PERUBAHAN GARIS PANTAI DARI PANTAI TERITIP BALIKPAPAN SAMPAI PANTAI AMBARAWANG KUTAI KERTANEGARA KALIMANTAN TIMUR IRA PUSPITA DEWI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN GARIS PANTAI DARI PANTAI TERITIP BALIKPAPAN SAMPAI PANTAI AMBARAWANG KUTAI KERTANEGARA KALIMANTAN TIMUR IRA PUSPITA DEWI"

Transkripsi

1 PERUBAHAN GARIS PANTAI DARI PANTAI TERITIP BALIKPAPAN SAMPAI PANTAI AMBARAWANG KUTAI KERTANEGARA KALIMANTAN TIMUR IRA PUSPITA DEWI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perubahan Garis Pantai dari Pantai Teritip Balikpapan sampai Pantai Ambarawang Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2011 Ira Puspita Dewi NIM: C

3 ABSTRACT IRA PUSPITA DEWI, Shoreline change from coast of Teritip Balikpapan to coast of Ambarawang Kutai Kertanegara East Kalimantan. Under direction of MULIA PURBA and I WAYAN NURJAYA. Shoreline change from coast of Teritip Balikpapan to coast of Ambarawang Kutai Kertanegara, East Kalimantan from was analyzed by developing a model. Initial shoreline as an input for model was the result of Landsat image in 2000, and the shoreline from Landsat ETM in 2007 was used to compare the final result of model. The model predicts shoreline change due to along shore sediment transport generated by wave that brakes at the shoreline. The characteristics of broken waves was predicted by analysing wave transformation from off-shore sea where the wave was generated by winds. Sediment transport along the coast were mostlynortheastward as the main winds that blown toward the coast were mostly from the south. Simulation for 8 years showes that accretion more intensive in the northern part than those in the south. In general, shoreline shape resulting from model show a good resemblace to those from Landsat image in Discrepancies between the two shoreline shape occurred mostly at the upstream of the head land where results of model shows erosion but the images show the shoreline almost stable. This is perhap due to existance of mangrove that prevent erosion, but the effect of this vegetation is not included in the model. Keyword : breaking wave, sediment transport, shoreline change, transformation. wave

4 RINGKASAN IRA PUSPITA DEWI, Perubahan Garis Pantai dari Pantai Teritip Balikpapan sampai Pantai Ambarawang Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, dibawah Arahan : Mulia Purba dan I Wayan Nurjaya Saat ini Pantai Teritip hingga Ambarawang digunakan dalam berbagai kegiatan untuk menunjang pembangunan di Kalimantan Timur. Beberapa kegiatan yang sedang dikembangkan adalah wisata pantai, budidaya rumput laut dan tambak. Pemanfaatan yang sering tidak dilandasi dengan pengetahuan mengenai perilaku pantai dapat berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya seperti abrasi dan akresi. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai lokasi-lokasi yang mengalami abrasi dan akresi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transformasi gelombang yang dibangkitkan angin dari laut lepas menuju pantai hingga gelombang tersebut pecah. Gelombang pecah akan menyebabkan terjadinya angkutan sedimen, sehingga lokasi-lokasi yang mengalami abrasi dan akresi dapat diketahui yang akan merubah garis pantai di lokasi penelitian selama 8 tahun ( ). Pengambilan data batimetri dilakukan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang Laut (± 9.5 km) pada bulan September hingga Oktober Data batimetri ini kemudian dijadikan sebagai input dalam program refraksi gelombang. Selain itu tinggi, periode dan sudut gelombang laut lepas yang diprediksi berdasarkan data angin BMKG Balikpapan juga merupakan data input untuk program refraksi gelombang. Program refraksi gelombang ini akan mengeluarkan hasil tinggi, kedalaman dan sudut pada saat gelombang pecah sepanjang pantai. Hasil refraksi ini merupakan penentu transpor sedimen yang terjadi di sepanjang pantai, kemudian dijadikan sebagai patokan untuk program perubahan garis pantai di lokasi penelitian dengan patokan garis pantai awal adalah citra Landsat tahun Hasil dari model transformasi gelombang dari selatan dan timur di laut lepas menuju pantai memperlihatkan terjadinya perubahan arah dan tinggi gelombang. Transformasi gelombang menuju pantai dominan berasal dari selatan disebabkan kerena tinggi gelombang laut lepas yang terjadi di lokasi penelitian tertinggi pada musim timur dimana angin berhembus lebih kencang dengan arah angin dominan dari Selatan merupakan penyebab terjadinya hal ini. Pantai yang berbentuk tonjolan menyebabkan penguncupan gelombang (konvergensi), sedangkan pada pantai yang berbentuk cekung akan terjadi penyebaran gelombang (divergensi). Daerah yang mengalami konvergensi umumnya mempunyai tinggi gelombang pecah yang lebih besar jika dibandingkan dengan daerah divergensi. Kemiringan dasar pantai pada lokasi penelitian sangat landai sehingga nilai tinggi gelombang pecah lebih kecil jika dibandingkan dengan tinggi gelombang laut lepas (H 0 ). Arah transpor sedimen dominan menuju ke timur laut karena orientasi pantai yang menghadap ke arah tenggara dan gelombang yang menuju pantai dari selatan dan timur. Perubahan garis pantai hasil overlay citra tahun 2000 dan 2007 selama delapan tahun memperlihatkan bahwa pada pantai yang lurus cenderung stabil,

5 akresi terjadi pada pantai yang melengkung ke dalam, sedangkan abrasi terjadi pada pantai yang berbentuk tonjolan. Perubahan garis pantai hasil simulasi model selama delapan tahun menunjukkan bahwa pantai yang berbentuk tonjolan mengalami abrasi sedangkan pantai yang berbentuk lekukan mengalami sedimentasi. Hal ini disebabkan karena pada pantai berbentuk tonjolan tinggi gelombang yang terjadi besar, sedangkan pantai berbentuk lekukan tinggi gelombang yang terjadi kecil. Pada pantai yang berbentuk lekukan mengalami sedimentasi lebih besar jika dibandingkan dengan pantai yang berbentuk tonjolan mengalami abrasi. Hal ini diperkirakan karena ada transpor sedimen yang berasal dari bagian bawah di luar daerah simulasi model. Perbandingan hasil model dengan hasil citra Landsat tahun 2007 memperlihatkan bentuk garis pantai yang mirip. Bentuk garis pantai hasil model cenderung mengikuti bentuk garis pantai awal (citra Landsat 2000). Walaupun begitu, terdapat juga perbedaan terutama pada pantai bagian tengah yang berbentuk tonjolan maka model memprediksi adanya abrasi, tetapi citra Landsat 2007 memperlihatkan garis yang hampir tidak berubah. Hal ini diperkirakan akibat adanya pohon bakau di lokasi penelitian akan tetapi adanya tanaman tersebut tidak pertimbangkan dalam model.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 PERUBAHAN GARIS PANTAI DARI PANTAI TERITIP BALIKPAPAN SAMPAI PANTAI AMBARAWANG KUTAI KERTANEGARA KALIMANTAN TIMUR IRA PUSPITA DEWI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Penguji diluar Komisi: Dr. Agus S. Atmadipoera, M.Sc Oseanografi Fisik, Departemen ITK FPIK IPB

9 Judul : Perubahan Garis Pantai dari Pantai Teritip Balikpapan sampai Pantai AmbarawangKutai Kertanegara Kalimantan Timur Nama : Ira Puspita Dewi NIM : C Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc Ketua Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 28 Juni 2011 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. atas kebesaran nikmat dan karunia-nya akhirnya mampu menyelesaikan tesis mengenai Perubahan Garis Pantai dari Pantai Teritip Balikpapan sampai Pantai Ambarawang Kutai Kertanegara Kalimantan Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengayaan maanfaat bagi pembaca terutama penulis dalam ilmu pengetahuan. Penulis mendapatkan bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan masukan demi kesempurnaan tesis ini. 2. Bapak Dr. Ir. Agus S Atmadipoera, M.Sc selaku penguji luar komisi. 3. Ibu Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc selaku ketua program studi. 4. Rektor dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan Pendidikan Program Master (S2) pada Program Studi Ilmu Kelautan IPB. 5. Bapak Ir. Iwan Suyatna, M.Sc beserta tim yang telah bersedia meminjamkan alat serta membantu pengambilan data di lokasi penelitian. 6. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Coremap dan BPPS tahun yang telah memberikan bantuan materil. 7. BMKG Balikpapan, BTIC dan DISHIDROS untuk perolehan data dalam penelitian ini. 8. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu dalam segala hal (Bapak Sakka, bang Andri, Tri, Sabhan, bang Eko, Awir dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu). 9. Abah, mama, ading, suami dan anak-anak ku (Dewi & Diva) untuk semua dukungan materil, keikhlasan, penyemangat dan cinta selama ini. Sebagai manusia biasa dengan kemampuan terbatas, penulis berusaha dengan sebaik mungkin dalam menyelesaikan tesis ini. Masukan dan saran menjadi harapan tersendiri demi perbaikannya. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan rahmat-nya bagi kita semua. Bogor, Juli 2011 Ira Puspita Dewi

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan pada tanggal 23 April 1981 dan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Abdul Azis Amrullah dan Kardinah. Penulis masuk sekolah dasar (SD) tahun 1987 pada SD Negeri Murung Sari Satu Amuntai dan tamat tahun 1993 pada SD Negeri Lampihong Kanan, Kecamatan Lampihong. Kemudian melanjutkan studi tahun 1993 pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Lampihong dan tamat tahun Setelah menamatkan SMP, penulis melanjutkan studi pada Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 2 Amuntai tamat tahun Pada tahun 1999 melanjutkan studi pada Universitas Hasanuddin pada Fakultas Kelautan dan Perikanan Jurusan Ilmu Kelautan dan menamatkan studi pada tahun 2004 dengan gelar Sarjana Kelautan (S.Kel). Tahun 2006 penulis diterima sebagai staf pengajar pada tahun 2005 Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Mulawarman. Penulis melanjutkan studi Program Magister (S2) tahun 2006 pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

12 GLOSARI γ = indeks gelombang pecah ρ sw = massa jenis air laut (1025 kg/m 3 ) t = step simulasi x = jarak antara titik sel = jarak garis pantai dari garis referensi pada waktu t di titik sel i C 0 = kecepatan gelombang di laut lepas C D = koefisien gesekan (drag coefficient) D50 = diameter dari sekitar 50% material sedimen d b = kedalaman air pada saat gelombang pecah (m) d t = kedalaman laut yang diukur dengan echosounder pada pukul t E b = energi gelombang yang dihitung saat gelombang pecah F = jarak fetch dimana angin berhembus H b = tinggi gelombang pecah (m) Hd = tinggi gelombang pada kedalaman d H o = tinggi gelombang di laut lepas h t = ketinggian elevasi muka air akibat pasut pada waktu t k = bilangan gelombang K r = koefisien refraksi K s = koefisien shoaling Ld = panjang gelombang pada kedalaman d N = porositas sedimen (n 0.4) P l = fluks energi gelombang Q = angkutan sedimen sepanjang pantai (m 3 /det) Q n = sedimen bersih Q x1 = sedimen yang masuk sel Q x2 = sedimen yang keluar sel r = jarak pergeseran garis pantai pada koreksi garis pantai terhadap pasang surut t = waktu (detik) β = sudut kemiringan dasar pantai U * = kecepatan friksi (friction velocity) U 10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 m U s = kecepatan angin terkoreksi U z = kecepatan angin pada ketinggian z V = volume sedimen (m 3 ) x = absis searah panjang pantai (m) y = jarak antara garis pantai dan garis referensi (m) α b = sudut datang gelombang pecah α g = sudut garis pantai terhadap sumbu x α o = sudut gelombang di laut lepas ρ s = massa jenis sedimen

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. xv DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN.. xviii I PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pikir Perumusan dan Pendekatan Masalah Tujuan Manfaat Hipotesis. 4 II TINJAUAN PUSTAKA Pembangkitan Gelombang oleh Angin Transformasi Gelombang Angkutan Sedimen Model Perubahan Garis Pantai Citra Landsat 7 TM dan ETM Gambaran Umum Lokasi Penelitian.. 13 III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Metode Perolehan Data Batimetri Arah dan Kecepatan Angin Citra Landsat Analisis Data Kedalaman Lereng Dasar Pantai (slope) Prediksi Gelombang Laut Lepas Transformasi Gelombang Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai (Q s ) Model Perubahan Garis Pantai Citra Landsat Perbandingan Hasil Model dengan Citra 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Angin Pembangkitan Gelombang Laut Lepas Transformasi Gelombang Angkutan Sedimen Perubahan Garis Pantai V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran.. 53 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 57

14 DAFTAR TABEL 1 Kriteria gelombang pecah Alat dan data yang digunakan Jenis dan sumber data yang digunakan Parameter masukan pada program perubahan garis pantai Frekuensi distribusi angin tahun Frekuensi kejadian angin tahun Panjang fetch efektif 35 8 Tinggi dan periode gelombang laut lepas yang dibangkitkan dari kecepatan angin bulanan rata-rata Tinggi gelombang laut lepas (H 0 ), gelombang pecah (H b ) dan jarak pecah dari garis pantai pada saat MSL Tinggi gelombang pecah rata-rata tahun Laju dan arah transpor sedimen (m 3 /tahun) setiap tahun selama delapan tahun Laju dan arah transpor sedimen (m 3 /tahun) setiap lokasi sepanjang pantai selama delapan tahun Laju transpor sedimen (m 3 /bulan) bulan rata-rata selama delapan tahun 45 ( ) Perubahan garis pantai awal (citra tahun 2000) dan hasil citra tahun 2007 terhadap garis pantai di setiap lokasi Perubahan garis pantai awal dan hasil model 2007 di setiap lokasi Perbandingan perubahan garis pantai hasil model dan citra tahun 2007 terhadap garis pantai awal (citra tahun 2000) pada berbagai grid di setiap lokasi... 52

15 DAFTAR GAMBAR 1 Bagan alir perumusan masalah untuk pencapaian tujuan penelitian 4 2 Refraksi gelombang pada berbagai bentuk tipe kontur garis pantai (a) kontur lurus dan sejajar; (b) gabungan antara submarine ridge dan submarine canyon; (c); submarine ridge dan (d) submarine canyon Profil gelombang dari laut lepas hingga pecah 8 4 Peta lokasi penelitian Koreksi pengukuran kedalaman Hubungan antara R L dengan kecepatan angin di darat Bentuk grid yang digunakan dalam program transformasi gelombang Hubungan antara sudut gelombang datang (α o ), orientasi pantai (α g ), sudut gelombang pecah (α b ) Prosedur perhitungan selisih sedimen yang masuk dan keluar sel dengan metode perimbangan sel Pembagian pantai menjadi sejumlah sel Sedimen masuk dan sedimen yang keluar Kemiringan dasar pantai Posisi tinggi muka air pada saat perekaman citra Bagan alir pengolahan data perubahan garis pantai Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin rata-rata bulanan tahun Hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut lepas Transformasi gelombang dengan arah angin dari selatan yang menggambarkan tinggi dan arah gelombang Transformasi gelombang dengan arah angin dari timur yang menggambarkan tinggi dan arah gelombang Profil tinggi gelombang dari laut lepas hingga pecah di Lokasi A grid ke-48 dan Lokasi B grid ke Profil tinggi gelombang dari laut lepas hingga pecah di Lokasi C grid ke-214 dan Lokasi D grid ke Jalur lintasan tinggi gelombang dari laut lepas hingga pecah di lokasi penelitian Perbesaran profil tinggi gelombang dari laut lepas hingga pecah di tiap lokasi (H 0 = 1.4 m) Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah (H b ) dan tinggi gelombang laut lepas (H 0 ) Histogram laju transpor sedimen (m 3 /tahun) selama delapan tahun Transpor sedimen (m 3 /tahun) setiap lokasi sepanjang pantai selama delapan tahun ( ) Histogram laju transpor sedimen (m 3 /bulan) bulan rata-rata selama delapan tahun ( ) Garis pantai citra Landsat jam WITA (15 Mei 2000) sebelum dan setelah dikoreksi terhadap pasut Garis pantai citra Landsat jam WITA (8 Maret 2007) sebelum dan setelah dikoreksi terhadap pasut 46

16 xvi 29 Overlay garis pantai citra tahun 2000 dan Overlay garis pantai hasil model tahun 2000 dan Overlay perubahan garis pantai selama delapan tahun dari garis pantai hasil citra 2000 (hijau) sebagai garis pantai awal, garis pantai tahun 2007 (merah) dan hasil model tahun 2007 (biru). 52

17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Arah dan kecepatan angin rata-rata bulanan tahun Wind rose (mawar angin) bulanan rata-rata setiap bulan selama 58 delapan tahun ( ). 3 Panjang fetch di Lokasi Penelitian Perhitungan prediksi gelombang yang dibangkitkan oleh angin selama 61 delapan tahun ( )... 5 Koreksi Garis Pantai Citra Terhadap Pasang Surut Program Transformasi Gelombang Program Perubahan Garis Pantai Garis pantai awal yang diperoleh dari citra satelit tahun Posisi tinggi muka air pada saat perekaman citra jam WITA Mangrove di lokasi penelitian Foto sand spit di muara Sungai Ambarawang Laut... 75

18 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya manusia dalam memanfaatkan kawasan pantai sering tidak dilandasi pemahaman yang baik tentang perilaku pantai sehingga menimbulkan dampak yang merugikan lingkungan pantai seperti proses abrasi dan akresi garis pantai. Proses abrasi dan akresi garis pantai pada mulanya timbul secara alami akan tetapi proses akan berlangsung lebih cepat jika pembangunan sarana kepentingan manusia tidak didasari dengan pengetahuan yang baik tentang perilaku proses dinamika perairan pantai dalam hal ini perubahan garis pantai. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka diperlukan suatu kemampuan untuk memprediksi perubahan garis pantai yang disebabkan oleh aksi gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Salah satu cara untuk memprediksi perubahan garis pantai adalah melalui pendekatan model numerik (Dean & Zheng, 1997; Elfrink & Baldock, 2002; Ashton & Murray, 2006). Model perubahan garis pantai mengkaji interaksi angin yang membangkitkan gelombang di laut lepas, transformasi gelombang dari laut lepas hingga gelombang tersebut pecah di pantai dan angkutan sedimen sepanjang pantai yang menyebabkan perubahan garis pantai. Model perubahan garis pantai akibat adanya struktur pantai telah dibuat oleh Komar (1983) dengan hanya menggunakan satu data gelombang dan tidak menyertakan proses transformasi gelombang. Purba dan Jaya (2004) melakukan penelitian tentang perubahan garis pantai dan penutupan lahan di pesisir Lampung timur dengan menggunakan citra Landsat-TM tahun 1991, 1999, 2001 dan 2003 menemukan erosi di sisi hilir tonjolan garis pantai dan akresi di daerah lekukan. Alphan (2005) menggunakan citra Landsat untuk mengamati perubahan garis pantai di Delta Cukurova, pantai tenggara Mediterrania, Turkey. Shibutani et al. (2007) membuat model perubahan garis pantai berdasarkan angkutan sedimen. Kim dan Lee (2009) memprediksi perubahan garis pantai yang berbentuk teluk dengan menggunakan persamaan logarithmic spiral bay. Triwahyuni et al. (2010) mengamati perubahan garis pantai di pantai timur Tarakan dengan

19 2 menggunakan data gelombang pecah yang dihitung di pantai akibat angin bulanan rata-rata selama 10 tahun. Penelitian ini menganalisis transformasi gelombang yang dibangkitkan oleh angin dari laut lepas menuju ke pantai serta membuat model perubahan garis pantai yang karena angkutan sedimen sejajar pantai selama 8 tahun yang diakibatkan gelombang pecah di pantai Teritip hingga Ambarawang. 1.2 Kerangka Pikir Perubahan garis pantai di Teritip hingga Ambarawang dipengaruhi oleh kondisi gelombang yang dibangkitkan oleh angin di Selat Makassar. Sesuai dengan arah angin, gelombang yang dibangkitkan di Selat Makassar akan merambat menuju ke pantai lokasi penelitian. Transformasi gelombang ini dipengaruhi oleh proses refraksi dan shoaling sehingga terjadi perubahan tinggi dan arah gelombang karena pengaruh kedalaman perairan hingga akhirnya pecah di pantai. Gelombang pecah mengakibatkan terjadinya angkutan sedimen sepanjang pantai, sehingga pantai mengalami abrasi di satu sisi dan akresi di sisi yang lain. Model perubahan garis pantai yang dilakukan dalam penelitian ini dikembangkan dari model Komar, yaitu menggunakan data gelombang laut lepas yang dibangkitkan angin. Kemudian perhitungan transformasi gelombang menghasilkan karakter gelombang pecah yang mengakibatkan angkutan sedimen sepanjang pantai. Hasil model tersebut akan dibandingkan dengan hasil perubahan garis pantai dari citra satelit lokasi penelitian tahun Melalui model ini dapat dibangun beberapa skenario simulasi sehingga diketahui perubahan garis pantai yang terjadi. 1.3 Perumusan dan Pendekatan Masalah Saat ini Pantai Teritip hingga Ambarawang digunakan dalam berbagai kegiatan untuk menunjang pembangunan di Kalimantan Timur. Beberapa kegiatan yang sedang dikembangkan adalah wisata pantai, budidaya rumput laut dan tambak. Pemanfaatan yang sering tidak dilandasi dengan pengetahuan mengenai perilaku pantai dapat berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya

20 3 seperti abrasi dan akresi. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai lokasi-lokasi yang mengalami abrasi dan akresi yang menyebabkan perubahan garis pantai di lokasi penelitian. Pendekatan yang dilakukan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan adalah dengan mempunyai informasi mengenai gelombang di laut lepas, karena data gelombang tidak tersedia maka dilakukan prediksi dari data angin. Angin yang bertiup menuju pantai adalah angin yang membangkitkan gelombang menuju pantai. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka penelitian ini akan menjawab : 1) Bagaimana kondisi tinggi, periode dan sudut gelombang laut lepas. 2) Bagaimana pola transformasi gelombang dari perairan dalam menuju perairan pantai. 3) Bagaimana pengaruh gelombang terhadap angkutan sedimen sejajar pantai. 4) Bagaimana perubahan garis pantai bedasarkan angkutan sedimen yang disebabkan oleh gelombang. Secara skematik bagan alir perumusan masalah untuk pencapaian tujuan penelitian disajikan pada Gambar Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Menganalisis tranformasi gelombang yang dibangkitkan angin dari laut lepas menuju pantai. 2) Menghitung dan menganalisis angkutan sedimen sepanjang pantai. 3) Menganalisis perubahan garis pantai yang terjadi di lokasi penelitian selama tahun Manfaat Hasil dari penelitian ini memberikan informasi tentang perubahan garis pantai berupa abrasi dan akresi yang diakibatkan hempasan gelombang di sepanjang lokasi penelitian. Hasil simulasi model ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan dan pengendalian kawasan lingkungan pantai. Informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan dan

21 4 pertimbangan dalam pengambilan kebijakan bagi pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur dalam perencanaan pembangunan di lokasi penelitian, sehingga pembangunan yang dilakukan merupakan pembangunan yang terencana dan berwawasan lingkungan. 1.6 Hipotesis Pada garis pantai yang berbentuk tonjolan (cekung), energi gelombang lebih terpusat sehingga akan mengalami abrasi sedangkan pada pantai yang berbentuk lekukan (cembung) energi gelombang akan tersebar sehingga akan mengalami akresi. Pemanfaatan Pantai Belum Didukung dengan Pengetahuan Dinamika Pantai Faktor Alam - Gelombang yang Dibangkitkan oleh Angin Transformasi Gelombang Faktor/Kegiatan Manusia - Transportasi - Pariwisata - Industri - Tambak - Budidaya Rumput Laut Angkutan Sedimen Permodelan Perubahan Garis Pantai Erosi & Abrasi Gambar 1 Bagan alir perumusan masalah untuk pencapaian tujuan penelitian.

22 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin Proses pembentukan gelombang oleh angin Menurut Komar (1976) bahwa angin mentransfer energi ke partikel air sesuai dengan arah hembusan angin. Faktor yang menentukan karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin (Davis 1991 ; Shahidi et al. 2009) yaitu : (1) lama angin bertiup atau durasi angin, (2) kecepatan angin dan (3) fetch (jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkitan gelombang atau daerah pembangkitan gelombang). Semakin lama angin bertiup, semakin besar jumlah energi yang dapat dipindahkan dalam pembangkitan gelombang. Demikian halnya dengan fetch, gelombang yang bergerak keluar dari daerah pembangkitan gelombang hanya memperoleh sedikit tambahan energi. Pada pertumbuhan gelombang laut dikenal beberapa istilah seperti (USACE, 2003a) : (1) Fully developed seas, kondisi dimana tinggi gelombang mencapai harga maksimum (terjadi jika fetch cukup panjang). (2) Fully limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh fetch. Dalam hal ini panjang fetch (panjang daerah pembangkit gelombang) terbatas. (3) Duration limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh lamanya waktu dari tiupan angin. (4) Sea waves, gelombang yang tumbuh di daerah medan angin. Kondisi gelombang disini adalah curam yaitu panjang gelombang berkisar antara 10 sampai 20 kali lebih tinggi gelombang. (5) Swell waves (swell atau alun), gelombang yang tumbuh (menjalar) di luar medan angin. Kondisi gelombang disini adalah landai yaitu panjang gelombang berkisar antara 30 sampai 500 kali tinggi gelombang. Observasi data angin di laut dapat diambil dari kapal, anjungan minyak, bangunan offshore dan buoy yang umumnya belum sesuai dengan standar referensi ketinggian 10 m. Untuk itu perlu dikoreksi pada referensi 10 m yang

23 6 kemudian gunakan dalam memprediksi gelombang yang dibangkitkan oleh angin (USACE, 2003a). 2.2 Transformasi Gelombang Gelombang yang merambat menuju tepi pantai dipengaruhi beberapa proses yaitu shoaling, refraksi, difraksi, refleksi, gesekan dasar, perkolasi, gelombang pecah, pertumbuhan gelombang oleh angin, interaksi gelombang-arus dan interaksi gelombang-gelombang (USACE, 2003a ; Balas & Inan, 2002 ; Browne et al. 2007). Walaupun transformasi gelombang merupakan kombinasi dari berbagai proses tetapi tidak semua proses tersebut sama pentingnya. Faktor yang terpenting dalam transformasi gelombang adalah refraksi dan shoaling (Carter, 1988; Maa & Wang, 1995; Kazeminezhad et al. 2007). Jika suatu muka barisan gelombang datang membentuk sudut miring terhadap tepi pantai yang mempunyai kemiringan dasar landai dengan kontur-kontur kedalaman sejajar dengan pantai, maka muka gelombang akan berubah arah dan cenderung menjadi sejajar dengan garis pantai atau mengalami proses pembiasan (refraksi). Selanjutnya arah perambatan berangsur-angsur berubah dengan berkurangnya kedalaman (shoaling), sehingga dapat diamati bahwa muka gelombang cenderung sejajar dengan kedalaman. Hal ini disebabkan oleh variasi batimetri sehingga gelombang mengalami refraksi atau fenomena lain di laut yang menyebabkan sebagian gelombang berjalan lebih lambat dari bagian yang lainnya (Bishop & Donelan 1989). Proses refraksi gelombang pada prinsipnya adalah sama dengan refraksi cahaya yang terjadi karena cahaya melintasi dua media perantara berbeda. Penggunaan Hukum Snell pada optik dapat digunakan karena kesamaan tersebut untuk menyelesaikan masalah refraksi gelombang yang disebabkan karena perubahan kedalaman (Sorensen, 1991). Refraksi dan shoaling akan dapat menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan karakteristik gelombang datang. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi, arah gelombang dan distribusi energi gelombang di sepanjang pantai. Perubahan arah gelombang karena refraksi

24 7 tersebut menghasilkan konvergensi (pemusatan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di daerah pantai (Gambar 2). Pola refraksi gelombang pada berbagai bentuk kontur kedalaman perairan dan garis pantai memperlihatkan bahwa pada garis pantai yang lurus dengan kontur kedalaman yang sejajar terhadap garis pantai, maka arah gelombang akan tegak lurus terhadap kontur kedalaman (Gambar 2a). Pantai yang mempunyai tonjolan dengan kontur kedalaman yang lebih dekat, maka arah gelombang akan berbentuk konvergen. Pantai ini adalah daerah abrasi karena terjadi pemusatan energi. Pantai yang mempunyai lekukan dengan kontur kedalaman yang lebih jauh arah gelombang berbentuk divergen, pantai ini adalah daerah akresi karena terjadi penyebaran energi gelombang (Gambar 2b). Pantai lurus yang mempunyai kontur kedalaman cekung (Gambar 2c) arah gelombang berbentuk konvergen, sedangkan pada kontur kedalaman cembung (Gambar 2d) akan berbentuk divergen. (a) (b) (c) (d) Gambar 2 Refraksi gelombang pada berbagai bentuk tipe kontur garis pantai (a) kontur lurus dan sejajar; (b) gabungan antara submarine ridge dan submarine canyon; (c); submarine ridge dan (d) submarine canyon (USACE, 2003a).

25 8 Profil gelombang adalah sinusoidal di laut lepas (Gambar 3), semakin menuju ke perairan yang lebih dangkal puncak gelombang makin tajam dan lembah gelombang semakin datar. Selain itu kecepatan dan panjang gelombang berkurang secara berangsur-angsur sementara tinggi gelombang bertambah. Gelombang menjadi tidak stabil (pecah) jika terlampau curam atau tinggi gelombang mencapai batas tertentu. Tinggi maksimum gelombang di laut lepas terbatas pada kecuraman gelombang maksimum untuk bentuk gelombang yang relatif stabil. Gelombang yang mencapai limited steepness akan mulai pecah yang mengakibatkan sebagian energinya hilang (CERC, 1984 ; Svedrup et al. (1942). Gambar 3 Profil gelombang sinusoidal di laut lepas (USACE, 2003a). Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringan gelombang, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang dan kedalaman air. Untuk perairan dangkal formula gelombang pecah dapat ditulis (Horikawa, 1988): (1) Thornton dan Guza (1983), merangkum beberapa kriteria gelombang pecah yang telah dirumuskan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Diantaranya Collins (1970), Battjes (1972), Kuo dan Kuo (1974) serta Goda (1975) seperti diperlihatkan pada Tabel 1.

26 9 Tabel 1 Kriteria gelombang pecah Thornton dan Guza (1983) Penulis Sifat Shoaling Kriteria Pecah Collins (1970) Linier Battjes (1972) Kuo dan Kuo (1974) Goda (1975) Linier Linier Nonlinier Sumber : Thornton dan Guza (1983) Gelombang yang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menyebabkan arus menyusur pantai (longshore current). Arus menyusur pantai terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai (CERC, 1984). 2.3 Angkutan Sedimen Angkutan sedimen yang terjadi di pantai disebabkan oleh gelombang, arus dan pasang surut (Sorensen, 1991). Jika sedimen berasal dari dasar yang mudah bergerak maka arus dan gelombang akan menggerus sedimen dan terangkut sesuai dengan arah arus. Angkutan sedimen di pantai terjadi dalam dua bentuk yaitu bedload yang merupakan pergerakan butiran material secara menggelinding melalui dasar sebagai akibat pergerakan air di atasnya dan suspended load transport jika pergerakan butiran dilakukan oleh arus setelah butiran tersebut terangkat dari dasar oleh proses turbulen. Kedua bentuk angkutan sedimen di atas biasanya terjadi pada waktu yang bersamaan tetapi sulit ditentukan tempat berakhirnya angkutan dasar dan permulaan dari angkutan suspensi (van Rijn, 1993; Allen, 1985). Hampir seluruh proses masukan sedimen merupakan akibat proses-proses alami kecuali peremajaan pantai yang merupakan penambahan sedimen ke dalam sistem oleh manusia. Sedimen yang masuk dapat berasal dari longshore transport, river transport, sea-cliff erosion, on shore transport, biogenous deposition, wind transport, hydrogenous deposition. Sebaliknya sedimen keluar (output) dapat terjadi akibat angkutan sejajar pantai, angkutan ke lepas pantai (offshore

27 10 transport), angkutan angin, pelarutan dan abrasi (solution and abrasion) dan penambangan pasir (sand mining) (Dirjen P3K DKP, 2004). Proses dinamika pantai meliputi angkutan sedimen litoral yang didefinisikan sebagai pergerakan sedimen pada zona perairan pantai oleh gelombang dan arus. Angkutan sedimen pada perairan pantai dapat diklasifikasikan menjadi angkutan menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) dan angkutan sepanjang pantai (longshore transport). Angkutan menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah rata-rata tegak-lurus garis pantai, sedangkan angkutan sepanjang pantai mempunyai arah rata-rata sejajar pantai (USACE, 2003b). Angkutan sedimen litoral yang sejajar dengan garis pantai, mempunyai dua kemungkinan arah pergerakan yaitu ke kanan atau ke kiri. Arah distribusi tahunan energi gelombang dapat menyebabkan laju angkutan dominan bergerak dalam satu arah. Pada sisi lain, energi gelombang tahunan terdistribusi dalam segala arah sehingga diperkirakan sedimen terangkut dalam setiap arah dengan volume yang sama (Sorensen, 1991; CHL, 2002). Angkutan sedimen yang diamati Fitrianto (2010) sekitar jetti di pelabuhan pendaratan ikan Glayem-Juntinyuat, Kabupaten Indramayu menggunakan persamaan (USACE, 2003b) yaitu : (2) (3) Besar angkutan sedimen rata-rata sepanjang pantai lokasi penelitian pada saat gelombang dibangkitkan oleh angin dari Timur adalah m 3 /hari, sedangkan pada saat gelombang dibangkitkan oleh angin Tenggara adalah m 3 /hari (Fitrianto, 2010). Triwahyuni et al. (2010), menghitung angkutan sedimen sepanjang pantai di pantai timur Tarakan, Kalimantan Timur menggunakan metode fluks energi dengan persamaan: (4) (5)

28 11 Hasil perhitungan Triwahyuni et al. (2010), diperoleh laju angkutan sedimen menuju utara terbesar adalah 9485 m 3 /tahun dan nilai terkecil adalah 3986 m 3 /tahun. Sementara itu, laju angkutan sedimen menuju ke selatan mempunyai nilai terbesar yaitu m 3 /tahun dan terkecil adalah m 3 /tahun. 2.4 Model Perubahan Garis Pantai Perubahan garis pantai pada dasarnya meliputi proses abrasi dan akresi. Abrasi pada pantai dapat terjadi apabila angkutan sedimen yang keluar atau yang berpindah meninggalkan suatu lokasi lebih besar dibandingkan dengan yang masuk, tetapi bila terjadi sebaliknya maka akan terjadi proses akresi. Pemodelan dengan menganalisis imbangan sedimen di dalam sel dapat digunakan untuk mengevaluasi sedimen yang masuk dan yang keluar dari sel yang ditinjau. Sedimen yang masuk dan yang keluar dari sel dapat dihitung dengan menggunakan beberapa persamaan yang berbeda, misalnya persamaan yang dibuat oleh Komar (1983) dan USACE (2003b). Berdasarkan analisis ini dapat diperkirakan daerah pantai yang mengalami erosi atau akresi. Pendekatan yang dilakukan adalah mengevaluasi berbagai macam sedimen yang masuk dan yang keluar kemudian membandingkannya untuk mengetahui apakah suatu ruas pantai mengalami abrasi atau akresi. Penelitian tentang perubahan garis pantai telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Komar (1983), membuat contoh model perubahan garis pantai akibat struktur pantai. Perhitungan angkutan sedimen berdasarkan pada fluks energi, hanya memperhitungkan gelombang dari satu arah. Garis pantai dari arah datang gelombang (sisi hulu jetti) mengalami sedimentasi (akresi) sedangkan pada sisi lain (hilir jetti) mengalami abrasi. Purba dan Jaya (2004), melakukan penelitian tentang perubahan garis pantai dan penutupan lahan di pesisir Lampung timur dengan menggunakan citra Landsat-TM tahun 1991, 1999, 2001 dan Perubahan garis pantai dan karakteristik gelombang tergantung pada kekuatan angin yang bertiup. Bagian pantai yang mempunyai tonjolan, disisi hilir dari arah arus menyusur pantai yang umumnya dominan ke utara menyebabkan terjadinya erosi. Hasil gerusan ini

29 12 diangkut ke sisi utara dalam proses littoral drift kemudian diendapkan pada bagian tertentu sehingga terjadi proses sedimentasi. Triwahyuni et al. (2010), melakukan penelitian perubahan garis pantai di pantai timur Tarakan Kalimantan Timur, dengan mengembangkan model perubahan garis pantai yang dimodifikasi dari model yang dibuat oleh Komar (1983). Perubahan garis pantai yang ditimbulkan oleh gelombang pecah yang dibangkitkan oleh angin menuju pantai selama 10 tahun yaitu tahun adalah garis pantai mengalami sedimentasi lebih tinggi di utara dibandingkan di selatan karena arah angkutan sedimen sepanjang pantai menuju utara. Hasil simulasi model memberikan gambaran perubahan garis pantai yang mengikuti pola garis pantai hasil citra. Selain itu Triwahyuni et al. (2010), juga memperoleh hasil bahwa pada daerah yang terdapat sungai dan intervensi manusia hasil model dan hasil citra tidak sama. Kondisi ini terjadi karena faktor masukan sedimen dari sungai dan intervensi manusia tidak diperhitungkan dalam pengembangan model. Fitrianto (2010), membuat model perubahan garis pantai sekitar jeti di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Glayem-Juntinyuat, Kabupaten Indramayu. Perhitungan transformasi gelombang menggunakan program STWave, angkutan sedimen dan perubahan garis pantai dihitung menggunakan persamaan Komar (1983). Perubahan garis pantai terjadi di sekitar jetti yang ditunjukkan dengan semakin majunya muka pantai ke arah laut di sebelah tenggara jetti sejauh 140 m dan semakin berkurangnya muka pantai (erosi) di sebelah barat laut jetti sejauh 35 m. Hal ini terjadi akibat gelombang dan arus sepanjang pantai yang bergerak dari tenggara menuju ke barat laut yang dibangkitkan oleh angin dominan berasal dari Timur dan Tenggara, sehingga angkutan sedimen dominan ke barat laut. 2.5 Citra Landsat 7 TM dan ETM Penentuan perubahan garis pantai dengan menggunakan citra satelit dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa citra satelit yang direkam dalam waktu yang berbeda. Setiap citra tersebut diperoleh garis pantai yang sesuai dengan waktu perekaman citra masing-masing. Garis pantai dari masing-masing citra dioverlay untuk melihat perubahan garis pantai satu dan yang lainnya. Dalam

30 13 penentuan perubahan garis pantai dengan menggunakan citra satelit tidak dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Penelitian tentang perubahan garis pantai menggunakan citra satelit telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti : Sunday & John (2006) meneliti perubahan garis pantai di Pulau Victoria, Nigeria menggunakan citra satelit tahun 1986, 1990, 1995 dan Berdasarkan hasil overlay garis pantai tersebut menunjukkan bahwa laju erosi setiap tahun berkisar antara m. Hal yang sama juga dilakukan oleh Alphan (2005) di Delta Cukurova, pantai tenggara Mediterrania, Turkey menggunakan citra Landsat MSS dan ETM tahun 1972 dan Hasil overlay garis patai tahun 1972 dan 2002 menunjukkan bahwa akresi dan abrasi terjadi sekitar muara sungai. Telah terjadi erosi sebesar 153 ha dan akresi sekitar 203 ha di muara Sungai Seyhan. Purba dan Jaya (2004) melakukan analisis perubahan garis pantai dan penutupan lahan di pesisir Lampung timur dengan menggunakan citra satelit Landsat TM tahun 1991, 1999, 2001 dan Rangkaian data citra satelit ini menunjukkan garis pantai yang mengalami erosi di bagian selatan dan sedimentasi di bagian utara. 2.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pantai Teritip merupakan bagian dari Kota Balikpapan sedangkan Pantai Salok Api dan Pantai Ambarawang merupakan kelurahan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Lokasi penelitian merupakan bagian dari perairan Selat Makassar (Makassar Strait). Secara umum komposisi substrat pantai terdiri atas lumpur, pasir, pecahan karang dan moluska. Umumnya substrat lumpur terdapat di sekitar muara sungai (BPPD Balikpapan, 2007). Lebih lanjut BPPD Balikpapan (2007), juga menjelaskan bahwa dasar perairan di daerah penelitian memiliki lereng pantai yang sangat landai. Kedalaman dasar perairan semakin dalam pada arah lautan pada jarak 1100 m dari garis pantai memiliki kedalaman tujuh meter dari permukaan laut. Gambaran angkutan sedimen dan karakter gelombang pada kedalaman 20 m di Pantai Balikpapan yang diperoleh Purba et al. (2008). Tinggi gelombang laut lepas dari data angin maksimum sebesar 2.40 m dengan periode 6.20 detik dan

31 14 tinggi gelombang terendah adalah 0.85 m dengan periode 3.83 detik. Tinggi gelombang laut lepas yang dibangkitkan oleh kecepatan angin rata-rata berkisar antara m dengan periode berkisar antara detik. Gelombang ini menyebabkan terjadinya angkutan sedimen di Pantai Balikpapan. Arah angkutan sedimen adalah dari barat daya menuju timur laut bersamaan dengan bertiupnya angin dari Selatan dimana angkutan mencapai maksimum pada bulan September.

32 III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang kurang lebih 9.5 km dengan koordinat x = 116 o o BT dan y = 1 o o 11 6 LS (Gambar 4). Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan September hingga Oktober Gambar 4 Peta lokasi penelitian dan peta sounding batimetri. 3.2 Metode Perolehan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan primer. Data sekunder merupakan data penunjang yang didapatkan dari instansi dan lembaga terkait, sedangkan data primer diperoleh dari data yang diambil di lokasi penelitian dengan menggunakan alat seperti diperlihatkan pada Tabel 2. Jenis dan sumber data yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 3.

33 16 Tabel 2 Alat dan data yang digunakan Alat dan Data Perangkat survei lapangan : 1. Kapal 2. GPS akuisisi 3 meter 3. Echosounder odom Echotrac DF3200 MKII akuisisi 0.1 meter 4. Batu duga 5. Citra Landsat tahun 2000 dan 2007 Perangkat analisis data : 1. Hardware dan Software Komputer (MS. Excel, Macro Excel, WRPLOT view, ERmapper, Surfer dan Arcview) Kegunaan wahana sampling penentuan posisi menentukan kedalaman untuk mengoreksi Echosounder mengetahui perubahan garis pantai analisis data Tabel 3 Jenis dan sumber data yang digunakan No Jenis data Sifat Data Pr L P S Sumber 1 Pasang surut Dishidros 3 Batimetri 4 Citra Landsat Biotrop 5 Arah dan kecepatan angin Stasiun meteorologi balikpapan 6 Gelombang Keterangan : Pr = Prediksi L = Lapangan P = Primer S = Sekunder Batimetri Pengukuran batimetri diukur dengan menggunakan Echosounder pada beberapa titik yang membentuk lintasan sepanjang transek lokasi penelitian (Gambar 4), sedangkan posisi titik pengukuran kedalaman diukur menggunakan GPS. Hasil pengukuran kedalaman dan posisi diplot pada peta digital guna mendapatkan peta batimetri (kedalaman laut). Pemeruman dilakukan sepanjang garis pantai (kurang lebih 9.5 km) dan ke arah laut sejauh 13 km hingga kedalaman lebih dari 24 m. Hasil pemeruman ini dikoreksi dengan data pasang surut sehingga dapat diketahui kedalaman sesungguhnya terhadap referensi MSL. Data batimetri hasil pengukuran digunakan untuk menghitung transformasi gelombang dari tahun dengan asumsi bahwa batimetri yang diukur tahun 2009 dianggap tidak mengalami perubahan yang berarti.

34 Arah dan Kecepatan Angin Arah dan kecepatan angin diperoleh dari Stasiun Meteorologi Klas II Balikpapan. Data yang digunakan adalah data angin bulanan rata-rata selama tahun Arah angin digunakan sebagai arah datang gelombang, sedangkan kecepatan angin dan panjang fetch digunakan untuk menghitung tinggi gelombang di laut lepas. Selanjutnya tinggi gelombang di laut lepas digunakan untuk mengetahui karakteristik gelombang pecah. Berdasarkan data tersebut maka angkutan sedimen dapat dihitung dan prediksi perubahan garis pantai dapat dilakukan Citra Landsat Citra Landsat diperoleh dari Biotrop Training Information Centre (BTIC). Lembaga ini memperoleh data citra dari National Aeronautics and Space Administration (NASA) Amerika. Perolehan garis pantai dari citra tahun 2000 digunakan sebagai garis pantai awal, sedangkan garis pantai citra tahun 2007 digunakan untuk membandingkan dengan hasil model. 3.3 Analisis Data Kedalaman Hasil pengukuran kedalaman laut sebelum dipetakan terlebih dahulu dikoreksi terhadap Mean Sea Level (MSL) sebagai titik referensi (Gambar 5). Data MSL diperoleh dari konstanta harmonik pasang surut yang diterbitkan oleh DISHIDROS. Koreksi pasang surut dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: Δd = d t (h t MSL) (6) Kemudian peta kedalaman yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui kemiringan dasar pantai pada tiap profil yang ditentukan untuk mengoreksi garis pantai citra dan menganalisis perilaku gelombang dan pengaruhnya terhadap angkutan sedimen menyusur pantai.

35 18 h t -MSL Gambar 5 Koreksi pengukuran kedalaman Lereng Dasar Pantai (Slope) Penentuan nilai kemiringan dasar pantai diperoleh melalui persamaan : (7) Prediksi Gelombang Laut Lepas (1) Koreksi Kecepatan Angin Data angin diperoleh dari BMKG Balikpapan. Data angin ini diukur di darat pada ketinggian 12 m. Data arah dan kecepatan angin mempunyai satu nilai setiap bulan selama 8 tahun ( ) dengan fetch lebih besar dari 10 mile (USACE, 2003a), sehingga perlu dilakukan: a) Koreksi ketinggian Kecepatan angin pada penelitian ini diukur bukan pada ketinggian 10 m, maka data angin perlu dikoreksi ke ketinggian 10 m. Koreksi ketinggian dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (USACE, 2003a): (8) b) Koreksi rata-rata kecepatan angin untuk durasi 1 jam Data yang diperoleh adalah data angin bulanan sehingga perlu dilakukan koreksi rata-rata kecepatan angin untuk durasi 1 jam.

