II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

PERUBAHAN GARIS PANTAI DARI PANTAI TERITIP BALIKPAPAN SAMPAI PANTAI AMBARAWANG KUTAI KERTANEGARA KALIMANTAN TIMUR IRA PUSPITA DEWI

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gelombang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

TINJAUAN PUSTAKA Gelombang

III METODE PENELITIAN

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN BATANG, JAWA TENGAH NEIRA PURWANTY ISMAIL SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

Posisi dengan kemiringan tersebut, kecepatan partikel di puncak gelombang sama dengan kecepatan rambat gelombang. Kemiringan yang lebih tajam dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POLA TRANFORMASI GELOMBANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RCPWave PADA PANTAI BAU-BAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai

BAB II TEORI TERKAIT

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

ANALISA SEL SEDIMEN SEBAGAI PENDEKATAN STUDI EROSI DI TELUK LAMPUNG, KOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG

ALTERNATIF BANGUNAN PENANGGULANGAN ABRASI DI PANTAI MUARA GEMBONG, BEKASI ALIMUDDIN

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

Gambar 2.7 Foto di lokasi Mala.

PERENCANAAN JETTY DI MUARA SUNGAI RANOYAPO AMURANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN METODE ONE-LINE MODEL (STUDI KASUS : PANTAI MANGARABOMBANG GALESONG SELATAN, KABUPATEN TAKALAR)

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI SEKITAR DELTA SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN S A K K A

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 5 SYSTEM PLANNING

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

Gambar 4.11 Lokasi 1 Mala (Zoom).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ANALISIS ARUS DAN GELOMBANG PERAIRAN BATU BELANDE GILI ASAHAN DESA BATU PUTIH KECAMATAN SEKOTONG LOMBOK BARAT

KAJIAN LAJU TRANSPOR SEDIMEN DI PANTAI AKKARENA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik

I. PENDAHULUAN Permasalahan

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

EROSI MARIN SEBAGAI PENYEBAB KERUSAKAN LAHAN KEBUN DI KELURAHAN TAKOFI KOTA TERNATE

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4.20 Lokasi Alo dominan terjadi crosshore sediment transport akibat gelombang dominan dari arah timur.

07. Bentangalam Fluvial

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN ANTARA WAY PENET DAN WAY SEKAMPUNG, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG

KETIDAKSTABILAN PANTAI SEBAGAI KENDALA PENGEMBANGAN DAERAH PERUNTUKAN DI PERAIRAN LASEM JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perubahan Layout Breakwater Terhadap Kondisi Tinggi Gelombang di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

MEKANISME ABRASI PESISIR DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Transkripsi:

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin Proses pembentukan gelombang oleh angin Menurut Komar (1976) bahwa angin mentransfer energi ke partikel air sesuai dengan arah hembusan angin. Faktor yang menentukan karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin (Davis 1991 ; Shahidi et al. 2009) yaitu : (1) lama angin bertiup atau durasi angin, (2) kecepatan angin dan (3) fetch (jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkitan gelombang atau daerah pembangkitan gelombang). Semakin lama angin bertiup, semakin besar jumlah energi yang dapat dipindahkan dalam pembangkitan gelombang. Demikian halnya dengan fetch, gelombang yang bergerak keluar dari daerah pembangkitan gelombang hanya memperoleh sedikit tambahan energi. Pada pertumbuhan gelombang laut dikenal beberapa istilah seperti (USACE, 2003a) : (1) Fully developed seas, kondisi dimana tinggi gelombang mencapai harga maksimum (terjadi jika fetch cukup panjang). (2) Fully limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh fetch. Dalam hal ini panjang fetch (panjang daerah pembangkit gelombang) terbatas. (3) Duration limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh lamanya waktu dari tiupan angin. (4) Sea waves, gelombang yang tumbuh di daerah medan angin. Kondisi gelombang disini adalah curam yaitu panjang gelombang berkisar antara 10 sampai 20 kali lebih tinggi gelombang. (5) Swell waves (swell atau alun), gelombang yang tumbuh (menjalar) di luar medan angin. Kondisi gelombang disini adalah landai yaitu panjang gelombang berkisar antara 30 sampai 500 kali tinggi gelombang. Observasi data angin di laut dapat diambil dari kapal, anjungan minyak, bangunan offshore dan buoy yang umumnya belum sesuai dengan standar referensi ketinggian 10 m. Untuk itu perlu dikoreksi pada referensi 10 m yang

