BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT SUBTELNY PADA MAHASISWA INDIA TAMIL FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA

PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MELISA NIM :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KONVEKSITAS WAJAH JARINGAN LUNAK SECARA SEFALOMETRI LATERAL PADA MAHASISWA DEUTRO-MELAYU FKG USU USIA TAHUN (TAHUN )

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Indeks Ekstraksi untuk menentukan macam perawatan pada maloklusi klas I Angle

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

KARAKTERISTIK PROFIL JARINGAN LUNAK PADA PENDERITA OBSTRUKSI SALURAN NAPAS ATAS DENGAN KEBIASAAN BERNAPAS MELALUI MULUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

PERBANDINGAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTROMELAYU.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. sagital, vertikal dan transversal. Dimensi vertikal biasanya berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Volume 46, Number 4, December 2013

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

MATERI KULIAH ORTODONSIA I. Oleh Drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K) Bagian Ortodonsia

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Ahmad Tommy Tantowi NIM:

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tenaga kesehatan membutuhkan cara untuk mendukung pekerjaan agar terlaksana

PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan

Nama: Tony Okta Wibowo Nrp : Dosen Pembimbing : Bp. Moch Hariadi, ST M.Sc PhD Bp. Dr. I ketut eddy Purnama, ST,MT

GAMBARAN ESTETIS WAJAH MENURUT MERRIFIELD PADA OKLUSI NORMAL MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

PENGENALAN SEFALOMETRI RADIOGRAFIK

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sefalometri Sefalometri rontgenografi atau yang lebih dikenal dengan sefalometri dibidang ortodonti dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi beserta disproporsi rahang. 11 Pada tahun 1931, H. Broadbent, menerbitkan teknik baru rontgenogram dan aplikasi untuk ortodontis dan melahirkan era baru dalam diagnosis pada sefalometri. Cephalostat tersebut menciptakan berbagai analisis, diagnostis dan rencana perawatan seperti analisis Downs (1948), Steiner (1960), Tweed (1953), Coben, Jenkins (Wits) (1955), Ricketts (1960), Johnston (Wits) (1968), Sassouni (1973), Enlow (1969), Jarabak (1970), Bimler (1973), Kim (1974), Jacobson (Wits) (1975), Legan-Burstone (1980), Mc Namara (1984), dan Fastlicht (2000). 11 Sefalometri telah menjadi salah satu alat penting dalam menentukan diagnosis ortodonti, juga merupakan alat penting untuk menentukan rencana perawatan, mempelajari bentuk wajah, menganalisis kelainan kraniofasial dan mengevaluasi perkembangan perawatan ortodonti yang sedang dilakukan. 11,14.16 Berikut adalah beberapa kegunaan sefalometri dalam bidang ortodonti. 1,3 1. Mempelajari pertumbuhan tengkorak kepala. Penelitian lanjutan pada sefalogram telah menghasilkan informasi-informasi mengenai: Pola pertumbuhan yang bervariasi Pembentukan standar tengkorak Perdiksi pertumbuhan di masa yang akan datang 2. Untuk mendiagnosa deformitas kraniofasial. Sefalogram membantu dalam mengidentifikasi, menemukan dan merumuskan sumber dari masalah, salah satu yang paling penting adalah membedakan antara malrelasi skeletal dan dental.

3. Untuk membuat rencana perawatan. Sefalogram juga membantu membedakan kasus yang dapat dirawat dengan piranti ortodonti maupun yang harus dirawat dengan bedah ortognati. 4. Evaluasi perawatan yang sedang dilakukan. 5. Untuk mempelajari kasus relaps dalam kasus ortodonti. Sefalometri memudahkan dokter gigi untuk mempelajari dan mengidentifikasi penyebab relaps dan stabilitas setelah perbaikan maloklusi dilakukan. 6. Untuk menganalisis pertumbuhan atau prediksi pertumbuhan. 7. Sebagai sarana untuk penelitian. Sefalometri pada profil jaringan lunak dapat digunakan untuk menentukan rencana perawatan yang diperlukan untuk mempertahankan atau meningkatkan estetika wajah. Misalnya, postur bibir yang berkaitan erat dengan tujuan ortodontik dari estetika, stabilitas, dan fungsi. Unsur-unsur penting dari jaringan lunak dapat bervariasi secara signifikan dari struktur dentofasial tergantung pada masing-masing individu. 13 2.1.1. Jenis-Jenis Sefalogram Sefalogram merupakan alat yang diperlukan untuk melakukan tracing. Sefalogram dapat dibagi menjadi 2 jenis. 1. Lateral Sefalogram Lateral sefalogram merupakan salah satu catatan yang memberikan informasi tentang hubungan vertikal dan sagital kerangka kraniofasial, profil jaringan lunak, gigi-geligi, faring dan tulang leher. 12 Sebuah sefalogram lateral memiliki beberapa kegunaan yaitu untuk merencanakan perawatan, mengevaluasi hasil perawatan dan titik-titik referensi struktural pada radiografi ini yang merujuk pada pengukuran jarak dan angular berguna untuk menaksir pola pertumbuhan. 3