36 19 Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan persamaan (USACE, 2003a): untuk satuan U f meter per detik (9) untuk t < 3600 (10) untuk 3600 < t < (11) (12) c) Koreksi pengukuran kecepatan angin dari darat ke laut Koreksi ini dilakukan untuk data angin yang diukur di darat. Koreksi pengukuran angin dari darat ke laut dilakukan dengan menggunakan Gambar 6 untuk fetch cukup panjang (>10 mile). Gambar 6 Hubungan antara R L dengan kecepatan angin di darat. d) Koreksi stabilitas Untuk fetch yang lebih besar dari 10 mile maka diperlukan koreksi stabilitas, karena dalam penelitian ini perbedaan temperatur air laut dan udara tidak diketahui, maka diasumsikan sebagai kondisi tidak stabil dan menggunakan nilai R T = 1,1

37 20 (2) Jarak Pembangkitan Gelombang (Fetch) Fetch pada penelitian ini ditentukan pada kedalaman 20 m kemudian ditarik garis lurus pada 8 arah mata angin hingga membentur daratan. Lebar fetch, tidak dihitung karena relatif tidak mempengaruhi kondisi gelombang pada area fetch Resio dan Vincent (1979) dalam USACE (2003a). Apabila panjang fetch yang diperoleh lebih dari 200 km maka panjang fetch maksimum yang digunakan yaitu 200 km. Hal in dilakukan karena angin konsisten hanya sampai 200 km. Jarak fetch ditentukan dengan menggunakan peta rupa bumi BALIKPAPAN dan SAMBOJA edisi I-1991 dengan skala 1 : Arah datang gelombang di lokasi penelitian tergantung pada arah datang angin yang terjadi di Selat Makassar. Sesuai dengan letak geografis garis pantai lokasi penelitian yang menghadap ke tenggara, maka arah angin yang dapat membangkitkan gelombang secara maksimal adalah angin yang datang dari arah Timur Laut, Timur, Tenggara dan Selatan. Sedangkan angin yang berasal dari arah Utara, Barat Laut dan Barat tidak digunakan karena berasal dari darat sehingga diperkirakan tidak menyebabkan pembangkitan gelombang menuju pantai pada lokasi penelitian. (3) Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang Perhitungan tinggi dan periode gelombang menggunakan data angin bulanan yang nilainya berbeda setiap bulan selama 8 tahun ( ). Persamaan yang digunakan untuk menentukan tinggi gelombang di perairan lepas pantai dari data kecepatan angin dan fetch adalah (USACE, 2003a): dan perioda gelombang : (13) (14)

38 21 (15) (16) (17) Transformasi Gelombang (1) Penentuan arah dan tinggi gelombang Transformasi gelombang merupakan perubahan bentuk gelombang selama penjalaran gelombang dari laut lepas menuju pantai. Data masukan model terdiri dari : 1) Data kedalaman dasar laut (d) 2) Tinggi gelombang laut lepas (H 0 ) 3) Sudut gelombang laut lepas (α 0 ) 4) Perioda gelombang laut lepas (T 0 ) 5) Percepatan gravitasi = 9.8 m/det 2 6) Phi = ) Step simulasi ( t) = 1 hari 8) Lama simulasi = 53 tahun 9) Jumlah titik grid sejajar pantai i = ) Jumlah titik grid tegak lurus pantai j = 318 Parameter-parameter yang dihitung pada setiap titik grid adalah : 1) Panjang gelombang (L dij ) 2) Kecepatan gelombang (C dij ) 3) Sudut gelombang (α dij ) 4) Koefisien refraksi (K rdij ) 5) Koefisien shoaling (K sdij ) 6) Tinggi gelombang (H dij ) Selain itu tinggi gelombang pecah (H bdij ), kedalaman air dimana gelombang pecah (d bij ) dan sudut gelombang pecah ( bxij) dihitung pada setiap titik grid sejajar pantai. Perubahan arah gelombang dihitung dengan menggunakan persamaan Snellius (USACE, 2003):

39 22 (18) (19) (20) (21) (22) Tinggi gelombang pada kedalaman (d) disetiap titik grid dihitung dengan menggunakan persamaan (USACE, 2003): (23) (24) (25) (26) (27) (2) Penentuan Tinggi dan kedalaman gelombang pecah Tinggi gelombang pecah dan kedalaman gelombang pecah ditentukan dengan menggunakan asumsi sebagai berikut: bila (28) sehingga: (29) (30) (31) Daerah yang disimulasikan dalam program tranformasi gelombang terlebih dahulu didiskritisasikan ke dalam sistem grid, dengan sumbu x sejajar pantai dan sumbu y menuju laut lepas. Indeks sel dalam arah x adalah i dan dalam arah y adalah j (Gambar 7). Pada tiap titik grid dihitung

40 23 tinggi dan sudut gelombang serta kedalaman perairan. Tinggi, sudut dan kedalaman perairan pada gelombang pecah dihitung hanya pada titik grid dalam arah i. Jumlah titik grid dalam arah x adalah 318 (i max = 318) dengan interval antara titik grid adalah 30 m ( x = 30). Dalam arah y jumlah titik grid adalah 532 (j max = 532) dengan interval antara titik grid 30 m ( y = 30 m). Program transformasi gelombang dibuat dalam bahasa basic ditunjukkan pada Lampiran 6. Input data yang digunakan pada program transformasi gelombang terdiri dari data batimetri, tinggi, periode dan arah gelombang laut lepas. Gambar 7 Bentuk grid yang digunakan dalam program transformasi gelombang. (3) Penentuan sudut datang gelombang terhadap garis pantai Apabila gelombang datang dengan membentuk sudut α o terhadap sumbu x, maka sudut datang gelombang pecah terhadap garis pantai adalah (Komar, 1983): α bdij = α g ± α bxdij (32)

41 24 Besar angkutan sedimen sepanjang pantai tergantung pada sudut datang gelombang pecah. Karena adanya perubahan garis pantai maka sudut gelombang pecah akan berubah dari satu sel ke sel yang lain. Sudut gelombang pecah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: (33) Sudut α g dibentuk oleh garis pantai dengan garis sejajar sumbu x, antara sel i dan sel i + 1 seperti diperlihatkan pada Gambar 8 α bx α g Gambar 8 Hubungan antara sudut gelombang datang (α bx ), orientasi pantai (α g ), sudut gelombang pecah (α b ). (Komar, 1983) Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai (Qs) Metode yang digunakan dalam perhitungan laju angkutan sedimen sepanjang pantai adalah metode fluks energi (Komar, 1983). Potensi laju angkutan sedimen sejajar pantai (longshore sediment transport), dipengaruhi oleh fluks energi gelombang pecah sejajar pantai (P l ): Sehingga diperoleh persamaan : (N/det) (34) (N/m atau kg/det 2 ) (35) (m/det) (36) (N/det) (37)

42 25 Laju angkutan sedimen sejajar pantai diperoleh dengan menggunakan persamaan : (m 3 /det) (38) Perubahan garis pantai dapat ditentukan dengan menentukan selisih sedimen yang masuk dan keluar sel menggunakan metode perimbangan sel sedimen. Berdasarkan hasil perhitungan angkutan sedimen pada tiap sel, maka dapat dilakukan perhitungan perubahan garis pantai. Pada penelitian ini, sel disusun dalam arah sejajar pantai, sehingga selisih sedimen yang masuk dan keluar sel (Gambar 9) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: (m 3 /det) (39) Gambar 9 Prosedur perhitungan selisih sedimen yang masuk dan keluar sel dengan metode perimbangan sel Model Perubahan Garis Pantai Model perubahan garis pantai yang dibuat didasarkan pada persamaan kontinuitas sedimen. Dalam hal ini, panjang pantai dibagi menjadi 317 titik sel dengan panjang yang sama yaitu x = 30 m, seperti diperlihatkan pada Gambar 10. Pada setiap sel ditinjau angkutan sedimen yang masuk dan keluar dari sel. Sesuai dengan hukum kekekalan massa, maka laju angkutan sedimen bersih di dalam sel adalah sebanding dengan perubahan massa di dalam sel setiap satuan waktu. Program perubahan garis pantai dibuat dalam bahasa basic ditunjukkan pada Lampiran 7. Masukan data yang digunakan pada program perubahan garis pantai terdiri dari data garis pantai awal yang diperoleh dari citra satelit tahun 2000 (Lampiran 8), hasil refraksi gelombang (tinggi, sudut dan kedalaman gelombang pecah) dan beberapa parameter lainnya ditunjukkan pada Tabel 4.

43 26 Q i = Angkutan sepanjang pantai Garis pantai i - 1 Sel i i + 1 y i x = 30 Gambar 10 Pembagian pantai menjadi sejumlah sel (Komar, 1983). Tabel 4 Parameter masukan pada program perubahan garis pantai Parameter Satuan Nilai Percepatan gravitasi m/det Phi Frekuensi kejadian gelombang % 1.00 Interval sel ( x) m Step simulasi ( t) hari 1.00 Lama simulasi Massa jenis air laut Jumlah titik grid sejajar pantai hari kg/m Angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel dan perubahan volume yang terjadi di dalamnya diperlihatkan pada Gambar 11. Laju perubahan volume sedimen yang terjadi di dalam sel adalah : (m 3 /det) (40) Bila diasumsikan bahwa kedalaman air di pantai sama dengan tinggi sel maka volume sedimen yang masuk dan keluar sel (Gambar 11) dinyatakan dengan persamaan: (m 3 ) (41) Subsitusi persamaan (41) ke persamaan (40) diperoleh: (m) (42)

44 27 Gambar 11 Sedimen masuk dan sedimen yang keluar (Komar, 1983). Jika persamaan (42) diselesaikan dengan menggunakan metode beda hingga (finite difference), maka diperoleh : (43) Perubahan garis pantai dihitung dengan menggunakan persamaan (43) yang dibuat dalam bahasa basic. Data masukan model terdiri dari data garis pantai awal yang diperoleh dari citra satelit tahun Tinggi, sudut dan kedalaman gelombang pecah (hasil perhitungan transformasi gelombang), percepatan gravitasi = 9.8 m/det 2, phi = 3.14, frekuensi kejadian gelombang = 1, step simulasi ( t) = 1 hari, lama simulasi = 53 bulan, massa jenis air laut = 1025 kg/m 3, jumlah titik grid sejajar pantai = 317. Pada persamaan (43), nilai t, d dan x adalah tetap sehingga y hanya tergantung pada Q. Apabila Q negatif (angkutan sedimen yang masuk lebih kecil dari yang keluar sel) maka y akan negatif, yang berarti pantai mengalami abrasi. Sebaliknya, jika Q positif (angkutan sedimen yang masuk lebih besar dari yang keluar sel) maka y akan positif atau pantai mengalami akresi. Apabila Q = 0 maka y = 0 yang berarti pantai stabil. Beberapa asumsi yang digunakan dalam pembuatan model yaitu: 1. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi transformasi gelombang selain shoaling dan refraksi diabaikan 2. Kedalaman air di pantai sama dengan tinggi sel 3. Tinggi gelombang pecah terjadi jika 4. Posisi garis pantai pada titik sel 1 tidak berubah selama simulasi

45 28 5. Posisi garis pantai pada titik sel akhir sama dengan posisi garis pantai sebelumnya ( ) Citra Landsat Citra Landsat yang dianalisis adalah citra tanggal 15 Mei 2000 sebagai kondisi awal dan citra Landsat-TM tanggal 8 Maret 2007 path/row 116/61 dengan format geotiff sebagai kondisi akhir pantai. Penglolahan citra dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERMapper 6.4. Berikut ini diuraikan tahapan pengolahan data citra : (1) Koreksi Geometrik Koreksi geometrik dimaksudkan untuk mengoreksi distorsi spasial obyek pada citra sehingga posisi obyek yang terekam sesuai dengan koordinat di lapangan (real world coordinate). Data raster umumnya ditampilkan dalam bentuk raw data dan memiliki kesalahan geometrik sehingga perlu dikoreksi secara geometrik kedalam sistem koordinat bumi. Pengambilan Ground control point (GCP) yang disebut titik kontrol di bumi dilakukan dengan sistem Universal Tranverse Mercator (UTM) sebanyak 19 titik kontrol dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Pengukuran titik kontrol dilakukan pada bulan Oktober 2009 di lokasi-lokasi yang kodisinya dianggap tidak berubah dari tahun , seperti simpangan jalan dan jembatan pada lokasi penelitian. Titik kontrol tersebut menjadi titik ikat pada semua citra Landsat yang akan dianalisis sehingga didapatkan citra yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan (di muka bumi). (2) Pemotongan Citra (Image Cropping) Pemotongan data citra dilakukan untuk membatasi citra yang akan dianalisis hanya pada daerah penelitian. Pemotongan citra dapat dilakukan berdasarkan koordinat, jumlah pixel atau hasil zooming daerah. Pada citra Landsat terdapat delapan tampilan kanal. Akan tetapi dari delapan kanal tersebut hanya lima kanal yang digunakan dalam pegolahan citra, yaitu kanal 1, 2, 3, 4 dan 5.

46 29 (3) Analisis Citra untuk Perubahan Garis Pantai Penajaman kanal menggunakan komposit kanal Red Green Blue (RGB) 542. Kanal ini digunakan karena ketiga kanal tersebut paling sesuai untuk mendeteksi perubahan garis pantai. Setelah dilakukan penajaman citra kemudian citra didigitasi untuk mendapatkan keakuratan garis pantai. (4) Koreksi Garis Pantai Hasil Citra Terhadap Pasang Surut Koreksi terhadap pasang surut sangat penting dilakukan untuk menghilangkan pengaruh pasang surut terhadap perekaman citra. Hal ini akan mempengaruhi hasil perubahan garis pantai. Koreksi garis pantai terhadap pasang surut dilakukan dengan cara berikut. (a) Menentukan kemiringan dasar pantai Kemiringan dasar pantai peroleh dengan mengetahui nilai kedalaman (d) dan jarak (m) dari garis pantai sampai kedalaman d, seperti pada Gambar 12. m β d Gambar 12 Kemiringan dasar pantai. Pada Gambar 12 diperoleh kemiringan dasar pantai yakni: (44) (b) Menentukan koreksi garis pantai citra terhadap MSL Koreksi garis pantai citra terhadap MSL dilakukan dengan mengetahui selisih posisi muka air (η) pada saat perekaman citra terhadap MSL, seperti pada Gambar 13. MSL diperoleh dari konstanta-konstanta pasut DISHIDROS.

47 30 r β η Posisi muka air pada saat perekaman citra MSL Gambar 13 Posisi tinggi muka air pada saat perekaman citra. sehingga jarak pergeseran garis pantai (r) diperoleh melalui persamaan : (45) Tinggi pasut pada saat perekaman citra tahun 2000 berada pada 190 cm dan tinggi pasut pada saat perekaman citra tahun 2007 berada pada 80 cm, dengan posisi MSL 140 cm. Jika perekaman citra dilakukan pada saat air laut pasang maka garis pantai digeser ke arah laut sejauh r, sebaliknya jika air laut surut maka garis pantai digeser ke arah darat sejauh r (Lampiran 5). (5) Overlay Proses ini dilakukan untuk melihat perubahan garis pantai yang terjadi di lokasi penelitian. Overlay dilakukan pada garis pantai tahun 2000, garis pantai hasil model tahun 2007 dan garis pantai hasil citra tahun 2007 dengan program Arcview Perbandingan Hasil Model dengan Citra Pada model perubahan garis pantai, garis pantai Citra tahun 2000 digunakan sebagai input garis pantai awal. Garis pantai citra tahun 2007 digunakan untuk membandingkan garis pantai hasil simulasi pada model ( ). Hasil perubahan garis pantai yang diperoleh dari citra Landsat dan hasil dari model di dibandingkan, jika ditemukan kesamaan berarti model yang dibuat sudah benar. Adapun bagan alir pengolahan data perubahan garis pantai disajikan pada Gambar 14.

48 31 Pengumpulan dan Pengolahan Data Batimetri Peta RBI Angin BMKG Pasut DISHIDROS Citra Landsat TM 2000 Citra Landsat ETM 2007 Koreksi Pasut Fetch Koreksi Ketinggian Koreksi Durasi 1 Jam Koreksi dari Darat ke Laut Koreksi Stabilitas MSL Koreksi Geometrik Pemotongan Citra Batimetri Terkoreksi Kecepatan Angin Terkoreksi Prediksi Gelombang Laut Lepas (H mo, T p ) Penggabungan Kanal (542) Digitasi Garis Pantai Lereng Pantai Tranformasi gelombang Gelombang Pecah (H b, d b, a b ) Garis Pantai 2000 Garis Pantai Terkoreksi M O D E L Angkutan Sedimen Perubahan Garis Pantai Garis Pantai 2007 MEMBANDINGKAN Garis Pantai Citra 2007 Overlay Perubahan Garis Pantai Gambar 14 Bagan alir pengolahan data perubahan garis pantai.

