BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

PEMETAAN KAWASAN BERPOTENSI BANJIR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEORAFIS (Studi Kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) ARTINY MARTHA A

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 9 Peta Penutupan Lahan

III. METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 7. Lokasi Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

IDENTIFIKASI LAHAN PERTANIAN RAWAN KEKERINGAN DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat)

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

BAB II METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

BAB III BAHAN DAN METODE

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

BAB III METODE PENELITIAN. data penelitiannya. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK ANALISA BANJIR (STUDI KASUS : BANJIR PROVINSI DKI JAKARTA)

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

III. METODE PENELITIAN

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

BAB IV METODE PENELITIAN

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

METODE. Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA

III. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

LOGO Potens i Guna Lahan

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

Gambar 1. Peta DAS penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

Jurnal String Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN:

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

MATERI DAN METODE. Prosedur

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFICATION OF FLOOD PRONE AREA WITH GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (CASE STUDY : PADANG CITY)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 1. Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

III. METODE PENELITIAN

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

INTEGRASI SPASIAL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS PERUBAHAN POLA ALIRAN SUNGAI DAN DAERAH GENANGAN DI PANTAI SURABAYA SIDOARJO

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari 2011 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gambar 1 Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah seperangkat komputer dan scanner. Sofware pendukung yang digunakan dalam mengolah data dijabarkan dalam Tabel 3.

16 Tabel 3 Software yang Digunakan dan Fungsinya Software 1 Arcview 3.3 2 ERDAS Imagine 9.1 Fungsi Interpolasi data curah hujan, digitasi, analisis keruangan, layout Koreksi geometri, layer stack, dan mosaicing citra 3 Frame and Fill, USGS Mengisi citra landsat SLC-off 4 Excel Menyusun dan mengolah data atribut Bahan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain : 1. Data curah hujan rata-rata bulanan periode 15 tahun (1979-1989 dan 1993-2001). 2. Citra satelit Landsat ETM+7 SLC-off path 121, row 064 & 065 dengan tanggal akuisisi citra utama adalah 18 Oktober 2009 dan tanggal akuisisi dua citra pengisi SLC-off antara lain 31 Oktober dan 15 Oktober 2008. 3. DEM SRTM. 4. Satuan Lahan daerah pantai utara bagian timur Provinsi Jawa Barat, tahun 1990 skala 1: 250.000 Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 5. Bentuk Lahan (Landsystem, RePPPRoT). 3.3 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, pengolahan data, analisis, dan penyelesaian. Secara ringkas tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2. 1. Tahapan Persiapan Tahapan ini meliputi studi pustaka topik yang terkait dengan penelitian, pengumpulan alat dan bahan, pengisian gap citra Landsat SLC-off, dan koreksi geometrik peta-peta tematik. 2. Tahapan Pelaksanaan Tahapan ini meliputi pembuatan basis data dan analisis data, antara lain : a. Pengolahan data Penginderaan Jauh, berupa interpretasi dan digitasi citra Landsat, serta pengolahan data DEM SRTM. Hasil yang didapatkan dari

17 pengolahan citra Landsat adalah peta penutupan lahan sedangkan hasil dari pengolahan data DEM adalah peta kemiringan lereng. b. Pengolahan data curah hujan dengan analisis keruangan berupa interpolasi terhadap data curah hujan dari setiap stasiun hujan. Hasil yang didapatkan adalah peta curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan. c. Pengolahan peta-peta tematik yang digunakan. Hasil yang didapatkan adalah peta bentuk lahan, peta drainase, serta peta buffer sungai. d. Analisis atribut berupa pemberian nilai skor untuk masing-masing parameter banjir dan nilai bobot untuk tiap kelas kerawanan. e. Analisis keruangan berupa tumpang susun peta-peta hasil analisis atribut, dan analisis kelas kerawanan banjir. 3. Tahapan Penyelesaian Tahapan ini terdiri dari validasi untuk mengevaluasi hasil identifikasi objek dan analisis, perbaikan peta dan penyesuaiaan hasil analisis, serta pembuatan layout peta akhir.

18 Tahapan Persiapan Tahapan Pelaksanaan Pembuatan basis data Citra Landsat DEM SRTM Data Curah Hujan Satuan Lahan Landform Sungai Penutupan Lahan Kelas Lereng Kelas Curah Hujan Tahunan dan Bulanan Kelas Drainase Bentuk Lahan Buffer Sungai Analisis data Skoring dan Pembobotan Tumpang Susun (Overlay) Analisis Kelas Kerawanan Banjir Hasil Kelas Kerawanan Banjir Tahapan Penyelesiaan Gambar 2 Tahapan Penelitian

19 3.4 Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data menjabarkan metode-metode yang digunakan dalam mengolah masing-masing data. Hasil pengolahan data dari masing-masing data adalah informasi yang dibutuhkan untuk diolah pada tahap selanjutnya. 3.4.1 Analisis Citra Landsat dan DEM SRTM Citra satelit yang digunakan adalah Citra Landsat ETM +7 SLC-off daerah Kabupaten Indramayu saat musim hujan dengan kondisi awan yang paling minimum. Pada citra satelit Landsat-7 SLC-off ini, terdapat gap. Gap tersebut dikoreksi dengan menggunakan produk gap-filled (frame and fill) dari USGS. Koreksi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan citra SLC-off sebagai citra pengisi (metode SLC-off to SLC-off). Tahapan selanjutnya adalah layer stack dan mosaicing dengan menggunakan ERDAS Imagine 9.1. Layer stack adalah menggabungkan layer-layer band yang terpisah menjadi satu layer citra. Mosaicing adalah menggabungkan dua citra yang bertampalan. Mosaicing citra dilakukan karena wilayah Kabupaten Indramayu diliput dalam dua scene yang berbeda. Penutupan Lahan dinterpretasi dari citra Landsat secara visual.dengan mengacu kepada Petunjuk Teknis Penafsiran Citra Resolusi Sedang yang dikeluarkan oleh Direktorat IPSDH (Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan). Kombinasi band yang digunakan adalah 5-4-2. Hasil interpretasi didigitasi dengan menggunakan ArcView 3.3. Analisis data DEM SRTM dilakukan dengan bantuan software ArcView 3.3 dan exstensions spatial analysis. Data DEM SRTM dengan mudah dapat dikonversi menjadi garis kontur maupun slope kemiringan lereng. Hasil dari analisis data DEM SRTM yang digunakan dalam analisis adalah peta kelas lereng. 3.4.2 Analisis Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan adalah data dari 19 stasiun hujan yang tersebar di wilayah Kabupaten Indramayu. Data yang didapatkan berupa data curah hujan rata-rata bulanan selama periode 15 tahun. Data ini menjadi input dalam pembuatan peta curah hujan. curah hujan yang dibuat adalah peta

20 curah hujan rata-rata bulanan dan peta curah hujan rata-rata tahunan. kelas curah hujan rata-rata bulanan didapatkan dari data rata-rata curah hujan periode tiga bulan di musim hujan dengan curah hujan yang paling tinggi, yaitu pada bulan Desember-Februari. kelas curah hujan tahunan didapatkan dari data rata-rata total curah hujan tahunan. Metode yang digunakan dalam membuat peta curah hujan adalah interpolasi keruangan dengan metode kriging. Penerapannya menggunakan ArcView 3.3 dengan ekstensions kriging interpolation. Hasilnya berupa peta isohyet dalam bentuk grid. Data tersebut kemudian didigitasi sehingga menjadi data dalam bentuk vektor sehingga memudahkan dalam analisis selanjutnya. 3.4.3 Analisis Tematik tanah digunakan untuk mendapatkan peta kelas drainase tanah. kelas drainase merupakan pendekatan kemampuan drainase tanah berdasarkan informasi tekstur tanah dari jenis tanah yang ada. tersebut berupa lembaran kertas. kemudian di-scan dengan scanner, dikoreksi geografis dan didigitasi sehingga dapat diolah secara digital. bentuk lahan yang digunakan didapatkan dari peta bentuk lahan dalam format digital sehingga memudahkan dalam pengolahan. sungai didapatkan secara digital yang kemudian disesuaikan dengan peta dasar dan citra landsat yang digunakan. Analisis yang dilakukan terhadap peta sungai adalah analisis keruangan yaitu buffer. Zona buffer sungai adalah daerah dalam lebar tertentu yang digambarkan di sekitar sungai dengan jarak tertentu (Gambar 3). Gambar 3 Buffer Sungai

