKAN DALAM WORKSHOP DOKUMENTASI CAGAR BUDAYA SELASA, 21 DESEMBER 2016 BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA (BPCB) GORONTALO

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa pengendalian diperlukan terhadap

Lebih terperinci

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH Menimbang BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG, : a. bahwa dengan telah

Lebih terperinci

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

IZIN USAHA JASA PARIWISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah dan air dalam wilayah

Lebih terperinci

SYARAT: KETENTUAN YG HARUS DIINDAHKAN DAN DILAKUKAN PEMBERI IZIN: LEGAL> JABATAN BUKTI LEGAL: SURAT KEPUTUSAN ; SURAT PENETAPAN

SYARAT: KETENTUAN YG HARUS DIINDAHKAN DAN DILAKUKAN PEMBERI IZIN: LEGAL> JABATAN BUKTI LEGAL: SURAT KEPUTUSAN ; SURAT PENETAPAN PERIZINAN CAGAR BUDAYA INDONESIA W. Djuwita Ramelan Penyusunan Pedoman Perizinan Cagar Budaya dan Museum Jakarta 17-1919 Juli 2013 KONSEP UMUM IZIN: PERNYATAAN MENGABULKAN ; PERSETUJUAN MEMBOLEHKAN KEGIATAN:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Re

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Re BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKAA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.308, 2014 LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5)

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di

Lebih terperinci

Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian Cagar Budaya Pelestarian Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA JAWA TIMUR 2016 Sebelum kita bahas pelestarian cagar budaya, kita perlu tahu Apa itu Cagar Budaya? Pengertian

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN, PENGATURAN PEMANFAATAN SEMPADAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PRAMUWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PRAMUWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PRAMUWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa pramuwisata merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci