IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kecepatan Dan Arah Angin Untuk mengetahui perubahan garis pantai diperlukan data gelombang dan angkutan sedimen dalam periode yang panjang. Data pengukuran lapangan tinggi gelombang dan angkutan sedimen dalam jangka waktu panjang sangat sulit diperoleh sehingga dalam penelitian ini data tinggi dan periode gelombang di laut lepas (20 m) diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan data kecepatan angin. Data kecepatan dan arah angin harian selama 19 tahun (tahun ) diperoleh dari Stasiun Badan Meteorologi Maritim Makassar. Data tersebut kemudian ditabulasi dalam bentuk frekuensi dan presentase angin, seperti pada Tabel 4, dibuat dalam bentuk diagram mawar angin (windrose) seperti pada Gambar 16 dan Lampiran 7. Tabel 4 Persentase kecepatan dan arah angin harian selama tahun Arah Angin Kecepatan Angin harian (m/det) >=11.1 Total (Utara) (Timur Laut) (Timur) (Tenggara) (Selatan) (Barat Daya) (Barat) (Barat Laut) Sub Total Berdasarkan data angin di atas, maka diperoleh bahwa selama 19 tahun arah angin dominan dari arah barat (32.25%), barat laut (21.46%) dan barat daya (20.46%) seperti diperlihatkan pada Gambar 14. Kecepatan angin harian sebagian besar berkisar antara m/s (52.74%), dan antara m/detik (30.22%) seperti pada Gambar 17. Hasil ini sesuai dengan data angin reanalisis yang diunduh dari seperti diperlihatkan pada Lampiran 8.

2 52 Gambar 16 Mawar angin (wind rose) pada tahun % ,5-2, >= 11.1 Kelas Kecepatan Angin (m/s) Gambar 17 Diagram batang distribusi kecepatan angin tahun

3 53 Pada bulan Desember sampai Februari (musim barat) arah angin harian dominan berasal dari arah barat laut (39.48%) dan dari arah barat (28.05%), sedangkan kecepatan angin harian dominan berkisar antara m/s (32.65%) dan antara m/detik (31.49%). Pada bulan Juni sampai Agustus (musim timur) arah angin harian dominan berasal dari arah barat (39.30%) dan dari arah barat (22.42%), sedangkan kecepatan angin harian dominan berkisar antara m/s (68.76%) dan antara m/detik (23.68%) seperti diperlihatkan pada Gambar 18. Secara umum baik pada musim barat maupun musim timur arah angin harian dominan berasal dari arah Barat, Barat Laut dan Barat Daya. Kec. Angin (m/s) (a) (b) Gambar 18 Mawar angin (wind rose) (a) musim barat, (b) musim timur. 4.2 Bentuk Profil Pantai Dari data kedalaman dasar laut diperoleh bahwa pada pantai Barombong (lokasi A, B dan C) lebih dangkal dibandingkan dengan pantai Tanjung Merdeka (lokasi D dan E) dan pantai Tanjung Bunga (lokasi F dan G). Gambar 19 memperlihatkan bahwa pada pantai Barombong kedalaman laut 20 m berada pada jarak sekitar 3.5 km dari garis pantai, sedangkan pada pantai Tanjung Merdeka dan Tanjung bunga kedalaman laut 20 m berada pada jarak sekitar sekitar 2.5 km dari garis pantai.

4 54 Gambar 19 Hasil pengukuran kedalaman dasar laut. Untuk keperluan dalam melakukan koreksi terhadap garis pantai yang diperoleh dari citra maka dibuat 7 (tujuh) profil lereng pantai pada jarak 0 sampai 1 km ke lepas pantai, seperti ditunjukkan pada Gambar 20. Pada gambar tersebut diperoleh bahwa dari selatan ke utara (dari pantai Barombong sampai Tanjung bunga) lereng pantai cenderung semakin membesar. Lereng pantai di perairan Barombong berkisar antara %, di perairan Tanjung merdeka berkisar antara % dan di perairan Tanjung bunga berkisar antara %, seperti diperlihatkan pada Tabel 5. Tabel 5 Data kemiringan pantai pada pada jarak 0 sampai 1 km ke lepas pantai Barombong Tanjung Merdeka Tanjung Bunga Lokasi A B C D E F G Kelerengan (%)

5 55 Kedalaman (m) Jarak tegak lurus pantai (m) Lokasi A Lokasi B Lokasi C (a) (b) (c) Gambar 20 Hasil pengukuran kelerengan pantai (a) Tanjung Bunga, (b) Tanjung Merdeka, dan (c) Barombong.

6 Gelombang Karakteristikgelombanglaut lepas Perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut lepas (Lampiran 9 dan 10) dilakukan dengan menggunakan data panjang fetch dan kecepatan angin. Karena pantai lokasi penelitian merupakan pantai barat, maka dalam perhitungan tinggi gelombang digunakan panjang fetch dari arah barat laut ( m), barat ( m) dan barat daya ( m). Tinggi dan periode gelombang pada kedalaman 20 m selama tahun diperlihatkan pada Gambar 21 dan 22. Hasil perhitungan tersebut diringkaskan seperti diperlihatkan pada Tabel 6 dan Gambar 23. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa tinggi gelombang yang terjadi selama tahun berkisar antara m, sedangkan periode gelombang berkisar antara detik. Tinggi dan periode gelombang yang terjadi di lokasi penelitian selama 19 tahun sangat bervariasi. Tinggi gelombang dominan berada pada kisaran m (46.05%) dan kemudian pada kisaran m (32.37%). Sedangkan arah gelombang dominan dari arah barat (43.48%), barat laut (28.93%) dan barat daya (27.59%), seperti diperlihatkan pada Tabel 6. Tinggi gelombang rata-rata bulanan yang terjadi umumnya lebih besar pada bulan Desember sampai Februari (musim barat) dibandingkan pada bulan Juni sampai Agustus (musim timur), kecuali pada tahun 2007 tinggi gelombang rata-rata bulanan terbesar pada bulan Juni separti diperlihatkan pada Gambar 23. Tinggi gelombang yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kondisi angin musiman di Selat Makassar. Kecepatan dan arah angin di Selat Makassar dipengaruhi oleh sistim angin muson yang selalu berubah tergantung pada musim. Perubahan sistim angin muson di sebabkan oleh posisi matahari yang melintasi equator dua kali setiap tahun (Wrytki 1961). Berdasarkan letak geografis daerah penelitian yang menghadap ke barat, pantai di daerah tersebut dapat diterjang oleh hempasan gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang berhembus dari Selat Makassar, terutama pada saat angin dari arah barat daya, barat dan barat laut. Di sekitar daerah penelitain terdapat beberapa pulau yang umumnya terletak di sebelah barat laut lokasi penelitian. Keberadaan pulau tersebut dapat berfungsi sebagai penghalang

7 57 gelombang sehingga gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan bergerak menuju ke pantai dapat tertahan oleh pulau-pulau tersebut. Karena letak pulaupulau tersebut berada di sebelah barat laut, gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang bersal dari arah barat laut umumnya lebih kecil dari pada gelombang yang berasal dari barat dan barat daya. Gambar 21 Tinggi gelombang harian selama tahun Gambar 22 Periode gelombang harian selama tahun

8 58 Tabel 6 Presentase tinggi dan arah gelombang laut pada kedalaman 20 m selama tahun Arah Gelombang Tinggi Gelombang (m) (dari) 0-0, >= 1.00 Total Barat Laut Barat Barat Daya Total (a) (b) Gambar 23 Tinggi dan periode gelombang bulanan (a) tahun , (b) tahun

9 Transformasigelombang Berdasarkan bentuk pantai dan arah angin yang dapat membangkitkan gelombang pada lokasi penelitian, maka perhitungan transformasi gelombang dilakukan dalam tiga arah yaitu arah barat daya, barat dan barat laut. Pada saat gelombang merambat dari arah barat daya, terlihat adanya perubahan garis ortogonal gelombang yaitu arah perambatan gelombang yang membelok ke kiri dan cenderung untuk tegak lurus dengan garis pantai (Gambar 24a), pada saat gelombang berasal dari arah barat, arah perambatan gelombang pada umumnya lurus menuju ke pantai (Gambar 24b) kecuali pada pantai Tanjung Bunga (lokasi F dan G), dan di sekitar muara bagian selatan (lokasi C dan D) arah gelombang cenderung mengumpul (Gambar 24d). Pada saat gelombang berasal dari arah barat daya arah perambatan gelombang membelok ke kanan dan cenderung untuk tegak lurus dengan garis pantai (Gambar 24c). Perubahan arah gelombang terutama terjadi pada saat gelombang sudah dekat dengan pantai. Perubahan arah gelombang disebabkan oleh pengaruh refraksi karena adanya perbedaan kecepatan rambat gelombang. Perbedaan kecepatan gelombang terjadi di sepanjang garis muka gelombang yang bergerak membentuk sudut terhadap garis pantai. Gelombang yang berada pada laut yang lebih dalam bergerak lebih cepat dari pada gelombang yang berada pada laut yang lebih dangkal (USACE 2003a). Perubahan arah gelombang menyebabkan terjadinya pengumpulan garis arah gelombang (konvergensi) pada garis pantai yang menjorok ke laut dan terjadi penyebaran (divergensi) pada garis pantai yang menjorok ke darat. Konvergensi gelombang terjadi pada lokasi C, D, E dan F. Pantai yang mempunyai kelerengan lebih curam (pantai Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga) tinggi gelombang yang terjadi lebih besar dari pada pantai yang mempunyai kelerengan landai (pantai Barombong).

10 G F E D C B A (a) G F E G F E D C B A (b) D D C B C A (c) (d) Gambar 24 Proses refraksi gelombang yang menuju pantai (a) arah gelomabng dari barat laut, (b) dari barat, (c) dari barat daya dan (d) dari barat yang diperbesar pada lokasi C dan D. Pada saat gelombang merambat dari laut lepas menuju ke pantai, tinggi gelombang tersebut mula-mula mengalami penurunan di perairan transisi dan di perairan yang sangat dangkal tinggi gelombang membesar secara perlahan hingga mencapai tinggi maksimum saat gelombang pecah. Penurunan tinggi gelombang mulai terjadi pada kedalaman 10 m kemudian pada kedalaman 5 m tinggi gelombang mulai membesar sampai pecah, dan tinggi gelombang berkurang secara drastis hingga bernilai nol pada garis pantai seperti diperlihatkan pada Gambar 25. Perubahan tinggi gelombang yang terjadi selama menjalar dari laut lepas ke pantai disebabkan oleh pengaruh shoaling dan refraksi karena adanya perubahan kedalaman laut (USACE 2003a). Hasil ini menunjukkan adanya kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balas dan Inan (2002) di pantai Turki

11 61 yaitu pada saat gelombang tiba di pantai, tinggi gelombang mengalami peningkatan sampai gelombang pecah. Perbedaan model ini dengan model yang dibuat oleh Balas dan Inan (2002) adalah model ini menggunakan persamaan CEM yang dibangun oleh US Army Corps of Engineers sedangkan dalam model Balas dan Inan (2002) menggunakan persamaan Mild Slopes. (a) (b) (c) Gambar 25 Perubahan tinggi gelombang dari laut lepas sampai pada saat gelombang pecah, (a) i = 250, (c) i = 630 dan (c) i = 940.

12 62 Gelombang yang bergerak dari laut lepas menuju ke pantai akan mengalami perubahan tinggi dan arah karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di laut lepas bentuk gelombang adalah sinusoidal, pada saat gelombang memasuki perairan dangkal puncak gelombang menjadi semakin tajam sementara lembah gelombang menjadi semakin landai. Pada suatu kedalaman tertentu puncak gelombang semakin tajam sehingga tidak stabil dan pecah. Setelah pecah gelombang terus menjalar ke pantai, dan semakin dekat dengan pantai tinggi gelombang semakin berkurang. Pada saat gelombang mengalami proses transformasi, selain terjadi perubahan tinggi gelombang juga terjadi perubahan arah gelombang. Tinggi dan arah gelombang di daerah pantai sangat penting dalam menentukan laju angkutan sedimen di daerah pantai dan perubahan garis pantai (Ashton & Murray 2006 ). Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah yang diperlihatkan pada Gambar 26 dilakukan dengan menggunakan tinggi gelombang laut lepas: H 0 = 0.69, H 0 = 0.98 dan H 0 = 1.56 m. Hasil perhitungan diperoleh bahwa untuk input H 0 = 0.69 m, tinggi gelombang pecah yang diperoleh berkisar antara m, untuk input H 0 = 0.98 m tinggi gelombang pecah yang terjadi berkisar antara m, untuk input H 0 = 1.56 m tinggi gelombang pecah yang terjadi berkisar antara m. Gambar 26 Tinggi gelombang pecah sepanjang pantai dengan tinggi gelombang laut lepas (H 0 ) yang berbeda.

13 63 Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah, secara umum menunjukkan kecenderungan yang sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdallah et al. (2006) yang mengamati transformasi gelombang di Tanjung Rosetta, Teluk Abu-Qir. Tinggi gelombang pecah pada kedua sisi Tanjung Rosetta hampir sama. Untuk tiggi gelombang laut lepas 1 m, gelombang pecah terjadi pada kedalaman air sekitar 1.7 m dengan tinggi gelombang pecah 1.5 m. Dalam penelitian ini model transformasi gelombang menggunakan persamaan CEM (USACE 2003a) dan kriteria gelombang pecah menggunakan persamaan Horikawa (1988), sedangkan pada model Abdallah et al. (2006) menggunakan program ACES. Jarak gelombang pecah ke garis pantai (surf zone) tergantung pada tinggi gelombang yang datang dan kelerengan pantai. Semakin tinggi gelombang yang datang, semakin lebar surf zone dan semakin kecil kelerengan pantai, semakin lebar surf zone. Jarak gelombang pecah ke garis pantai diperlihatkan pada Gambar 27. Lokasi gelombang pecah terhadap garis pantai bervariasi sebagai fungsi dari posisi. Gelombang yang lebih besar bergerak menuju pantai cenderung pecah lebih jauh dari garis pantai dibandingkan dengan gelombang yang kecil (Thornton & Guza 1983). Hal ini mungkin disebabkan karena semakin besar gelombang laut lepas yang bergerak menuju pantai semakin besar pula gelombang pecah dan semakin besar kedalaman laut dimana gelombang tersebut pecah. Lebar surf zone untuk tinggi gelombang H 0 = 1.56 m lebih besar dari pada H 0 = 0.69 dan H 0 = 0.98 m. Untuk tinggi gelombang laut lepas H 0 = 0.69 m, lebar surf zone berkisar antara m, untuk tinggi gelombang laut lepas Ho = 0.98 m, lebar surf zone berkisar antara m dan untuk H 0 = 1.56 m, berkisar antara m. Pada Gambar 25 terlihat bahwa lebar surf zone pada lokasi C, D dan E lebih besar dari pada lokasi A, B, F dan G. Hal ini disebabkan karena kelerengan pantai pada lokasi C, D dan E lebih landai dibandingkan pada lokasi A, B, F dan G.

14 64 Lokasi gelombang pecah A B C D E F G Gambar 27 Jarak gelombang pecah dari garis pantai dengan tinggi gelombang laut lepas (H 0 ) yang berbeda. 4.4 Pasang surut Data pasang surut (Gambar 28) yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan diolah untuk memperoleh konstanta harmonik pasang surut dengan metode Admiralty Hasil perhitungan konstanta harmonik pasang surut di diperlihatkan pada Tabel 7. Dari nilai konstanta harmonik pasang surut, diperoleh bilangan Formzahl (F) sebesar 2.4. Berdasarkan kriteria courtier range, nilai tersebut termasuk dalam tipe pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal). Hal ini menunjukkan bahwa dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Posisi muka air (cm) Jam Gambar 28 Grafik data pasang surut di lokasi penelitian.

15 65 Tabel 7 Hasil perhitungan konstanta harmonik pasang surut Kota Makassar So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 Amplitudo (cm) Fase (der) Perhitungan tunggang pasang surut untuk pasang surut harian tunggal dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Beer (1997) seperti diperlihatkan pada Tabel 8. Tunggang pasang surut didasarkan pada tinggi muka air laut rata-rata (MSL) artinya ketinggian MSL adalah nol. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa tunggang pasang surut pada saat pasang purnama (spring tide)sebesar 81 cm, sedangkan pada saat pasang perbani (neap tide) tunggang pasang surut sebesar 61 cm. Tabel 8 Hasil perhitungan tunggang air pasang surut pada referensi MSL (Beer 1997) Karakteristik Pasang Surut Persamaan Posisi (cm) Tunggang Pasang (cm) MHWS S 0 + (M 2 + K 1 + O 1 )/ MHWN S 0 + (K 1 + O 1 -M 2 )/ MSL 0 MLWN S 0 -(K 1 + O 1 -M 2 )/ MLWS S 0 -(M 2 + K 1 + O 1 )/ Neap tide Spring tide 4.5 Sedimen Pantai Karakteristi sedimen pantai Penentuan karakteristik sedimen pantai dilakukan pada 7 lokasi yang bertujuan mengetahui massa jenis dan tekstur sedimen di sepanjang pantai lokasi penelitian. Hasil perhitungan massa jenis dan persentase butiran sedimen diperlihatkan pada Tabel 9. Nilai persentase sedimen digunakan untuk menentukan nilai statistik (mean, skewness, sorting dan kurtosis) butiran sedimen, seperti diperlihatkan pada Tabel 10.

16 66 Tabel 9 Hasil perhitungan persentase diameter butiran sedimen Lokasi Nilai Ø A B C D E F G Berdasarkan hasil analisis data sedimen diperoleh bahwa secara umum nilai rata-rata massa jenis sediman berkisar antara kg/m 3, sedangkan diameter dari 50% butiran sedimen (d 50 ) berkisar antara mm. Nilai pemilahan sedimen (sorting) berkisar antara phi unit yang didominasi oleh Moderately Sorted, nilai kepencongan (skewness) berkisar phi unit yang didominasi oleh Very Fine Skewed, sedangkan nilai kurtosis lebih bervariasi yaitu berkisar phi unit yang didominasi oleh Platykurtic, seperti diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10 Massa jenis dan statistik butiran sedimen di sepanjang patai lokasi penelitian Massa jenis d 50 Lokasi (kg/m 3 ) (mm) Mean Skewness Sorting Kurtosis A Medium sand Fine Skewed Poorly Sorted Platykurtic B Medium sand Very Fine Skewed Moderately Sorted Platykurtic C Coarse sand Very Fine Skewed Poorly Sorted Platykurtic D Coarse sand Very Fine Skewed Moderately Sorted Very leptokurtic E Coarse sand Very Fine Skewed Moderately Sorted Leptokurtic F Coarse sand Very Fine Skewed Moderately Sorted Leptokurtic G Coarse sand Very Fine Skewed Moderately Sorted Mesokurtic

17 67 Pada pantai bagian selatan (Pantai Barombong; lokasi A, B dan C) memiliki karakterisitik sedimen dasar dalam bentuk pasir sangat halus sampai pasir sangat kasar yang didominasi oleh pasir kasar (43-48%), pasir sedang (22-24%) dan pasir halus (20-28%) seperti diperlihatkan pada Gambar 29. Nilai diameter sedimen rata-rata di pantai Barombong lebih kecil dari pada lokasi lainnya yaitu berkisar mm. Pantai Barombong memiliki nilai kondisi pemilahan sedimen berkisar antara phi unit, yang termasuk dalam kelompok moderately sorted dan Poorly Sorted, nilai kepencongan berkisar phi unit, yang termasuk dalam kelompok fine skewed dan very fine skewed, sedangkan nilai kurtosis berkisar phi unit, yang termasuk dalam kelompok Platykurtic. Gambar 29 Persentase jenis sedimen di sepanjang patai Barombong. Pantai Tanjung Merdeka (lokasi D dan E) juga memiliki karakterisitik sedimen dasar dalam bentuk pasir sangat halus sampai pasir sangat kasar yang didominasi oleh pasir kasar (54-60%) dan pasir sedang (16-18%) seperti diperlihatkan pada Gambar 30. Nilai diameter sedimen rata-rata di pantai Tanjung Merdeka berkisar antara mm. Nilai kondisi pemilahan sedimen berkisar antara phi unit, yang termasuk dalam kelompok moderately sorted dan Poorly Sorted, nilai kepencongan berkisar phi unit, yang termasuk dalam kelompok very fine skewed, sedangkan nilai kurtosis berkisar phi unit, yang termasuk dalam kelompok Platykurtic, Leptokurtic dan Very leptokurtic.

18 68 Gambar 30 Persentase jenis sedimen di sepanjang patai Tanjung Merdeka. Pada pantai Tanjung bunga terdapat dua lokasi pengamatan karakteristik sedimen, yaitu pada lokasi F dan G. Kedua lokasi pengamatan tersebut memiliki karakterisitik sedimen dasar dalam bentuk pasir sangat halus sampai pasir sangat kasar, yang didominasi oleh pasir kasar (57-63%) dan pasir sedang (17-19%) seperti diperlihatkan pada Gambar 31. Nilai diameter sedimen rata-rata di pantai Tanjung Bunga berkisar mm. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan pantai Tanjung Merdeka dan Barombong. Hal ini dapat terjadi karena di pantai Tanjung Bunga memiliki tinggi gelombang pecah lebih besar dari pada pantai Barombong dan Tanjung Merdeka. Gelombang yang tinggi mempunyai energi gelombang yang besar sehingga dapat menggerakkan partikel sedimen di pantai dan butiran pasir yang lebih halus terangkut ke tempat lain. Nilai kondisi pemilahan sedimen di pantai Tanjung Bunga berkisar phi unit, yang termasuk dalam kelompok moderately sorted, nilai kepencongan berkisar phi unit, yang termasuk dalam kelompok very fine skewed, sedangkan nilai kurtosis berkisar phi unit, yang termasuk dalam kelompok mesokurtic dan Leptokurtic.

