HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial Sumberdaya Manusia Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 3 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar di SD. Ada 2 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar di SMP. 4 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar di SMU. 2 faktor yang terkait dengan usia produktif dan partisipatif sekolah. Data distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan untuk pembagian tipologi wilayah adalah pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (0,9). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 0,9 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (0,9) jarak (-0,9) dianggap sedang dan (3) (-0,9) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut adalah gambar nilai tengah Plot of Means for Each Cluster IdxSDM_SDf1BK IdxSDM_SMPf1BK IdxSDM_SMAf1BK Variables IdxSDM_usiaf1BK IdxSDM_usiaf2BK IdxSDM_SMAf4BK Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 7 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi aktifitas sumberdaya manusia.

2 68 Gambar 7 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipologi wilayah. Tipologi I adalah Kecamatan Cibinong. Tipologi wilayah dicirikan usia produktif relatif tinggi dan pangsa guru yang SMK berijazah sekolah menengah relatif rendah dan pangsa guru berijazah sarjana muda rendah. Tipologi II meliputi Kecamatan Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Dramaga, Ciomas, Caringin, Megamendung, Sukaraja, Jonggol, Ciluengsi, Gunung Putri, Cituerup, Bojong Gede, Kemang, Parung, Rumpin, Cigudeg dan Parung Panjang. Tipologi wilayah ini dicirikan dengan usia produktif yang relatif sedang dan guru SMK berijazah setara sekolah menengah dan sarjana muda relatif tinggi. Nilai R dan R 2 masing masing sebesar 96% dan 93%. Tipologi III meliputi Kecamatan Nanggung Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Kelapa Nunggal, Tajurhalang, Ranca Bungur, Ciseeng, Gunung Sindur, Sukajaya, Jasinga dan Tenjo. Tipologi wilayah dicirikan usia produktif relatif rendah dan pangsa guru SMK berijazah sekolah menengah dan sarjana muda yang relatif sedang. Nilai R dan R 2 masing masing sebesar 97% dan 95%. Berikut ini tabel penciri tipologi Tabel 3 Nilai beta penciri tipologi (score) sumberdaya manusia Score Faktor penciri Beta Score 2 IdxSDM_usiaf1BK 0.63 Score 2 IdxSDM_SMAf4BK 0.50 score 3 IdxSDM_usiaf1BK score 3 IdxSDM_SMAf4BK Berdasarkan hasil Discriminant Function dan Multiple Regression Analysis dapat tentukan penciri variabel wilayah. Penentuan penciri wilayah berdasarkan nilai tertinggi, sedang dan terendah. Berikut ini tabel penciri wilayah. Tabel 4 Penciri wilayah pada tipologi (Score) sumberdaya manusia Kode Score 1* Score 2 Score 3 IdxSDM_usiaf1BK Tinggi Sedang Rendah IdxSDM_SMAf4BK Rendah Tinggi Sedang Keterangan : * Tidak dilakukan analisis Discrimant Function IdxSDM_usiaf1BK = Usia produktif

3 69 IdxSDM_SMAf4BK = pangsa guru SMK berijazah SM = pangsa guru SMK berijazah SARMUD KEG Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial sumberdaya manusia dari tiga kelompok tipologi setelah dilakukan Discriminant Function Analysis. Gambar 8 Peta konfigurasi spasial tipologi sumberdaya manusia. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 8, pola spasial sumberdaya manusia di Kabupaten Bogor di bagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut : Tabel 5 Pola spasial tipologi sumberdaya manusia di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Cibinong Usia produktif Tinggi Guru SMK berijazah Sedang Tipologi sekolah menengah I Guru SMK berijazah Sedang sarjana Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Dramaga, Usia produktif Sedang Ciomas, Caringin, Megamendung, Sukaraja, Guru SMK berijazah Tinggi Tipologi Jonggol, Cileungsi, Gunung Putri, Citeurup, sekolah menengah II Bojong Gede, Kemang, Parung, Rumpin, Cigudeg Guru SMK berijazah Tinggi dan Parung Panjang sarjana Nanggung Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Usia produktif Rendah Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Babakan Guru SMK berijazah Sedang Tipologi Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Kelapa sekolah menengah III Nunggal, Tajurhalang, Rancabungur, Ciseeng, Guru SMK berijazah Sedang Gunung Sindur, Sukajaya, Jasinga dan Tenjo sarjana Aktifitas Ekonomi

4 70 Data diperoleh dari Factor Score sebanyak 12 data. Ada 2 faktor yang terkait dengan aktifitas ekonomi industri, 2 faktor peternakan dan perikanan serta 8 faktor alat pertanian sebagai penunjang aktifitas ekonomi. Data tersebut distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan untuk pembagian tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (1,8). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,8 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,8) jarak (-1,8) dianggap sedang dan (3) (-1,8) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah aktifitas ekonomi pada Gambar Plot of Means for Each Cluster IdxAe_Apf1bk IdxAe_Apf6bk idxae_ppf1bk IdxAe_Apf5nbk IdxAe_Krf1bk Variables Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 9 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi aktifitas ekonomi. Gambar 9 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipolgi wilayah. Tipologi I meliputi Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung putri, Cieterup, Cibinong, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg,

5 71 Sukajaya, Jasinga dan Tenjo. Tipologi wilayah dicirikan alat pertanian dan industri kerajinan rendah. Nilai duga parameter adalah R dan R 2 adalah 95 % dan 90 %. Tipologi (score) II meliputi Kecamatan Parung Panjang dan Pamijahan. Tipologi wilayah dicirikan alat pertanian tinggi, khususnya alat pertanian pascapanen. Pangsa lokal industri kerajinan kayu dan gerabah pada wilayah ini relatif tinggi. Nilai duga parameter adalah R dan R 2 sebesar 98 % dan 97 %. Tipologi (score III) meliputi Kecamatan Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari dan Jonggol. Tipologi wilayah dicirikan alat pertanian penggiling padi dan pembuat karet remah relatif tinggi jika dibanding tipologi lainnya. Di wilayah ini industri kerajinan kayu dan gerabah relatif sedang. Nilai duga parameter tipologi (score) III adalah R dan R 2 sebesar 95 % dan 91 %. Berikut ini tabel penciri tipologi. Tabel 6 Nilai beta penciri tipologi (score) aktifitas ekonomi Score Faktor Penciri Beta Score 1 IdxAe_Krf1bk Score 1 IdxAe_Apf1bk Score 1 IdxAe_Apf6bk Score 1 IdxAe_Apf5nbk Score 2 IdxAe_Krf1bk 0.75 Score 2 IdxAe_Apf1bk 0.54 Score 2 IdxAe_Apf6bk Score 2 IdxAe_Apf5nbk 0.01 Score 3 IdxAe_Krf1bk Score 3 IdxAe_Apf1bk Score 3 IdxAe_Apf6bk 0.68 Score 3 IdxAe_Apf5nbk 0.51 Berdasarkan hasil Discriminant Function penciri variabel wilayah. Penentuan penciri wilayah berdasarkan nilai tertinggi, sedang dan terendah pada beta. Berikut ini tabel penciri wilayah. Keterangan : Kode IdxAe_Krf1bk Tabel 7 Penciri wilayah pada tipologi (score) aktifitas ekonomi Kode Score I Score II Score III IdxAe_Krf1bk Rendah Tinggi Sedang IdxAe_Apf1bk Rendah Tinggi Sedang IdxAe_Apf5nbk Rendah Sedang Tinggi IdxAe_Apf6bk Rendah Sedang Tinggi Keterangan = Pangsa lokal industri kerajinan kayu

6 72 IdxAe_Apf1bk IdxAe_Apf5nbk IdxAe_Apf6bk = Pangsa lokal industri kerajinan gerabah/keramik = Pangsa lokal emposan tikus = Pangsa lokal alat pertanian lainnya = Pangsa lokal pengering padi = Pangsa lokal pembersih gabah = Pangsa lokal penyosoh beras = Pangsa lokal penggiling padi kecil = Pangsa lokal RMU = Pangsa lokal penggiling padi besar = Pangsa lokal pembuat chip = Pangsa lokal Huller Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial aktifitas ekonomi dari tiga kelompok setelah dilakukan Discriminant Funtion. Gambar 10 Peta konfigurasi spasial tipologi aktifitas ekonomi. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 10, pola spasial aktifitas ekonomi di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Pola spasial tipologi aktifitas ekonomi di Kabupaten Bogor

7 -6 73 Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Industri kerajinan kayu dan Rendah Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, gerabah/keramik Pengering padi, pembersih Rendah Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Tipologi gabah, penyosoh beras dan Babakan Madang, Cileungsi, Kelapa Nunggal, I penggiling padi kecil Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Bojong Huller & pembuat karet remah Rendah Gede, Tajurhalang, Kemang, Parung, Ciseeng, Penggiling padi besar Rendah Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga dan Tenjo Pamijahan dan Parung Panjang Industri kerajinan kayu dan Tinggi Tipologi II Tipologi III Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari dan Jonggol gerabah/keramik Pengering padi, pembersih gabah, penyosoh beras dan penggiling padi kecil Huller & pembuat karet remah Penggiling padi besar Industri kerajinan kayu dan gerabah/keramik Pengering padi, pembersih gabah, penyosoh beras dan penggiling padi kecil Huller & pembuat karet remah Penggiling padi besar Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sumberdaya Sosial Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 6 faktor yang terkait dengan organisasi sosial dan 5 faktor fenomena sosial. Data tersebut distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan pembagian tipologi wilayah adalah pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (2,0). Berdasarkan jarak dapat dikategorikan ke dalam : (1) 2,0 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (2,0) jarak (-2,0) dianggap sedang dan (3) (-2,0) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah. 10 Plot of Means for Each Cluster

8 74 Gambar 11 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel aktifitas tipologi sumberdaya sosial. Gambar 11 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipolgi wilayah. Tipologi I adalah Kecamatan Tenjo. Tipologi wilayah dicirikan dengan pangsa LSM sedang dan intensitas perkelahian rendah. Tipologi II meliputi Kecamatan Parung Panjang. Tipologi wilayah ini dicirikan dengan pangsa lokal LSM tinggi dan intensitas perkelahian yang sedang. Tipologi III Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya dan Jasinga. Tipologi wilayah ini dicirikan pangsa lokal LSM yang sedang dan intensitas perkelahian sedang. Tabel 9 Penciri wilayah pada tipologi (Score) sumberdaya sosial Kode score 1 Score 2 score 3 IdxSDS_OsF5bk Rendah Tinggi Sedang IdxSDS_FsF4bk Rendah Sedang Tinggi Keterangan : IdxSDS_OsF5bk = Pangsa lokal LSM IdxSDS_FsF4bk = Pangsa daerah lebih dari 1 etnis, Intensitas perkelahian Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial sumberdaya sosial dari tiga kelompok pada Gambar 12 berikut ini :

9 75 Gambar 12 Peta konfigurasi spasial tipologi sumberdaya sosial. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 10, pola spasial sumberday sosial di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 berikut : Tabel 10 Pola spasial tipologi sumberdaya sosial di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Sukajaya Persentase lembaga Sedang Tipologi swadaya masyarakat I Intensitas perkelahian Rendah Jasinga Persentase lembaga Tinggi Tipologi swadaya masyarakat II Intensitas perkelahian Sedang Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Persentase lembaga swadaya masyarakat Intensitas perkelahian Sedang Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Tipologi Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, III Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Sedang Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin dan Cigudeg Penganggaran Belanja

10 76 Data diperoleh dari Factor Score sebanyak 4. Data distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Hasil yang diperoleh dari analisis tipologi wilayah dengan menggunakan metode K_Means Clustering dari data indeks komposit yang distandarisasi secara umum menghasilkan 3 cluster berdasarkan proses pengelompokan yang dilakukan pada metode Tree Clustering. Kriteria yang digunakan untuk pembagian tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (1,2). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,2 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,2) jarak (-1,2) dianggap sedang dan (3) (-1,2) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Data yang nyata dilihat dari analysis of variance. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah. 5 Plot of Means for Each Cluster Idx_KpF1bk Variables Idx_KpF4nbk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 13 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi penganggaran belanja