21 3.4.4 Analisis Atribut Analisis atribut adalah bagian proses pengolahan data. Analisis ini terdiri dari skoring dan pembobotan. Skoring adalah pemberian skor terhadap tiap kelas di masing-masing parameter banjir. Pemberian skor didasarkan pada pengaruh kelas tersebut terhadap kejadian banjir. Semakin besar pengaruhnya terhadap kejadian banjir, maka semakin tinggi nilai skornya. Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital masing-masing parameter yang berpengaruh terhadap banjir. Pembobotan dilakukan terhadap tiap-tiap parameter banjir berdasarkan pengaruhnya terhadap banjir. Semakin besar pengaruh parameter terhadap kejadian banjir, semakin tinggi bobot yang diberikan. Nilai skor dan bobot disajikan dalam Tabel 4. Pemberian skor pada kelas di setiap parameter banjir dilakukan secara linier dengan skor terendah adalah 1 (satu) sampai dengan 4 (empat). Pemberian skor dipengaruhi oleh klasifikasi kelas dari masing-masing parameter banjir. Skor bernilai 1 (satu) diberikan kepada kelas dengan pengaruh paling kecil terhadap kerentanan banjir. Skor bernilai 4 (empat) diberikan kepada kelas dengan pengaruh paling besar terhadap kerentanan banjir. Kelas yang memiliki pengaruh diantara keduanya, mendapat skor bernilai diantara rentang nilai tersebut. Kriteria banjir yang dijadikan parameter penentuan wilayah banjir, adalah curah hujan, kemiringan lereng, drainase, bentuk lahan, jarak terhadap sungai/ badan air, dan penutupan lahan. Pada kelas curah hujan pembagian kelas terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok dengan kelas rata-rata tahunan dan rata-rata bulanan. Pembagian ini bertujuan untuk melihat kelompok kelas curah hujan mana yang lebih baik dalam mewakili kejadian nyata di lapang. Pembagian kelas dan pemberian nilai skor yang digunakan ditampilkan pada Tabel 3. Adapun pemberian skor dilandasi beberapa filosofi, yaitu : 1) wilayah dengan curah hujan tinggi memiliki kerentanan banjir lebih tinggi, 2) kemiringan lereng yang landai memiliki kerentanan banjir lebih tinggi dari lereng yang curam, 3) semakin buruk drainase maka kemungkinan terjadinya genangan air atau banjir semakin tinggi, 4) bentuk lahan yang lebih landai hingga cekung memiliki keren lebih tinggi, 5) semakin dekat dengan sungai atau badan air, maka kemungkinan terjadinya genangan atau banjir yang berasal dari luapan sungai lebih besar, 6)