6 kemudian gunakan dalam memprediksi gelombang yang dibangkitkan oleh angin (USACE, 2003a). 2.2 Transformasi Gelombang Gelombang yang merambat menuju tepi pantai dipengaruhi beberapa proses yaitu shoaling, refraksi, difraksi, refleksi, gesekan dasar, perkolasi, gelombang pecah, pertumbuhan gelombang oleh angin, interaksi gelombang-arus dan interaksi gelombang-gelombang (USACE, 2003a ; Balas & Inan, 2002 ; Browne et al. 2007). Walaupun transformasi gelombang merupakan kombinasi dari berbagai proses tetapi tidak semua proses tersebut sama pentingnya. Faktor yang terpenting dalam transformasi gelombang adalah refraksi dan shoaling (Carter, 1988; Maa & Wang, 1995; Kazeminezhad et al. 2007). Jika suatu muka barisan gelombang datang membentuk sudut miring terhadap tepi pantai yang mempunyai kemiringan dasar landai dengan kontur-kontur kedalaman sejajar dengan pantai, maka muka gelombang akan berubah arah dan cenderung menjadi sejajar dengan garis pantai atau mengalami proses pembiasan (refraksi). Selanjutnya arah perambatan berangsur-angsur berubah dengan berkurangnya kedalaman (shoaling), sehingga dapat diamati bahwa muka gelombang cenderung sejajar dengan kedalaman. Hal ini disebabkan oleh variasi batimetri sehingga gelombang mengalami refraksi atau fenomena lain di laut yang menyebabkan sebagian gelombang berjalan lebih lambat dari bagian yang lainnya (Bishop & Donelan 1989). Proses refraksi gelombang pada prinsipnya adalah sama dengan refraksi cahaya yang terjadi karena cahaya melintasi dua media perantara berbeda. Penggunaan Hukum Snell pada optik dapat digunakan karena kesamaan tersebut untuk menyelesaikan masalah refraksi gelombang yang disebabkan karena perubahan kedalaman (Sorensen, 1991). Refraksi dan shoaling akan dapat menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan karakteristik gelombang datang. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi, arah gelombang dan distribusi energi gelombang di sepanjang pantai. Perubahan arah gelombang karena refraksi

7 tersebut menghasilkan konvergensi (pemusatan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di daerah pantai (Gambar 2). Pola refraksi gelombang pada berbagai bentuk kontur kedalaman perairan dan garis pantai memperlihatkan bahwa pada garis pantai yang lurus dengan kontur kedalaman yang sejajar terhadap garis pantai, maka arah gelombang akan tegak lurus terhadap kontur kedalaman (Gambar 2a). Pantai yang mempunyai tonjolan dengan kontur kedalaman yang lebih dekat, maka arah gelombang akan berbentuk konvergen. Pantai ini adalah daerah abrasi karena terjadi pemusatan energi. Pantai yang mempunyai lekukan dengan kontur kedalaman yang lebih jauh arah gelombang berbentuk divergen, pantai ini adalah daerah akresi karena terjadi penyebaran energi gelombang (Gambar 2b). Pantai lurus yang mempunyai kontur kedalaman cekung (Gambar 2c) arah gelombang berbentuk konvergen, sedangkan pada kontur kedalaman cembung (Gambar 2d) akan berbentuk divergen. (a) (b) (c) (d) Gambar 2 Refraksi gelombang pada berbagai bentuk tipe kontur garis pantai (a) kontur lurus dan sejajar; (b) gabungan antara submarine ridge dan submarine canyon; (c); submarine ridge dan (d) submarine canyon (USACE, 2003a).