11 77 Gambar 13 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipologi wilayah. Tipologi (score) I meliputi Kecamatan Leuwiliang dan Sukamakmur. Faktor penciri variabel adalah, Penerimaan daerah/pengeluaran rutin terhadap penduduk yang sedang tetapi lebih rendah dari pada tipologi II, pangsa bantuan pemerintah pusat/provinsi terhadap penduduk yang tinggi. Dibandingkan dengan tipologi II dan III, pendapatan/pengeluaran anggaran rutin terhadap penduduk pada tipologi I secara umum sedang. Tipologi (score) II meliputi Kecamatan Nanggung, Dramaga, Ciomas, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Cariu, Tanjungsari, Kelapa Nunggal, Bojong Gede, Kemang, Parung, Ciseeng dan Tenjo. Karakteristik wilayah adalah bantuan pemerintah pusat/provinsi sedang dan pangsa penerimaan/pengeluaran rutin terhadap penduduk berkarakteristik sedang. Tipologi III meliputi Kecamatan Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Tamansari, Caringin, Sukaraja, Babakan Madang, Jonggol, Cileungsi, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Tajurhalang, Rancabungur, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga dan Parung Panjang. Karakteristik wilayah pada tipologi III adalah bantuan pemerintah pusat/provinsi terhadap jumlah penduduk sedang tetapi lebih rendah jika dibandingkan wilayah yang ada di tipologi II. Pangsa penerimaan/pengeluaran terhadap penduduk pada tipologi III berkarakteristik sedang. Tabel 11 Penciri wilayah pada tipologi (Score) penganggaran belanja Keterangan : Idx_KPF1bk Idx_KPF4bk Penciri Score 1 Score 2 Score 3 Idx_KPF1bk Sedang Sedang Sedang Idx_KPF4bk Tinggi Sedang Sedang = Penerimaan rutin daerah terhadap luas lahan mines hutan = Pengeluaran rutin daerah terhadap penduduk = Pengeluaran anggaran Pembangunan terhadap penduduk = Bantuan Pemerintah Pusat trhdp penduduk = Bantuan Pemerintah Provinsi trdp penduduk Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial penganggaran belanja tiga kelompok setelah dilakukan Tree Clustering dan K-Means Clustering.

12 78 Gambar 14 Peta konfigurasi spasial tipologi penganggaran belanja. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 14, pola spasial penganggaran belanja di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 berikut : Tabel 12 Pola spasial tipologi penganggaran belanja di Kabupaten Bogor. Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Leuwiliang dan Sukamakmur Penerimaan/pengeluaran rutin Sedang terhadap jumlah penduduk dan Tipologi pengeluaran anggaran belanja I Bantuan pemerintah Tinggi Tipologi II Tipologi III Nanggung, Dramaga, Ciomas, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Cariu, Tanjungsari, Kelapa Nunggal, Bojong Gede, Kemang, Parung, Ciseeng dan Tenjo Leuwisadeng, Pamijahan, Tenjolaya, Tamansari, Caringin, Sukaraja, Babakan Madang, Jonggol, Cileungsi, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Tajurhalang, Rancabungur, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga dan Parung Panjang pusat/provinsi terhadap provinsi Penerimaan/pengeluaran rutin terhadap jumlah penduduk dan pengeluaran anggaran belanja Bantuan pemerintah pusat/provinsi terhadap provinsi Penerimaan/pengeluaran rutin terhadap jumlah penduduk dan pengeluaran anggaran belanja Bantuan pemerintah pusat/provinsi terhadap provinsi Tinggi Sedang Sedang Sedang

13 79 Infrastruktur Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 5 faktor yang terkait dengan infrastruktur pendidikan dan rataan pendidikan aparatur pemerintah desa. Ada 5 faktor yang terkait dengan infrastruktur perbankan dan pasar. 2 faktor yang terkait dengan lembaga keterampilan. 2 faktor yang terkait dengan infrastruktur kesehatan termasuk dalam hal tenaga medis dan infrastruktur rumah ibadah terdiri dari 2 faktor. Data tersebut distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan untuk pembagian tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (1,3). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,3 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,3) jarak (-1,3) dianggap sedang dan (3) (-1,3) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah IdxInf_ppf1bk IdxInf_ppf2nbk Plot of Means for Each Cluster IdxInf_ppf5bk IdxInf_bpf2bk IdxInf_Lkf1bk IdxInf_Lkf2bk Variables IdxInf_Kshf1bk IdxInf_Kshf2bk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 15 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) tipologi infrastruktur.

14 80 Dari Gambar 15 di atas wilayah yang termasuk tipologi (score) I meliputi Kecamatan Ciomas, Cileungsi, Gunung Putri, Citeurup, Cibinong dan Bojong Gede. Faktor penciri variabel adalah dicirikan dengan infrastruktur lembaga keterampilan dan bahasa dan kursus menjahit relatif tinggi, sedangkan Infrastruktu yang terkait dengan sarana kesehatan dan tenaga medis relatif rendah. Rasio PNS yang relatif rendah terhadap penduduk. Nilai R dan R 2 masing masing sebesar 98% dan 96%. Wilayah ini sangat dekat dengan Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Bogor. Perkembangan lembaga keterampilan dan rasio PNS terhadap penduduk relatif tinggi di wilayah ini. Faktor dekatnya dengan berbagai kota menyebabkan lembaga pendidikan keterampilan dan PNS lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain. Rasio tempat praktek dokter, dokter dan apotik relatif sedang mendekati tinggi. Tipologi (score) II meliputi Kecamatan Leuwiliang. Tipologi II tidak dilakukan Discriminant Function Analysis dan Multiple Regression karena hanya 1 kecamatan. Jika dibandingkan berdasarkan K-Means Clustering, wilayah ini dicirikan dengan infrastruktur kesehatan dan tenaga medis relatif tinggi. Ketersedian lembaga pendidikan keterampilan relatif sedang. Rasio PNS terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah juga relatif sedang. Tipologi III meliputi Kecamatan Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya dan Dramaga, Tamansarai, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari dan Jonggol, Kelapa Nunggal, Tajurhalang, Kemang, Ranca Bungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang. Wilayah ini dicirikan dengan infrastruktur kesehatan dan tenaga medis relatif rendah. Infrastruktur lembaga keterampilan dan rasio PNS terhadap penduduk rekatif rendah. Wilayah ini ketersedian infrastruktur lembaga keterampilan, PNS dan fasilitas kesehatan rendah berdasarkan Multiple Regression Analysis. Faktor jauh dari pusat aktifitas dan pembangunan yang belum berkembang dibandingkan dengan wilayah tipologi I diduga infrastruktur wilayah ini rendah. Nilai R dan R 2 antara tipologi I dan III masing masing sebesar 98% dan 97%.

15 81 Tabel 13 Nilai beta penciri tipologi (score) infrastruktur Score Faktor Penciri Beta Score 1 IdxInf_Lkf1bk 0.71 Score 1 IdxInf_ppf2nbk 0.31 Score 1 IdxInf_Kshf2bk 0.21 Score 2 IdxInf_Lkf1bk Score 2 IdxInf_Kshf2bk Score 2 IdxInf_ppf2nbk Berdasarkan hasil Discriminant Function dan Multiple Regression Analysis dapat tentukan penciri variabel wilayah. Penentuan penciri wilayah berdasarkan nilai tertinggi, sedang dan terendah. Berikut ini tabel penciri wilayah. Tabel 14 Penciri wilayah pada tipologi (Score) infrastruktur Kode Score 1 Score 2* Score 3 IdxInf_Lkf1bk Tinggi Sedang Rendah IdxInf_ppf2nbk Tinggi Sedang Rendah IdxInf_Kshf2bk Sedang Tinggi Rendah Keterangan : * Tidak dilakukan analisis Discrimant Function dan Multiple regression IdxInf_Lkf1bk IdxInf_ppf2nbk IdxInf_Kshf2bk = pangsa keterampilan bahasa = pangsa keterampilan Komputer = pangsa keterampilan Menjahit/tata busana = pangsa keterampilan Kecantikan = pangsa agregat lokal = rasio PNS terhadp pddk = Rasio PNS trhdp luas wilayah = rasio Tempat Praktek Dokter (unit) trhdp jmlh pddk = rasio Apotik (Unit) trhdp jmlh pddk = rasio dokter trhdp jmlh pddk = pangsa tenaga medis Berdasarkan uraian dari tipologi di atas maka dapat dibuat peta pola spasial infrastruktur dari tiga tipologi masing masing parameter indikator yang diperoleh setelah dilakukan Discriminant Function Analysis dan Multiple Regression.

16 82 Gambar 16 Peta konfigurasi pola spasial tipologi infrastruktur. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 16, infrastruktur di Kabupaten Bogor dibagi 3 tipologi. Hasil pemetaan dapat dilihat pada Tabel 15 berikut : Tabel 15 Pola Spasial tipologi infrastruktur di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Ciomas, Cileungsi, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede Rasio praktek dokter, rasio dokter terhadap jumlah penduduk dan Sedang pangsa tenaga medis Tipologi Rasio PNS terhadap jumlah I penduduk/luas wilayah Tinggi Pangsa keterampilan bahasa, Tinggi komputer, menjahit dan kecantikan Leuwiliang Rasio praktek dokter, rasio dokter terhadap jumlah penduduk dan Tinggi pangsa tenaga medis Tipologi Rasio PNS terhadap jumlah II Sedang penduduk/luas wilayah Pangsa keterampilan bahasa, Sedang Tipologi III Nanggung, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, tenjolaya, Dramaga, Tamanssari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Kelapa Nunggal, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang komputer, menjahit dan kecantikan Rasio praktek dokter, rasio dokter terhadap jumlah penduduk dan pangsa tenaga medis Rasio PNS terhadap jumlah penduduk/luas wilayah Pangsa keterampilan bahasa, komputer, menjahit dan kecantikan Rendah Rendah Rendah

17 83 Pola Spasial Kemiskinan dan Pengangguran Kemiskinan dan Pengangguran Ada 2 parameter kemiskinan dan pengangguran yaitu pangsa lokal jumlah kemiskinan dan pangsa lokal angka pengangguran. Hasil analisis dengan menggunakan metode Tree Clustering dan K_Means Clustering pada parameter tersebut diperoleh 3 tipologi (cluster). Antar tipologi memiliki keragaman tinggi tetapi dalam 1 tipologi memiliki keragaman yang rendah. Kriteria yang digunakan untuk membagi tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (euclidean distance) (1,3). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,3 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,3) jarak (-1,3) dianggap sedang dan (3) (-1,3) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Data yang nyata dilihat dari Analysis of Variance. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah. 3 Plot of Means for Each Cluster Idx Kpem 1bk Variables Idx Kpem 2bk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 17 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi kemiskinan dan pengangguran.

18 84 Gambar 17 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipologi wilayah. Tipologi I adalah Kecamatan Nanggung dan Parung Panjang. Faktor penciri pada tipologi ini adalah pangsa jumlah angka keluarga miskin sedang sedangkan pangsa jumlah angka pengangguran rendah. Tipologi II meliputi Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Caringin, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede, Rumpin dan Jasinga. Faktor penciri tipologi ini adalah pangsa jumlah keluarga miskin tinggi sedangkan pangsa jumlah angka pengangguran sedang (lebih tinggi dari pada tipologi I dan III). Tipologi III meliputi Leuwisadeng, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Cigudeg, Sukajaya dan Tenjo. Faktor Penciri pada tipologi ini adalah pangsa jumlah angka keluarga miskin sedang sedangkan pangsa jumlah angka pengangguran sedang. Tabel 16 Penciri wilayah pada tipologi (Score) kemiskinan dan pengangguran Keterangan : Idx_KpemF1bk Idx_KpemF2nbk Kode Score I Score II Score III Idx_KpemF1bk Sedang Tinggi Sedang Idx_KpemF2bk Rendah Sedang Sedang Pangsa lokal jumlah keluarga miskin Pangsa lokal jumlah pengangguran Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat peta karaktereristik pola spasial kemiskinan dan pengangguran pada tiga tipologi. Pola spasial ini akan lebih memudahkan untuk melihat karakteristik wilayah.

