BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 298.838,304 hektar, dan secara geografis terletak antara 6 19-6 47 Lintang Selatan dan 106 1-107 103 Bujur Timur. Secara administratif, Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok di sebelah Utara, kemudian dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang di sebelah Timur, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, sementara di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten serta di tengahtengah terletak Kota Bogor (Gambar 9). Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri atas 428 Desa/Kelurahan, yang terdiri dari 411 desa, 17 kelurahan, 3.639 RW, 14.403 RT yang tercakup dalam 40 Kecamatan (Bappeda Kabupaten Bogor, 2007). Gambar 9. Peta Administratif Kabupaten Bogor
44 Berdasarkan strategi perwilayahan pembangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Program Pembangunan Daerah (Propeda) Kabupaten Bogor bahwa wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan ke dalam 3 Wilayah Pembangunan, yaitu: 1) Strategi percepatan di wilayah Bogor Barat, yang mencakup 13 Kecamatan, yaitu Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parungpanjang, dengan total wilayah seluas 128.750 hektar; 2) Strategi pengendalian di wilayah Bogor Tengah, yang mencakup 20 Kecamatan, yaitu Kecamatan Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Cibinong, Bojonggede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Kecamatan Gunungsindur, dengan total wilayah seluas 87.552 hektar; 3) Strategi pemantapan di wilayah Bogor Timur, yang mencakup 7 Kecamatan, yaitu Kecamatan Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal dan Kecamatan Gunungputri, dengan total wilayah seluas 100.800 hektar. 3.8. Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2003 mencapai 3.711.885 jiwa dan pada tahun 2007 jumlah penduduk Kabupaten Bogor telah mencapai 4.237.962 jiwa (data dari penyempurnaan hasil SUSDA melalui coklit, 2007) atau sekitar 10,32 persen dari jumlah penduduk Propinsi Jawa Barat (41.483.729 jiwa) dan menempati urutan kedua setelah Kabupaten Bandung bilamana dilihat dari jumlah penduduk di seluruh kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Bogor selama periode tahun 2003-2007 seperti ditunjukkan pada Gambar 10 tergolong cukup terkendali. Hal ini terlihat dari LPP pada tahun 2003-2004 yang masih berada pada angka 4,05 persen, tetapi LPP pada periode tahun 2006-2007, justru turun drastis menjadi 0,53 persen per tahun. Angka terakhir ini sejalan dengan target LPP dalam dokumen Renstra 2003-2008 yang harus berada di bawah LPP 2 persen per tahun. Hal ini mengindikasikan pula bahwa kinerja pembangunan yang berkenaan dengan upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bogor telah berhasil secara signifikan.
45 Gambar 10. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Bogor Tahun 2003-2007 Sementara itu, penduduk di Kabupaten Bogor menunjukkan sebaran yang belum merata, dimana konsentrasi penduduk terpadat cenderung berada di wilayah perkotaan dan di kawasan industri seperti di ibukota Cibinong (250.695 jiwa), Kecamatan Bojonggede (205.568 jiwa), Kecamatan Cileungsi (200.010 jiwa), Kecamatan Gunungputri (186.844 jiwa), Kecamatan Ciomas (128.588 jiwa) dan Kecamatan Citeureup (167.880 jiwa), sedangkan penduduk dengan konsentrasi rendah berada di wilayah pedesaan seperti di Kecamatan Sukajaya, Cigudeg, Sukamakmur, Cariu dan Tanjungsari. Sejalan dengan kondisi sebaran penduduk itu, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bogor adalah 14,18 jiwa per hektar, dengan kepadatan terendah di Kecamatan Tanjungsari yaitu sebesar 3,06 jiwa per hektar, dan tingkat kepadatan tertinggi yaitu 78,60 jiwa per hektar di Kecamatan Ciomas. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian/profesi, terdiri dari PNS sebanyak 52.923 orang (4,36 persen), TNI/Polri sebanyak 11.328 orang (0,93 persen), karyawan/pegawai swasta sebanyak 327.350 orang (26,95 persen), wiraswasta/pengusaha sebanyak 361.463 orang (29,75 persen), petani sebanyak 71.010 orang (5,85 persen), peternak sebanyak 1.211 orang (0,10 persen), jasa sebanyak 56.354 orang (4,64 persen), buruh sebanyak 325.718 orang (26,81 persen) dan profesi lainnya sebanyak 7.489 orang (0,62 persen). Tampak pada data di atas bahwa sebagian besar dari seluruh mata pencaharian penduduk Kabupaten Bogor adalah berprofesi sebagai wiraswasta, karyawan/pegawai swasta, dan buruh (Gambar 11).