19 69 Gambar 31 Persentase jenis sedimen di sepanjang patai Tanjung Bunga Angkutan sedimen sejajar pantai Hasil perhitungan angkutan sedimen di sepanjang pantai menunjukkan bahwa pada saat gelombang datang dari arah barat daya dan barat, laju angkutan sedimen sejajar pantai dominan ke arah utara, sedangkan pada saat gelombang datang dari arah barat laut angkutan sedimen sejajar pantai dominan ke arah selatan seperti diperlihatkan pada Gambar 32. Pada saat gelombang datang dari arah barat daya (terutama terjadi pada bulan Desember-Maret) besar angkutan sedimen berkisar antara m 3 /hari dengan rata-rata 20.6 m 3 /hari ke arah utara dan m 3 /hari dengan rata-rata 2.7 m 3 /hari ke arah selatan. Netto angkutan sedimen pada saat gelombang dari arah barat daya adalah 17.9 m 3 /hari ke arah utara. Pada saat gelombang datang dari arah barat besar angkutan sedimen berkisar antara m 3 /hari dengan rata-rata 19.9 m 3 /hari ke arah utara dan m 3 /hari dengan rata-rata 11.9 m 3 /hari ke arah selatan. Netto angkutan sedimen pada saat gelombang dari arah barat adalah 8.0 m 3 /hari ke arah utara. Ketika gelombang dari barat, arah angkutan sedimen pada beberapa lokasi bergerak ke utara dan sebagian lokasi ke selatan, hal ini disebabkan karena orientasi pantai yang tidak lurus (berkelok). Pada saat gelombang datang dari arah barat laut besar angkutan sedimen di sepanjang pantai berkisar antara m 3 /hari dengan rata-rata 2.6 m 3 /hari ke

20 70 arah utara dan m 3 /hari dengan rata-rata 19.7 m 3 /hari ke arah selatan. Netto angkutan sedimen pada saat gelombang dari arah barat laut adalah 17.1 m 3 /hari ke arah selatan. Hasil perhitungan netto angkutan sedimen sejajar pantai ke utara dan ke selatan menunjukan bahwa angkutan sedimen di lokasi penelitian dominan ke arah utara. Angkutan sedimen sejajar pantai (m 3 /hari) Gelombang dari Barat Daya Gelombang dari Barat Ke Utara Ke Selatan Netto Gelombang dari Barat Laut Ke utara Ke selatan Gambar 32 Besar angkutan sedimen di sepanjang pantai dengan arah datang gelombang dari barat daya, barat dan barat laut Hasil perhitungan angkutan sedimen di setiap lokasi diperlihatkan pada Gambar 33. Ketika gelombang datang dari arah barat daya angkutan sedimen semuanya menuju ke arah utara di lokasi A yaitu sekitar 37.4 m 3 /hari, sedangkan pada saat gelombang datang dari arah barat laut angkutan sedimen semuanya ke arah selatan sekitar 19.4 m 3 /hari. Pada saat gelombang datang dari arah barat angkutan sedimen ke arah utara sekitar 23.0 m 3 /hari. Besar angkutan sedimen rata-rata di lokasi ketika gelombang datang dari arah barat daya adalah 25.1 m 3 /hari ke arah utara. Pada saat gelombang datang dari arah barat laut sekitar 24.4 m 3 /hari ke arah utara, dan 21.6 m 3 /hari ke arah selatan, sedangkan pada saat gelombang datang dari arah barat sekitar 9.2 m 3 /hari ke arah utara, dan 2.6 m 3 /hari ke arah selatan. Ketika gelombang datang dari arah barat daya besar angkutan sedimen ratarata di lokasi C sekitar 8.0 m 3 /hari ke arah utara, dan 11.1 m 3 /hari ke arah selatan. Pada saat gelombang datang dari arah barat laut sekitar 38 m 3 /hari ke arah utara,

21 71 dan pada saat gelombang datang dari arah barat sekitar 23.6 m 3 /hari ke arah selatan. Pada lokasi D ketika gelombang datang dari arah barat daya angkutan sedimen semuanya menuju ke arah utara dengan rata-rata 35.2 m 3 /hari, sedangkan pada saat gelombang datang dari arah barat laut angkutan sedimen ke arah utara sekitar 29.2 m 3 /hari dan sekitar 31.2 ke selatan. Pada saat gelombang datang dari arah barat besar angkutan sedimen ke arah utara adalah 38.4 m 3 /hari, sedangkan ke arah selatan sebesar 33.7 m 3 /hari. Angkutan sedimen pada lokasi E semua menuju ke arah utara ketika gelombang datang dari arah barat daya sebesar 23.2 m 3 /hari, sedangkan pada saat gelombang datang dari arah barat laut sekitar 26.1 m 3 /hari utara dan sekitar 19.8 m 3 /hari ke arah selatan. Pada saat gelombang datang dari arah barat angkutan sedimen ke arah utara sebesar 16.5 m 3 /hari dan sekitar 5.5 m 3 /hari ke selatan. Lokasi F, ketika gelombang datang dari arah barat daya semua angkutan sedimen menuju ke arah utara sebesar 94.6 m 3 /hari. Pada saat gelombang datang dari arah barat laut angkutan sedimen ke arah utara sekitar 26.6 m 3 /hari dan 36.3 m 3 /hari ke selatan. Pada saat gelombang datang dari arah barat sekitar 35.6 m 3 /hari ke arah utara dan sekitar 7.4 m 3 /hari ke arah selatan. Pada saat gelombang datang dari arah barat daya, angkutan sedimen yang terjadi pada lokasi G semua menuju ke arah utara yaitu m 3 /hari, sedangkan pada saat gelombang datang dari arah barat laut semua angkutan sedimen ke arah selatan sebesar m 3 /hari. Pada saat gelombang datang dari arah barat angkutan sedimen ke arah utara sebesar m 3 /hari. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa angkutan sedimen di pantai Tanjung Bunga lebih besar dari pada pantai lainnya. Terjadinya variasi angkutan sedimen antar lokasi terutama disebabkan karena adanya perbedaan sudut gelombang pecah. Angkutan sedimen pada pantai Tanjung Bunga disebabkan karena pantai Tanjung Bunga mempunyai orientasi garis pantai yang cenderung menghadap ke barat laut sehingga pada saat gelombang berasal dari barat dan barat daya sudut gelombang pecah lebih besardari pada pantai barombong dan Tanjung Merdeka angkutan sedimen pada pantai Tanjung Bunga lebih besar dari pada pantai lainnya.

22 72 Angkutan sedimen (m 3 /hari) Gelombang dari barat daya Gelombang dari barat Gelombang dari barat laut A B C D E F G Utara Lokasi Selatan Gambar 33 Besar angkutan sedimen pada setiap lokasi daerah penelitian. 4.6 Perubahan Garis Pantai a. Hasil citra satelit Perubahan garis pantai diteliti dengan menggunakan citra landsat tahun 1990, 1999, 2003 dan Garis pantai tahun 1990 digunakan sebagai garis pantai awal untuk melihat besar perubahan garis pantai yang terjadi selama tahun Hasil digitasi garis pantai diperlihatkan pada Gambar 34, yang merupakan hasil tumpang tindih (overlay) citra tahun 1990, 1999, 2003 dan Secara umum terlihat bahwa selama tahun telah terjadi abrasi di satu sisi dan mengalami sedimentasi di sisi yang lain (Tabel 11). Hasil yang diperoleh menunjukkan kemiripan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti Purba dan Jaya (2004) yang melakukan penelitian tentang perubahan garis pantai dan penutupan lahan di pesisir lampung timur dengan menggunakan citra landsat-tm tahun 1991, 1999, 2001 dan Pantai Barombong, pada tahun 1999 mengalami proses abrasi terutama terjadi di lokasi C yaitu garis pantai mundur sampai 47.8 m (lokasi C bagian selatan) dan pada lokasi C bagian utara telah terjadi sedimentasi yaitu garis pantai telah maju sejauh 67.5 m ke arah laut, pada tahun 2008 proses abrasi menurun menjadi 20.8 m, sedangkan proses sedimentasi menjadi 13.6 m.