19 85 Gambar 18 Peta konfigurasi spasial kemiskinan dan pengangguran. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 18, pola spasial sumberdaya alam di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 17 berikut : Tabel 17 Pola spasial tipologi kemiskinan dan pengangguran di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Tipologi Nanggung dan Parung Panjang Angka pengangguran Sedang I Angka keluarga miskin Rendah Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Angka pengangguran Sedang Tipologi Dramaga, Ciomas, Caringin, Citeureup, Cibinong, II Angka keluarga miskin Sedang Tipologi III Bojong Gede, Rupin dan Jasinga Leuwisadeng, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Cigudeg, Sukajaya dan Tenjo Angka pengangguran Angka keluarga miskin Tinggi Sedang

20 86 Pola Spasial Penunjang Sumberdaya Alam Data yang diperoleh dari factor score sebanyak 18 buah data. Ada 5 faktor yang terkait dengan sumberdaya alam fisik, 4 faktor sumberdaya alam peternakan peternakan, 2 faktor sumberdaya alam perikanan, 2 faktor sumberdaya alam perkebunan dan kehuatanan serta 4 faktor sumberdaya alam luas panen tanaman pangan. Data tersebut distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan untuk membagi tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (euclidean distance) (1,1). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,1 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,1) jarak (-1,1) dianggap sedang dan (3) (-1,1) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah. 10 Plot of Means for Each Cluster IdxSDA-lhf4bk IdxSDA_pkf1nbk IdxSDA_Prkf1bk IdxSDA_pkf4bk idxsda_phof1bk Variables idxsda_tpnf1nbk idxsda_tpnf3bk idxsda_tpnf3nbk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 19 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi aktifitas sumberdaya alam.

21 87 Gambar 19 di atas wilayah yang termasuk tipologi I adalah Tanjungsari. Karakteristik wilayah ini adalah mudah terjadi bencana alam karena longsor. Wilayah ini memiliki kemiringan yang relatif tinggi jika dibandingkan wilayah yang berada pada tipologi II dan III. Keragaman ternak kerbau dan unggas tinggi di wilayah ini. Ternak di wilayah ini relatif banyak tetapi luas tanam padi gogo rendah. Tipologi (score) II meliputi Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang dan Tenjolaya. Karakteristik wilayah adalah indeks diversitas rawan bencana alam dan potensi keluarga bertempat pada rawan bencana alam yang sedang, aktifitas keragaman ternak dan pemusatan ternak kerbau relatif sedang. Nilai duga parameter tipologi II adalah R dan R 2 sebesar 99 % dan 98 % Tipologi (score) III meliputi Kecamatan Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung putri, Citeurup, Cibinong, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Ranca Bungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang. Wilayah ini dicirikan aktifitas ternak dan rawan terkena bencana alam khususnya longsor relatif rendah. Aktifitas di wilayah ini adalah tanaman padi gogo dan ubi kayu yang tinggi. Tingginya aktifitas ini karena wilayah ini relatif datar jika dibandingkan wilayah di tipologi I dan II. Nilai duga parameter hasil multiple regression pada tipologi (score) III nilai R dan R 2 sebesar 99 % dan 98 %. Tabel 18 Nilai beta penciri tipologi (score) sumberdaya alam Score Faktor penciri Beta Score 2 IdxSDA-lhf4bk 0.48 Score 2 IdxSDA_pkf1nbk 0.48 Score 2 idxsda_tpnf3bk Score 3 IdxSDA-lhf4bk Score 3 IdxSDA_pkf1nbk Score 3 idxsda_tpnf3bk 0.13 Berdasarkan hasil Discriminant Function dan Multiple Regression Analysis dapat tentukan penciri variabel wilayah. Penentuan penciri wilayah berdasarkan nilai tertinggi, sedang dan terendah. Berikut ini tabel penciri wilayah

22 88 Keterangan : Tabel 19 Penciri wilayah pada tipologi (Score) sumberdaya alam Kode Score 1* Score 2 Score 3 IdxSDA-lhf4bk Tinggi Sedang Rendah IdxSDA_pkf1nbk Tinggi Sedang Rendah IdxSDA_Tpnf3bk Rendah Sedang Tinggi * tidak melalui proses Discriminant Analysis dan Multiple Regression IdxSDA-lhf4bk IdxSDA_pkf1nbk idxsda_tpnf3bk = Indeks diversitas Keluarga bertempat rawan bencana alam = indeks diversitas bencana alam = Indeks diversitas ternak besar = Indeks diversitas peternak unggas = pangsa Kerbau = pangsa padi gogo = pangsa ubi jalar Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial sumberdaya alam dari tiga kelompok setelah dilakukan Discriminant Funtion. Berikut ini Gambar 20 peta pola spasial sumberdaya alam. Gambar 20 Peta pola spasial tipologi sumberdaya alam. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 20, pola spasial sumberdaya alam di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi dapat dilihat pada Tabel 20 berikut.

23 89 Tabel 20 Pola spasial tipologi sumberdaya alam di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Tanjungsari Indeks diversitas tempat keluarga rawan bencana dan Sedang indeks diversitas bencana alam Tipologi Indeks diversitas ternak besar, I indeks diversitas ternak unggas Sedang dang pangsa kerbau Tipologi II Tipologi III Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang dan Tenjolaya Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang Pangsa padi gogo/ubi jalar Indeks diversitas tempat keluarga rawan bencana dan indeks diversitas bencana alam Indeks diversitas ternak besar, indeks diversitas ternak unggas dang pangsa kerbau Pangsa padi gogo/ubi jalar Indeks diversitas tempat keluarga rawan bencana dan indeks diversitas bencana alam Indeks diversitas ternak besar, indeks diversitas ternak unggas dang pangsa kerbau Pangsa padi gogo/ubi jalar Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Sedang Pengendalian Ruang Data yang diperoleh dari factor score sebanyak 6. Data distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Hasil analisis dengan menggunakan metode Tree Clustering dan K_Means Clustering diperoleh 3 tipologi (cluster). Antar tipologi memiliki keragaman tinggi tetapi dalam 1 tipologi memiliki keragaman yang rendah. Kriteria yang digunakan untuk membagi tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (euclidean distance) (3,1). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 3,1 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (3,1) jarak (-3,1) dianggap sedang dan (3) (-3,1) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah.

24 90 8 Plot of Means for Each Cluster IdxPrlhn_F1bk Variables IdxPrlhn_F4nbk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 21 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi pengendalian ruang. Gambar 21 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipologi wilayah. Tipologi (score) I adalah Kecamatan Citeureup. Faktor penciri dari tipologi I adalah pangsa laju alih guna lahan sawah ke perumahan, pangsa laju alih guna lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan tinggi, pangsa laju alih hutan ke sawah/perumahan/bukan sawah tinggi. Pangsa alih guna lahan tambak, kolam empang ke sawah/perumahan tinggi. Alih guna hutan yang tinggi pada daerah ini harus dihambat karena dapat mengancam kerusakan lingkungan di daerah hulu dan mengancam daerah hilir. Pertimbangan keterkaitan antara wilayah mengharuskan kerja sama antara daerah perlu dilakukan, demikian pula regulasi pemerintah harus di implementasikan terkait perubahan lahan hutan. Tipologi (score) II adalah Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang,, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Cibinong, Bojong Gede,, Kemang, Ranca Bungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Tenjolaya, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang. Faktor penciri dari tipologi II adalah pangsa laju alih guna lahan sawah ke perumahan, pangsa laju alih guna

25 91 lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan, pangsa laju alih hutan ke sawah/perumahan/bukan sawah dan Pangsa alih guna lahan tambak, kolam empang ke sawah/perumahan juga sedang. Tipologi III adalah Kecamatan Dramaga dan Tajurhalang. Faktor penciri wilayah tipologi III adalah pangsa lokal laju alih guna lahan sawah ke perumahan, pangsa laju alih guna lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan sedang, pangsa laju alih hutan ke sawah/perumahan/bukan sawah sedang. Pangsa alih guna lahan tambak, kolam empang ke sawah/perumahan tinggi. Keterangan : Idx_PrlhnF1bk Tabel 21 Penciri wilayah pada tipologi (Score) pengendalian ruang Kode Score I Score II Score III Idx_PrlhnF1bk Tinggi Sedang Sedang Idx_PrlhnF4nbk Sedang Sedang Tinggi = Pangsa laju alih guna lahan sawah ke perumahan = Pangsa laju alih guna tegalan, ladang, perkebunan ke sawah/perumahan = Pangsa laju alih guna hutan ke sawah/perumahan/bukan sawah = Pangsa alih guna, tambak, kolam, empang ke sawah/perumahan Idx_PrlhnF4nbk Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial aktifitas ekonomi dari tiga kelompok setelah dilakukan Tree Clustering dan K-Means Clustering sebagai berikut. Gambar 22 Peta konfigurasi spasial tipologi pengendalian ruang.

26 92 Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 22, pola spasial penganggaran belanja dapat dilihat pada Tabel 22 berikut. Tabel 22 Pola spasial tipologi pengendalian ruang di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Citeureup, Alih lahan sawah ke perumahan. Alih lahan tegalan, Tinggi ladang perkebunan ke Tipologi sawah/perumahan. Alih hutan I sawah/perumahan/bukan sawah Alih guna tambak, kolam ke Sedang Tipologi II Tipologi III Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Bojong Gede, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang Dramaga dan Tajurhalang sawah/perumahan Alih lahan sawah ke perumahan. Alih lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan. Alih hutan sawah/perumahan/bukan sawah Alih guna tambak, kolam ke sawah/perumahan Alih lahan sawah ke perumahan. Alih lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan. Alih hutan sawah/perumahan/bukan sawah Alih guna tambak, kolam ke sawah/perumahan Sedang Sedang Sedang Tinggi

27 Pola Asosiasi Variabel Indikator Pembangunan Manusia Sumberdaya Manusia Data dasar sumberdaya manusia sebanyak 69 variabel. Jumlah variabel dibagi dalam 4 bagian, yaitu tingkat pendidikan Guru SMU, SMK dan MA sebanyak 23 variabel dasar. Tingkat pendidikan guru SMP dan MTs sebanyak 18 variabel dasar. Tingkat pendidikan guru SD dan MI sebanyak 17 variabel. Partisipasi pendidikan dan usia produktif sebanyak 11 variabel. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) akan menghasilkan bobot faktor (Factor Loading). Tingkat pendidikan Guru SMU, SMK dan MA menghasilkan 4 faktor utama dan 11 variabel indikator. Tingkat pendidikan Guru SMP dan MTs menghasilkan 2 faktor utama dan 7 variabel indikator. Tingkat pendidikan Guru SD dan MI menghasilkan 3 faktor utama dan 6 variabel indikator. Tingkat partisipasi pendidikan dan usia produktif menghasilkan 2 faktor utama dan 10 variabel indikator. Berikut ini akan ditampilkan tabel pola hubungan antar beberapa variabel indikator. Tabel 23 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya manusia pangsa lokal tingkat pendidikan Guru SMU, SMK dan MA Faktor F1 F2 F3 F4 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal guru SMU berijazah SARMUD N KEG X188 (+) Pangsa lokal guru SMU berijazah S1 KEG X189 (+) Pangsa lokal guru SMU berijazah Pascasarjana X191 (+) Pangsa lokal guru MA berijazah S1 KEG X208 (+) Pangsa lokal guru SMK berijazahdiii KEG X213 (+) Pangsa lokal guru MA berijazah DII X203 (+) Pangsa lokal guru MA berijazah SARMUD N KEG X207 (+) Pangsa lokal guru MA berijazah PGSLP/D1 X202 (+) Pangsa lokal guru SMK berijazah Pascasarjana X217 (+) Pangsa lokal guru SMK berijazah SM X211 (+) Pangsa lokal guru SMK berijazah SARMUD KEG X215 (+) Ilustrasi tabel di atas mencirikan 4 faktor komponen utama. Masing masing faktor berkorelasi positif, antar faktor tidak memiliki hubungan. Hubungan antar variabel positif mencirikan hubungan yang cenderung meningkat antar variabel. Secara umum keempat faktor mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 84 % terhadap seluruh kecamatan yang dikaji.