8 Profil gelombang adalah sinusoidal di laut lepas (Gambar 3), semakin menuju ke perairan yang lebih dangkal puncak gelombang makin tajam dan lembah gelombang semakin datar. Selain itu kecepatan dan panjang gelombang berkurang secara berangsur-angsur sementara tinggi gelombang bertambah. Gelombang menjadi tidak stabil (pecah) jika terlampau curam atau tinggi gelombang mencapai batas tertentu. Tinggi maksimum gelombang di laut lepas terbatas pada kecuraman gelombang maksimum untuk bentuk gelombang yang relatif stabil. Gelombang yang mencapai limited steepness akan mulai pecah yang mengakibatkan sebagian energinya hilang (CERC, 1984 ; Svedrup et al. (1942). Gambar 3 Profil gelombang sinusoidal di laut lepas (USACE, 2003a). Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringan gelombang, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang dan kedalaman air. Untuk perairan dangkal formula gelombang pecah dapat ditulis (Horikawa, 1988): (1) Thornton dan Guza (1983), merangkum beberapa kriteria gelombang pecah yang telah dirumuskan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Diantaranya Collins (1970), Battjes (1972), Kuo dan Kuo (1974) serta Goda (1975) seperti diperlihatkan pada Tabel 1.

9 Tabel 1 Kriteria gelombang pecah Thornton dan Guza (1983) Penulis Sifat Shoaling Kriteria Pecah Collins (1970) Linier Battjes (1972) Kuo dan Kuo (1974) Goda (1975) Linier Linier Nonlinier Sumber : Thornton dan Guza (1983) Gelombang yang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menyebabkan arus menyusur pantai (longshore current). Arus menyusur pantai terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai (CERC, 1984). 2.3 Angkutan Sedimen Angkutan sedimen yang terjadi di pantai disebabkan oleh gelombang, arus dan pasang surut (Sorensen, 1991). Jika sedimen berasal dari dasar yang mudah bergerak maka arus dan gelombang akan menggerus sedimen dan terangkut sesuai dengan arah arus. Angkutan sedimen di pantai terjadi dalam dua bentuk yaitu bedload yang merupakan pergerakan butiran material secara menggelinding melalui dasar sebagai akibat pergerakan air di atasnya dan suspended load transport jika pergerakan butiran dilakukan oleh arus setelah butiran tersebut terangkat dari dasar oleh proses turbulen. Kedua bentuk angkutan sedimen di atas biasanya terjadi pada waktu yang bersamaan tetapi sulit ditentukan tempat berakhirnya angkutan dasar dan permulaan dari angkutan suspensi (van Rijn, 1993; Allen, 1985). Hampir seluruh proses masukan sedimen merupakan akibat proses-proses alami kecuali peremajaan pantai yang merupakan penambahan sedimen ke dalam sistem oleh manusia. Sedimen yang masuk dapat berasal dari longshore transport, river transport, sea-cliff erosion, on shore transport, biogenous deposition, wind transport, hydrogenous deposition. Sebaliknya sedimen keluar (output) dapat terjadi akibat angkutan sejajar pantai, angkutan ke lepas pantai (offshore

10 transport), angkutan angin, pelarutan dan abrasi (solution and abrasion) dan penambangan pasir (sand mining) (Dirjen P3K DKP, 2004). Proses dinamika pantai meliputi angkutan sedimen litoral yang didefinisikan sebagai pergerakan sedimen pada zona perairan pantai oleh gelombang dan arus. Angkutan sedimen pada perairan pantai dapat diklasifikasikan menjadi angkutan menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) dan angkutan sepanjang pantai (longshore transport). Angkutan menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah rata-rata tegak-lurus garis pantai, sedangkan angkutan sepanjang pantai mempunyai arah rata-rata sejajar pantai (USACE, 2003b). Angkutan sedimen litoral yang sejajar dengan garis pantai, mempunyai dua kemungkinan arah pergerakan yaitu ke kanan atau ke kiri. Arah distribusi tahunan energi gelombang dapat menyebabkan laju angkutan dominan bergerak dalam satu arah. Pada sisi lain, energi gelombang tahunan terdistribusi dalam segala arah sehingga diperkirakan sedimen terangkut dalam setiap arah dengan volume yang sama (Sorensen, 1991; CHL, 2002). Angkutan sedimen yang diamati Fitrianto (2010) sekitar jetti di pelabuhan pendaratan ikan Glayem-Juntinyuat, Kabupaten Indramayu menggunakan persamaan (USACE, 2003b) yaitu : (2) (3) Besar angkutan sedimen rata-rata sepanjang pantai lokasi penelitian pada saat gelombang dibangkitkan oleh angin dari Timur adalah 194.64 m 3 /hari, sedangkan pada saat gelombang dibangkitkan oleh angin Tenggara adalah 27.16 m 3 /hari (Fitrianto, 2010). Triwahyuni et al. (2010), menghitung angkutan sedimen sepanjang pantai di pantai timur Tarakan, Kalimantan Timur menggunakan metode fluks energi dengan persamaan: (4) (5)