23 73 G B D Tanjung Merdeka F Tanjung Bunga Tanjung Bunga Barombong S. Jeneberang # A C Barombong E Tanjung Merdeka Gambar 34 Perubahan garis pantai hasil citra tahun (atas) dan diperbesar pada lokasi A, B, C,D, E, F dan G (bawah).

24 74 Tabel 11 Jarak maksimum perubahan garis pantai hasil citra tahun , citra tahun 1990 digunakan sebagai titik awal perubahan Jarak Maksimum Perubahan Garis Pantai (m) Lokasi Tahun Abrasi Sedimentasi Abrasi Sedimentasi Abrasi Sedimentasi A B C D E F G Pantai Tanjung Merdeka, pada tahun 1999 mengalami proses abrasi terutama di lokasi E sebesar 38.5 m, sedangkan proses sedimentasi terutama terjadi pada lokasi D yaitu garis pantai telah maju sejauh m dengan laju akresi sekitar 13.4 m/tahun. Pada tahun 2003 pantai Tanjung Merdeka telah mulai mengalami abrasi dan pada tahun 2008 proses abrasi semakin meningkat menjadi 64.2 m di lokai E dengan laju abrasi sekitar 7.1 m/tahun, sedangkan proses sedimentasi pada lokasi Dturun menjadi 59.4 m (Gambar 35). Pantai Tanjung Bunga, telah terjadi proses abrasi sepanjang tahun yaitu pada tahun 2008 lokasi F mengalami abrasi sejauh 66.9 m, dan pada lokasi G mengalami abrasi terbesar yaitu sejauh m. Selama tahun laju abrasi di pantai Tanjung Bunga berkisar 3.5 m/tahun di lokasi G, sedangkan di lokasi F berkisar 10.0 m/tahun. Proses abrasi dan akresi yang terjadi terutama disebabkan oleh orientasi pantai lokasi penelitian yang berkelok-kelok. Pada pantai yang menjorok ke laut mengalami abrasi, sedangkan pantai yang menjorok ke darat mengalami akresi. Selain itu juga dipengaruhi oleh penutupan muara Sungai Jeneberang dan pembangunan bendungan karet dan Bendungan Serbaguna Bilibilisehingga suplai sedimen ke pantai semakin berkurang sedangkan hempasan gelombang mengangkut sedimen yang berada di pantai.

25 75 Jarak Tegak Lurus Pantai (m) Laut Darat Laut Tahun 1999 A B C D E F G Jarak Sejajar Pantai (m) (a) Tahun 2003 Jarak Tegak Lurus Pantai (m) A B C D E F G Jarak Tegak Lurus Pantai (m) Darat Laut Darat (c) Gambar 35 Jarak perubahan garis pantai hasil citra (a) tahun 1999, (b) 2003 dan (c) 2008 terhadap hasil citra tahun (b) Jarak Sejajar Pantai (m) 4000 Tahun 2008 A B C D E Jarak Sejajar Pantai (m) F G

26 76 b. Hasil model Untuk mengetahui berapa besar perbedaan perubahan garis pantai antara hasil prediksi model dan hasil citra, dilakukan tumpang tindih garis pantai awal (tahun 1990), garis pantai citra pada tahun 1999 dan garis pantai hasil prediksi model tahun 1999 seperti diperlihatkan pada Gambar 36. Tumpang tindih garis pantai citra pada tahun 2003 dan garis pantai hasil prediksi model tahun 2003 diperlihatkan pada Gambar 37 dan untuk tahun 2008 diperlihatkan pada Gambar 38. Berdasarkan hasil tumpang tindih garis pantai hasil citra dan model menunjukkan adanya kemiripan pola garis pantai. Perubahan garis pantai hasil model dan citra keduanya menunjukkan lokasi yang sama dimana proses abrasi dan akresi terjadi relatif terhadap garis pantai awal. Dari hasil tumpang tindih garis pantai 1999, diperoleh selisih anatara garis pantai hasil model dengan garis pantai hasil citra seperti diperlihatkan pada Tabel 12. Pada tahun 1999 secara keseluruhan selisih antara hasil model dengan hasil citra pada semua lokasi berkisar m, perbedaan ini terutama terjadi pada lokasi D. Pada tahun 2003 selisih antara garis pantai hasil model dan citra terbesar terjadi pada lokasi E berkisara m. Pada tahun 2008 selisih antara garis pantai hasil model dan hasil citra terbesar terjadi pada lokasi C berkisar m yang terjadi pada lokasi C. Garis pantai hasil model ini diperoleh setelah dilakukan proses coba ulang (trial and error) yaitu dengan cara mengubah-ubah nilai Cn (persentase kejadian gelombang). Nilai Cn yang digunakan dalam model ini adalah 0.01, sedangkan Komar (1983) menggunakan niali Cn = Selain itu pada model perhitungan angkutan sedimen dilakukan penyesuaian terhadap persamaan yang digunakan pada titik grid Perhitungan besar angkutan sedimen pada lokasi tersebut dikalikan dengan suatu besaran yang ditentukan melalui persamaan : Q i = Q t * (1, , *x *x 2-0, *x 3 + 0, *x 4 )

27 77 G B D Tanjung Merdeka F Tanjung Bunga Barombong S. Jeneberang A C Barombong E Tanjung Merdeka Gambar 36 Perubahan garis pantai hasil citra dan hasil model tahun 1999 (atas) dan diperbesar pada lokasi A, B, C,D, E, F dan G (bawah).

28 78 G B Barombong D Tanjung Merdeka S. Jeneberang F Tanjung Bunga A C Barombong E Tanjung Merdeka Gambar 37 Perubahan garis pantai hasil citra dan hasil model tahun 2003 (atas) dan diperbesar pada lokasi A, B, C,D, E, F dan G (bawah).