28 94 Sebagai ilustrasi pangsa tingkat pendidikan Guru SMU berijazah sarjana muda, strata satu dan pascasarjana, pangsa lokal Guru MA strata satu serta pangsa lokal Guru SMK berijazah DIII berokerasi positif. Jika salah satu pada pada faktor 1 mengalami peningkatan maka pangsa lainnya dalam faktor ini akan mengalami peningkatan. Faktor pembobot masing masing adalah 0,89, 0,79, 0,89, 0,81 dan 0,90. Faktor ini merepresentasikan 35 % keragaman data. Faktor 2 merepresentasikan pangsa lokal Guru MA yang berijazah DII dan sarjana mudah dan menjelaskan keragaman data 16 %. Variabel berkorelasi positif, dimana pangsa Guru MA berijazah DII akan semakin meningkat disertai dengan peningkatan Guru MA berijazah sarjana muda. Dengan nilai pembobot faktor masing masing 0,79 dan 0,90. Faktor 3 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal Guru MA berijazah DI dan SMK berijazah pascasarjana. Variabel penciri berkorelasi positif dengan nilai faktor pembobot 0,83 dan 0,84, keragaman data sebesar 14 %. Faktor 4 merepresentasikan 18 % keragaman data. Variabel penciri utama adalah pangsa lokal Guru lokal SMK berijazah sekolah menengah dan berijazah sarjana mudah. Variabel penciri berkorelasi positif. Semakin tinggi Guru SMK berijazah sekolah menengah maka Guru SMK berijazah sarjana muda meningkat. Ilustrasi dari faktor 4 menandakan bahwa kualifikasi tingkat pendidikan untuk mengajar pada tingkat sekolah menengah masih bisa dilakukan. Ada dugaan pengajar lebih ditekankan pada keterampilan yang mereka miliki. Kualifikasi yang mereka miliki adalah ijazah lanjutan lembaga keterampilan. Berbeda dengan tingkat pendidikan Guru pada SD dan MI. Tingkat pendidikan Guru mengajar pada Sekolah Dasar relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan Guru SMU yang sederajat. Ukuran pendidikan yang berasal dari data dasar hingga penentuan faktor pembobot (Factor Loading) dapat dirinci pada tabel berikut :

29 95 Tabel 24 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya manusia pangsa lokal tingkat pendidikan Guru mengajar SD dan MI Faktor F1 F2 F3 Penciri Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal guru SD berijazah DII X164 (+) Pangsa lokal guru MI berijazah DII X182 (+) Pangsa lokal guru SD berijazah <SLTA X168 (+) Pangsa lokal guru MI berijazah <SLTA X178 (+) Pangsa lokal guru MI berijazah DIII X183 (+) Pangsa lokal guru MI berijazah S2 X185 (+) Hasil analisis dari tabel di atas secara umum mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 71 % terhadap variasi karaktersitik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 tediri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal Guru SD berijazah DII dan Guru MI berijazah DII. Kedua faktor ini berkorelasi secara positif, yaitu jika Guru SD berijazah DII meningkat akan mempengaruhi Guru MI berijazah DII menjadi meningkat. Faktor ini merepresentasikan 27% keragaman data dengan masing masing faktor pembobot sebesar 0,87 dan 0,90. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal Guru SD dan MI berijazah SLTA, faktor ini berkorelasi positif. Apabila pangsa lokal Guru SD berijazah sekolah menengah meningkat maka pangsa lokal Guru MI berijazah sekolah menengah meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 24 % keragaman data dengan nilai faktor pembobot masing masing sebesar 0,83 dan 0,84. Faktor 3 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tesebut terdiri dari pangsa lokal Guru MI berijazah DIII dan MI berijazah pascasarjana, faktor ini saling berkorelasi positif. Semakin tinggi pangsa lokal Guru MI berijazah DIII maka Guru berijazah pascasarjana tinggi. Faktor 3 merepresentasikan 19 % keragaman data, nilai faktor pembobot masing masing sebesar 0,71 dan 0,79. Analisis selanjutnya pendidikan Guru SMP atau sederajat di Kabupaten Bogor. Berikut ini tabel pola asosiasi pendidikan Guru SMP atau yang sederajat.

30 96 Tabel 25 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya manusia pangsa lokal tingkat pendidikan Guru mengajar SMP dan Mts Faktor F1 F2 Penciri Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal guru SMP berijazah DII NKEG X172 (+) Pangsa lokal guru Mts berijazah PGSLP/D1 X192 (+) Pangsa lokal guru MTs berijazah DIII KEG X194 (+) Pangsa lokal guru MTs berijazah DIII NKEG X195 (+) Pangsa lokal guru MTs berijazah S1 N KEG X199 (+) Pangsa lokal guru SMP berijazah DII X170 (+) Pangsa lokal guru MTs berijazah SARMUD N KEG X197 (+) Hasil analisis tabel di atas secara umum mampu menjelaskan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 79 % terhadap karaktersitik seluruh kecamatan yang dikaji yang dibagi ke dalam 2 faktor. Faktor 1 terdiri dari 5 variabel penciri utama. Variabel itu meliputi pangsa Guru SMP berijazah DII, pangsa lokal guru MTs berijazah DI, DII, DIII dan strata satu, antar variabel saling berkorelasi positif. Semakin meningkat pangsa lokal Guru SMP berijazah DII negeri maka pangsa Guru MTs berijazah DI, DII, DIII negeri dan strata satu mengalami peningkatan. Keragaman data pada faktor 1 sebesar 55% dengan nilai faktor pembobot masing masing berturut turut adalah 0,85, 0,78, 0,95, 0,95 dan 0,84. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel indikator penciri utama. Variabel tersebut terdiri dari pangsa lokal Guru SMP berijazah dan DII dan Guru MTs berijazah sarjana muda, antar variabel berkorelasi positif. Semakin meningkat pangsa Guru berijazah DII maka pangsa Guru MTs berijazah sarjana muda juga akan mengalami peningkatan. Faktor 2 merepresentasikan keragaman data sebesar 23 %, dengan nilai faktor pembobot masing masing sebesar 0,85 dan 0,87. Analisis selanjutnya adalah terkait dengan tingkat partisipasi pendidikan dan usia produktif. Data dasar yang digunakan sebanyak 11 variabel dasar, dianalisis dengan menggunakan 11 variabel indikator. Setelah diolah menghasilkan faktor pembobot sebanyak 10 variabel penciri faktor dibagi dalam 2 faktor utama (Factor Score). Berikut ini akan ditampilkan pangsa usia produktif dan tingkat partisipasi pendidikan.

31 97 Tabel 26 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya manusia pangsa lokal usia produktif dan tingkat partisipasi pendidikan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa usia tahun X117 (+) Pangsa usia (20-24)tahun X118 (+) Pangsa usia (25-29) tahun X119 (+) Pangsa usia (30-34) tahun X120 (+) Pangsa usia (35-39)tahun X121 (+) Pangsa usia (40-44) X122 (+) Pangsa usia (45-49) X123 (+) Pangsa usia(50-54) X124 (+) Tingkat partisipasi pendidikan SD umur 7-12 thn X221 (+) Tingkat partisipasi pendidikan SMP umur X222 (+) Hasil analisis tabel di atas secara umum mampu menjelaskan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 91 % terhadap karaktersitik seluruh kecamatan yang dikaji yang dibagi ke dalam 2 faktor. Faktor 1 memiliki 8 variabel indikator penciri. Struktur hubungan antar variabel saling berkorelasi positif. Faktor 1 merepresentasikan 75% keragaman data, dengan nilai pembobot variabel penciri adalah 0,98, 0,97, 0,96, 0,98 0,97 dan 0,91. Faktor 2 terdiri 2 variabel indikator, variabel tersebut tingkat partisipasi pendidikan SD dan SMP. Struktur hubungan antar variabel saling berkorelasi positif. Tingkat partisipasi pendidikan tingkat SD akan meningkat disertai tingkat partisipasi pendidikan tingkat SMP. Faktor 2 merepresentasikan 15,6% keragaman data, nilai faktor pembobot variabel penciri sebesar 0,87 dan 0,88. Aktifitas Ekonomi Aktifitas ekonomi dibagi ke dalam intensitas perikanan, industri kecil, dan nilai ekonomi alat alat pertanian. Aktifitas ekonomi industri kecil kerajinan bersumber dari data dasar yang berjumlah 9 variabel dasar, kemudian diolah menjadi 10 variabel indikator. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan 4 variabel indikator yang dibagi ke dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini akan ditampilkan tabel hasil analisis aktifitas ekonomi industri kecil kerajinan.

32 98 Tabel 27 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator aktifitas ekonomi pangsa lokal dan rasio industri kecil kerajinan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal industri kerajinan kayu X291 (+) Pangsa lokal industri kerajinan gerabah/keramik X297 (+) Pangsa lokal industri kerajinan anyaman X295 (+) Rasio industri terhadap angkatan kerja X281 (+) Secara umum aktifitas ekonomi industri kerajinan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 93,9% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki 2 variabel penciri. Variabel tersebut adalah pangsa lokal industri kerajinan kayu dan pangsa lokal industri kerajinan gabah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa industri kerajinan kayu meningkat maka pangsa industri kerajinan gerabah akan mengalami peningkatan. Faktor 1 merepresentasikan 49,4% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,95 dan 0,95. Faktor 2 memiliki 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa lokal industri kerajinan anyaman dan rasio industri terhadap angkatan kerja. Struktur hubungan antar variabel penciri berkorelasi positif. Jika pangsa industri kerajinan anyaman meningkat maka rasio industri terhadap angkatan kerja juga akan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 44,6% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,97 dan 0,89. Analisis lanjutan yang dilakukan adalah dengan intensitas berbagai aktifitas ekonomi peternakan dan perikanan. Data dasar yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 3 data dasar. Setelah diolah menjadi 5 variabel indikator. Hasil analisis yang diperoleh setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan variabel penciri sebanyak 5, dibagi ke dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut akan ditampilkan tabel hasil analisis.

33 99 Tabel 28 Analisis Faktor/Komponen Utama Variabel Indikator Aktifitas Ekonomi Intensitas Perikanan dan Peternakan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loadings Intensitas ternak ayam X278 (+) Intensitas perikanan X280 (+) Intensitas ternak besar X276 (+) Intensitas ternak kecil X277 (+) Intensitas ternak unggas X279 (+) Secara umum intensitas perikakan dan peternakan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 87,5% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki 3 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah intensitas ternak ayam, perikanan dan ternak besar. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika intensitas ternak ayam meningkat maka intensitas perikanan dan intensitas ternak besar akan meningkat. Faktor 1 merepresentasikan 87,5% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,97, 0,96 dan 0,88. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah intensitas ternak kecil dan intensitas ternak unggas. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila intensitas ternak kecil mengalami peningkatan maka intensitas ternak unggas juga akan mengalami peningkatan. Faktor 2 merepresentasikan 34,3% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri r sebesar 0,92 dan 0,90. Aktifitas ekonomi lain yang menunjang nilai produksi khususnya dibidang pertanian adalah ketersedian alat untuk memproduksi hasil pertanian menjadi bahan jadi atau bahan yang siap dikonsumsi atau untuk didivesifikasi produk. Alat ini untuk memudahkan pengolahan dan menambah nilai ekonomi. Data dasar yang digunakan aktifitas ekonomi penggunaan alat pertanian terdiri dari 25 data dasar, kemudian diolah menjadi 26 variabel indikator. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan 21 variabel indikator yang dibagi ke dalam 8 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini akan ditampilkan tabel hasil analisis aktifitas ekonomi industri kecil kerajinan.