49 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun diperlihatkan pada Gambar 15a. Hasil analisis data angin bulanan rata-rata di Balikpapan menunjukkan bahwa arah angin dominan dari Selatan menyusul dari Utara, Barat Laut, Barat Daya dan Timur. Kecepatan angin terkecil 1.5 m/det dan terbesar 4.5 m/det dengan arah resultan yaitu 204 o sebesar 19 %. Persentase angin tertinggi sebesar 36.5% pada interval kecepatan angin m/det diikuti oleh 28.1%, 11.5%, 9.4%, 4.2% dan terkecil 1.0% masingmasing pada interval m/det, m/det, m/det, 4.5 m/det dan yang terkecil pada interval m/det (Gambar 15b). Pada Tabel 5 terlihat bahwa frekuensi distribusi angin bulanan tertinggi adalah dari Selatan sebesar 53.13% dari total distribusi angin. Angin yang bertiup dari Timur hanya terdistribusi sebesar 2.08% dari total kejadian angin, sedangkan angin dari arah lainnya tidak dibahas karena posisi pantai menghadap ke tenggara sehingga angin dari arah tersebut dianggap tidak membangkitkan gelombang menuju pantai. Frekuensi (%) a b Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

50 33 Tabel 5 Frekuensi distribusi angin tahun Kecepatan Angin (m/det) Arah Total >= 4.5 (%) U TL T TG S BD B BL Total Frekuensi kejadian angin seperti terlihat pada Tabel 6, secara keseluruhan mempunyai total kejadian sebanyak 96 kali. Frekuensi kejadian angin terbanyak adalah 35 kali dengan kecepatan angin m/det dengan arah angin dari Selatan sebanyak 51 kali dari total kejadian angin. Frekuensi kejadian angin yang membangkitkan gelombang menuju lokasi penelitian sebanyak 53 kali kejadian (dari Selatan 51 kali dan dari Timur 2 kali). Kondisi ini menunjukkan bahwa angin yang berasal dari Selatan memberikan pengaruh paling besar terhadap perubahan pantai pada lokasi penelitian, dengan kecepatan angin m/det. Pada kisaran kecepatan angin m/det angin yang dapat membangkitkan gelombang dominan dari Selatan sebanyak 13 kali dari total kejadian angin. Berdasarkan arah angin, terlihat bahwa pada bulan Juni September (Musim Timur) angin berhembus lebih kencang ( m/det) dengan arah angin terbanyak dari Selatan. Pada bulan Desember Maret (Musim Barat) angin bertiup terbanyak dari Utara dengan kecepatan berkisar antara m/det. Karakter angin di lokasi penelitian mirip dengan karakter angin di pantai timur Tarakan seperti yang telah diteliti oleh (Triwahyuni, 2010) dimana gelombang dibangkitkan oleh angin yang berasal dari Timur Laut, Timur, Tenggara dan Selatan. Bila dilihat dari orientasi garis pantai dan arah angin, maka lokasi penelitian dipengaruhi oleh gelombang yang dibangkitkan oleh angin dari Timur, Tenggara dan Selatan. Arah dan kecepatan angin bulanan rata-rata selama tahun

51 disajikan pada Lampiran 1 dan hasil analisis data angin secara keseluruhan disajikan dalam bentuk mawar angin (wind rose) perbulan pada Lampiran 2. Tabel 6 Frekuensi kejadian angin tahun Arah Kecepatan Angin (m/det) >= 4.5 Total U TL T TG S BD B BL Total Pembangkitan Gelombang Laut Lepas Fetch yang panjang dan kecepatan angin yang besar menghasilkan gelombang yang besar (Garrison, 2005), sehingga panjang fetch menentukan tinggi gelombang yang terbentuk. Hasil analisis panjang fetch dapat dilihat pada Lampiran 3. Panjang fetch efektif dari nilai fetch yang dapat membangkitkan gelombang disajikan pada Tabel 7. Fetch terpanjang terdapat pada arah Timur, Tenggara dan Selatan. Hal ini disebabkan karena pada lokasi penelitian pada arah Timur, Tenggara dan Selatan lebih terbuka (laut bebas). Angin yang berhembus dari arah Utara, Barat dan Barat Laut tidak diperhitungkan karena berasal dari darat (tidak membangkitkan gelombang). Sedangkan lebar fetch tidak mempengaruhi kondisi gelombang pada area fetch relatif sehingga tidak digunakan dalam memprediksi fetch efektif menurut Resio dan Vincent (1979) dalam USACE (2003a). Hasil perhitungan panjang fetch pada semua arah angin diperoleh bahwa panjang fetch di lokasi penelitian lebih besar dari 200 km sehingga panjang fetch yang digunakan adalah 200 km. Hal ini dilakukan untuk mereduksi hasil prediksi gelombang yang terlalu besar (Saville et al dalam CERC 1984).

52 35 Tabel 7 Panjang fetch efektif No Arah Arah ( o ) Fetch (km) Fetch (m) 1 Utara Timur Laut Timur Tenggara Selatan Barat Daya Barat Barat Laut Berdasarkan Gambar 16 dari hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut lepas terlihat bahwa gelombang tertinggi terjadi pada bulan Agustus berkisar antara m dengan periode berkisar antara detik, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan Desember berkisar antara m dengan periode berkisar antara detik. Kecepatan angin bulanan rata-rata terbesar selama 8 tahun adalah 4.04 m/det yang terjadi pada bulan Agustus dengan arah dari Selatan (180 o ), sedangkan nilai terkecil terjadi pada bulan Desember dengan kecepatan angin sebesar 2.00 m/det dari Selatan (Tabel 8). Berdasarkan kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat bahwa apabila kecepatan angin besar maka tinggi dan periode gelombang laut lepas akan tinggi (kecepatan angin 4.04 m/det, tinggi gelombang laut lepas 1.29 m dan periode 5.00 detik). Sebaliknya, apabila kecepatan angin kecil maka tinggi dan periode gelombang laut lepas yang dihasilkan juga kecil (kecepatan angin 2.00 m/det, tinggi gelombang laut lepas 0.77 m dan periode 4.21 detik). Perhitungan gelombang yang dibangkitkan oleh angin disajikan pada Lampiran 4. Berdasarkan data arah angin, maka gelombang yang merambat menuju pantai terjadi setiap bulan (Januari Desember), kecuali pada bulan Februari dan April (Tabel 8).

53 36 H 0 T 0 Gambar 16 Hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut lepas. Tabel 8 Tinggi dan periode gelombang laut lepas yang dibangkitkan dari kecepatan angin bulanan rata-rata Bulan Kec.angin Arah Fetch H 0 T 0 (m/det) ( 0 ) (m) (m) (det) Januari Maret Mei Juni Juli Agustus September Oktober Novembar Desember Transformasi Gelombang Pola transformasi gelombang yang dihasilkan diperoleh dari program permodelan refraksi gelombang menggunakan basic language program yang kemudian divisualisasikan kedalam bentuk gambar seperti pada Gambar 17 dan 18. Transformasi gelombang di laut dipengaruhi oleh bentuk pantai dan kedalaman suatu perairan. Pantai lokasi penelitian menghadap ke timur dengan kelerengan yang sangat landai yaitu (pada jarak 100 m ke lepas pantai kedalaman air 0.3 m). Gambar 17 dan 18 memperlihatkan transformasi gelombang dari laut lepas yang dibangkitkan oleh angin bulanan rata-rata

54 37 masing-masing dari arah Selatan dan Timur. Pada lokasi penelitian terdapat dua arah angin yang membangkitan gelombang di laut lepas yaitu dari arah Selatan dan Timur. Transformasi gelombang disimulasikan menggunakan gelombang dari arah Selatan (180 o ) dengan tinggi gelombang laut lepas 1.4 m dan Timur (90 o ) dengan tinggi gelombang laut lepas 1.03 m. Transformasi gelombang dengan arah angin dari Selatan (Gambar 17) memperlihatkan bahwa pada laut lepas arah gelombang tetap. Pembelokan arah perambatan gelombang terjadi ketika mendekati garis pantai dan pucak gelombang cenderung sejajar garis pantai. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siegle dan Asp (2007) yang meneliti transformasi gelombang di Pantai Selatan Santa Catarina dengan menggunakan program Nearshore spectral wind-wave model developed by DHI Water and Environment (MIKE21 NSW). Transformasi gelombang dari laut lepas menuju pantai memperlihatkan terjadinya perubahan arah dan tinggi gelombang setiap titik grid. Transformasi gelombang dengan arah angin dari Timur memperlihatkan hal yang serupa (Gambar 18). Gelombang yang merambat dari laut lepas menuju pantai akan mengalami perubahan tinggi dan arah yang disebabkan oleh proses refraksi akibat kedalaman laut menurun, sehingga panjang dan kecepatan gelombang kecil serta bertambahnya tinggi gelombang. Konvergensi (penguncupan gelombang) terjadi pada garis kontur/pantai yang menjorok ke luar, sedangkan divergensi (penyebaran gelombang) terjadi pada garis kontur/pantai yang menjorok ke darat (Gambar 18). Daerah yang mengalami konvergensi umumnya mempunyai tinggi gelombang pecah yang lebih besar jika dibandingkan dengan daerah divergensi. Gelombang yang merambat dari laut lepas menuju ke pantai mengalami perubahan tinggi gelombang seperti diperlihatkan pada Gambar 19, Lokasi A dan Lokasi B serta Gambar 20 Lokasi C dan Lokasi D menjelaskan bahwa posisi jalur lintasan transformasi gelombang setiap lokasi diperlihatkan pada Gambar 21.

55 KALIMANTAN TIMUR Salok Api Gunung Tembak Teritip Ambarawang Laut S E L A T M A K A S S A R PETA TRANSFORMASI GELOMBANG DARI ARAH SELATAN PADA LOKASI PENELITIAN W N S KM E Kedalaman (m) : 0-4 Darat 4-8 Arah Gelombang 8-12 Tinggi Gelombang (0,5 m) Garis Pantai Lokasi Penelitian PROV. KALIMANTAN TIMUR Balikpapan SELAT MAKASSAR Sumber Peta : 1. Google Earth 2. Survey Lapangan 2009 Gambar 17 Transformasi gelombang dengan arah angin dari Selatan yang menggambarkan tinggi dan arah gelombang KALIMANTAN TIMUR Salok Api Gunung Tembak Teritip Ambarawang Laut S E L A T M A K A S S A R PETA TRANSFORMASI GELOMBANG DARI ARAH TIMUR PADA LOKASI PENELITIAN W N S KM E Kedalaman (m) : 0-4 Darat 4-8 Arah Gelombang 8-12 Tinggi Gelombang (0,5 m) Garis Pantai Lokasi Penelitian PROV. KALIMANTAN TIMUR Balikpapan SELAT MAKASSAR Sumber Peta : 1. Google Earth 2. Survey Lapangan 2009 Gambar 18 Transformasi gelombang dengan arah angin dari Timur yang menggambarkan tinggi dan arah gelombang.

56 39 Gelombang tersebut terlebih dahulu mengalami penurunan tinggi gelombang. Kemudian mendekati garis pantai tinggi gelombang meningkat sampai akhirnya pecah dan tinggi gelombang mengalami penurunan sampai nol di garis pantai. Perbesaran profil tinggi gelombang dari laut lepas (H 0 = 1.4 m) hingga pecah di tiap lokasi diperlihatkan oleh Gambar 22. Terlihat pada Lokasi D gelombang pecah paling dekat dari garis pantai, artinya bahwa lereng pantai pada Lokasi D lebih terjal jika dibandingkan dengan lokasi yang lain. Tinggi Gelombang (m) 1.6 Lokasi B 1.6 Lokasi A Jarak Tegak Lurus Pantai (m) Jarak Tegak Lurus Pantai (m) H0 = 1.4 m H0 = 1.03 m H0 = 0.71 m H0 = 1.4 m H0 = 1.03 m H0 = 0.71 m Gambar 19 Profil tinggi gelombang dari laut lepas hingga pecah di Lokasi A grid ke-48 dan Lokasi B grid ke-139. Tinggi Gelombang (m) Tinggi Gelombang (m) 1.6 Lokasi C 1.6 Lokasi D Jarak Tegak Lurus Pantai (m) Jarak Tegak Lurus Pantai (m) H0 = 1.4 m H0 = 1.03 m H0 = 0.71 m H0 = 1.4 m H0 = 1.03 m H0 = 0.71 m Gambar 20 Profil tinggi gelombang dari laut lepas hingga pecah di Lokasi C grid ke-214 dan Lokasi D grid ke-282. Tinggi Gelombang (m)

57 40 Gambar 21 Jalur lintasan tinggi gelombang dari laut lepas hingga pecah di lokasi penelitian. Tinggi Gelombang (m) Lokasi A Jarak Tegak Lurus Pantai (m) Tinggi Gelombang (m) Lokasi B Jarak Tegak Lurus Pantai (m) Tinggi Gelombang (m) Lokasi C Jarak Tegak Lurus Pantai (m) Tinggi Gelombang (m) Lokasi D Jarak Tegak Lurus Pantai (m) Gambar 22 Perbesaran profil tinggi gelombang dari laut lepas hingga pecah di tiap lokasi (H 0 = 1.4 m). Jarak gelombang pecah dari garis pantai untuk tinggi gelombang laut lepas 1.4 m dan 1.03 m pada Lokasi B lebih besar dibandingkan dengan Lokasi A, C dan D (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena kemiringan dasar pantai Lokasi B lebih landai dari pada lokasi lainnya. Tinggi gelombang pecah pada setiap lokasi tidak terlalu berbeda, karena tinggi gelombang laut lepas kecil.

58 41 Tabel 9 Tinggi gelombang laut lepas (H 0 ), tinggi gelombang pecah (H b ) dan jarak pecah dari garis pantai pada saat MSL H 0 (m) Jarak pecah (m) Lokasi A Lokasi B Lokasi C Lokasi D Jarak Jarak Jarak H b H pecah b pecah H (m) (m) b (m) pecah (m) (m) (m) H b (m) Nilai tinggi gelombang pecah lebih rendah dari nilai tinggi gelombang di laut lepas (Gambar 23). Hal ini terjadi karena kemiringan dasar pantai pada lokasi penelitian sangat landai, sehingga nilai tinggi gelombang pecah lebih kecil jika dibandingkan dengan tinggi gelombang laut lepas (H 0 ). Hasil ini sesuai dengan formulasi Horikawa (1988) yang menyatakan bahwa tinggi gelombang pecah tergantung pada kemiringan dasar pantai dan panjang gelombang. Horikawa (1988) menjelaskan hubungan antara tinggi gelombang laut lepas dan tinggi gelombang pecah. Tinggi gelombang pecah akan lebih kecil dari pada tinggi gelombang di laut lepas apabila kemiringan dasar pantai sangat landai dan sebaliknya tinggi gelombang pecah akan lebih besar dibandingkan dengan tinggi gelombang di laut lepas apabila kemiringan dasar pantai lebih besar (curam). Tinggi gelombang laut lepas dan tinggi gelombang pecah tertinggi terjadi pada bulan Agustus berkisar antara m, sedangkan terendah tejadi pada bulan Desember sebesar 0.76 m (Gambar 23 dan Tabel 10). Hal ini berhubungan dengan musim dimana pada saat Musim Timur (bulan Juni September) angin berhembus lebih kencang berkisar antara m/det dengan arah angin terbanyak dari Selatan. Pada Musim Barat (bulan Desember Maret) angin bertiup terbanyak dari Utara dengan kecepatan berkisar antara m/det.

59 42 Gambar 23 Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah (H b ) dan tinggi gelombang laut lepas (H 0 ). Tabel 10 Tinggi gelombang pecah rata-rata tahun Bulan H b H 0 Tinggi Gelombang Pecah (m) Rata-rata Januari Maret Mei Juni Juli Agustus September Oktober Novembar Desember Angkutan Sedimen Gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkan gelombang disebut angkutan sedimen. Jumlah laju angkutan sedimen yang didapat dari hasil perhitungan tiap tahun selama delapan tahun ditunjukkan pada Gambar 24 dan Tabel 11. Selama penelitian angkutan sedimen bersih setiap tahun dominan ke arah timur laut. Purba et al. (2008) juga mendapatkan arah angkutan sedimen sepanjang pantai yang dominan ke arah utara di pantai timur Balikpapan. Hal ini disebabkan karena orientasi pantai cenderung menghadap ke tenggara sedangkan arah datang gelombang dominan dari arah selatan sehingga pada saat gelombang pecah akan membangkitkan angkutan sedimen sejajar pantai ke arah timur laut.