46 Gambar 11. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Kabupaten Bogor Tahun 2007 Komposisi umur penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2007, yaitu usia 0-14 tahun sebanyak 1.209.386 jiwa, usia 15-64 tahun sebanyak 2.871.380 jiwa, dan usia 65 tahun ke atas sebanyak 157.196 jiwa. Dengan demikian proporsi umur penduduk kabupaten bogor mayoritas adalan usia produktif 15-64 tahun yaitu 67,75 persen, disusul oleh usia 0-14 tahun sebesar 28,54 persen dan hanya sedikit lanjut usia yaitu 3,71 persen. Jumlah penduduk yang berumur 15 tahun keatas menurut jenjang pendidikan yang telah ditamatkan ternyata mayoritas hanya tamatan SD/sederajat yaitu sebesar 47,28 persen dan SLTP/sederajat sebesar 34,47 persen, dengan demikian kurang dari 20 persennya saja yang mengenyam pendidikan menengah dan tinggi (Gambar 12). Ini menggambarkan bahwa mayoritas usia produktif penduduk di Kabupaten Bogor berpendidikan rendah. Gambar 12. Jumlah Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenjang Pendidikan
47 Jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Bogor selama periode tahun 2003-2007 berfluktuatif dan relatif masih tinggi, yaitu sebanyak 280.834 orang pada tahun 2003 dan terjadi lonjakan yang sangat signifikan pada tahun 2007 menjadi 459.167 orang atau 15,99 persen dari angkatan kerja (Gambar 13). Tingginya jumlah pengangguran terbuka ini disebabkan oleh rendahnya peluang kerja dan kesempatan kerja yang bisa dimasuki oleh tenaga kerja yang ada di wilayah Kabupaten Bogor. Gambar 13. Jumlah Pengangguran Kabupaten Bogor Tahun 2003-2007 3.9. Kondisi Ekonomi dan Sosial Pergerakan ekonomi Kabupaten Bogor dapat diperhatikan dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bogor berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Bogor dalam periode 2003-2007, diketahui peningkatan nilai PDRB Kabupaten Bogor atas dasar harga berlaku dari Rp. 25,36 triliun pada tahun 2003, menjadi Rp. 51,83 triliun pada tahun 2007. Demikian juga dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan, yaitu semula sebesar Rp. 21,08 triliun pada tahun 2003, menjadi Rp. 28,15 triliun pada tahun 2007. Berkenaan dengan nilai PDRB di atas, maka pendapatan per kapita menurut PDRB harga berlaku, yaitu sebesar Rp. 6.832.871,38 per kapita per tahun pada tahun 2003 mejadi Rp. 12.230.071,91 per kapita per tahun pada tahun 2007, sedangkan menurut PDRB harga konstan, yaitu sebesar Rp. 5.678.470,46 per kapita per tahun pada tahun 2003 menjadi sebesar Rp. 6.642.355,45 per kapita per tahun pada tahun 2007.