34 100 Tabel 29 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator aktitfitas ekonomi pangsa lokal alat pertanian Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal Banyaknya Emposan Tikus X309 (+) Pangsa lokal Banyaknya Alat Pertanian Lainnya X310 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pengering Padi X312 (+) F1 Pangsa lokal Banyaknya Pembersih Gabah X313 (+) Pangsa lokal Banyaknya Penyosoh Beras X315 (+) Pangsa lokal Banyaknya Penggiling Padi Kecil X316 (+) Pangsa lokal Banyaknya RMU X317 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pemipil Jagung X319 (+) F2 Pangsa lokal Banyaknya Pemarut/Penyawut Ubi Kayu X322 (+) Pangsa lokal Banyaknya Penggilingan Tapioka X325 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pemberas Jagung X320 (+) F3 Pangsa lokal Banyaknya Pembuat Tepung Jagung X321 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pembuat Pellet X324 (+) F4 Pangsa lokal Banyaknya Penggiling Karet Tanpa Asap X326 (-) Pangsa lokal Banyaknya Rumah Asap X327 (-) F5 Pangsa lokal Banyaknya Penggiling Padi Besar/Pabrik X318 (-) Pangsa lokal Banyaknya Pembuat Chip X323 (-) F6 Pangsa lokal Banyaknya Huller X314 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pembuat Crumb Rubber/Karet Remah X329 (+) F7 Indeks diversitas alat alat pertanian X329a(+) F8 Pangsa lokal Banyaknya Perontok Padi X311 (+) Secara umum alat pertanian mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 88,2% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki 7 variabel penciri. Variabel tersebut adalah pangsa lokal emposan tikus, alat pertanian lainnya, penggiring padi, pembersih gabah, penyosoh beras, penggiling padi kecil dan RMU. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila salah satu variabel penciri pada faktor 1 mengalami peningkatan maka semua variabel penciri pada faktor 1 akan mengalami peningkatan. Faktor 1 merepresentasikan 25,1% keragaman data, dengan nilai pembobot masing - masing variabel penciri secara berturut turut sebesar 0,77, 0,88, 0,81, 0,77, 0,95, 0,80 dan 0,95. Berdasarkan tabel analisis di atas maka pada faktor 1 memperlihatkan hubungan positif. Alat pertanian pada faktor memiliki keterkaitan fungsi dan manfaat serta kegunaan. Jika salah satu diantarnya tidak ada maka fungsi produksi bisa terganggu. Sebagai ilustrasi emposan tikus digunakan mengurangi hama tikus guna menghasilkan produksi yang maksimal pada tanaman padi. Hasil

35 101 panen dikeringkan dengan alat pengering padi, setelah proses ini dilakukan pembersihan gabah dengan alat pembersih gabah hingga penggilingan padi. Faktor 2 memiliki 3 variabel indikator penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa lokal pemupil jagung, pemarut ubi kayu dan penggiling tapioka. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika alat pemupil jagung meningkat jumlahnya maka alat pemarut ubi kayu dan penggiling tapioka akan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 13,1% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar 0,85, 0,96 dan 0,92. Faktor 3 terdiri dari variabel indikator penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa lokal pemberas jagung, tepung jagung dan pellet. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa lokal pemberas jagung meningkat maka pangsa pembuat tepung tapioka dan pembuat pellet meningkat. Faktor 3 merepresentasikan 12,8% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,86, 0,97 dan 0,91. Faktor 4 terdiri dari 2 variabel indikator penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa penggiling karet tanpa asap dan pangsa rumah asap. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa lokal penggiling karet tanpa asap mengalami penurunan maka pangsa rumah asap juga akan mengalami penurunan. Faktor 4 merepresentasikan 9,5% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing faktor sebesar -0,99 dan -0,98. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel penciri tersebut pangsa lokal penggiling padi besar dan pangsa lokal pembuat chip. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa penggiling padi mengalami penurunan maka pangsa pembuat chip juga akan mengalami penurunan. Faktor 5 merepresentasikan 8,8 % keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar -0,91 dan -0,95. Faktor 6 memiliki 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa lokal huller dan pangsa lokal pembuat crumb rubber. Struktur hubungan antar variabel penciri berkorelasi positif. Apabila pangsa lokal huller mengalami peningkatan maka pangsa lokal pembuat crumb rubber dan chip akan mengalami peningkatan. Faktor 6 merepresentasikan 7,5% keragaman data dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,83 dan 0,91.

36 102 Faktor 7 hanya satu variabel penciri faktor. Variabel tersebut indeks diversitas peralatan pertanian dan merepresentasikan 5,5% keragaman data. Nilai pembobot variabel penciri sebesar -0,94. Faktor 8 hanya 1 variabel penciri faktor. Variabel tersebut pangsa lokal perontok padi dan merepresentasikan 5,9% keragaman data, dengan nilai pembobot variabel sebesar 0,89. Sumberdaya Sosial Mengukur masalah sosial dalam penelitian ini tidak hanya terfokus pada indikator majelis ta lim melainkan berbagai macam fenomena sosial yang nampak pada sosial kemasyarakatan. Ukuran variabel indikator terdiri dari 13 data dasar, kemudian dianalisis menjadi 15 variabel indikator. Menghasilkan 10 variabel indikator yang nyata dan menghasilkan 5 faktor komponen utama. Berikut ini akan ditampilkan hasil analisis faktor pembobot. Tabel 30 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya sosial pangsa lokal aktifitas institusi, permukiman kumuh dan intensitas konflik Faktor F1 F2 F3 F4 F5 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal Jumlah bangunan rumah permukiman kumuh X230 (+) Pangsa lokal Jumlah keluarga di permukiman kumuh X230a (+) Pangsa Persentase kegiatan Ma.ta'lim X108 (+) Intensitas warga luka akibat perkelahian X113 (-) Pangsa lokal surat miskin dikeluarkan X227 (+) Pangsa lokal Jumlah lokasi permukiman kumuh X229 (+) Intensitas kerugian material akibat perkelahian X114 (-) Pangsa persentase keberagaman etnis X224 (+) Pangsa lokal penduduk meninggal akibat penyakit X218 (+) Pangsa lokal wabah penyakit X219 (+) Secara umum sumberdaya sosial menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 85 % terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Tabel di atas memperlihatkan struktur hubungan antar variabel relatif beragam. Faktor 1 menjelaskan bahwa semakin meningkat permukiman kumuh dalam lokal wilayah akan menyebabkan peningkatan jumlah keluarga di permukiman kumuh. Faktor 1 merepresentasikan 20 % keragaman data dengan faktor pembobot masing masing sebesar 0,97 dan 0,97.

37 103 Faktor 2 menjelaskan bahwa semakin meningkat persentase kegiatan majelis ta lim akan menurunkan intensitas warga yang luka akibat perkelahian. Kedua variabel penciri ini berkorelasi negatif. Faktor 2 merepresentasikan keragaman data sebesar 16, dengan nilai pembobot faktor masing masing sebesar 0,92 dan -0,87. Institusi kemasyarakatan majelis ta lim yang memuat pesan agama dan sosial budaya tentang nilai nilai kemanusian serta moralitas berperan dalam menurunkan potensi konflik. Peran institusi sosial majelis ta lim sangat penting dalam menjaga sumberdaya sosial guna menghindari konflik. Intensitas kerugian material juga dapat diminimalkan dengan semakin tingginya keberagaman etnis. Korelasi negatif antar intensitas kerugian material dengan keberagaman etnis berada pada faktor 4. Keragaman data pada faktor ini sebesar 15%, dengan nilai faktor pembobot masing masing -0,87 dan 0,79. Walaupun faktor 2 dan faktor 4 terpisah tetapi kedua faktor ini dapat mengurangi potensi konflik sosial. Ada kecendrungan majelis ta lim berada pada jalur kelompok tertentu dalam kemasyarakatan sehingga institusi tersebut terpisah dengan faktor keberagaman etnis. Institusi majelis ta lim menjaga nilai nilai yang dianut sementara keberagaman etnis menjaga toleransi etnis akibat ragamnya etnis dan nilai kebudayaan dan sosial. Institusi majelis ta lim hadir dalam kelompok yang lebih homogen sementara keberagaman etnis hadir dalam kelompok yang beragam. Kedua faktor ini sangat penting untuk dikembangkan dalam rangka mengurangi konflik. Faktor 3 terdiri dari 2 penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal surat miskin yang dikeluarkan dengan jumlah lokasi permukiman kumuh. Kedua faktor berkorelasi positif. Semakin tinggi surat miskin yang dikeluarkan sangat terkait dengan jumlah lokasi permukiman kumuh. Faktor 3 menjelaskan keragaman data sebesar 15%, dengan masing masing pembobot faktor sebesar 0,85 dan 0,84. Lokasi pemukiman kumuh adalah lokasi yang paling mudah untuk di akses oleh orang miskin. Lokasi yang sudah tertata dengan baik seperti perumahan tidak mungkin di akses karena dari segi biaya dan pendapatan tidak cukup bagi mereka untuk hidup. Lokasi pemukiman kumuh menjadi tempat bagi kaum miskin untuk hidup dan mempertahankan hidup.

38 104 Lokasi pemukiman kumuh tidak berarti hanya tempat tersebut yang mudah terserang wabah penyakit, tetapi segala tempat bisa menyebabkan wabah penyakit, oleh karena itu wajar jika faktor 3 dan 5 terpisah. Penyebaran penyakit bisa terjadi pada lokasi apapun. Wabah penyakit bisa menyerang siapa saja tanpa melihat mereka berada pada lokasi apa. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal penduduk meninggal akibat wabah penyakit dengan pangsa wabah penyakit. Antar variabel saling berkorelasi positif. Semakin meningkat penduduk meninggal akibat wabah penyakit maka pangsa wabah penyakit akan mengalami peningkatan. Faktor 5 menjelaskan keragaman data sebesar 17%, dengan faktor nilai pembobot masing masing sebesar 0,90 dan 0,91. Apa yang telah dibahas di atas mengilustrasikan fenomena kehidupan kemasyarakatan. Ilustrasi tersebut memperlihatkan sisi lain kehidupan sosial akibat dampak pembangunan dan respon masyarakat terhadap kehidupan sosial itu sendiri. Realitas sosial menggambarkan bahwa masyarakat dapat merespon keadaan sosial atas dasar kesadarannya sendiri dalam rangka menciptakan stabilitas sosial. Di sisi lain mereka juga perlu bantuan atau aksesibilatas dalam rangka memperbaiki kualitas hidup mereka. Bantuan tersebut tidak lain berasal dari penentu kebijakan atau kelompok sosial yang kehidupannya lebih mapan. Pemerintah dalam merespon masalah tersebut salah satunya mendirikan lembaga yang dapat menjembatani kepentingan berbagai stakeholders. Lembaga yang dibentuk tersebut berdasarkan kelompok yang dapat menjembatani masalah masalah sosial. Seperti lembaga penyuluhan pertanian, konservasi dan organisasi kewanitaan. Data dasar yang diambil dari institusi formal terdiri dari 10 variabel indikator dasar, kemudian dianalisis menjadi 12 variabel indikator, kemudian menghasilkan 9 faktor pembobot (Factor Loadings) dibagi dalam 5 faktor skor komponen utama (Factor Score). Berikut ini akan ditampilkan tabel hasil analisis institusi formal dan kegiataanya.

39 105 Tabel 31 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya sosial pangsa institusi sosial formal dan pemerintahan Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading F1 Indeks diversitas organisasi X138 (+) Indeks diversitas kelompok tani X152 (+) F2 Pangsa lokal kader kepemimpinan sosial wanita X129 (+) Pangsa lokal organisasi sosial X131 (+) F3 Pangsa lokal perintis kemerdekaan X137 (+) Pangsa lokal kelompok tani binaan penyuluh (pemula) X147 (+) F4 Pangsa lokal karang taruna X133 (+) Pangsa lokal kelompok tani binaan penyuluh (lanjut) X149 (+) F5 Pangsa lokal LSM X125 (-) Tabel di atas memperlihatkan terdiri dari 5 faktor, masing masing faktor mencirikan struktur variabel berbeda dengan variabel yang lain. Secara umum institusi formal mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 87 %. Faktor 1 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah indeks diversitas organisasi dan indeks diversitas kelompok tani. Semakin meningkat indeks diversitas organisasi maka akan meningkatkan indeks diversitas kelompok tani. Faktor 1 menjelaskan keragaman data sebesar 22 %, dengan nilai faktor pembobot masing masing faktor sebesar 0,99, dan 0,98. Faktor 2 terdiri dari 3 variabel penciri utama. Variabel tersebut terdiri dari pangsa lokal kader kepemimpinan sosial wanita dan pangsa lokal organisasi sosial. Kedua variabel berkorelasi positif, semakin meningkat pangsa lokal kader kepemimpinan sosial wanita maka pangsa lokal organisasi sosial akan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan keragaman data sebesar 20%, dengan nilai pembobot faktor masing masing secara berturut turut adalah 0,87 dan 0,83. Faktor 3 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Kedua variabel tersebut adalah pangsa lokal perintis kemerdekaan dan pangsa lokal kelompok tani binaan penyuluh pemula. Antar variabel berkorelasi positif. Semakin meningkat organisasi perintis kemerdekaan maka kelompok tani binaan tingkat pemula akan mengalami peningkatan. Faktor merepresentasikan keragaman data sebesar 18%, dengan nilai pembobot masing masing sebesar 0,92 dan 0,87. Faktor 4 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal karang taruna dan pangsa lokal kelompok tani penyuluh (lanjut). Antar variabel berkorelasi positif. Semakin meningkat pangsa lokal karang taruna