60 43 Bersih Gambar 24 Histogram laju angkutan sedimen (m 3 /tahun) selama delapan tahun. Tabel 11 Laju dan arah angkutan sedimen (m 3 /tahun) setiap tahun selama delapan tahun Tahun Angkutan Sedimen (m 3 /tahun) Ke Timur Laut Ke Barat Daya Bersih Arah Bersih Timur Laut Timur Laut Timur Laut Timur Laut Timur Laut Timur Laut Timur Laut Timur Laut Laju angkutan sedimen menentukan jumlah sedimen yang dipindahkan dari satu sel ke sel lain selama kurun waktu tertentu. Laju dan arah angkutan sedimen (Q s ) sepanjang pantai selama 8 tahun diperlihatkan pada Gambar 25 dan Tabel 12. Angkutan sedimen terbesar terjadi pada Lokasi A (15941 m 3 /tahun) dan terkecil pada Lokasi C (3483 m 3 /tahun). Arah angkutan yang menuju ke barat daya hanya terjadi pada dua lokasi yaitu Lokasi C (557 m 3 /tahun) dan D (55 m 3 /tahun). Selisih laju angkutan sedimen menuju timur laut dan barat daya dinyatakan dengan angkutan sedimen bersih. Angkutan sedimen bersih pada ke-4 lokasi adalah terbesar 2926 m 3 /tahun menuju ke timur laut, terkecil sebesar 7591 m 3 /tahun ke menuju ke timur laut. Hal ini disebabkan karena orientasi garis pantai cenderung menghadap ke tenggara sedangkan gelombang yang merambat ke pantai lokasi penelitian dominan dari selatan, sehingga angkutan sedimen ke arah timur laut lebih dominan dari pada ke barat daya.

61 44 Bersih Gambar 25 Angkutan sedimen (m 3 /tahun) setiap lokasi sepanjang pantai selama delapan tahun ( ). Tabel 12 Laju dan arah angkutan sedimen (m 3 /tahun) setiap lokasi sepanjang pantai selama delapan tahun Arah Angkutan Bersih Lokasi Timur Laut Barat Daya Q s Arah (m 3 /tahun) (m 3 /tahun) (m 3 /tahun) A Timur Laut B Timur Laut C Timur Laut D Timur Laut Perubahan angkutan sedimen setiap bulan di setiap lokasi selama delapan tahun dapat dilihat pada Gambar 26 dan Tabel 13. Angkutan sedimen terbesar terjadi pada bulan Agustus sebesar 2372 m 3 /tahun ke arah timur laut, sehingga perkembangan sand spit di sekitar muara sungai yang ada di sepanjang pantai lokasi penelitian cenderung berkembang ke arah utara (Lampiran 11). Hal ini disebabkan karena arah datang gelombang yang merambat ke pantai dominan dari arah selatan yang mengangkut sedimen ke arah utara. Selain itu orientasi pantai pada lokasi penelitian merupakan pantai timur Pulau Kalimantan, maka angkutan sedimen terbesar terjadi pada Musim Timur (bulan Agustus) yang disebabkan angin pada Musim Timur yang bertiup dominan dari Selatan sangat kencang dibandingkan pada Musim Barat.

62 45 Gambar 26 Histogram laju angkutan sedimen (m 3 /bulan) bulan rata-rata selama delapan tahun Tabel 13 Jumlah laju angkutan sedimen (m 3 /bulan) bulan rata-rata selama delapan tahun ( ) Bulan Angkutan Sedimen (m 3 /bulan) Ke Timur Laut Ke Barat Daya Bersih Bersih Januari Timur Laut Maret Timur Laut Mei Timur Laut Juni Timur Laut Juli Timur Laut Agustus Timur Laut September Timur Laut Oktober Timur Laut November Timur Laut Desember Timur Laut 4.5 Perubahan Garis Pantai Hasil analisis citra Landsat tahun 2000 setelah dikoreksi terhadap MSL memperlihatkan bahwa garis pantai mundur ke arah daratan (Gambar 27). Hal ini terjadi karena perekaman citra pada saat surut, sehingga garis pantai tersebut akan mundur ke arah darat setelah dikoreksi terhadap MSL. Garis pantai pada saat MSL adalah garis pantai yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerancuan karena garis pantai akan selalu berubah akibat pengaruh pasang surut air laut. Citra Landsat tahun 2007 sebelum dan setelah dikoreksi terhadap MSL memperlihatkan bahwa garis pantai citra setelah dikoreksi maju ke arah laut jika dibandingkan dengan garis pantai sebelum dikoreksi (Gambar 28). Perubahan ini terjadi karena citra direkam pada saat pasang, sehingga apabila dikoreksi terhadap MSL maka bergeser ke arah laut.

63 46 Gambar 27 Garis pantai citra Landsat jam WITA (15 Mei 2000) sebelum dan setelah dikoreksi terhadap pasut. Gambar 28 Garis pantai citra Landsat jam WITA (8 Maret 2007) sebelum dan setelah dikoreksi terhadap pasut.

64 47 Hasil overlay citra tahun 2000 dan 2007 memperlihatkan pada Lokasi A bagian selatan dan Lokasi B bagian utara mempunyai pantai yang relatif stabil yang ditunjukkan dengan garis pantai yang berimpit (Gambar 29). Pada Lokasi A bagian utara mengalami abrasi. Abrasi terbesar terjadi pada grid 31 sebesar m, sedangkan pada Lokasi B bagian selatan mengalami akresi. Akresi terbesar terjadi pada grid 164 sejauh m. Perubahan garis pantai terbesar terjadi di Lokasi C berupa akresi yang terjadi hampir secara keseluruhan, Lokasi C mengalami akresi terbesar sampai m pada titik grid 233. Pada Lokasi D bagian tengah mengalami akresi terbesar mencapai 66,34 m di grid 281, sedangkan pada bagian bawah, abrasi mencapai m pada grid 317. Nilai akresi dan abrasi selama 8 tahun dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil running model selama delapan tahun menunjukkan hasil yang mirip dengan hasil citra 2007 (Gambar 30). Hasil ini diperoleh dari proses coba ulang (trial and error) sehingga didapatkan hasil garis pantai yang mendekati garis pantai sebenarnya (citra Landsat tahun 2007). Perubahan garis pantai hasil model 2007 diperlihatkan pada Tabel 15. Perubahan garis pantai hasil simulasi model selama delapan tahun menunjukkan bahwa pantai mengalami abrasi di satu sisi dan akresi di sisi lain. Akresi terbesar terjadi sampai 80.2 m pada Lokasi D (grid 282) sedangkan abrasi terbesar sejauh (grid 282) m. Perbedaan (akresi dan abrasi) yang terjadi dipengaruhi oleh arah datang gelombang yang berbeda dari laut lepas, sehingga sudut gelombang yang datang di pantai juga berbeda karena pengaruh orientasi garis pantai. Selain itu, konfigurasi garis pantai juga menyebabkan adanya perbedaan abrasi dan akresi yang terjadi. Garis pantai antara hasil model dan hasil citra yang berhimpit diperoleh pada garis pantai yang lurus atau tidak berbelok-belok. Garis pantai yang berimpit tersebut dimulai dari bagian tengah Lokasi A berlanjut hingga Lokasi B bagian tengah, semakin ke bawah hasil model dan citra mulai berbeda. Garis pantai hasil model dan citra memperlihatkan adanya ketidak sesuaian. Adanya perbedaan ini diakibatkan oleh morfologi pantai yang berbentuk tonjolan dan lengkungan. Pada Lokasi B bagian bawah, Lokasi C bagian atas dan Lokasi D bagian tengah dimana morfologi pantainya melengkung kearah daratan, hasil model memperlihatkan adanya akresi garis pantai. Selanjutnya pada garis pantai

65 48 yang berbentuk tonjolan yaitu pada Lokasi A bagian atas, pada daerah batas antara Lokasi C dan Lokasi D (Lokasi C bagian bawah dan Lokasi D bagian atas), serta Lokasi D bagian bawah hasil model memperlihatkan adanya abrasi. Pada pantai yang membentuk tonjolan akan tergerus, hasil gerusan ini diangkut ke sisi utara dalam proses littoral drift kemudian diendapkan pada pantai yang berbentuk lengkungan seperti yang ditemukan Triwahyuni et al. (2010) di pantai timur Tarakan. Orientasi pantai pada Lokasi C dan Lokasi D berkelok-kelok menyebabkan sudut gelombang pecah yang terjadi pada setiap titik grid akan berbeda. Adanya perbedaan sudut gelombang pecah mengakibatkan arah angkutan sedimen pada Lokasi C dan Lokasi D ke arah timur laut dan sebagian ke arah barat daya. Hal ini menyebabkan pantai pada lokasi C dan Lokasi D selain mengalami abrasi (pantai yang berbentuk tonjolan) juga mengalami akresi (pantai yang melengkung ke darat). Secara umum perbandingan perubahan garis pantai hasil model dan citra tahun 2007 menunjukkan adanya kemiripan jika ditinjau terhadap citra tahun Pada pantai yang melengkung ke dalam hasil model dan hasil citra sama-sama memperlihatkan adanya akresi yang terjadi pada batas antara Lokasi B dan Lokasi C serta Lokasi C bagian tengah, sedangkan Lokasi A bagian atas dan Lokasi D bagian bawah (pantai yang menonjol) hasil model dan citra memperlihatkan adanya kemiripan yaitu sama-sama mengalami akresi. Tidak demikian dengan batas antara Lokasi C dan D (C bagian bawah dan D bagian atas) dan sebagian Lokasi C terlihat garis pantai hasil model memperlihatkan adanya perbedaan dengan garis pantai hasil citra. Pada lokasi tersebut garis pantai hasil model mengalami abrasi, sedangkan hasil citra mengalami akresi (Gambar 31). Hal ini diperkirakan karena pada batas Lokasi C dan D terdapat tonjolan yang paling besar jika dibandingkan dengan morfologi pantai yang lain di lokasi penelitian, sehingga energi gelombang terkonsentrasi dan terjadi erosi seperti yang ditemukan Purba dan Jaya (2004) di pantai Lampung. Pada kenyataannya di lokasi tersebut terdapat pohon bakau (Lampiran 10) yang akan menghalangi abrasi bahkan cenderung menahan sedimen. Pengaruh pohon bakau tidak dimasukkan dalam model ini, oleh karena itu maka

66 49 hasil model dan citra tidak sesuai. Posisi perubahan garis pantai yang mengalami akresi dan abrasi terbesar setiap lokasi dari hasil perbandingan perubahan garis pantai hasil model dan citra tahun 2007 terhadap garis pantai awal (citra tahun 2000) diperlihatkan pada Gambar 31 dan Tabel 16. Selisih akresi dari hasil model dan citra terbesar terjadi pada Lokasi B (grid 182) sebesar m sedangkan terkecil terjadi di Lokasi C (grid 191) sejauh m. Hal ini terjadi karena grid 182 terletak di ujung garis pantai berbentuk lengkungan sehingga akresi dari hasil model (56.6 m) jauh lebih kecil dari pada hasil citra (79.95 m), sedangkan grid 191 terletak pada pertengahan lengkungan sehingga akresi hasil model (72.9 m) mendekati hasil citra (84.87 m). Selisih abrasi dari hasil model dan citra terbesar terjadi pada Lokasi D (grid 252) sejauh 79.24m, sedangkan terkecil terjadi pada Lokasi A (grid 10) sejauh m (Tabel 16). Hal ini disebabkan karena grid 252 terletak pada pertengahan garis pantai yang berbentuk tonjolan sehingga abrasi hasil model (104.5 m) jauh lebih besar dari hasil citra (25.26 m), sedangkan grid 10 terletak pada ujung garis pantai yang berbentuk tonjolan sehingga abrasi hasil model (44 m) mendekati hasil citra (59.26 m). Jumlah sedimen dari pantai yang mengalami abrasi jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan sedimen yang terendapkan pada pantai yang mengalami akresi. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses perubahan garis pantai ada pengaruh sedimen yang berasal dari luar wilayah penelitian yang tidak dimasukkan dalam model.

67 KALIMANTAN TIMUR Salok Api Gunung Tembak Teritip Grid 164 Grid 233 Grid 281 D Grid 317 C Ambarawang Laut B Grid 31 A S E L A T M A K A S S A R N meter Garis pantai citra 2000 Garis pantai citra Gambar 29 Overlay garis pantai citra tahun 2000 dan Tabel 14 Perubahan garis pantai awal (citra tahun 2000) dan hasil citra tahun 2007 terhadap garis pantai di tiap-tiap lokasi Lokasi Garis Pantai Awal dan Citra 2007 No Grid Akresi (m) No Grid Abrasi (m) A B C D

68 KALIMANTAN TIMUR Teritip Gunung Tembak Grid 182 Grid 191 Grid 247 Grid 252 Grid 282 Salok Api D C Ambarawang Laut B Grid 10 A S E L A T M A K A S S A R N meter Garis pantai awal Garis pantai hasil model Gambar 30 Overlay garis pantai hasil model tahun 2000 dan Tabel 15 Perubahan garis pantai awal dan hasil model 2007 di tiap-tiap lokasi Lokasi Garis Pantai Awal dan Hasil Model 2007 No Grid Akresi (m) No Grid Abrasi (m) A B C D

69 KALIMANTAN TIMUR Salok Api Gunung Tembak Grid 182 Grid 191 Teritip Grid 252 Grid 282 D C Ambarawang Laut B Grid 10 A S E L A T M A K A S S A R N meter Garis Pantai Citra 2000 Garis Pantai Citra 2007 Garis Pantai Hasil Model Gambar 31 Overlay perubahan garis pantai selama delapan tahun dari garis pantai hasil citra 2000 (hijau) sebagai garis pantai awal, garis pantai tahun 2007 (merah) dan hasil model tahun 2007 (biru). Tabel 16 Perbandingan perubahan garis pantai hasil model dan citra tahun 2007 terhadap garis pantai awal (citra tahun 2000) pada berbagai grid di setiap lokasi Lokasi No Grid Garis pantai Citra dan hasil model 2007 Akresi (m) No Abrasi (m) Selisih Model Citra Grid Model Citra Akresi Abrasi A B C D

70 53

71 V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil perhitungan transformasi gelombang diperoleh bahwa pada saat gelombang merambat dari laut lepas menuju pantai tinggi gelombang mengalami penurunan kemudian mendekati garis pantai tinggi gelombang meningkat sampai akhirnya pecah, serta terjadi pembelokan arah gelombang sehingga pada garis garis pantai yang menjorok ke luar (tonjolan) terjadi konvergensi sedangkan pada garis pantai yang menjorok ke darat (cembung) terjadi divergensi. Berdasarkan simulasi model selama tahun terlihat bahwa arah angkutan sedimen dominan menuju ke timur laut. Hal ini terjadi karena orientasi pantai arah hampir utara-selatan di bagian selatan dan barat daya-timur laut di sisi utara dan gelombang menuju pantai dominan berasal dari selatan dimana tinggi gelombang laut lepas tertinggi terjadi pada Musim Timur. Bentuk garis pantai hasil model cenderung mengikuti bentuk garis pantai awal (citra Landsat 2000). Kalau ada tonjolan maka dihilirnya ada abrasi dan pada lekukan ke dalam (pantai yang cembung) umumnya terjadi akresi. Perbandingan hasil model dengan hasil citra Landsat tahun 2007 memperlihatkan bentuk garis pantai yang mirip. Walaupun begitu, terdapat juga perbedaan terutama pada garis pantai berbentuk tonjolan (batas Lokasi C dan D dan sebagian Lokasi C) dimana akibat adanya tonjolan maka model memprediksi adanya abrasi, tetapi citra Landsat 2007 memperlihatkan garis pantai yang hampir tidak berubah. Hal ini diperkirakan akibat adanya pohon bakau di lokasi tersebut yang menghalangi proses abrasi, akan tetapi pengaruh adanya pohon bakau tidak dipertimbangkan dalam model. 5.2 Saran Perhitungan transformasi gelombang dari laut lepas menuju ke pantai hanya memperhitungkan pengaruh shoaling dan refraksi. Karena itu untuk pengembangan model ini disarankan untuk menambahkan pengaruh dari gesekan dasar, perkolasi, interaksi gelombang-arus dan interaksi gelombang-gelombang yang disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian.