11 Hasil perhitungan Triwahyuni et al. (2010), diperoleh laju angkutan sedimen menuju utara terbesar adalah 9485 m 3 /tahun dan nilai terkecil adalah 3986 m 3 /tahun. Sementara itu, laju angkutan sedimen menuju ke selatan mempunyai nilai terbesar yaitu 19482 m 3 /tahun dan terkecil adalah 14250 m 3 /tahun. 2.4 Model Perubahan Garis Pantai Perubahan garis pantai pada dasarnya meliputi proses abrasi dan akresi. Abrasi pada pantai dapat terjadi apabila angkutan sedimen yang keluar atau yang berpindah meninggalkan suatu lokasi lebih besar dibandingkan dengan yang masuk, tetapi bila terjadi sebaliknya maka akan terjadi proses akresi. Pemodelan dengan menganalisis imbangan sedimen di dalam sel dapat digunakan untuk mengevaluasi sedimen yang masuk dan yang keluar dari sel yang ditinjau. Sedimen yang masuk dan yang keluar dari sel dapat dihitung dengan menggunakan beberapa persamaan yang berbeda, misalnya persamaan yang dibuat oleh Komar (1983) dan USACE (2003b). Berdasarkan analisis ini dapat diperkirakan daerah pantai yang mengalami erosi atau akresi. Pendekatan yang dilakukan adalah mengevaluasi berbagai macam sedimen yang masuk dan yang keluar kemudian membandingkannya untuk mengetahui apakah suatu ruas pantai mengalami abrasi atau akresi. Penelitian tentang perubahan garis pantai telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Komar (1983), membuat contoh model perubahan garis pantai akibat struktur pantai. Perhitungan angkutan sedimen berdasarkan pada fluks energi, hanya memperhitungkan gelombang dari satu arah. Garis pantai dari arah datang gelombang (sisi hulu jetti) mengalami sedimentasi (akresi) sedangkan pada sisi lain (hilir jetti) mengalami abrasi. Purba dan Jaya (2004), melakukan penelitian tentang perubahan garis pantai dan penutupan lahan di pesisir Lampung timur dengan menggunakan citra Landsat-TM tahun 1991, 1999, 2001 dan 2003. Perubahan garis pantai dan karakteristik gelombang tergantung pada kekuatan angin yang bertiup. Bagian pantai yang mempunyai tonjolan, disisi hilir dari arah arus menyusur pantai yang umumnya dominan ke utara menyebabkan terjadinya erosi. Hasil gerusan ini