Gambar 1. Sefalogram lateral 3 2. Postero-Anterior / Frontal Sefalogram Sejak munculnya radiografi sefalometri, ortodontis telah difokuskan pada sefalogram lateralis sebagai sumber utama mereka untuk melihat skeletal dan dentoalveolar. Namun, proyeksi sefalometri postero-anterior dan analisis yang relevan merupakan tambahan penting untuk kualitatif dan evaluasi kuantitatif dari wilayah dentofasial. 12 Postero-Anterior Sefalogram disebut juga proyek Caldwell. 3 Frontal sefalogram menampilkan informasi-informasi yang berhubungan dengan lebar, simetris, dan proporsi vertikal tengkorak, complex kraniofasial, dan struktur oral. Sama halnya dengan lateral sefalogram, sefalogram ini digunakan untuk melihat pola pertumbuhan yang abnormal dan juga trauma yang ada, yang mempengaruhi rencana perawatan dalam ortodonti. 3

Gambar 2. Sefalometri frontal 3 2.2. Titik-Titik (Landmarks) Jaringan Lunak Pada Sefalogram Lateral Titik titik yang digunakan dalam analisa jaringan lunak : 11,12 Gambar 3. Titik-titik pada jaringan lunak 12

1. Glabela (Gla) : Titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital 2. Nasionkulit ( N ) :Titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung 3. Pronasal ( Pr ) :Titik yang paling anterior dari puncak hidung 4. Subnasale (Sn) :Titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas 5. Superior labial sulcus (Sls) : Titik tercekung diantara Sn dan Ls 6. Labium superior ( Ls ) :Titik perbatasan mukokuntaneus dari bibir atas 7. Stomion superior (Sts) : Titik terendah dari vermillion bibir atas 8. Stomion (St) :Berlokasi pada perhubungan antara bibir atas dan bibir bawah. 9. Stomion inferior (Sti) : Titik tertinggi dari vermillion bibir bawah 10. Labium inferior ( Li ) :Titik pada perbatasan bibir bawah 11. Inferior labial sulcus (Ils) :Titik cekung diantara Li dan Pog kulit 12. Pogonion kulit ( Pog ) :Titik paling anterior kontur jaringan lunak dagu 13. Menton kulit ( Mc ) : Titik paling inferior dari jaringan lunak dagu 2.3. Analisa Konveksitas Wajah Analisis dari profil jaringan lunak memiliki manfaat menilai penampilan eksternal dan karena itu cenderung mencerminkan hasil lebih dekat dengan yang dirasakan oleh seorang pengamat. 15 Subtelny membagi analisis konveksitas profil wajah menjadi 3 jenis yaitu analisa konveksitas skeletal wajah, konveksitas jaringan lunak wajah dan konveksitas jaringan lunak penuh. 29 2.3.1. Analisa Skeletal Wajah Konveksitas skeletal merupakan salah satu sudut yang dapat dianalisis dari profil wajah pada pandangan anteroposterior yang juga menyatakan relasi skeletal rahang atas dan rahang bawah yang lebih spesifiknya dianalisis melalui sefalometri lateral. 6,22,23 Analisa Konveksitas skeletal menurut Subtelny ditentukan oleh sudut