48 Selama lima tahun terakhir, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bogor menunjukkan peningkatan pada setiap tahun, yaitu semula LPE adalah 4,81 persen pada tahun 2003, kemudian secara berurutan meningkat menjadi 5,56 persen di tahun 2004, kemudian 5,85 persen pada tahun 2005 serta 5,95 persen pada tahun 2006 dan mencapai 6,04 persen pada tahun 2007. Kondisi ini mengungkapkan bahwa pencapaian LPE dalam kurun waktu 2003-2007 telah mengikuti pola normal dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu kenaikan yang semakin besar berarti menunjukan perkembangan ekonomi yang menggembirakan selama lima tahun terakhir di wilayah Kabupaten Bogor, dengan kontribusi terbesarnya berasal dari sektor sekunder (Gambar 14). Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2007 Gambar 14. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bogor Tahun 2003-2007 Adapun struktur ekonomi Kabupaten Bogor dalam kurun waktu 2003-2007, jika dilihat berdasarkan nilai PDRB harga berlaku, maka kelompok sektor sekunder (industri manufaktur, listrik, gas & air serta bangunan) memberikan kontribusi terbesar, yaitu rata-rata sebesar 70,01 persen, kemudian sektor tersier (perdagangan, hotel & restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan, jasa-jasa lainnya) dengan rata-rata sebesar 23,40 persen dan kontribusi terkecil adalah dari sektor primer (pertanian dan pertambangan), yaitu rata-rata hanya 6,04 persen dari total PDRB Kabupaten Bogor dan kontribusi dari sektor primer ini menunjukan kecenderungan yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Kondisi taraf kesejahteraan rakyat Kabupaten Bogor bilamana diukur berdasarkan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), maka kondisinya adalah
49 angka IPM pada tahun 2003 adalah 67,81 poin, dan terus meningkat hingga pada tahun 2007, angka IPM-nya telah mencapai 70,18 poin (Gambar 15). Namun kenaikan angka IPM selama lima tahun terakhir ini berdasarkan klasifikasi dari UNDP termasuk dalam kategori tingkat pertumbuhan yang lambat karena rata-rata kenaikannya hanyalah 0,59 poin per tahun atau di bawah 1,5 poin per tahun. Gambar 15. Indikator IPM Kabupaten Bogor Tahun 2003-2008 Kondisi ini berkaitan erat dengan rendahnya kontribusi dari masing-masing indeks penyusun dari angka IPM itu sendiri, diantaranya mencakup indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli. Indeks-indeks dimaksud adalah akibat lanjutan dari rendahnya pencapaian dari komponen pembentuk angka IPM tersebut, yaitu Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Kemampuan Daya Beli masyarakat menurut tingkat konsumsi riil per kapita. Namun demikian, angka pencapaian IPM sebesar 70,18 poin itu menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Bogor termasuk dalam klasifikasi masyarakat dengan taraf kesejahteraan menengah atas, tetapi belum termasuk taraf kesejahteraan atas, karena angka IPM-nya belum mencapai angka IPM 80 sebagaimana standar yang telah ditetapkan oleh UNDP. Bilamana dicermati menurut komponen pembentuk IPM, maka tingkat pencapaiannya menunjukkan kecenderungan meningkat pada setiap tahun, meskipun kenaikannya relatif kecil (Tabel 3). Untuk Angka Harapan Hidup semula telah mencapai 66,82 tahun pada tahun 2003, naik menjadi 67,58 tahun pada tahun 2007. Sedangkan untuk Angka Melek Huruf, yaitu semula 92,80 persen pada tahun 2003 dan naik menjadi 95,78 persen pada tahun 2007, berarti masih ada sekitar 4,22 persen
50 dari penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang belum bebas dari tiga buta, yakni buta huruf, buta Bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar. Tabel 3. Kondisi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bogor Tahun 2003-2007 No Indikator Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 67.81 68.10 68.99 69.45 70.18 a. Indeks Pendidikan 75.60 76.06 77.64 78.64 79.65 b. Indeks Kesehatan 69.70 69.90 71.10 71.97 70.97 c. Indeks Daya beli 58.13 58.34 62.33 65.84 59.92 2. Komponen IPM terdiri dari : a. Angka Harapan Hidup (AHH) 66.82 66.94 67.66 68.18 67.58 b. Angka Melek Huruf (AMH) 92.80 93.22 94.46 94.82 95.78 c. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 6.18 6.26 6.60 6.94 7.11 d. Kemampuan Daya Beli Masyarakat 551.52 552.45 569.70 584.90 559.30 (Konsumsi riil perkapita) Sementara itu, untuk Rata-rata Lama Sekolah maka kinerjanya semula 6,18 tahun pada tahun 2003 menjadi 7,11 tahun pada tahun 2007, berarti penduduk Kabupaten Bogor secara rata-rata telah tamat SD, tetapi belum tamat SMP atau belum mencapai rata-rata Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Demikian juga dengan kemampuan daya beli masyarakat, yaitu semula sebesar Rp.551.520,00 per kapita per bulan pada tahun 2003, kemudian menjadi Rp.559.300,00 per kapita per bulan pada tahun 2007, berarti ada kenaikan sebesar Rp.7.780 per kapita per bulan selama lima tahun terakhir.