72 DAFTAR PUSTAKA Allen JRL Principles of Physical Sedimentology. Department of Geology. University of Reading. London : George Allen and Unwin. Alphan H Perceptions of Coastline Changes in River Deltas: Southeast Mediterranean Coast of Turkey. J Environ Pollut 23(1): Ashton A, Murray B High-Angle Wave Instability and Emergent Shoreline Shapes: 1. Modeling of sand waves. flying spits, and capes. J Geophys Res 111:1-19. Balas L, Inan A A Numerical Model of Wave Propagation on Mild Slopes. J Coas Res 36: Battjes JA Set-Up Due to Irregular Waves. In Proceedings of the 13 th International Conference Coastal Engineering. New York. American Society of Civil Engineers Bishop CT, Donelan MA Wave Prediction Models in Application in Coastal Modelling. Editor: V. C. Lakhan and A. S. Trenhale. Amsterdam: Elseiver Science Published BV. BPPD (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Balikpapan Studi Penyebaran Sedimen dan Terumbu Karang di Perairan Balikpapan. Laporan Akhir. Balikpapan Kalimantan Timur. Browne M et al Near-Shore Swell Estimation from a Global Wind-Wave Model: Spectral process, linear, and artificial neural network models. J Coas Eng 54: Carter RWG Coastal Environmental, An Introduction to the Physical, Ecological dan Cultural System of Coasts Lines. London: Academic Press. [CERC] Coastal Engineering Research Center Shore Protection Manual Volume I, Fourth Edition. Washington: U.S. Army Coastal Engineering Research Center. [CHL] Coastal Hydraulic Laboratory Coastal Engineering Manual, Part I- VI. Washington DC: Department of the Army. U.S. Army Corp of Engineers. Collins JI Probabilities of Breaking Wave Characteristics. In Proceedings of the 13 th International Conference Coastal Engineering. New York. American Society of Civil Engineers Davis RA Jr Oceanography; An Introduction to the Marine Environment, New Jersey: WCB Publisher International Published.

73 55 Dean RG, Zheng J Numerical Model and Intercomparisons of Beach Profil Evolution. J Coas Eng 30: Dirjen P3K (Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Garis Pantai. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Elfrink B, Baldock T Hydrodynamics and Sediment Transport in the Swash Zone: a Review and perspectives. J Coas Eng 45: Fitrianto R Pemodelan Perubahan Garis Pantai Sekitar Jetty di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Glayem-Juntinyuat: Kasus Kabupaten Indramayu [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Garrison Oceanography, An Invitation to Marine Science. USA. Learning, Inc. Goda Y Irregular Wave Deformation in the Surf Zone. J Coast Eng 18: Horikawa K Nearshore Dynamics and Coastal Processes. Japan. University of Tokyo Press. Kazeminezhad MH, Shahidi AE, Mousavi SJ Evaluation of Neuro Fuzzy and Numerical Wave Prediction Models in Lake Ontario. J Coas Res 50: Kim IH, Lee JL Numerical Modeling of Shoreline Change Due to Stucture-Induced Wave Diffraction. J Coas Res 56: Komar PD Beach Processes and Sedimentation. Englewood Cliffs. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Komar PD Nearshore Current and Sand Transport on Beaches in Johns Ed., Physical Oceanografi of Coastal and Shefl Seas. Florida. CERC Press, Inc. Kuo CT, Kuo ST Effect of Wave Breaking on Statistical Distribution of Wave Heights. J Proc Civ Eng Oceans 3: Maa JPY, Wang DWC Wave Transformation Near Virginia Coast: the Halloween Northeaster, J coas res. 11(4): Purba M, Jaya I Analisis Perubahan Garis Pantai dan Penutupan Lahan antara Way Penet dan Way Sekampung, Kabupaten Lampung Timur. J Ilmu-ilmu Per Perik Indo 11(2):

74 56 Purba M, Sakka, Hartanto MT Studi Analisis dan Disain Tanggul Penahan dari Ban Bekas di Sisi Alur Pelayaran dan Kolam Manuver DUKS PT. Thiess Contractors Indonesia, Balikpapan. Laporan Akhir. Balikpapan, Kalimantan Timur. Saville T An Approximation of the Wave Run-Up Frequency Distribution. U.S. Army Beach Erosion Board. Washington D.C. Shahidi AE, Kazeminezhad MH, Mousavi SJ On the Prediction of Wave Parameters Using Simplified Method. J Coas Eng 56: Shibutani Y, Kuroiwa M, Matsubara Y One-Line Model for Predicting Shoreline Changes Due to Beach Nourishments. J Coas Eng 50: Siegle E, Asp NE Wave Refraction and Longshore Transport Patterns Along The Southern Santa Catarina Coast. Brazilian J Oceanograp 55(2): Sorensen RM Basic Coastal Engineering. New York. John Wiley & Sons, Ltd. Sunday OA, John TO Lagos Shoreline Change Pattern: Am- Eur J Sci Res 1 (1): Svedrup HU, Johnson MW, Fleming RH The Oceans, Their Physics, Chemestry and General Biology. New Jersey: Prentice Hall. Inc. Thornton EB, Guza RT Transformation of Wave Height Distribution, J Geophys Res 88(C10): Triwahyuni A, Purba M, Agus SB Pemodelan Garis Pantai Timur Tarakan, Kalimantan Timur. Ilmu Kelautan: Indo J Mar Sci 1(Edisi Khusus):9-23. [USACE] U.S. Army Corps of Engineers. 2003a. Coastal Hydrodynamic Part II. Washington DC. Depatement of The Army, U.S. Army Corps of Engineers. [USACE] U.S. Army Corps of Engineers. 2003b. Coastal Sediment Processes Part III. Washington DC. Depatement of The Army, U.S. Army Corps of Engineers. Van Rijn LC Principles of Fluid Flow and Surface Waves In Rivers, Estuaries, Seas, and Oceans.University of Utrecht Departement of Physical Geography. Netherlands. Aqua Publications.

75 LAMPIRAN

76 58 Lampiran 2 Wind rose bulanan rata-rata setiap bulan selama delapan tahun ( ) Januari Pebruari Maret April Mei Juni

77 59 Lampiran 2 (Lanjutan) Wind rose bulanan rata-rata setiap bulan selama delapan tahun ( ) Juli Agustus September Oktober November Desember

78 Lampiran 3 Panjang fetch di lokasi penelitian 60

79 66 Lampiran 6 Program transformasi gelombang Sub Macro1() Dim imax, imax1, jmax, jmax1, jhari, phari, kn, hr, i, j, k, Z, hrke As Integer Dim nhari As Double Dim kelandaian, Phi, Grav, DelT, DDT, DDP, DDS, sdtgel0, pergel0, tigel0 As Double Dim sdtrad, frekgel0, cel0, pjggel0, Gamma, kh2, HTan, pjggelref, sinsdt, cossdt, pkh, HSin As Double Dim ks, kr, ispecah, Dir, pl As Double Dim H(319, 533), pjggel(319, 533), cel(319, 533), SdtGel(319, 533), bilgel(319, 533), N(319, 533), TiGel(319, 533) As Double Dim HPecah(319), SdtPecah(319), TiPecah(319) As Double Dim IPecah(319) As Double Dim xp(319), yp(533) As Integer Dim DDIR$, b$, ndt$, ndh$, nds$, cd$ Dim PerOff(1590), TiOff(1590), SdtOff(1590) As Double DDIR$ = "D:\Ira\MATRIX\" ' DIRECTORY KERJA imax = 318 imax1 = 319 jmax = 532 jmax1 = 533 kelandaian = Phi = 22 / 7 Grav = 9.81 DelT = 1 jhari = 1590 phari = 30 Gamma = 0.78 nhari = 1 / DelT kn = jhari * nhari hr = jhari Open DDIR$ + "318 bati.csv" For Input As #1 For j = jmax To 1 Step -1 For i = 1 To imax Step 1 Input #1, DH H(i, j) = DH Next i Next j Close #1 ' Cek Daratan cp = 0 For i = 1 To imax Step 1 For j = 2 To jmax - 1 Step 1 If H(i, j - 1) = 0 And H(i, j) = 0 And H(i, j + 1) > 0 Then cp = cp + 1 xp(cp) = i yp(cp) = j End If Next j Next i Z = 0 Open DDIR$ + "input 1.03.csv" For Input As #1

80 67 Lampiran 6 (Lanjutan) Program transformasi gelombang ' Buka file gelombang ' Format : ' Kolom 1 ---> Tinggi Gelombang ' Kolom 2 ---> Periode Gelombang ' Kolom 3 ---> Sudut Gelombang (Derajat) While Not EOF(1) Z = Z + 1 Input #1, DDT, DDP, DDS TiOff(Z) = DDT PerOff(Z) = DDP SdtOff(Z) = DDS Wend Close #1 b$ = "," Open DDIR$ + "1has_ref gel.txt" For Output As #2 Print #2, "Tinggi_Gel_Pch" + b$ + "Kedalaman_Gel_Pch" + b$ + "Sudut_Gel_Pch_(Radian)" + b$ + "1_Pnt_2_Laut" For k = 1 To kn hrke = Int(k / nhari) 'Hitung hrke ' PERHITUNGAN PARAMETER GELOMBANG tigel0 = TiOff(hrke) pergel0 = PerOff(hrke) sdtgel0 = SdtOff(hrke) sdtrad = sdtgel0 * Phi / 180 frekgel0 = 2 * Phi / pergel0 cel0 = Grav * pergel0 / (2 * Phi) pjggel0 = cel0 * pergel0 ' LOOPING PERHITUNGAN TINGGI GELOMBANG SETIAP TITIK GRID BT$ = Chr(9) For j = jmax To 1 Step -1 For i = 1 To imax Step 1 HTan = (Exp(kh2) - Exp(-kh2)) / (Exp(kh2) + Exp(-kh2)) pjggelref = (Grav * pergel0 * pergel0 / (2 * Phi)) * HTan pjggel(i, j) = pjggelref cel(i, j) = pjggel(i, j) / pergel0 sinsdt = (Sin(sdtrad) / cel0) * cel(i, j) cossdt = ((1 - (sinsdt ^ 2)) ^ 0.5) SdtGel(i, j) = Atn(sinSdt / cossdt) bilgel(i, j) = 2 * Phi / pjggel(i, j) pkh = bilgel(i, j) * H(i, j) HSin = (Exp(2 * pkh) - Exp(-(2 * pkh))) / 2 N(i, j) = 0.5 * (1 + (2 * pkh / HSin)) HTan = (Exp(pkh) - Exp(-pkh)) / (Exp(pkh) + Exp(-pkh)) ks = (1 / (2 * N(i, j) * HTan)) ^ 0.5 kr = (Cos(sdtrad) / Cos(SdtGel(i, j))) ^ 0.5 TiGel(i, j) = tigel0 * ks * kr Next i Next j

81 68 Lampiran 6 (Lanjutan) Program transformasi gelombang ' PERHITUNGAN GELOMBANG PECAH For i = 1 To imax Step 1 ispecah = 0 For j = jmax To 1 Step -1 HPecah(i) = H(i, j) SdtPecah(i) = SdtGel(i, j) TiGel(i, j) = Gamma * H(i, j) TiPecah(i) = TiGel(i, j) IPecah(i) = j For kk = 1 To j Next kk ispecah = 1 ndh$ = Trim(Str(HPecah(i))) nds$ = Trim(Str(SdtPecah(i))) ndt$ = Trim(Str(TiPecah(i))) cd$ = "1" Print #2, ndt$ + b$ + ndh$ + b$ + nds$ + b$ + cd$ ElseIf ispecah = 0 Then HPecah(i) = H(i, j + 1) TiPecah(i) = TiGel(i, j + 1) SdtPecah(i) = SdtGel(i, j + 1) ndh$ = Trim(Str(HPecah(i))) ndt$ = Trim(Str(TiPecah(i))) nds$ = Trim(Str(SdtPecah(i))) cd$ = "2" Print #2, ndt$ + b$ + ndh$ + b$ + nds$ + b$ + cd$ IPecah(i) = j + 1 ispecah = 1 Next j Keluar: Next i Open DDIR$ + "1Matrix_TiGel_untuksurver.txt" For Output As #20 Print #20, "Data-i" + BT$ + "Data-j" + BT$ + "Tinggi_Gel" + BT$ + "Sudut_Gel" For i = imax To 1 Step -1 For j = 1 To jmax Step 1 Print #20, Trim(Str(i)) + BT$ + Trim(Str(j)) + BT$ + Trim(Str(TiGel(i, j))) + BT$ + Trim(Str(SdtGel(i, j) * (180 / 3.14))) Next j Next i Close #20 Next k Close #2 End Sub

82 69 Lampiran 7 Program perubahan garis pantai Sub Macro1() DDIR$ = "D:\Ira\Gp Model\" T$ = Chr(9) ' DEFINISI PARAMETER Pi = g = 9.81 rhoa = 1030 ' ALOKASI DIMENSI Dim DELX, PL, QE, DELT, CN, TANB, TANI, DIR, SINB, COSB, A, ASIN, CK As Double CN = 0.01 DELX = 30 DELT = 1 BLN = 30 LT = 1590 N = 317 ' ALOKASI DIMENSI Dim Y(318), Q(318) As Double Dim DelY(318), TAN0(318) As Double Dim TGEL(318, 1590), HGEL(318, 1590), SGEL(318, 1590) As Double ' BACA DATA HASIL REFRAKSI GELOMBANG Open DDIR$ + "has_ref 1590AB.txt" For Input As #1 Line Input #1, par$ For K = 1 To LT For i = 1 To N Input #1, DT, DK, DS TGEL(i, K) = DT HGEL(i, K) = DK SGEL(i, K) = DS Next i Next K Close #1 ' BACA DATA GARIS PANTAI Open DDIR$ + "GP_awal.txt" For Input As #1 For i = 1 To NY Input #1, PDY Y(i) = PDY Next i Close #1 Open DDIR$ + "Hasil model.txt" For Output As #2 Open DDIR$ + "Hasil model1.txt" For Output As #3

83 70 Lampiran 7 (Lanjutan) Program perubahan garis pantai ' MENGHITUNG SUDUT GELOMBANG For i = 1 To N TAN0(i) = Tan(SGEL(i, m) * Pi / 180) If Y(i) = Y(i + 1) Then TANB = TAN0(i) DIR = 1 ElseIf Y(i) > Y(i + 1) Then TANI = (Y(i) - Y(i + 1)) / DELX TANB = (TANI + TAN0(i)) / (1 - TANI * TAN0(i)) DIR = 1# Else TANI = (Y(i + 1) - Y(i)) / DELX If TANI >= TAN0(i) Then TANB = (TANI - TAN0(i)) / (1 + TANI * TAN0(i)) DIR = -1 Else TANB = (TAN0(i) - TANI) / (1 + TANI * TAN0(i)) DIR = 1 End If End If A = TANB ^ 2 SINB = Sqr(A / (A + 1)) COSB = Sqr(1 - SINB ^ 2) ASIN = Atn(SINB / Sqr(-SINB * SINB + 1)) ' MENGHITUNG ANGKUTAN SEDIMEN PL = CN * rhoa * g * TGEL(i, K) ^ 2 * Sqr(g * HGEL(i, m)) * SINB * COSB / 8 Q(i) = DIR * * PL Next i ' MENGHITUNG PERUBAHAN GARIS PANTAI Q(N - 1) = Q(N) Y(1) = Y(1) For i = 2 To N - 1 Y(i) = Y(i) + (Q(i - 1) - Q(i)) * DELT / (DELX * TGEL(i, m)) Next i Y(N) = Y(N - 1) ' PERINTAH MENCETAK If Fix(K / BLN) > 0 Then Print #2, "=== Bulan ke " + Trim(Str(Format(K / BLN, "00.00"))) + " ===" Print #2, "Perubahan Garis Pantai (m)" + T$ + "Angkutan Sedimen" For i = 1 To N CK = Val(FormatNumber(Y(i), 1)) Print #2, Format(Y(i), "0000.0") + T$ + Format(Q(i), "0000.0") Print #3, Trim(Str(Format(K / BLN, "00.00"))) + T$ + Format(Y(i), "0000.0") + T$ + Format(Q(i), "0000.0") Else Print #2, Format(Y(i), "0000.0") + T$ + Format(Q(i), "0000.0") Print #3, Trim(Str(Format(K / BLN, "00.00"))) + T$ + Format(Y(i), "0000.0") + T$ + Lampiran 7 (Lanjutan) Program perubahan garis pantai Format(Q(i), "0000.0")

84 71 End If Next i If (K Mod 1 = 0) Then m = m + 1 End If End If End If Next K Close #2 Close #3 End Sub

85 73 Lampiran 9 Posisi tinggi muka air pada saat perekaman citra jam WITA Grafik pasut 15 Mei Tinggi pasut (cm) Jam Tinggi pasut (cm) Grafik pasut 8 Maret Jam

86 Lampiran 10 Mangrove di lokasi penelitian 74

87 Lampiran 11 Foto sand spit di muara Sungai Ambarawang Laut 75

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin Proses pembentukan gelombang oleh angin Menurut Komar (1976) bahwa angin mentransfer energi ke partikel air sesuai dengan arah hembusan angin.