12 diangkut ke sisi utara dalam proses littoral drift kemudian diendapkan pada bagian tertentu sehingga terjadi proses sedimentasi. Triwahyuni et al. (2010), melakukan penelitian perubahan garis pantai di pantai timur Tarakan Kalimantan Timur, dengan mengembangkan model perubahan garis pantai yang dimodifikasi dari model yang dibuat oleh Komar (1983). Perubahan garis pantai yang ditimbulkan oleh gelombang pecah yang dibangkitkan oleh angin menuju pantai selama 10 tahun yaitu tahun 1991 2001 adalah garis pantai mengalami sedimentasi lebih tinggi di utara dibandingkan di selatan karena arah angkutan sedimen sepanjang pantai menuju utara. Hasil simulasi model memberikan gambaran perubahan garis pantai yang mengikuti pola garis pantai hasil citra. Selain itu Triwahyuni et al. (2010), juga memperoleh hasil bahwa pada daerah yang terdapat sungai dan intervensi manusia hasil model dan hasil citra tidak sama. Kondisi ini terjadi karena faktor masukan sedimen dari sungai dan intervensi manusia tidak diperhitungkan dalam pengembangan model. Fitrianto (2010), membuat model perubahan garis pantai sekitar jeti di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Glayem-Juntinyuat, Kabupaten Indramayu. Perhitungan transformasi gelombang menggunakan program STWave, angkutan sedimen dan perubahan garis pantai dihitung menggunakan persamaan Komar (1983). Perubahan garis pantai terjadi di sekitar jetti yang ditunjukkan dengan semakin majunya muka pantai ke arah laut di sebelah tenggara jetti sejauh 140 m dan semakin berkurangnya muka pantai (erosi) di sebelah barat laut jetti sejauh 35 m. Hal ini terjadi akibat gelombang dan arus sepanjang pantai yang bergerak dari tenggara menuju ke barat laut yang dibangkitkan oleh angin dominan berasal dari Timur dan Tenggara, sehingga angkutan sedimen dominan ke barat laut. 2.5 Citra Landsat 7 TM dan ETM Penentuan perubahan garis pantai dengan menggunakan citra satelit dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa citra satelit yang direkam dalam waktu yang berbeda. Setiap citra tersebut diperoleh garis pantai yang sesuai dengan waktu perekaman citra masing-masing. Garis pantai dari masing-masing citra dioverlay untuk melihat perubahan garis pantai satu dan yang lainnya. Dalam

13 penentuan perubahan garis pantai dengan menggunakan citra satelit tidak dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Penelitian tentang perubahan garis pantai menggunakan citra satelit telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti : Sunday & John (2006) meneliti perubahan garis pantai di Pulau Victoria, Nigeria menggunakan citra satelit tahun 1986, 1990, 1995 dan 2002. Berdasarkan hasil overlay garis pantai tersebut menunjukkan bahwa laju erosi setiap tahun berkisar antara 1.53 22.29 m. Hal yang sama juga dilakukan oleh Alphan (2005) di Delta Cukurova, pantai tenggara Mediterrania, Turkey menggunakan citra Landsat MSS dan ETM tahun 1972 dan 2002. Hasil overlay garis patai tahun 1972 dan 2002 menunjukkan bahwa akresi dan abrasi terjadi sekitar muara sungai. Telah terjadi erosi sebesar 153 ha dan akresi sekitar 203 ha di muara Sungai Seyhan. Purba dan Jaya (2004) melakukan analisis perubahan garis pantai dan penutupan lahan di pesisir Lampung timur dengan menggunakan citra satelit Landsat TM tahun 1991, 1999, 2001 dan 2003. Rangkaian data citra satelit ini menunjukkan garis pantai yang mengalami erosi di bagian selatan dan sedimentasi di bagian utara. 2.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pantai Teritip merupakan bagian dari Kota Balikpapan sedangkan Pantai Salok Api dan Pantai Ambarawang merupakan kelurahan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Lokasi penelitian merupakan bagian dari perairan Selat Makassar (Makassar Strait). Secara umum komposisi substrat pantai terdiri atas lumpur, pasir, pecahan karang dan moluska. Umumnya substrat lumpur terdapat di sekitar muara sungai (BPPD Balikpapan, 2007). Lebih lanjut BPPD Balikpapan (2007), juga menjelaskan bahwa dasar perairan di daerah penelitian memiliki lereng pantai yang sangat landai. Kedalaman dasar perairan semakin dalam pada arah lautan pada jarak 1100 m dari garis pantai memiliki kedalaman tujuh meter dari permukaan laut. Gambaran angkutan sedimen dan karakter gelombang pada kedalaman 20 m di Pantai Balikpapan yang diperoleh Purba et al. (2008). Tinggi gelombang laut lepas dari data angin maksimum sebesar 2.40 m dengan periode 6.20 detik dan

14 tinggi gelombang terendah adalah 0.85 m dengan periode 3.83 detik. Tinggi gelombang laut lepas yang dibangkitkan oleh kecepatan angin rata-rata berkisar antara 0.18-0.56 m dengan periode berkisar antara 1.84-3.19 detik. Gelombang ini menyebabkan terjadinya angkutan sedimen di Pantai Balikpapan. Arah angkutan sedimen adalah dari barat daya menuju timur laut bersamaan dengan bertiupnya angin dari Selatan dimana angkutan mencapai maksimum pada bulan September.