N-A-Pg yang terbentuk antara Nasion (N), subspinale (A) dan Pogonion (Pg) dengan nilai rata-rata 175, pada umur 12 tahun nilai rata-rata menjadi 177,5. 29 (Gambar 4A) Gambar 4.Analisa konveksitas wajah menurut Subtelny 10 A. Sudut 1 : Konveksitas skeletal wajah (N-A-Pg) B. Sudut 2 : Konveksitas jaringan lunak wajah (N -Sn-Pg ) C. Sudut 3 : Konveksitas jaringan lunak penuh (N -Pr-Pg ) 2.3.2.Analisa Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Analisis konveksitas jaringan lunak wajah dengan posisi bibir yang ideal telah dilakukan penelitian oleh ahli-ahli ortodonti antara lain Steiner, Ricketts, Merrifeld, Holdway dan Subtelny yang merupakan penentuan profil jaringan lunak cembung, lurus atau cekung. Masing-masing ahli menggunakan referensi yang bervariasi dalam menganalisis profil jaringan lunak wajah. 22,23 2.3.2.1 Analisis Steiner (Garis S) Menurut Steiner garis S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog ke pertengahan kurva S yang terletak diantara Pronasal (Pr) ke titik Subnasale (Sn) (Gambar 5). Oleh karena itu posisi bibir harus seimbang dengan wajah. Jika bibir

berada dibelakang garis S dinyatakan profil wajahnya cekung. Sedangkan jika berada di depan garis S, profil wajahnya cembung. 3,22 Gambar 5. Analisis Steiner 6,12 2.3.2.2 Analisis Ricketts (Garis E) Garis E Ricketts adalah salah satu garis yang paling sering digunakan sebagai garis referensi dalam diagnosis dan rencana perawatan ortodonti. Garis ini digambarkan dari Pronasale (Pn) menuju Pogonion jaringan lunak (Pog ) (Gambar 6). Seseorang mempunyai profil wajah yang harmonis jika titik Labium superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis E dan titik Labium inferior (Li) 1-2 mm di belakang garis E. Rickets menyatakan nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung pada umur dan jenis kelamin. 22

Gambar 6. Garis E Ricketts 22 2.3.2.3 Analisis Merrifield (Garis Z) Menurut Merrifeld, garis profil wajah merupakan garis yang ditarik dari titik Pogonion kulit (Pog ) dengan titik paling depan dari Labium superior (Ls) dan Labium inferior (Li). Sudut Z dibentuk oleh perpotongan antara bidang Frankfurt horizontal dengan garis profil tersebut (Gambar 7). Nilai ideal sudut ini berkisar 80±9. 24 Gambar 7.Analisis Merrifeld 6,12

2.3.2.4 Analisis Holdway (Garis H) Garis H diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog ) ke titik Labium Superior (Ls). Besar sudut H yang harmonis adalah berkisar 7-15. Sedangkan untuk nilai ideal Sudut H adalah 10 dengan nilai konveksitas wajah 0 mm. 4,8,23 Gambar 8. Analisis Holdway 8 2.3.2.5 Analisis Subtelny Menurut Subtelny konveksitas jaringan lunak ditentukan oleh sudut N -Sn- Pg yang terbentuk antara perpanjangan garis yang ditarik dari titik nasion jaringan lunak (N ) ke subnasal jaringan lunak (Sn) dan garis yang ditarik dari pogonion jaringan lunak (Pg ) ke subnasal jaringan lunak (Sn) (Gambar 9). Subtelny menyatakan bahwa peningkatan kecembungan profil jaringan lunak wajah terjadi seiring dengan pertambahan usia. 29