29 79 G B D Tanjung Merdeka F Tanjung Bunga Barombong S. Jeneberang A C Barombong E Tanjung Merdeka Gambar 38 Perubahan garis pantai hasil citra dan hasil model tahun 2008 (atas) dan diperbesar pada lokasi A, B, C,D, E, F dan G (bawah). Dari hasil tumpang tindih garis pantai hasil model dan hasil citra diperoleh bahwa persentase kesalahan hasil model terhadap citra berkisar antara % (Tabel 12). Pada penelitian ini perubahan garis pantai dari citra satelit diperoleh dari citralandsat yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 meter, dimana 50%

30 80 dari resolusi satelit yang digunakan adalah kemungkinan penyebab error terhadap perhitungan garis pantai. Tabel 12 Selisih perubahan garis pantai antara hasil citra pada tahun yang samadan hasil model relatif terhadap garis pantai awaltahun 1990 Selisih Perubahan Garis Pantai Tahun Lokasi Jarak Jarak Error Jarak Jarak Error Jarak Jarak Error Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata (m) (m) (%) (m) (m) (%) (m) (m) (%) A B C D E F G Morfologi garis pantai di sepanjang lokasi penelitian berkelok-kelok, seperti pantai Barombong bagian selatan (lokasi A) dan pantai Barombong bagian tengah (lokasi B) mempunyai bentuk garis pantai yang menjorok ke darat, sedangkan pantai Barombong bagian utara (lokasi C) menjorok ke laut. Garis pantai Tanjung Merdeka bagian selatan berbentuk tonjolan sedangkan barombong bagian utara berbentuk lurus. Garis pantai Tanjung Bunga (lokasi F dan G) menjorok ke laut. Hasil prediksi model (Gambar 39) juga memperlihatkan bahwa selama tahun sepanjang garis pantai telah terjadi proses abrasi di satu sisi dan mengalami sedimentasi di sisi yang lain. Proses abrasi terutama terjadi di pantai Tanjung Bunga (lokasi F dan G) dan pantai Tanjung Merdeka bagian utara (lokasi E). Proses abrasi pada pantai Tanjung Bunga terjadi karena sudut gelombang pecah yang terjadi cukup besar sehingga anggkutan sedimen juga besar sedangkan suplai sedimen dari Sungai Jeneberang berkurang. Proses akresi terutama terjadi di pantai Tanjung Merdeka bagian selatan (lokasi D) dan pantai Barombong bagian tengah. Proses akresi terjadi karena perubahan garis pantai di sekitar muara sungai sangat dipengaruhi oleh suplai

31 81 sedimen dari sungai (Ashton & Murray 2006) dimana pantai Tanjung Merdeka bagian selatan dan Barombong tetap mendapat suplai sedimen dari Sungai Jeneberang yang lebih besar dari pada angkutan sedimen akibat gelombang G B D Tanjung Merdeka F Tanjung Bunga Barombong S. Jeneberang A C Barombong E Tanjung Merdeka Gambar 39 Perubahan garis pantai hasil model tahun (atas) dan diperbesar pada lokasi A, B, C,D, E, F dan G (bawah).

32 82 Selama tahun gelombang yang berasal dari arah barat dan barat daya lebih dominan pengaruhnya dari pada barat laut. Gelombang yang berasal dari arah barat dan barat daya menyebabkan angkutan sedimen ke utara, sedangkan yang berasal dari arah barat laut akan menyebabkan angkutan sedimen ke arah selatan. Karena angkutan sedimen dominan ke arah utara, maka pertumbuhan daratan cenderung ke arah utara. Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh Departemen PU. (1989) dan Suriamihardja (2005) bahwa angkutan sedimen di sepanjang pantai delta Sungai Jeneberang dominan ke utara. Hasil prediksi model memperlihatkan bahwa pada tahun pantai Tanjung Merdeka mengalami akresi sejauh m dengan laju akresi sekitar 14.0 m/tahun. Pada tahun 2003 pantai Tanjung Bunga telah mengalami abrasi sejauh 91.9 m dan semakin meningkat pada tahun 2008 menjadi m. Laju abrasi di pantai Tanjung Bunga selama tahun sebesar 9.5 m/tahun (Tabel 13). Tabel 13 Jarak maksimumperubahan garis pantai hasil model tahun Jarak Maksimum Perubahan Garis Pantai (m) Lokasi Tahun Abrasi Sedimentasi Abrasi Sedimentasi Abrasi Sedimentasi A B C D E F G Berdasarkan pada Gambar 39, maka teridentifikasi pantai yang mengalami abrasi dan akresi seperti diperlihatkan pada Gambar 40. Hasil prediksi model menunjukan bahwa luas lahan yang mengalami abrasi di sepanjang pantai pada tahun sekitar 24.5ha, sedangkan yang mengalami akresi sekitar 6.2 ha. Berdasarkan luas lahan yang mengalami abrasi, maka diperkirakan jumlah sedimen yang terangkut selama tahun sekitar m 3 atau m 3 /tahun, sedangkan yang tersedimentasi sekitar m 3 atau m 3 /tahun.

33 83 Hasil digitasi citra menunjukan bahwa luas lahan yang mengalami abrasi di sepanjang pantai pada tahun sekitar 26.2 ha, sedangkan yang mengalami akresi sekitar 6.4 ha. Berdasarkan luas lahan yang mengalami abrasi, maka diperkirakan bahwa jumlah sedimen yang terangkut sekitar m3 atau m3/tahun, sedangkan jumlah sedimen yang terendapkan sekitar m3 atau m3/tahun (Tabel 14). Gambar 40 Lokasi pantai yang mengalami abrasi dan akresi. Tabel 14 Luas lahan yang mengalami abrasi dan akreasi serta jumlah sedimen yang terangkut dan terendapkan dari hasil model dan hasil citra Hasil Model Hasil Citra Luas (ha2) Q (m3/19 th) Q (m3/ th) Luas (ha2) Q (m3/19 th) Q (m3/ th) Abrasi Akresi

34 84 Sungai Jeneberang yang bermuara di Kota Makassar mempunyai dua muara yaitu muara bagian selatan (di antara pantai Barombong bagian utara dan Tanjung Merdeka bagian selatan) dan muara bagian utara (di antara pantai Tanjung Merdeka bagian utara dan Tanjung Bunga bagian selatan). Sedimen yang berasal dari Sungai Jeneberang sebagian besar tersedimentasi di sekitar muara sungai, kemudian terangkut oleh arus dan gelombang ke sepanjang pantai. Arah angkutan sedimen yang dominan ke utara menyebabkan pantai Tanjung Merdeka memperoleh sedimen terutama dari muara sungai bagian selatan, sedangkan pantai Tanjung Bunga memperoleh sedimen dari muara sungai bagian utara. Pada tahun 1993 muara Sungai Jeneberang bagian utara ditutup sehingga sedimen yang berasal dari Sungai Jeneberang semuanya mengalir ke muara bagian selatan. Hal ini menyebabkan pantai Tanjung Bunga tidak mendapat lagi suplai sedimen dari sungai bagian utara sedangkan hempasan gelombang yang terjadi setiap saat cukup besar sehingga pantai Tanjung Bunga telah mengalami abrasi. Perubahan garis pantai di sepanjang pantai lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh pembangunan Dam Bilibili yang mulai beroperasi pada tahun Sebelum pembangunan Dam Bilibili suplai sedimen Sungai Jeneberang ke pantai sangat besar sekitar 90 m 3 /hari, tetapi setelah Dam Bilibili beroperasi maka sedimen yang berasal dari DAS Sungai Jeneberang tertahan oleh Dam sehingga input sedimen sungai ke perairan pantai menjadi nol. Selain itu beberapa bendungan karet telah dibangun untuk mencegah erosi pada dasar sungai yang juga mengurangi suplai sedimen ke perairan pantai. Akibat berkurangnya suplai sedimen dari Sungai Jeneberang ke perairan pantai yaitu 90 m 3 /hari dan adanya hempasan gelombang yang terjadi setiap saat yang mengangkut sedimen diperairan pantai sekitar 20.6 m 3 /hari maka pantai Tanjung merdeka bagian utara mengalami abrasi sejau 60.4 m dan pantai Tanjung Bunga sekitar m pada tahun 2008 (Gambar 41).

35 85 (a) (b) (c) Gambar 41 Jarak perubahan garis pantai hasil model (a) tahun 1999, (b) 2003 dan (c) 2008.