22 penutupan lahan yang dianggap rentan terhadap banjir adalah penutupan lahan yang lebih berpengaruh pada air limpasan yang melebihi laju infiltrasi. Pembobotan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bobot dengan nilai berbeda dan bobot dengan nilai sama. Bobot dengan nilai berbeda kemudian disebut bobot 1 dan bobot dengan nilai yang sama kemudian disebut bobot 2. Kelompok bobot 1 mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya dan disesuaikan dengan jumlah parameter yang digunakan dalam penelitian ini. Kelompok bobot ini memiliki nilai berbeda pada setiap parameter kerentanan banjir, dengan didasarkan atas pertimbangan seberapa besar masing-masing parameter tersebut berpengaruh terhadap banjir. Kelompok bobot 2 adalah kelompok nilai bobot yang menganggap bahwa semua parameter memiliki pengaruh yang sama besar terhadap kejadian banjir. Kelompok bobot ini memberi nilai bobot yang sama besar untuk setiap parameter banjir yang digunakan. Besar nilai bobot dari setiap kelompok ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Pembagian Kelas, Skoring, dan Pembobotan Masing-masing Kelas Parameter Banjir Parameter Banjir Skor Kelas Curah Hujan A. Rata-rata tahunan (mm/tahun) 1 2500-3000 4 2 2000-2500 3 3 1500-2000 2 4 < 1500 1 B. Rata-rata bulanan (mm/bln) 1 > 250 4 2 225-250 3 3 200-225 2 4 < 200 1 Kelas Kemiringan Lereng 1 Datar (0% - 3%) 4 2 Datar-berombak (3% - 8%) 3 3 Bergelombang (8% - 15%) 2 4 Berbukit Kecil (15% - 30%) 1 Bobot 1 (Bobot Beda) Bobot 2 (Bobot Sama) 0,30 0,167 0,25 0,167

23 Tabel 4 (lanjutan) Pembagian Kelas, Skoring, dan Pembobotan Masing-masing Parameter Banjir Kelas Parameter Banjir Skor Kelas Drainase 1 Sangat Buruk 4 2 Buruk 3 3 Sedang 2 4 Baik 1 Kelas Bentuk Lahan 1 Pesisir Pantai,Rawa Pasang Surut 4 2 Dataran Aluvial, Lembah Aluvial 3 3 Dataran 2 4 Bukit 1 Buffer Sungai/ Badan Air 1 0-100 m 4 2 100-200 m 3 3 200-500 m 2 4 > 500 m 1 Kelas Penutupan Lahan 1 Sawah, Tambak,Tubuh Air, Tanah Terbuka, 4 Pertanian Lahan Kering, Tegalam, 2 Kebun Campuran, Permukiman, 3 Lahan Terbangun 3 Semak, Rumput 2 4 Perkebunan 1 5 Hutan 1 Bobot 1 (Bobot Beda) Bobot 2 (Bobot Sama) 0,10 0,167 0,20 0,167 0,05 0,167 0,10 0,167 3.4.5 Analisis Keruangan dan Analisis Tingkat Kerawanan Analisis keruangan yang dilakukan pada tahap ini adalah overlay (tumpang susun). Tumpang susun dilakukan terhadap semua peta tematik yang menjadi parameter banjir. Hasil dari tumpang susun adalah informasi baru dalam bentuk luasan atau poligon, hasil irisan peta-peta yang dijadikan parameter banjir. Untuk mengetahui potensi banjir dari suatu wilayah maka diperlukan penetuan nilai kawasan berpotensi banjir. Penilaian potensi banjir suatu wilayah

24 didapatkan dari hasil penjumlahan bobot nilai parameter-parameter banjir. Secara matematis persamaan tersebut adalah : n P = i 1 ( B xs i i ) dimana : P = Nilai potensi banjir B i = Bobot parameter ke-i S i = Skor kelas parameter ke-i Wilayah dengan potensi banjir yang tinggi akan memiliki nilai yang yang tinggi. Pembagian kelas potensi banjir dibagi menjadi empat kelas. Pembagian tersebut disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Kelas Potensi Banjir No. Kelas Potensi Banjir Nilai 1 Tidak Rawan < 1,5 2 Cukup Rawan 1,5 - < 2,5 3 Rawan 2,5 - < 3,5 4 Sangat Rawan 3,5