Gambar 9. Analisa Jaringan Lunak Subtelny 29 Pada penelitian Hashim dkk (2003) yang menggunakan analisis Subtelny yaitu konveksitas jaringan lunak ditentukan oleh sudut N -Sn-Pg yang terbentuk antara perpanjangan garis yang ditarik dari titik nasion jaringan lunak (N ) ke subnasal jaringan lunak (Sn) dan garis yang ditarik dari pogonion jaringan lunak (Pg ) ke subnasal jaringan lunak (Sn). Penelitian yang dilakukan terhadap 56 orang usia 22-23 tahun pada populasi Saudi Arabia diperoleh sudut N -Sn-Pg sebesar 18,65 dengan standar deviasi 6,5 pada laki-laki dan 20,1 dengan standar deviasi 4,3 pada perempuan. 10 Penelitian Prabuwijaya (2007) terhadap 42 orang dengan usia 20-25 tahun pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu memperoleh rerata konveksitas jaringan lunak pada laki-laki sebesar 17 dan perempuan 16,53. 6 Penelitian Al-Zubaidi (2009) terhadap 30 orang remaja usia 11-14 tahun pada beberapa siswa dasar dan menengah di kota Mosul diperoleh rerata konveksitas jaringan lunak pada laki-laki sebesar 161,9 dengan standar deviasi 2,68 dan 162,46 dengan standar deviasi 6,37 pada perempuan.al-zubaidi juga meneliti pada 30 orang dewasa umur 18-25 tahun yang merupakan mahasiswa kedokteran gigi diperoleh rerata konveksitas jaringan lunak pada laki-laki sebesar 166,26 dengan standar deviasi 5,40 dan 162,60 dengan standar deviasi 5,20 pada perempuan. 25

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Budianto (2008) pada 11 orang lakilaki diperoleh sudut N -Sn-Pg sebesar 164,96 dengan standar deviasi 7,34 dan 168,60 dengan standar deviasi 4,11 pada perempuan. 26 Namun penelitian yang dilakukan oleh AL-Zubaidi dan Budianto adalah mengukur sudut besar dari N -Sn- Pg bukan mengukur sudut perpanjangan garis yang ditarik dari titik nasion jaringan lunak (N ) ke subnasal jaringan lunak (Sn) dan garis yang ditarik dari pogonion jaringan lunak (Pg ) ke subnasal jaringan lunak (Sn). Pada penelitian ini, metode pengukuran akan didasarkan pada penelitian yg telah dilakukan sebelumnya diatas yaitu mengukur sudut perpanjangan garis yang ditarik dari titik nasion jaringan lunak (N ) ke subnasal jaringan lunak (Sn) dan garis yang ditarik dari pogonion jaringan lunak (Pg ) ke subnasal jaringan lunak (Sn).. 2.3.3 Analisa Konveksitas Jaringan Lunak Penuh Analisa konveksitas jaringan lunak penuh ditentukan oleh sudut N -Pr-Pog yang terbentuk antara nasion kulit (N ), ujung hidung (Pr) dan pogonion kulit (Pog ) dengan nilai rata-rata 137 untuk laki-laki dan 133 untuk perempuan. 29 (Gambar 4C) 2.4 Suku India Malaysia Kaum India mulai datang ke tanah Melayu sejak pembukaan selat Malaka, pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20. Kaum India terbagi dari beberapa suku etnik diantaranya terdiri dari Tamil, Telugu, Malayali, Ceylon dan lain-lain. Pada tahun 1921 kaum India yang berada di tanah Melayu adalah 14,2 % dari jumlah penduduk tanah Melayu. Kebanyakan Kaum India yang berhijrah ke tanah Melayu untuk bekerja adalah laki-laki. Orang India yang datang ke tanah Melayu kebanyakan berasal dari India Selatan dimana sebagian besar terdiri dari orang Tamil. 18,20 Pada saat ini kaum India merupakan kaum ketiga terbesar di Malaysia setelah Melayu dan Cina. India merupakan kelompok kedua pendatang terbesar ke Tanah Melayu. Kebanyakan mereka berasal dari India Selatan yaitu dari daerah Negapatam dan Madras. India juga mengalami masalahnya tersendiri yang menyebabkan

penduduknya berhijrah ke luar. Kemiskinan dan kelaparan mendorong banyak orang India berhijrah ke negeri-negeri lain termasuk ke Tanah Melayu. Faktor pendorong ini sama dengan faktor penghijrahan orang-orang Cina, disamping faktor penarik yang ada di Tanah Melayu. Migran India datang sejak pembukaan Pulau Pinang oleh Inggris. Berbeda dengan pendatang-pendatang dari Cina pendatang-pendatang dari India ini tidak dipisahkan pada beberapa kelompok berdasarkan bahasa dan dialek. Sebaliknya mereka dipisahkan oleh daerah yang berlainan dan sistem kasta. 17,18,19