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pantai merupakan suatu zona yang sangat dinamik karena merupakan zona persinggungan dan interaksi antara udara, daratan dan lautan. Zona pantai senantiasa memiliki

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan seperti pengukuran batimetri, pasang surut dan sedimen dilakukan pada bulan Maret 2008 di pesisir sekitar muara Sungai Jeneberang,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin Proses pembentukan gelombang oleh angin Menurut Komar (1976) bahwa angin mentransfer energi ke partikel air sesuai dengan arah hembusan angin.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN ANGIN Berdasarkan analisis data angin stasiun meteorologi Amamapare selama 15 tahun, dalam satu tahun terdapat pengertian dua musim, yaitu musim timur dan musim barat diselingi dengan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang kurang lebih 9.5 km dengan koordinat x = 116 o 59 56.4 117 o 8 31.2

Lebih terperinci

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sedimen dasar permukaan Hasil analisis sedimen permukaan dari 30 stasiun diringkas dalam parameter statistika sedimen yaitu Mean Size (Mz Ø), Skewness (Sk

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gelombang

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gelombang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelombang Dinamika yang terjadi di pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah gelombang, suplai sedimen dan aktifitas manusia (Sorensen 1993). Mula-mula angin membangkitkan

Lebih terperinci

ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.

ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S. ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.Gainau 4108205002 PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNIK DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. PASANG SURUT Untuk apa data pasang surut Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Mengingat

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Penyebab Perubahan Garis Pantai

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Penyebab Perubahan Garis Pantai BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Penyebab Perubahan Garis Pantai Pada daerah penelitian merupakan pantai yang tersusun dari endapan pasir. Pantai pada daerah penelitian secara umum sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H PENGANTAR OCEANOGRAFI Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H21114307 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Kondisi Pasang Surut di Makassar Kota

Lebih terperinci

Terbentuknya Batuan Sedimen

Terbentuknya Batuan Sedimen Partikel Sedimen Terbentuknya Batuan Sedimen Proses terbentuknya batuan sedimen dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material yang berasal dari proses pelapukan kimiawi dan mekanis, ditransportasikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil simulasi model penjalaran gelombang ST-Wave berupa gradien stress radiasi yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan parameter gelombang yang menjalar memasuki perairan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gelombang 4.1.1. Angin Gelombang di laut dapat dibedakan atas beberapa macam tergantung faktor pembangkitnya, diantaranya angin (tekanan atmosfer), pasang surut dan gempa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Nurin Hidayati 1, Hery Setiawan Purnawali 2 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Email: nurin_hiday@ub.ac.id

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN : Studi Faktor Penentu Akresi dan Abrasi Pantai Akibat Gelombang Laut di Perairan Pesisir Sungai Duri Ghesta Nuari Wiratama a, Muh. Ishak Jumarang a *, Muliadi a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo 09.02.4.0011 PROGRAM STUDI / JURUSAN OSEANOGRAFI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2012 0 BAB

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK SEDIMEN DI MUARA SUNGAI INDRAGIRI

ANALISIS KARAKTERISTIK SEDIMEN DI MUARA SUNGAI INDRAGIRI ANALISIS KARAKTERISTIK SEDIMEN DI MUARA SUNGAI INDRAGIRI Dendy Ariandi 1 dan Mubarak 2 Rifardi 2 Abstract This research was conducted on August 2008 with purpose has to know the characteristics of sediment

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor

Lebih terperinci

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut Hasil pengukuran arus transek saat kondisi menuju surut dapat dilihat pada Gambar III.13. Terlihat bahwa kecepatan arus berkurang terhadap kedalaman. Arus permukaan dapat mencapai 2m/s. Hal ini kemungkinan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di

Lebih terperinci

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI SEKITAR DELTA SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN S A K K A

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI SEKITAR DELTA SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN S A K K A MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI SEKITAR DELTA SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN S A K K A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong Pemodelan ini menghasilkan dua model yaitu model uji sensitifitas dan model dua musim. Dalam model uji sensitifitas

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

Jurnal Fusi ISSN: Vol.7 No.2 STUDI KARAKTERISTIK PANTAI TANJUNG ALAM KOTA MAKASSAR

Jurnal Fusi ISSN: Vol.7 No.2 STUDI KARAKTERISTIK PANTAI TANJUNG ALAM KOTA MAKASSAR STUDI KARAKTERISTIK PANTAI TANJUNG ALAM KOTA MAKASSAR Muh. Altin Massinai Abstract : Tanjung Alam seashore are direct face with Makassar strait and front of island zone constrain, such as: Lae-lae island,

Lebih terperinci

Pengertian Pasang Surut

Pengertian Pasang Surut Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air

Lebih terperinci

MEKANISME ABRASI PESISIR DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MEKANISME ABRASI PESISIR DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Abstrak MEKANISME ABRASI PESISIR DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Yan Restu FRESKI 1* dan SRIJONO 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jalan Grafika

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SEDIMEN DASAR PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN KAMPUNG BUGIS KOTA TANJUNGPINANG

KARAKTERISTIK SEDIMEN DASAR PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN KAMPUNG BUGIS KOTA TANJUNGPINANG KARAKTERISTIK SEDIMEN DASAR PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN KAMPUNG BUGIS KOTA TANJUNGPINANG Atrisia Amanda Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-UMRAH Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng. Dosen Jurusan

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 80 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Tinjauan Umum Bagian hilir muara Kali Silandak mengalami relokasi dan menjadi satu dengan Kali Jumbleng yang menyebabkan debit hilirnya menjadi lebih besar

Lebih terperinci

STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU. Oleh

STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU. Oleh STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Asrori 1), Rifardi 2) dan Musrifin Ghalib 2) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Email:asrorinasution26@gmail.com

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II TEORI TERKAIT II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku

Lebih terperinci

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 55 Vol. 1, No. 1 : 55-72, Maret 2014 KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Baiq Septiarini

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant : 48-55 ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI Musrifin 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Universitas Raiu Diterima : 5 April 2011 Disetujui : 14 April 2011 ABSTRACT Tidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Gelombang

TINJAUAN PUSTAKA Gelombang TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Gelombang merupakan salah satu fenomena laut yang paling nyata karena langsung bisa dilihat dan dirasakan. Gelombang adalah gerakan dari setiap partikel air laut yang berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum pantai didefenisikan sebagai daerah di tepi perairan (laut) sebatas antara surut terendah dengan pasang tertinggi, sedangkan daerah pesisir adalah daratan

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 7, Nomor 1, April 2011 ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN DI KABUPATEN MALUKU TENGAH TEKNOLOGI PROSES PEGARAMAN DI

Lebih terperinci

EROSI MARIN SEBAGAI PENYEBAB KERUSAKAN LAHAN KEBUN DI KELURAHAN TAKOFI KOTA TERNATE

EROSI MARIN SEBAGAI PENYEBAB KERUSAKAN LAHAN KEBUN DI KELURAHAN TAKOFI KOTA TERNATE JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 4-698 Volume Nomor Juni 05 EROSI MARIN SEBAGAI PENYEBAB KERUSAKAN LAHAN KEBUN DI KELURAHAN TAKOFI KOTA TERNATE Adnan Sofyan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-280 Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek Dzakia Amalia Karima dan Bambang Sarwono Jurusan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2 Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamanan Pantai Pulau Karakelang

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Abstrak KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Umar 1) Pantai Desa Matang Danau adalah pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna. Laut Natuna memang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA IV - 1 BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum Analisis data yang dilakukan merupakan data-data yang akan digunakan sebagai input program GENESIS. Analisis data ini meliputi analisis data hidrooceanografi,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.1. April. 015 ISSN : 087-11X MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN 1) Muhamad Roem, Ibrahim, Nur

Lebih terperinci

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95.

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95. Tabel 4.4 Debit Bulanan Sungai Jenggalu Year/Month Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1995 3.57 3.92 58.51 25.35 11.83 18.51 35.48 1.78 13.1 6.5 25.4 18.75 1996 19.19 25.16 13.42 13.21 7.13

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Pas Pa ang Surut Teor 1 Te Pembentukan Pasut a. Teor i Kesetimbangan

II TINJAUAN PUSTAKA Pas Pa ang Surut Teor 1 Te Pembentukan Pasut a. Teor i Kesetimbangan 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasang Surut Pasang surut selanjutnya disebut pasut adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda benda langit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Dinamika morfologi muara menjadi salah satu kajian yang penting. Hal ini disebabkan oleh penggunaan daerah ini sebagai tempat kegiatan manusia dan mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Garis Pantai Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa berubah karena beberapa hal seperti

Lebih terperinci

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU Tjaturahono Budi Sanjoto Mahasiswa Program Doktor Manajemen Sumberdaya Pantai UNDIP

Lebih terperinci

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami TSUNAMI Karakteristik Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu dari kata tsu dan nami. Tsu berarti pelabuhan dan nami berarti gelombang. Istilah tersebut kemudian dipakai oleh masyarakat untuk menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan transisi ekosistem terestrial dan laut yang ditandai oleh gradien perubahan ekosistem yang tajam (Pariwono, 1992). Kawasan pantai merupakan

Lebih terperinci

Sebaran Fraksi Sedimen Dasar Permukaan di Perairan Pantai Pulau Topang Provinsi Riau

Sebaran Fraksi Sedimen Dasar Permukaan di Perairan Pantai Pulau Topang Provinsi Riau Dinamika Lingkungan Indonesia, Januari 2015, p 26-31 ISSN 2356-2226 Dinamika Lingkungan Indonesia 26 Sebaran Fraksi Sedimen Dasar Permukaan di Perairan Pantai Pulau Topang Provinsi Riau Hade Mulyadi, Mubarak,

Lebih terperinci

Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4

Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4 Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4 I Nyoman Fegie 1) dan Bangun Muljo Sukojo 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari.

Lebih terperinci

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Sebaran sedimen

Lebih terperinci

Sebaran Fraksi Sedimen Dasar Permukaan di Perairan Pantai Pulau Topang Provinsi Riau

Sebaran Fraksi Sedimen Dasar Permukaan di Perairan Pantai Pulau Topang Provinsi Riau Sebaran Fraksi Sedimen Dasar Permukaan di Perairan Pantai Pulau Topang Provinsi Riau Hade Mulyadi 1, Mubarak 2, Dessy Yoswaty 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit Mifta Nur Rohmah 1), Dr. Ir. Muhammad Taufik 2) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA DISUSUN OLEH Heron Surbakti dan Tim Assisten Praktikum Oseanografi Fisika LABORATORIUM OSEANOGRAFI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

1. Student of Fisheries and Marine Sciences Faculty, University of Riau 2. Lecturer at the Fisheries and Marine Sciences Faculty, University of Riau

1. Student of Fisheries and Marine Sciences Faculty, University of Riau 2. Lecturer at the Fisheries and Marine Sciences Faculty, University of Riau SEDIMENT AND COASTLINE CHANGE ANALYSIS OF MESKOM VILLAGE, RIAU Oleh Chairunisa Rachmani 1, Rifardi 2 and Musrifin Ghalib 2 Dept. of Marine Science, Fishery and Marine Science Faculty, Riau Univ. Postal

Lebih terperinci

SEDIMENT STRATIGRAPHY IN DUMAI WATERS RIAU PROVINCE. Ramot S Hutasoit 1), Rifardi 2) and Musrifin Ghalib 2)

SEDIMENT STRATIGRAPHY IN DUMAI WATERS RIAU PROVINCE. Ramot S Hutasoit 1), Rifardi 2) and Musrifin Ghalib 2) SEDIMENT STRATIGRAPHY IN DUMAI WATERS RIAU PROVINCE By Ramot S Hutasoit 1), Rifardi 2) and Musrifin Ghalib 2) hutasoitramot@ymail.com Abstract This study was conducted in February 2016 in Dumai Waters,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Letak geografis, administratif dan luas wilayah

2. TINJAUAN PUSTAKA Letak geografis, administratif dan luas wilayah 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Wilayah Studi 2.1.1. Letak geografis, administratif dan luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan sebuah daerah otonomi setingkat Provinsi di Indonesia, secara

Lebih terperinci

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN METODE ONE-LINE MODEL (STUDI KASUS : PANTAI MANGARABOMBANG GALESONG SELATAN, KABUPATEN TAKALAR)

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN METODE ONE-LINE MODEL (STUDI KASUS : PANTAI MANGARABOMBANG GALESONG SELATAN, KABUPATEN TAKALAR) MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN METODE ONE-LINE MODEL (STUDI KASUS : PANTAI MANGARABOMBANG GALESONG SELATAN, KABUPATEN TAKALAR) 1. 2. 3. Wa Ode Awaliah 1, Sakka 2 dan M. Alimuddin Hamzah 3 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pantai Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU TRANSPOR SEDIMEN DI PANTAI AKKARENA

KAJIAN LAJU TRANSPOR SEDIMEN DI PANTAI AKKARENA Paper Riset Singkat Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p.10-18 KAJIAN LAJU TRANSPOR SEDIMEN DI PANTAI AKKARENA Fikri Aris Munandar dan Achmad Yasir Baeda Lab. Teknik Pantai dan Lingkungan, Prodi Teknik Kelautan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIKA PANTAI PANDAN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. By Sakkeus Harahap 1), Mubarak 2), Musrifin Galib 2) ABSTRACT

KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIKA PANTAI PANDAN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. By Sakkeus Harahap 1), Mubarak 2), Musrifin Galib 2) ABSTRACT KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIKA PANTAI PANDAN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA By Sakkeus Harahap 1), Mubarak 2), Musrifin Galib 2) ABSTRACT This research was conducted from 14 28, May 2009 at Kelurahan

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya) Studi Penentuan Draft dan Lebar Ideal Kapal Terhadap Alur Pelayaran STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN Putu Angga Bujana, Yuwono Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus

Lebih terperinci

Posisi dengan kemiringan tersebut, kecepatan partikel di puncak gelombang sama dengan kecepatan rambat gelombang. Kemiringan yang lebih tajam dari

Posisi dengan kemiringan tersebut, kecepatan partikel di puncak gelombang sama dengan kecepatan rambat gelombang. Kemiringan yang lebih tajam dari TINJAUAN PUSTAKA Angin sebagai Pembangkit Gelombang Angin merupakan massa udara yang bergerak (Lakitan, 2002). Angin dapat bergerak secara horisontal maupun secara vertikal dengan kecepatan yang bervariasi

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

III HASIL DAN DISKUSI

III HASIL DAN DISKUSI III HASIL DAN DISKUSI Sistem hidrolika estuari didominasi oleh aliran sungai, pasut dan gelombang (McDowell et al., 1977). Pernyataan tersebut mendeskripsikan kondisi perairan estuari daerah studi dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN 31 BAB III 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting dengan tujuan mengefektifkan

Lebih terperinci