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang kurang lebih 9.5 km dengan koordinat x = 116 o 59 56.4 117 o 8 31.2

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pantai merupakan suatu zona yang sangat dinamik karena merupakan zona persinggungan dan interaksi antara udara, daratan dan lautan. Zona pantai senantiasa memiliki

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gelombang

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gelombang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelombang Dinamika yang terjadi di pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah gelombang, suplai sedimen dan aktifitas manusia (Sorensen 1993). Mula-mula angin membangkitkan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kecepatan Dan Arah Angin Untuk mengetahui perubahan garis pantai diperlukan data gelombang dan angkutan sedimen dalam periode yang panjang. Data pengukuran lapangan tinggi gelombang

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TRANSFORMASI GELOMBANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP DINAMIKA PANTAI MUARA AJKWA TAHUN 1993-2007 MUKTI TRENGGONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo 09.02.4.0011 PROGRAM STUDI / JURUSAN OSEANOGRAFI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2012 0 BAB

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1 BAB I PENDAHULUAN Pantai merupakan suatu sistem yang sangat dinamis dimana morfologi pantai berubah-ubah dalam skala ruang dan waktu baik secara lateral maupun vertikal yang dapat dilihat dari proses akresi

Lebih terperinci

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai 155 BAB V ANALISA PERAMALAN GARIS PANTAI. 5.1 Bentuk Pantai. Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan seperti pengukuran batimetri, pasang surut dan sedimen dilakukan pada bulan Maret 2008 di pesisir sekitar muara Sungai Jeneberang,

Lebih terperinci

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT YUNITA SULISTRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

POLA TRANFORMASI GELOMBANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RCPWave PADA PANTAI BAU-BAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

POLA TRANFORMASI GELOMBANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RCPWave PADA PANTAI BAU-BAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 1, No. 2, Hal. 60-71, Desember 2009 POLA TRANFORMASI GELOMBANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RCPWave PADA PANTAI BAU-BAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA THE PATTERN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Gelombang

TINJAUAN PUSTAKA Gelombang TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Gelombang merupakan salah satu fenomena laut yang paling nyata karena langsung bisa dilihat dan dirasakan. Gelombang adalah gerakan dari setiap partikel air laut yang berupa

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN BATANG, JAWA TENGAH NEIRA PURWANTY ISMAIL SKRIPSI

DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN BATANG, JAWA TENGAH NEIRA PURWANTY ISMAIL SKRIPSI DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN BATANG, JAWA TENGAH NEIRA PURWANTY ISMAIL SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN METODE ONE-LINE MODEL (STUDI KASUS : PANTAI MANGARABOMBANG GALESONG SELATAN, KABUPATEN TAKALAR)

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN METODE ONE-LINE MODEL (STUDI KASUS : PANTAI MANGARABOMBANG GALESONG SELATAN, KABUPATEN TAKALAR) MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN METODE ONE-LINE MODEL (STUDI KASUS : PANTAI MANGARABOMBANG GALESONG SELATAN, KABUPATEN TAKALAR) 1. 2. 3. Wa Ode Awaliah 1, Sakka 2 dan M. Alimuddin Hamzah 3 Mahasiswa

Lebih terperinci

PREDIKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI PULAU GILI KETAPANG PROBOLINGGO DENGAN MENGGUNAKAN ONE-LINE MODEL

PREDIKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI PULAU GILI KETAPANG PROBOLINGGO DENGAN MENGGUNAKAN ONE-LINE MODEL PREDIKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI PULAU GILI KETAPANG PROBOLINGGO DENGAN MENGGUNAKAN ONE-LINE MODEL Nurin Hidayati 1,2*, Hery Setiawan Purnawali 3, dan Desiana W. Kusumawati 1 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

STUDI JUMLAH ANGKUTAN SEDIMEN SEPANJANG GARIS PANTAI PADA LOKASI PANTAI BERLUMPUR ( Studi Kasus Di Pantai Bunga Batubara, Sumatera Utara) TUGAS AKHIR

STUDI JUMLAH ANGKUTAN SEDIMEN SEPANJANG GARIS PANTAI PADA LOKASI PANTAI BERLUMPUR ( Studi Kasus Di Pantai Bunga Batubara, Sumatera Utara) TUGAS AKHIR STUDI JUMLAH ANGKUTAN SEDIMEN SEPANJANG GARIS PANTAI PADA LOKASI PANTAI BERLUMPUR ( Studi Kasus Di Pantai Bunga Batubara, Sumatera Utara) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan

Lebih terperinci

STUDI ANGKUTAN SEDIMEN SEJAJAR PANTAI DI PANTAI PONDOK PERMAI SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA

STUDI ANGKUTAN SEDIMEN SEJAJAR PANTAI DI PANTAI PONDOK PERMAI SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA STUDI ANGKUTAN SEDIMEN SEJAJAR PANTAI DI PANTAI PONDOK PERMAI SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/Ujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN ANGIN Berdasarkan analisis data angin stasiun meteorologi Amamapare selama 15 tahun, dalam satu tahun terdapat pengertian dua musim, yaitu musim timur dan musim barat diselingi dengan

Lebih terperinci

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI SEKITAR DELTA SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN S A K K A

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI SEKITAR DELTA SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN S A K K A MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI SEKITAR DELTA SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN S A K K A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Nurin Hidayati 1, Hery Setiawan Purnawali 2 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Email: nurin_hiday@ub.ac.id

Lebih terperinci

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 R. Bambang Adhitya Nugraha 1, Heron Surbakti 2 1 Pusat Riset Teknologi Kelautan-Badan (PRTK), Badan Riset Kelautan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Garis Pantai Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa berubah karena beberapa hal seperti

Lebih terperinci

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 55 Vol. 1, No. 1 : 55-72, Maret 2014 KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Baiq Septiarini

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.

ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S. ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.Gainau 4108205002 PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNIK DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II TEORI TERKAIT II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG Andi W. Dwinanto, Noir P. Purba, Syawaludin A. Harahap, dan Mega L. Syamsudin Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Abstrak KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Umar 1) Pantai Desa Matang Danau adalah pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna. Laut Natuna memang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan transisi ekosistem terestrial dan laut yang ditandai oleh gradien perubahan ekosistem yang tajam (Pariwono, 1992). Kawasan pantai merupakan

Lebih terperinci

TRANSFORMASI GELOMBANG LAUT DI PANTAI MUTIARA KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA

TRANSFORMASI GELOMBANG LAUT DI PANTAI MUTIARA KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA TRANSFORMASI GELOMBANG LAUT DI PANTAI MUTIARA KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum pantai didefenisikan sebagai daerah di tepi perairan (laut) sebatas antara surut terendah dengan pasang tertinggi, sedangkan daerah pesisir adalah daratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU Tjaturahono Budi Sanjoto Mahasiswa Program Doktor Manajemen Sumberdaya Pantai UNDIP

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN ADANYA BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG AMBANG RENDAH DI PANTAI PISANGAN KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN ADANYA BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG AMBANG RENDAH DI PANTAI PISANGAN KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN ADANYA BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG AMBANG RENDAH DI PANTAI PISANGAN KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT Anugrah Ananta W. Putra NRP: 0921004 Pembimbing: Olga Catherina

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA Ratna Parauba M. Ihsan Jasin, Jeffrey. D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : Parauba_ratna@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil simulasi model penjalaran gelombang ST-Wave berupa gradien stress radiasi yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan parameter gelombang yang menjalar memasuki perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikuler Program Sarjana Oseanografi Oleh : FRANSISKO A. K.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 80 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Tinjauan Umum Bagian hilir muara Kali Silandak mengalami relokasi dan menjadi satu dengan Kali Jumbleng yang menyebabkan debit hilirnya menjadi lebih besar

Lebih terperinci

PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):25-32 PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN SHORELINE CHANGES USING

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN : Studi Faktor Penentu Akresi dan Abrasi Pantai Akibat Gelombang Laut di Perairan Pesisir Sungai Duri Ghesta Nuari Wiratama a, Muh. Ishak Jumarang a *, Muliadi a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA DISUSUN OLEH Heron Surbakti dan Tim Assisten Praktikum Oseanografi Fisika LABORATORIUM OSEANOGRAFI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2 Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamanan Pantai Pulau Karakelang

Lebih terperinci

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95.

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95. Tabel 4.4 Debit Bulanan Sungai Jenggalu Year/Month Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1995 3.57 3.92 58.51 25.35 11.83 18.51 35.48 1.78 13.1 6.5 25.4 18.75 1996 19.19 25.16 13.42 13.21 7.13

Lebih terperinci

REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi. Agus Anugroho D.S. Warsito Atmodjo)

REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi. Agus Anugroho D.S. Warsito Atmodjo) JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 215-222 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi.

Lebih terperinci

Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik

Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik Fiqyh Trisnawan W 1), Widi A. Pratikto 2), dan Suntoyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dengan luas daratan ± 1.900. 000 km 2 dan lautan ± 3.270.000 km 2.Garis

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Juli 2017, 9(2):77-84 PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN BATIMETRY MAPPING USING ACOUSTIC METHOD

Lebih terperinci

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI Hansje J. Tawas, Pingkan A.K. Pratasis Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Pantai selalu menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA Anggi Cindy Wakkary M. Ihsan Jasin, A.K.T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong Pemodelan ini menghasilkan dua model yaitu model uji sensitifitas dan model dua musim. Dalam model uji sensitifitas

Lebih terperinci

TRANSPORT SEDIMEN YANG DISEBABKAN OLEH LONGSHORE CURRENT DI PANTAI KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU

TRANSPORT SEDIMEN YANG DISEBABKAN OLEH LONGSHORE CURRENT DI PANTAI KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU DOI: doi.org/10.21009/0305020403 TRANSPORT SEDIMEN YANG DISEBABKAN OLEH LONGSHORE CURRENT DI PANTAI KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU Supiyati 1,a), Deddy Bakhtiar 2,b, Siti Fatimah 3,c 1,3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah (Bambang Triatmojo, Teknik Pantai ). Garis

Lebih terperinci

PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN JAWA KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI

PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN JAWA KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN JAWA KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak STUDI KOMPARATIF METODE ANALISIS LONG-SHORE SEDIMENT TRANSPORT DAN MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI Oleh: Darius Arkwright Abstrak Perubahan garis pantai merupakan implikasi dari proses-proses hidro-oseanografi

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

KETIDAKSTABILAN PANTAI SEBAGAI KENDALA PENGEMBANGAN DAERAH PERUNTUKAN DI PERAIRAN LASEM JAWA TENGAH

KETIDAKSTABILAN PANTAI SEBAGAI KENDALA PENGEMBANGAN DAERAH PERUNTUKAN DI PERAIRAN LASEM JAWA TENGAH KETIDAKSTABILAN PANTAI SEBAGAI KENDALA PENGEMBANGAN DAERAH PERUNTUKAN DI PERAIRAN LASEM JAWA TENGAH Oleh : D. Ilahude 1) dan E. Usman 1) 1) Puslitbang Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No.236, Bandung

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

ANALISIS ARUS DAN GELOMBANG PERAIRAN BATU BELANDE GILI ASAHAN DESA BATU PUTIH KECAMATAN SEKOTONG LOMBOK BARAT

ANALISIS ARUS DAN GELOMBANG PERAIRAN BATU BELANDE GILI ASAHAN DESA BATU PUTIH KECAMATAN SEKOTONG LOMBOK BARAT 1 ANALISIS ARUS DAN GELOMBANG PERAIRAN BATU BELANDE GILI ASAHAN DESA BATU PUTIH KECAMATAN SEKOTONG LOMBOK BARAT Sukuryadi Dosen Program Studi Pendidikan Geografi, Universitas Muhammadiyah Mataram Email

Lebih terperinci

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS : PESISIR MUARA GEMBONG, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

ANALISA SEL SEDIMEN SEBAGAI PENDEKATAN STUDI EROSI DI TELUK LAMPUNG, KOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG

ANALISA SEL SEDIMEN SEBAGAI PENDEKATAN STUDI EROSI DI TELUK LAMPUNG, KOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG Journal Of Marine Research. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 143-153 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr ANALISA SEL SEDIMEN SEBAGAI PENDEKATAN STUDI EROSI DI TELUK LAMPUNG, KOTA

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.1. April. 015 ISSN : 087-11X MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN 1) Muhamad Roem, Ibrahim, Nur

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1, Wahyu Andy Nugraha 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Fenomena dan dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA PENGUSUL Dr. Eng. NI NYOMAN PUJIANIKI, ST. MT. MEng Ir. I

Lebih terperinci

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT Oleh: Gading Putra Hasibuan C64104081 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

RAMBATAN GELOMBANG DI PANTAI MALALAYANG II

RAMBATAN GELOMBANG DI PANTAI MALALAYANG II RAMBATAN GELOMBANG DI PANTAI MALALAYANG II (Wave Propagates in Malalayang II Coastal) Exer Bambulu 1 *, Hermanto W.K. Manengkey 1, Royke M. Rampengan 1 1. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 96 BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 6.1 Perlindungan Muara Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B.

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERANCANGAN

Lebih terperinci

ISSN: Volume I Edisi 1/Desember 2014

ISSN: Volume I Edisi 1/Desember 2014 ISSN: 2355-7664 Volume I Edisi 1/Desember 2014 JURNAL GISIK VOLUME I EDISI 1/DESEMBER 2014. DAFTAR ISI 1. ANALISIS INDEKS VEGETASI HUTAN MANGROVE DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 DI WILAYAH SIDANGOLI.

Lebih terperinci

PERENCANAAN JETTY DI MUARA SUNGAI RANOYAPO AMURANG

PERENCANAAN JETTY DI MUARA SUNGAI RANOYAPO AMURANG Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 201 (44-44) ISSN: 27-672 PERENCANAAN JETTY DI MUARA SUNGAI RANOYAPO AMURANG Kern Youla Pokaton H. J. Tawas, M. I. Jasin, J. D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Pada pemodelan gelombang ini, yang menjadi daerah pemodelannya adalah wilayah pesisir Kabupaten dan Kota Cirebon. Terkait dengan wilayah pesisir ini, akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci