Bab II Tinjauan Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab III Metodologi Penelitian

KAJIAN SIFAT MAGNETIK MAGNETIT (Fe 3 O 4 ) HASIL PENUMBUHAN DENGAN METODE PRESIPITASI BERBAHAN DASAR PASIR BESI TESIS

KAITAN SIFAT MAGNETIK DENGAN TINGKAT KEHITAMAN (DARKNESS) PASIR BESI DI PANTAI MASANG SUMATERA BARAT

Bab IV Hasil dan Diskusi

Estimasi Ukuran Bulir Mineral Magnetik pada Batuan Peridotit Berdasarkan Peluruhan Anhysteretic Remanent Magnetization (ARM)

Nilam Sari *), Hamdi Rifai *), Fatni Mufit *) ABSTRACT

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN NILAI SATURASI MAGNETIK BATUAN PERIDOTIT ASAL DESA AWANG BANGKAL BARAT KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

PENGARUH OKSIDASI TERHADAP KONSENTRASI BULIR SUPERPARAMAGNETIK PADA MAGNETIT PASIR BESI PANTAI SUNUR KOTA PARIAMAN SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

FISI S KA K BA B TUA U N

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) dalam Pemantauan Proses Oksidasi Magnetite Menjadi Hematite

PENENTUAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK GUANO YANG BERASAL DARI GUA BABA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP BENTUK BULIR MINERAL MAGNETIK PASIR BESI

Lenny Marcillina, Erwin, dan Tengku Emrinaldi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

PEMETAAN PERSENTASE KANDUNGAN DAN NILAI SUSEPTIBILITAS MINERAL MAGNETIK PASIR BESI PANTAI SUNUR KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

SINTESIS DAN KARAKTERISTIK PARTIKEL NANO Fe 3 O 4 YANG BERASAL DARI PASIR BESI DAN Fe 3 O 4 BAHAN KOMERSIAL (ALDRICH)

Bab II Tinjauan Pustaka

Analisa Mineral Magnetik Pasir Sisa Pendulangan Intan di Cempaka, Kota Banjarbaru Berdasarkan Nilai Suseptibilitas Magnetik

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Analisis Anisotropi Suseptibilitas Magnetik Batuan Beku Lengan Utara Sulawesi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

Gambar V.3 (a). Spektra FTIR dan (b). Difraktogram XRD material hasil sintesis (dengan variasi perbandingan molar Fe 3+ /Fe 2+ pada T = 60ºC dan

ANALISIS JENIS MINERAL MAGNETIK DARI POLUTAN KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN METODE ISOTHERMAL REMANENT MAGNETIZATION (IRM) DI KOTA PADANG ABSTRACT

Bahan Listrik. Bahan Magnet

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

ANALISA UKURAN BULIR MINERAL MAGNETIK PADA LINDI TPA SAMPAH KOTA PADANG MENGGUNAKAN METODA ANHYSTERETIC REMANENT MAGNETIZATION (ARM)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ANALISIS SUSEPTIBILITAS MAGNETIK HASIL OKSIDASI MEGNETIT MENJADI HEMATIT PASIR BESI PANTAI SUNUR KOTA PARIAMAN SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN KANDUNGAN MINERAL PASIR BESI SUNGAI BATANG KURANJI PADANG SUMATERA BARAT

PENENTUAN PERSENTASE DAN NILAI SUSEPTIBILITAS MINERAL MAGNETIK BIJIH BESI YANG BERASAL DARI TIGA LOKASI TAMBANG BIJIH BESI DI SUMATERA BARAT

ANALISIS KESUBURAN TANAH DAN RESIDU PEMUPUKAN PADA TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KEMAGNETAN BATUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menjelaskan prinsip dasar pemisahan mineral secara magnetis

Oleh. Ni Komang Tri Suandayani SSi, MSi FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

IDENTIFIKASI MINERAL MAGNETIK ABU TERBANG (FLY ASH) DAN ABU DASAR (BOTTOM ASH) SISA PEMBAKARAN BATUBARA PLTU ASAM-ASAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ikatan Kimia. Ikatan kimia adalah gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya menyebabkan terjadinya perubahan kimia.

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) TERHADAP SIFAT MAGNETIK MAGHEMIT (γ-fe 2 O 3 ) YANG DISINTESIS DARI MAGNETIT BATUAN BESI (Fe 3 O 4 )

RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI BALL MILLING UNTUK PROSES PENGHALUSAN SERBUK BAHAN MAGNETIK

BAB II DASAR TEORI. Sifat magnet dari material ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PILLAR OF PHYSICS, Vol. 4. November 2014, 49-56

PENENTUAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK MINERAL MAGNETIK PASIR BESI SISA PENDULANGAN EMAS DI KABUPATEN SIJUNJUNG SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

PENENTUAN TINGKAT KEMAGNETAN DAN INDUKSI MAGNETIK TOTAL ENDAPAN PASIR LAUT PANTAI PADANG SEBAGAI FUNGSI KEDALAMAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018

PILLAR OF PHYSICS, Vol. 1. April 2013, 52-59

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

Keramik. Ikatan atom pada keramik. Sifat-sifat bahan keramik 04/10/2016. Lukhi mulia s

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kimia Koordinasi Teori Ikatan Valensi

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1.

BAB II DASAR TEORI. A. Kemagnetan Bahan. Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet. seperti terlihat pada Gambar 2.

PENGARUH RASIO Fe 3 O 4 Fe 2 O 3, RASIO Fe : C DAN UKURAN BULIR MINERAL MAGNETIK PADA SUSEPTIBILITAS MAGNETIK TONER

EFEK DOPING Ni DALAM SINTESIS MATERIAL MULTIFERROIK BiFeO3 BERBASIS PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI. Hariyanto

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

SINTESIS DAN KARAKTERISASI PARTIKEL NANO Fe 3 O 4 DENGAN TEMPLATE PEG- 1000

Afdal, Elio Nora Islami. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang

Pengaruh Ukuran Butir dan Struktur Kristal terhadap Sifat Kemagnetan pada Nanopartikel Magnetit (Fe 3 O 4 )

PREPARASI DAN KARAKTERISASI SERBUK CALCIUM ALUMINA FERRITE (CaAl 4 Fe 8 O 19 ) SEBAGAI BAHAN KERAMIK MAGNETIK

Pengukuran Tetapan Suseptibilitas pada Polyethylene Glycol (PEG- 4000) Coated- Nanopartikel Magnetik Cobalt Ferrite (CoFe 2 O 4 )

BAB III SISTEM DAN PERSAMAAN KEADAAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Journal of Creativity Students

Transkripsi:

Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium paling banyak dijumpai dalam batuan. Keluarga ini terdiri dari mineral-mineral yang memenuhi diagram segi tiga (ternary diagram) dengan anggota tepi terdiri dari TiO 2, FeO dan Fe 2 O 3, seperti terlihat pada Gambar II.1. Gambar II.1. Ternary diagram keluarga oksida besititanium (Tauxe,1998). Mineral anggota keluarga oksida besi-titanium dapat memiliki berbagai macam komposisi, akan tetapi hanya terdapat dua deret yaitu : titanomagnetit (Fe 3-x Ti x O 4 ) dan titanohematit (Fe 2-x Ti x O 4 ). Untuk x = 1 pada deret titanomagnetit ditemukan sebagai mineral ulvöspinel dan pada x = 0 adalah mineral magnetit. Sedangkan untuk x = 1 dan x = 0 pada deret titanohematit ditemukan sebagai mineral ilmenit serta hematit atau dapat pula ditemukan sebagai maghemit. Sifat magnetik yang menonjol dibawa oleh deret titanomagnetit yaitu mineral magnetit. Mineral tersebut ditemukan pada berbagai batuan beku, metamorfik dan sedimen. Pasir 5

besi merupakan salah satu contoh batuan sedimen yang didominasi oleh mineral magnetit. II.2 Suseptibilitas Magnetik Batuan Magnetisasi pada bahan pada umumnya bergantung pada medan magnetik, namun demikian ada sebagian kecil bahan yang dapat memiliki magnetisasi secara spontan tanpa kehadiran medan magnet luar. Magnetisasi yang dimiliki oleh bahan dapat disebabkan medan magnet luar yang mempengaruhinya sering disebut magnetisasi induksi, selain itu terdapat pula magnetisasi yang ada walaupun tanpa medan magnet luar ditiadakan dikenal sebagai magnetisasi remanen. Jika intensitas medan magnetik luar H diberikan pada suatu bahan, maka bahan tersebut akan memberikan respon yang disebut dengan magnetisasi M. Hubungan kedua besaran tersebut dinyatakan dalam persamaan : M = χ m H dengan M adalah momen magnetik per satuan volum (A/m), H adalah intensitas medan magnetik (A/m), χ m adalah faktor pembanding yang dikenal dengan suseptibilitas magnetik. Besaran suseptibilitas magnetik dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk, diantaranya low field DC susceptibility / anisotropy of magnetic susceptibility (AMS) dan anisotropy of anhysteretic susceptibility (AAS). AMS dikontrol oleh mineral feromagnetik, paramagnetik, dan diamagnetik dalam batuan. Batuan dengan suseptibilitas lebih besar dari 5 x 10-3 (SI), efek paramagnetik dan diamagnetik diabaikan dan AMS secara efektif dikontrol oleh ferimagnetik saja. Batuan dengan suseptibilitas kurang dari 5 x 10-4 (SI), kandungan mineral ferimagnetiknya rendah, sehingga AMS secara efektif dikontrol oleh paramagnetik (efek diamagnetik masih dapat diabaikan). Batuan dengan suseptibilitas antara 5 x 10-4 (SI) hingga 5 x 10-3 (SI), AMS secara umum dikontrol oleh mineral ferimagnetik dan paramagnetik (Tarling dan Hrouda, 6

1993). Sedangkan AAS merupakan metode yang mengukur kemampuan batuan untuk memperoleh anhysteretic of remanent magnetization (ARM). Sebuah sampel memperoleh ARM ketika sampel tersebut diletakkan dalam medan searah yang lemah dan medan bolak-balik yang kuat secara bersamaan. Intensitas ARM sebanding dengan intensitas medan searah. Konstanta pembanding dinyatakan sebagai suseptibilitas ARM atau AAS. Batuan dapat memiliki nilai suseptibilitas AMS rendah dan AAS yang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena magnetisasi remanen bahan magnetik tidak saja bergantung pada jenis mineralnya, tetapi juga bergantung pada bentuk dan ukuran bulir. Estimasi ukuran bulir magnetit telah dilakukan oleh King dkk (1982) dengan mengkombinasikan pengukuran nilai suseptibilitas AMS dan AAS yang diperoleh melalui pengukuran ARM, seperti ditunjukkan pada Gambar II.2. Gambar II.2. Model empiris untuk estimasi ukuran bulir magnetik (Dunlop dan Özdemir, 1997). 7

II.3 Mineral-Mineral Oksida Besi Keberadaan oksida besi memiliki beragam komposisi kimia dan sifat respon magnetik yang berbeda, seperti terlihat pada tabel II.1. Tabel II.1. Jenis oksihidroksida besi dan oksida besi (Harris, 2002) Mineral Formula Respon Magnetik Goethite α-feooh Antiferomagnetik Akaganéite β-feooh Antiferomagnetik Lepidocrocite γ-feooh Antiferomagnetik Feroxyhyte ' δ -FeOOH Ferimagnetik Ferrihydrite Fe 5 HO 8.4H 2 O Antiferomagnetik Hematite α-fe 2 O 3 Canted- Antiferomagnetik Maghemite γ-fe 2 O 3 Ferimagnetik Magnetite Fe 3 O 4 Ferimagnetik Bahan-bahan feromagnetik memiliki energi pertukaran minimum karena seluruh spin-spinnya terjajar secara paralel (Gambar II.3a). Bila energi pertukaran minimum dicapai dengan penjajaran spin secara antipararel sempurna (Gambar II.3b) sehingga momen magnetik netonya sama dengan nol, maka bahan tersebut digolongkan sebagai antiferomagnetik. Pada bahan-bahan tertentu spin-spin antiferomagnetik terjajar tak sempurna, tetapi sedikit miring dan menghasilkan sedikit momen magnetik neto (Gambar II.3c). Momen magnetik neto juga mungkin terdapat pada bahan antiferomagnetik jika spin-spinnya tidak berpasangan secara sempurna karena terdapat cacat (defect) pada struktur kristal (Gambar II.3d). Sedangkan untuk bahan ferimagnetik spin-spin juga terjajar secara antiparalel, tetapi besarnya momen magnet untuk masing-masing arah tidak sama sehingga menghasilkan momen magnetik neto (Gambar II.3e). 8

Gambar II.3. Tipe penjajaran spin bahan feromagnetik : (a). feromagnetik (b). antiferomagnetik (c). canted antiferomagnetik (d). defect antiferomagnetik (e). ferimagnetik (Tauxe,1998). Sifat magnetik bahan-bahan feromagnetik tersebut sangat dipengaruhi oleh ukuran bulir. Bulir yang dipandang hanya memiliki dipol magnetik tunggal yang terisolasi disebut bulir domain tunggal atau single domain (SD)(Gambar II.4a). Kutub-kutub bebas pada permukaan bulir menghasilkan suatu energi magnetik yang bertambah dengan volume bulir. Pada ukuran tertentu, energi tersebut menjadi cukup besar dan memecah magnetisasi menjadi beberapa daerah dengan magnetisasi seragam yang disebut domain magnetik. Bulir magnetik yang terdiri dari beberapa domain magnetik dinamakan bulir domain jamak atau multi domain (MD)(Gambar II.4b). Bulir magnetik dengan jumlah domain yang sedikit memiliki stabilitas magnetik dan remanensi saturasi hampir sama dengan domain tunggal. Bulir dengan jumlah domain sedikit tersebut sering disebut sebagai bulir pseudo-tunggal atau pseudo-single domain (PSD). Domain-domain magnetik dipisahkan oleh dinding domain (Gambar II.4c). Dalam dinding domain, spin-spin harus berubah dari satu sumbu mudah menuju sumbu mudah lainnya. 9

a) b) c) Gambar II.4. Bahan feromagnetik sferis: (a). domain tunggal (b). domain jamak (c) rotasi momen magnetik dalam dinding domain (Butler,1998). Berdasarkan data dari percobaan empiris diperoleh hubungan yang signifikan antara perubahan magnetisasi dengan medan demagnetisasi. Hasil uji ini memperlihatkan bahwa intensitas magnetisasi sampel yang terdiri dari bulir MD meluruh lebih cepat terhadap medan demagnetisasi dibanding dengan sampel yang berisi bulir SD sebagaimana diperlihatkan pada Gambar II.5. Gambar II.5. Pola peluruhan intensitas magnetisasi saat demagnetisasi mineral magnetit dengan ukuran yang bervariasi, SD = single domain, PSD = pseudo-single domain, MD = multi domain (Dunlop dan Özdemir, 1997). 10

II.4 Mineral Oksida Besi Magnetit Mineral magnetit tersusun oleh ion ferric (Fe 3+ ) dan ferrous (Fe 2+ ) dengan perbandingan 2 : 1 dengan komposisi kimianya dapat dinyatakan Fe 3 O 4 (FeO.Fe 2 O 3 ). Magnetit memiliki kisi kristal spinel invers (AB 2 O 4 ) yang terdiri sebagian ion Fe 3+ membentuk sisi tetrahedral dan sebagian ion Fe 3+ serta seluruh ion Fe 2+ membentuk sisi oktahedral, seperti terlihat pada Gambar II.6. Gambar II.6. Kisi Magnetit (Fe 3 O 4 / FeO.Fe 2 O 3 ) [Moskowitz] Ion-ion besi bervalensi dua berada pada sisi kisi oktahedral, sedangkan ion-ion besi yang bervalensi tiga terpisah merata antara sisi kisi oktahedral dan tetrahedral. Momen magnetik ion-ion dalam setiap kisi akan saling berpasangan dimana A dan B berpasangan secara antipararel. Setiap subkisi B yang memiliki satu ion Fe 2+ dan Fe 3+ berpasangan dengan subkisi A yang ditempati satu ion Fe 3+, karenanya ada sepasang momen magnetik yang dihasilkan oleh ion Fe 2+. Pasangan antipararel yang tidak seimbang tersebut yang menyebabkan magnetit bersifat ferimagnetik. 11

II.5 Penumbuhan Magnetit Di alam senyawa oksida besi magnetit terbentuk secara alamiah pada saat proses pembentukan batuan. Selain itu, senyawa magnetit dapat dibentuk melalui rekayasa kimia dengan metode presipitasi. Metode ini telah digunakan secara luas untuk membentuk partikel dengan komposisi homogen dan distribusi ukuran yang kecil. Penumbuhan magnetit dengan metode presipitasi diperlukan bahan awal (precursor) yang terdiri atas garam besi yang memiliki ion ferric (Fe 3+ ) dan ion ferrous (Fe 2+ ). Bahan awal yang dapat digunakan untuk proses tersebut dapat berupa larutan FeCl 2.4H 2 O atau FeSO 4.7 H 2 O untuk garam besi dengan ion Fe 2+, sedangkan garam dengan ion Fe 3+ dapat diperoleh dari larutan Fe(NO 3 ) 3 atau FeCl 3.4H 2 O. Bahan awal yang terdiri dari larutan garam besi dengan ion Fe 3+ dan Fe 2+ dicampur dengan komposisi perbandingan molar 2 : 1, seperti diilustrasikan pada Gambar II.7. Setelah pencampuran berlangsung sempurna, tahap selanjutnya dilakukan proses presipitasi dengan pemberian larutan basa pada hasil pencampuran larutan garam besi. Larutan basa yang digunakan dapat berupa senyawa KOH, NaOH, LiOH atau NH 4 OH. Hasil proses presipitasi tersebut diperoleh endapan berwarna hitam yang diidentifikasi sebagai mineral magnetit. Mekanisme reaksi yang terjadi dalam proses presipitasi mengikuti persamaan : Fe 2+ + 2Fe 3+ +8 OH - Fe 3 O 4 + 4H 2 O Fe 2+ Fe 3+ Gambar II.7. Proses pembentukan magnetit melalui proses presipitasi dengan pemberian larutan basa pada hasil pencampuran larutan A (terdiri ion Fe 2+ ) dan larutan B (terdiri ion Fe 3+ )[Harris, 2002]. 12