40 106 maka pangsa lokal kelompok tani penyuluh (lanjut) akan meningkat. Faktor ini merepresentasikan keragaman data sebesar 15%, dengan nialai faktor pembobot masing masing faktor sebesar 0,74 dan 0,91. Faktor 5 terdapat 1 variabel penciri utama, variabel tersebut pangsa lokal LSM. Variabel ini bernilai negatif. Faktor ini merepresentasikan keberagaman data sebesar 11,6%, dengan nilai faktor pembobot sebesar - 0,98. Penganggaran Belanja Penganggaran merupakan instrumen kebijakan dalam pengalokasian program. Anggaran bisa diperoleh dari masyarakat melalui pajak atau sumbangan dan bantuan Pemerintah Provinsi maupun Pusat. Data dasar yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 17, dianalisis menjadi variabel indikator sebanyak 18. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) memiliki variabel penciri sebanyak 9 yang dibagi ke dalam 4 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ditampilkan tabel hasil analisis pola penganggaran. Tabel 32 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator pangsa lokal pola penganggaran Faktor F1 F2 F3 F4 Variabel indikator penciri faktor Factor Loading Pangsa lokal penerimaan rutin terhdp jumlah penduduk X465 (+) Pangsa lokal pengeluaran rutin terhdp jumlah penduduk X467 (+) Pangsa lokal pengeluaran anggaran pembangunan X469 (+) Pangsa penerimaan daeah trdp pad pungutan desa X474 (+) Pangsa Bantuan Pemerintah daerah trdp pddk X480 (+) Pangsa penerimaan rutin trdp luas lahan sawah X464 (+) Pangsa pengeluaran rutin trdp luas lahan sawah X466 (+) Pangsa Bantuan Pemerintah Pusat trhdp pddk X478 (-) Pangsa Bantuan Pemerintah Provinsi trdp pddk X479 (-) Secara umum pembentuk pola penganggaran mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 82,7% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki variabel penciri sebanyak 3. Variabel tersebut pangsa lokal penerimaan rutin terhadap jumlah penduduk, pangsa pengeluaran rutin terhadap jumlah penduduk dan pangsa lokal pengeluaran anggaran pembangunan. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi secara positif. Faktor 1 merepresentasikan 29% keragaman data, dengan nilai pembobot variabel penciri masing masing sebesar 0,95, 0,82, dan 0,94.

41 107 Faktor 2 memiliki variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa penerimaan daerah terhadap PAD pungutan desa dan pangsa bantuan pemerintah terhadap penduduk. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa penerimaan daearah terhadap PAD pungutan desa meningkat maka pangsa bantuan pemerintah terhadap penduduk akan mengalami peningkatan. Faktor 2 merepresentasikan 16,6% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,86 dan -0,84. Faktor 3 memiliki 2 variabel penciri faktor, pangsa penerimaan rutin terhadap luas lahan sawah dan pangsa pengeluaran rutin terhadap luas lahan sawah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa penerimaan rutin terhadap luas lahan sawah mengalami peningkatan maka pangsa pengeluaran rutin terhadap luas lahan sawah akan meningkat. Faktor 3 merepresentasikan 22,1% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel sebesar 0,94 dan 0,96. Faktor 4 memiliki 2 variabel penciri faktor, variabel tersebut pangsa bantuan Pemerintah Pusat terhadap penduduk dan pangsa bantuan Pemerintah Provinsi terhadap penduduk. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila bantuan Pemerintah Pusat mengalami peningkatan maka bantuan Pemerintah Provinsi juga akan mengalami peningkatan. Faktor 4 merepresentasikan 15% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar -0,79 dan -0,83. Infrastruktur Variabel infrastruktur dibagi ke dalam 5 bagian yaitu infrastruktur prasarana ekonomi, infrastruktur lembaga keterampilan, infrastruktur rumah peribadatan dan infrastruktur lembaga kesehatan serta rasio jumlah usia sekolah dengan lembaga pendidikan termasuk di dalamnya rasio siswa SD, SMP dan SMU dengan banyaknya sekolah dan jumlah unit polisi dan PNS. Data yang digunakan adalah 13 variabel dasar diolah menjadi 25 variabel indikator. Setelah diolah dengan Principle Componen Analysis (PCA) menghasilkan 16 faktor pembobot (Factor Loading) dan 5 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini tabel infrastruktur prasaran ekonomi.

42 108 Tabel 33 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur rasio ekonomi Faktor F1 F2 F3 F4 F5 Variabel Indikator Penciri Indikator Factor Loading Rasio koperasi trhdp jumlah peddk X419 (+) Rasio koperasi trhp luas wilayah X420 (+) Rasio KUD trhdp luas wilayah X422 (+) Rasio koperasi simpan pinjam trhdp luas wilayah X426 (+) Rasio koperasi lainnya trhdp luas wilayah X428 (+) Rasio bank terhadap pdk X414 (+) Rasio rasio bank terhdp luas wilayah X416 (+) Rasio bank umum terhdp BPR X418 (+) Rasio toko trhdp pddk X429 (+) Rasio toko trhdp luas wilayah X430 (+) Rasio warung kedai makanan/minuman trhdp jml pddk X437 (+) Rasio warung kedai mkanan/minuman trhp luas wilayah X438 (+) Rasio hotel trhdap pddk X435 (-) Rasio hotel trdp luas wilayah X436 (-) Rasio koperasi industri kecil trdp jmlh pddk X423 (+) Rasio koperasi industri kecil trhdp luas wilayah X424 (+) Secara umum infrastruktur ekonomi mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 87,4% terhadap variasi karakteristik seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari 5 variabel penciri faktor. Variabel tersebut terdiri dari rasio koperasi terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah, rasio KUD terhadap luas wilayah, rasio koperasi simpan pinjam terhadap luas wilayah dan rasio koperasi lainnya terhadap luas wilayah. Kelima variabel berkorelasi positif. Jika ada salah satu diantara variabel pada faktor 1 mengalami peningkatan maka semua variabel pada faktor 1 akan mengalami peningkatan. Faktor 1 merepresentasikan 26,2% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing secara berturut turut adalah 0,77, 0,94, 0,80, 0,86 dan 0,85. Faktor 2 terdiri dari 3 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio bank terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah dan rasio bank umum terhadap BPR. Ketiga variabel berkorelasi positif. Jika ada salah satu variabel pada faktor 2 mengalami peningkatan maka semua variabel pada faktor 2 akan mengalami peningkatan. Faktor 2 merepresentasikan 17,6% keragaman data, nilai pembobot masing masing adalah 0,97, 0,90 dan 0,94. Keberadaan bank selain merespon permintaan penduduk sebagai tempat penyimpanan uang yang aman juga sangat terkait dengan aktifitas ekonomi dan persaingan antar bank.

43 109 Faktor 3 didominasi dengan sektor informal, seperti toko dan warung. Faktor ini terdiri dari 4 variabel penciri faktor. Keempat faktor tersebut adalah rasio toko terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah dan rasio warung kedai makanan terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Struktur hubungan mengindikasikan bahwa jika ada variabel penciri pada faktor 3 meningkat maka semua variabel penciri pada faktor 3 akan mengalami peningkatan. Faktor 3 merepresentasikan 19,7% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar 0,96, 0,73, 0,96 dan 0,73.. Korelasi positif antar aktifitas ekonomi non formal merupakan respon terhadap kurangnya daya serap tenaga kerja sehingga masyarakat berusaha mencari usaha sendiri untuk menjamin pendapatan meraka. Faktor 4 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel terdiri dari rasio hotel terhadap penduduk dan luas wilayah. Hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika rasio hotel terhadap penduduk menurun maka rasio hotel terhadap luas wilayah akan menurun. Faktor 4 merepresentasikan 11,2% keberagaman data, nilai faktor pembobot masing masing sebesar -0,93 dan -0,94. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Faktor tersebut adalah rasio koperasi industri kecil terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah. Struktur hubungan antar variabel saling berkorelasi positif. Rasio koperasi industri kecil terhadap jumlah penduduk meningkat disertai dengan peningkatan dengan rasio koperasi industri kecil terhadapa luas wilayah. Faktor 5 merepresentasikan 12,7% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,92 dan 0,89. Usaha untuk merespon aktifitas ekonomi dengan dasar penyediaan infrastruktur fasilitas ekonomi perlu ditunjang dengan keterampilan khusus lembaga keterampilan. Data dasar yang digunakan untuk menganalisis lembaga keterampilan berjumlah 8 variabel indikator dasar, kemudian dianalisis menjadi 10 variabel indikator. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan 7 variabel penciri dibagi dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ditampilkan tabel hasil analisis

44 110 Tabel 34 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur pangsa lokal lembaga keterampilan Faktor F1 F2 Variabel Indikator penciri faktor Faktor Loading Pangsa lokal keterampilan bahasa X369 (+) Pangsa lokal keterampilan Komputer X371 (+) Pangsa lokal keterampilan Menjahit/tata busana X375 (+) Pangsa lokal keterampilan Kecantikan X377 (+) Pangsa agregat lokal X384a (+) Indeks Diversitas lembaga Keterampilan X384 (+) Pangsa lokal keterampilan Montir mobil/motor X379 (+) Secara umum variabel lembaga keterampilan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 85,5% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari 5 variabel penciri faktor. Variabel tersebut terdiri dari pangsa keterampilan bahasa, komputer, menjahit, kecantikan dan pangsa agregat lokal. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Faktor 1 merepresentasikan 61,4% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,90, 0,89, 0,90, 0,80 dan 0,97. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah indeks diversitas lembaga keterampilan dan pangsa lokal keterampilan montir. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif, jika indeks diversitas lembaga keterampilan meningkat maka pangsa lokal keterampilan montir meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 24,2 keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar 0,76 dan 0,91. Bahasa inggris dan keterampilan komputer merupakan kebutuhan dasar yang perlu dikuasai oleh masyarakat guna menyongsong era pasar bebas dan era digital. Pangsa lokal keterampilan menjahit/tata busana dan kecantikan juga menjadi bagian dari faktor ini karena terkait dengan mode dan trend. Keberadaan infrastruktur tidak hanya terkait dengan aktifitas ekonomi dan keterampilan tetapi juga dibutuhkan fasilitas kesehatan untuk menjamin kehidupan yang sehat. Data dasar yang digunakan dalam analisis sebanyak 16 variabel dasar, kemudian dianalisis menjadi variabel indikator sebanyak 17. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan faktor pembobot (Factor Loadings) dibagi dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Tabel infrastruktur sarana kesehatan sebagai berikut :

45 111 Tabel 35 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur pangsa lokal dan rasio sarana kesehatan dan tenaga medis Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading F2 Rasio Rumah Sakit trhdp jmlh pddk X385 (+) Rasio Tempat Praktek Dokter trhdp jmlh pddk X390 (+) F1 Rasio Apotik trhdp jmlh pddk X394 (+) Rasio dokter trhdp jmlh pddk X397 (+) Pangsa lokal tenaga medis X401 (+) Secara umum infrastruktur kesehatan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 87,3% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Hasil analisis pada tabel di atas menunjukkan faktor 1 terdiri dari 4 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio tempat dokter terhadap penduduk, rasio apotik terhadap jumlah penduduk, rasio dokter terhadap jumlah penduduk dan pangsa tenaga medis. Struktur hubungan antar variabel penciri faktor berkorelasi positif, jika salah satu dari faktor 1 mengalami peningkatan maka seluruh faktor penciri pada faktor 1 akan meningkat. Faktor 1 merepresentasikan 62,8% keragaman data, dengan nilai pembobot variabel masing masing sebesar 0,77, 0,82, 0,96 dan 0,95. Faktor 2 hanya terdapat 1 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio rumah sakit terhadap jumlah penduduk. Variabel ini bernilai positif. Kecendrungan penambahan keberadaan rumah sakit tidak dipengaruhi oleh beberapa penciri variabel indikator. Faktor 2 merepresentasikan 24,7% keberagaman data dengan nilai pembobot sebesar 0,97. Keberadaan tempat praktek dokter untuk memberikan dan memudahkan pelayanan bagi masyarakat. Umumnya keberadaan tempat praktek dokter sering disertai dengan apotik. Keberadaan apotik akan memberikan pelayanan yang lebih mudah bagi pasien yang berobat. Keberadaan apotik di tempat praktek dokter minimal dapat mengurangi biaya transportasi pasien untuk memperoleh obat. Berdasarkan analisis tersebut maka pola asosiasi antar dokter, tempat praktek dokter dan tenaga medis memiliki pengaruh yang kuat. Penunjang aktifitas lain untuk meningkatkan pelayanan tingkat desa, dalam hal ini pendidikan aparatur desa dan rasio pendidikan. Data dasar terdiri dari 14 variabel dasar, dianalisis menjadi 16 variabel indikator. Setelah dilakukan

46 112 Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan variabel penciri sebanyak 11 dibagi dalam 5 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini tabel infrastruktur pendidikan aparatur pemerintah dan rasio pendidikan. Tabel 36 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur rataan pendidikan aparatur pemerintahan dan rasio pendidikan Faktor F1 F2 F3 F4 F5 Penciri Variabel Indikator Factor Loading Rasio SMU terahadap usia 16 s/d 18 thn X367 (+) Rataan pddkan apratur desa tingkat perguruan tinggi X452 (+) Rasio siswa smu terhadap sekolah SMU X455 (+) Rasio PNS terhadp pddk X445 (-) Rasio PNS trhdp luas wilayah X446 (-) Rataan pddkan apratur desa tamat SMP X449 (-) Rataan pddkan apratur desa tamat SMU X450 (-) Rasio unit polisi trdp pddk X439 (+) Rasio uni polisi trhdp luas wilayah X440 (+) Rasio SD terhadap usia 7 s/d 12 tahun X365 (-) Rasio siswa SD terhadap sekolah SD X453 (+) Secara umum variabel pendidikan aparatur desa dan rasio sarana pendidikan dengan jumlah penduduk mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 90,4% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki 3 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio SMU terhadap level pendidikan usia tahun, rataan pendidikan aparatur desa tingkat perguruan tinggi dan rasio SMU terhadap siswa SMU. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Semakin meningkat rasio SMU terhadap usia tahun maka akan meningkatkan rataan pendidikan aparatur pemerintah desa tingkat perguruan tinggi dan rasio siswa SMU terhadap sekolah SMU. Faktor 1 merepresentasikan 21,6 keragaman data, pembobot masing masing variabel berturut turut sebesar 0,83, 0,82 dan 0,90. Ilustrasi antar variabel indikator di atas menunjukkan bahwa permintaan SMU tinggi akan menyebabkan penawaran dari sisi masyarakat juga mengalami peningkatan. Artinya respon pendidikan tinggi. Respon pendidikan yang tinggi bisa didasari atas permintaan angkatan kerja yang harus memiliki kualifikasi tertentu baik di pemerintahan dan swasta. Kecenderungan kedua adalah keinginan untuk melanjutkan tingkat pendidikan pada strata yang lebih tinggi. Penawaran pendidikan yang tinggi dari sisi masyarakat dapat mempertinggi tingkat pendidikan masyarakat.

47 113 Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio PNS terhadap jumlah penduduk dan rasio PNS terhadap luas wilayah juga akan menurun. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi secara positif tetapi nilai faktor pembobot negarif. Semakin menurun rasio PNS terhadap jumlah penduduk maka akan menurunkan rasio PNS terhadap luas wilayah. Faktor 2 merepresentasikan 18,6 keberagaman data, nilai pembobot masing masing variabel penciri faktor sebesar -0,95 dan -0,97. Faktor 3 terdiri 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut rataan pendidikan aparatur pemerintah desa tingkat SMU dan rataan pendidikan aparatur desa tingkat SMP. Hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika rataan pendidikan aparatur desa tingkat SMU menurun maka rataan pendidikan aparatur desa tingkat SMP akan menurun. Faktor 3 merepresentasikan 17,7% keragaman data, nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar -0,97 dan -0,97. Faktor 4 memperlihatkan 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut pangsa PNS terhadap penduduk dan luas wilayah. Struktur hubungan antar faktor saling berkorelasi positif, jika rasio PNS terhadap jumlah penduduk menurun maka rasio PNS terhadap luas wilayah juga akan mengalami penurunan. Faktor 4 merepresentasikan 15,6% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,95 dan 0,85. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel indikator penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio SD terhadap penduduk usia 7 12 tahun dan rasio siswa SD terhadap SD. Struktur hubungan antar variabel saling berkorelasi negatif, jika rasio SD terhadap jumlah penduduk usia 7 12 tahun meningkat maka rasio siswa SD terhadap SD akan meningkat. Faktor 5 merepresentasikan 16,9% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar -0,93 dan 0,93. Akhirnya dalam rangka menjamin terciptanya toleransi di dalam beragama utamanya yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan maka infrastruktur peribadatan perlu untuk dibangun. Keberadaan infrastruktur dalam rangka melayani berbagai macam keyakinan masyarakat. Keberadaaan infrastruktur dapat memudahkan mereka untuk menjalankan keyakinan mereka, berkumpul sesama atau menjadi tempat sosialisasi bagi mereka untuk memberikan kesadaran tantang pentingnya toleransi.

48 114 Data dasar variabel yang digunakan dalam infrastruktur peribadatan sebanyak 6 data dasar, kemudian diolah menghasilkan 7 variabel indikator. Setelah menggunakan analisis principle component anlysis (PCA) menghasilkan variabel penciri sebanyak 4, dibagi ke dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Tabel hasil analisis infrastruktur peribadatan. Tabel 37 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur pangsa lokal sarana peribadatan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa masjid X402 (+) Indeks diversitas rumah ibadah X413 (+) Pangsa gereja kristen X406 (+) Pangsa vihara X412 (+) Secara umum infrastruktur peribadatan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 67,1% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari 2 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa lokal mesjid dan indeks diversitas rumah ibadah. Struktur hubungan antar variabel penciri berkorelasi positif. Jika pangsa lokal mesjid meningkat maka indeks diversitas rumah ibadah akan meningkat. Faktor merepresentasikan 35,1% keragaman data, dengan pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,80 dan 0,83. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut pangsa gereja kristen dan pangsa lokal Vihara. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa lokal gereja kristen meningkat maka pangsa vihara juga akan meningkat. Faktor 2 merepresentaskan 32 % keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,78 dan 0,81. Pola Asosiasi Variabel Kemiskinan dan Pengangguran Kemiskinan dan Pengangguran Ukuran kinerja pembangunan daerah pada tahun tertentu merupakan gambaran kinerja pemerintah dan menjadi bahan evaluasi kinerja pembangunan pemerintah. Pemerintah daerah perlu menyusun projection (sasaran) dan forecasting (peramalan). Adanya sasaran dan ramalan diharapkan pemerintah mampu menghindari program atau sasaran yang dianggap tidak mampu untuk dicapai. Pemerintah perlu menentukan skenario dalam menyusun kinerja

49 115 pembangunan yang lebih mantap. Melalui proyeksi dan forecasting pemerintah dapat menentukan variabel determinan sasaran pembangunan ke depan. Data dasar yang digunakan pada kemiskinan dan pengangguran sebanyak 2 variabel. Variabel tersebut adalah angka keluarga miskin dan pengangguran. Hasil Principle Component Analysis (PCA) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 38 Analisis faktor/komponen utama variabel kemiskinan dan pengangguran Faktor F1 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa keluarga miskin X11 (+) Pangsa Angkatan kerja menganggur X12 (+) Tabel di atas memperlihatkan bahwa kinerja pembangunan memiliki 1 faktor utama. Faktor mencirikan pangsa lokal keluarga miskin dan angkatan kerja yang menganggur. Faktor mengilustrasikan bahwa apabila pangsa kemiskinan meningkat maka pengangguran juga akan meningkat. Faktor di atas secara total menerangkan 72 % variasi karakteristik wilayah kecamatan sebesar 72 %. Untuk membangun parameter tujuan, angka kemiskinan dan pengangguran dibagi ke dalam 2 bagian yaitu (1) logaritma natural angka keluarga miskin dan (2) logaritma natural angka pengangguran tanpa PCA. Pola Asosiasi Variabel Penunjang Sumberdaya Alam Analisis variabel indikator dibagi menjadi 5 bagian yaitu sumberdaya alam lahan fisik, potensi peternakan, perikanan, luas tanam perkebuhan dan kehutanan hingga luas lahan tanaman pangan. Data dasar sumberdaya alam lahan fisik berjumlah 16 data dasar, dianalisis menjadi 17 indikator. Hasil analisis faktor pembobot (Factor Loadings) sebesar 12 variabel indikator terbagi dalam 5 faktor komponen utama (Factor Score).

50 116 Tabel 39 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal lahan fisik dan bencana alam Faktor F1 F2 F3 F4 F5 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal area fisiografi berbukit X19 (+) Pangsa lokal area fisiografi dataran X20 (-) Pangsa lokal keluarga rawan tanah longsor X29 (+) Pangsa lokal persentase kejadian longsor X23 (+) Pangsa lokal keluarga rawan banjir bandang X33 (-) Pangsa lokal persentase kejadian banjir bandang X27 (-) Pangsa lokal elevasi 0-100(m) X13 (-) Pangsa lokal keluarga rawan banjir X31 (-) Indeks ldiversitas Keluarga rawan bencana alam X34a (+) Indeks diversitas bencana alam X28a (+) Pangsa lokal keluarga rawan gempa bumi X34 (+) Pangsa lokal persentase kejadian gempa bumi X28 (+) Secara umum indikator sumberdaya alam fisik lahan merepresentasikan keragaman data sebesar 86% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdapat 4 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal area fisiografi berbukit, pangsa lokal area fisiografi dataran, pangsa keluarga rawan tanah longsor dan pangsa persentase kejadian tanah longsor. Antar variabel terdapat korelasi secara positif dan negatif. Struktur hubungan variabel tersebut adalah jika semakin meningkat pangsa lokal area berbukit dalam kecamatan maka pangsa lokal area fisiografi dataran rendah berkurang, tetapi akan berpotensi meningkatkan pangsa keluarga rawan bencana tanah longsor dan pangsa persentasi kejadian tanah longsor. Namun kejadian ini akan terbalik jika pangsa lokal area fisiografi dataran meningkat dalam kecamatan. Faktor merepresentasikan keberagaman data 23% dengan faktor pembobot masing masing berturut turut adalah 0,89, -0,78, 0,81 dan 0,80. Faktor 2 terdiri 2 variabel indikator penciri utama. Variabel tersebut pangsa lokal keluarga rawan banjir bandang dan pangsa persentase kejadian banjir bandang. Antar variabel berkorelasi positif. Semakin menurun pangsa keluarga rawan banjir bandang maka akan menurunkan pangsa persentase kejadian banjir bandang. Faktor ini merepresentasikan keragaman data sebesar 16% dengan faktor pembobot masing bernilai -0,96 dan -0,97.

51 117 Faktor 3 terdiri dari 2 variabel indikator penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa elevasi (m) dan pangsa keluarga rawan banjir. Kedua variabel berkorelasi positif tetapi faktor pembobot bernilai negatif. Semakin menurun pangsa elevasi (m) maka akan menurunkan pangsa keluarga rawan banjir. Faktor ini merepresentasikan keragaman data sebesar 16%, dengan nilai pembobot faktor masing masing sebesar -0,98 dan -0,98. Faktor 4 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah indeks diversitas keluarga bertempat tinggal rawan bencana alam dan indeks diversitas bencana alam. Kedua variabel penciri berkorelasi positif. Semakin meningkat indeks diversitas keluarga bertempat tinggal rawan bencana alam maka semakin meningkat indeks diversitas bencana alam. Faktor ini merepresentasikan 16% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,97 dan 0,97. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa keluarga rawan bencana alam dan pangsa persentase kejadian gempa bumi. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif, semakin meningkat pangsa keluarga rawan bencana alam maka akan meningkatkan pangsa persentase kejadian gempa bumi. Faktor 5 merepresentasikan 13% keragaman data, dengan nila faktor pembobot masing masing sebesar 0,87 dan 0,84. Analisis berikutnya yang terkait dengan sumberdaya alam adalah potensi peternakan Kabupaten Bogor. Data dasar yang digunakan pada potensi peternakan sebanyak 11 variabel dasar, kemudian dianalisis menjadi 14 variabel indikator. Hasil analisis faktor pembobot (Factor Loadings) sebesar 7 variabel indikator penciri terbagi dalam 4 faktor komponen utama (Factor Score). Tabel 40 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal peternakan dan indeks diversitas Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading F1 Indeks diversitas ternak besar X77 (-) Indeks diversitas peternak unggas X89 (-) F2 Pangsa lokal Kerbau X70 (-) Pangsa lokal Pembibit X82 (-) F3 Pangsa lokal Ayam Buras X84 (+) F4 Pangsa lokal Babi X76 (+) Pangsa lokal Pedaging X80 (+)

52 118 Secara umum sumberdaya alam potensi peternakan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 86% terhadap variasi karakteristik seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah indeks diversitas ternak besar dengan indeks diversitas peternak unggas. Kedua variebel penciri berkorelasi positif. Semakin menurun indeks ternak besar maka indeks diversitas peternak unggas menurun. Faktor 1 ini merepresentasikan 29% keragaman data, dengan nilai faktor pembobot masing masing sebesar -0,99 dan -0,98. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut terdiri dari pangsa ikan mas dan indeks diversitas perikanan. Kedua faktor berkorelasi positif, dimana semakin meningkat pangsa ikan mas maka indeks diversitas ikan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 34,8% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing faktor sebesar 0,80 dan 0,83. Analisis sumberdaya alam terkait dengan potensi tanaman pangan terdiri dari 8 variabel dasar, dianalisis menjadi 9 indikator. Hasil analisis faktor pembobot (Factor Loadings) sebesar 6 variabel indikator terbagi dalam 3 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini ditampilakan sumberdaya alam potensi luas panen tanaman pangan. Tabel 41 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya alam pangsa lokal luas panen tanaman pangan Faktor F1 F2 F3 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal luas panen kacang hijau X50 (-) Indeks diversitas luas panen t. pangan X65 (-) Pangsa lokal luas panen jagung jagung X60 (+) Pangsa lokal luas panen kacang tanah X62 (+) Pangsa lokal luas panen padi gogo X54 (+) Pangsa lokal luas panen ubi jalar X58 (-) Secara umum sumberdaya alam luas panen tanaman pangan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 77,6% terhadap variasi karakteristik seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari pangsa lokal luas panen kacang hijau dan indeks diversitas luas panen. Hubungan variabel berkorelasi positif. Jika pangsa lokal luas tanam kacang hijau menurun maka indeks diversitas luas panen tanaman pangan menurun. Faktor merepresentasikan 32,5% keragaman data, pembobot masing masing -0,97 dan -0,97.

53 119 Faktor 2 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal luas panen jagung dan pangsa lokal luas panen kacang tanah. Kedua variabel ini berkorelasi positif, dengan semakin meningkat pangsa lokal luas panen jagung maka pangsa lokal luas panen kacang tanah juga akan meningkat. Faktor ini merepresentasikan 25% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,82 dan 0,86. Faktor 3 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal luas panen padi gogo dan pangsa lokal luas panen ubi jalar. Kedua variabel berkorelasi negatif. Semakin meningkat pangsa padi gogo maka pangsa ubi jalar akan mengalami penurunan. Faktor ini merepresentasikan 20,1% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,80 dan -0,74. Analisis berikut yang terkait dengan sumberdaya alam adalah potensi perkebunan dan kehutanan Kabupaten Bogor. Data dasar yang digunakan pada potensi perkebunan sebanyak 5 variabel dasar, kemudian dianalisis menjadi 5 variabel indikator. Hasil analisis faktor pembobot (Factor Loadings) sebesar 4 variabel indikator penciri faktor, terbagi dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut tabel sumberdaya alam potensi kehutanan dan perkebunan. Tabel 42 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya alam pangsa lokal kehutanan dan perkebunan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Faktor Loading pangsa Luas Hutan Kayu Jenis II X98 (+) pangsa perkebunan buah buahan X102 (+) pangsa Luas Hutan Kayu Jenis III X100 (+) pangsa perkebunan obat obatan X104 (+) Secara umum faktor pembentuk tipologi sumberdaya alam potensi perkebunan dan kehutanan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 81,8% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut pangsa luas hutan kayu jenis II dan pangsa luas perkebunan buah buahan. Kedua faktor berkorelasi positif, semakin tinggi luas hutan kayu jenis II maka pangsa luas perkebunan buah buahan akan meningkat. Faktor 1 merepresentasikan 45,7% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,92 dan 0,91.

54 120 Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabelnya adalah pangsa lokal hutan kayu jenis III dan pangsa lokal perkebunan obat obatan. Kedua faktor berkorelasi positif. Semakin meningkat pangsa hutan kayu jenis III maka pangsa perkebunan obat obatan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 36,1% keragaman data, nilai faktor pembobot masing masing sebesar 0,79 dan 0,89. Pengendalian Ruang Ruang diartikan entitas yang ada dipermukaan bumi tempat dimana mahluk hidup tumbuh dan berkembang. Konfigurasi ruang mencerminkan pola asosiasi aktifitas mahluk hidup, baik yang ada di darat, laut dan udara yang satu sama lain saling membutuhkan. Pengendalian ruang untuk mengendalikan pola pemanfatan ruang sesuai dengan fungsinya serta menjaga dinamika perubahan ruang agar tidak menciptakan kerugian besar. Data dasar yang digunakan dalam variabel pengendalian ruang sebanyak 21 data dasar. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) memiliki variabel penciri 16 variabel yang dibagi ke dalam 6 faktor komponen utama. Berikut ini tabel hasil analisis pengendalian ruang. Tabel 43 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator variabel pengendalian ruang pangsa lokal alih guna lahan Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loadings Pangsa lokal laju alih Lahan sawah ke Perumahan X339 (+) Pangsa lokal laju alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke sawah X343 (+) F1 Pangsa lokal alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke perumahan X344 (+) Pangsa lokal alih hutan menjadi sawah X353 (+) Pangsa lokal alih hutan menjadi perumahan X354 (+) Pangsa lokal alih hutan menjadi lahan bukan sawah X355 (+) Pangsa lokal laju alih Lahan sawah ke Industri X340 (-) F2 Pangsa lokal laju alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke industri X345 (-) Pangsa lokal alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke perusahaan X346 (-) F3 Pangsa lokal lus lahan bukan sawah terlantar/luas ladang X335 (+) Pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi industri X350 (+) F4 Pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi sawah X348 (-) Pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan X349 (-) F5 Rasio ruang terbuka hijau X341 (-) Pangsa lokal laju alih Lahan sawah ke pertanian bukan sawah X342 (-) F6 Pangsa lokal laju alih lahan sawah ke perusahaan/perkantoran X337 (-)

55 121 Secara umum faktor pembentuk konfigurasi ruang mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 86% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki variabel penciri sebanyak 6 variabel. Variabel tersebut adalah pangsa laju alih lahan sawah ke perumahan, laju alih guna lahan tegalan, ladang dan perkebunan ke sawah, laju alih guna lahan tegalan, ladang dan perkebunan ke perumahan, alih lahan kehutanan ke sawah alih hutan ke perumahan pangsa alih hutan ke lahan bukan sawah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika salah satu diantara variabel penciri pada faktor 1 meningkat maka seluruh variabel penciri pada faktor 1 akan meningkat. Faktor 1 merepresentasikan 34,5% keragaman data, nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,82, 0,99, 0,98, 0,99, 0,98 dan 93. Alih guna lahan sawah dan hutan menjadi perumahan dipengaruhi laju pertumbuhan penduduk meningkat. Peruntukkan lahan tentu saja akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan nilai ekonomi. Faktor 2 memiliki 3 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa laju alih lahan sawah ke industri, pangsa laju alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke sawah dan perumahan. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa alih lahan sawah ke industri mengalami penuruan maka pangsa alih lahan tegalan, ladang dan perkebunan ke sawah dan perumahan akan turun. Faktor 2 merepresentasikan 14,1% keragaman data, nilai pembobot masing masing variabel sebesar -0,74, -0,88 dan -0,90. Faktor 3 memiliki 2 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa lokal luas lahan bukan sawah/luas ladang dan pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan. Hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa lokal luas lahan bukan sawah mengalami peningkatan maka pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan akan meningkat. Faktor 3 merepresentasikan 11,1% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar -0,91 dan -0,93. Faktor 4 memiliki 2 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi sawah dan pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan. Hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi

56 122 sawah menurun maka pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan menurun. Faktor 4 merepresentasikan 9,1% keragaman data, dengan nilai masing masing pembobot sebesar -0,84 dan -0,85. Faktor 5 memiliki 2 variabel penciri indikator, variabel tersebut adalah rasio ruang terbuka hijau dan pangsa lokal alih guna lahan sawah ke pertanian bukan sawah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila rasio ruang terbuka hijau turun maka pangsa lokal alih guna lahan sawah ke pertanian bukan sawah mengalami penurunan. Faktor 5 merepresentasikan 8,4% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar -0,82 dan -0,80. Faktor 6 hanya 1 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa lokal alih guna lahan sawah ke perusahaan/perkantoran yang merepresentasikan 7,9% keragaman data, dengan nilai pembobot penciri -0,97. Model Spasio Struktural Determinan Kinerja Pembangunan Model spasio struktural adalah model yang memperlihatkan variabel penciri yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kemiskinan dan pengangguran. Model ini mengidentifikasi kekuatan pengaruh masing masing variabel dan implikasinya. Model dapat memberikan implikasi yang negatif maupun positif terhadap variabel tujuan. Pengaruh model dapat bersifat elastis dan tidak elastis. Semakin elastis suatu model maka pengaruhnya sangat signifikan terhadap variabel tujuan. Dimensi Kemiskinan Model spasial kinerja pembangunan dimensi kemiskinan diperoleh setelah dilakukan Fordward Stepwise Regression dan Backward Stepwise Regression untuk memperoleh nilai duga parameter ( koefisien variabel ) instrumen daerah sendiri dan daerah terkait. Hasil analisis secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 44.

57 123 Tabel 44 Nilai duga parameter model spasial kinerja pembangunan dimensi kemiskinan. Variabel penjelas model Kelompok Instrumen daerah sendiri Simbol LnIdx_KpF4n LnIdxPrlhn_F4n LnIdxInf_BpF1 LnidxInf_BpF2 LnIdxSDA_PrkF2 LnIdxSDA_PkF4 LnIdxSDM_UsF1 Keterangan Pangsa lokal bantuan pemerintah pusat Pangsa lokal bantuan pemerintah provinsi Pangsa lokal alih guna lahan tambak, kolam ke sawah Pangsa lokal alih guna lahan tambak, kolam ke perumahan Rasio koperasi terhadap jumlah penduduk Rasio koperasi terhadap jumlah wilayah Rasio bank terhadap penduduk Rasio jumlah bank terhadap luas wilayah Pangsa lokal jumlah ikan mas dalam ton indeks diversitas ikan Pangsa lokal jumlah babi Pangsa lokal jumlah pedaging Pangsa lokal usia produktif Parameter Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Arah pengaruh terhadap kemiskinan Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Menurun Meningkat Instrumen Pangsa lokal keluarga Pra sejahtera WLnIdx_Kpem 1 daerah dan sejahtera I Nyata elastis Menurun terkait Pangsa lokal bantuan pemerintah WLnIdx_KpF4n pusat Pangsa lokal bantuan pemerintah Nyata elastis Meningkat provinsi WLnIdxPrlhn_F6n Pangsa lokal alih guna lahan sawah ke perusahaan Pangsa lokal alih guna lahan sawah ke perkantoran Nyata elastis Menurun Rasio bank terhadap penduduk WLnIdxInf_BpF2 Rasio jumlah bank terhadap luas Nyata elastis Meningkat wilayah WLnIdxSDS_FsF3 Pangsa lokal surat miskin Pangsa lokasi permukiman kumuh Nyata elastis Meningkat WLnIdxSDA_PkF4 Pangsa lokal jumlah babi Pangsa lokal jumlah pedaging ayam Nyata elastis Menurun WLnIdxAe_ApF5n Pangsa lokal alat penggiling padi Nyata elastis Menurun Sumber : Hasil olah Spatial Durbin Model. Keterangan : * di duga dengan regresi berganda * Nyata P-Level kurang dari 0,01dan R = 0,967, R 2 = 0,936 dan Adjusted R 2 = 0,92 * Elastis : Parameter ( Koefisien variabel ) > 1,0 LnIdx_Kpem1 = 6,12 + 0,19 LnIdx_KpF4n + 0,23 LnIdxPrlhn_F4n + 0,17 LnIdxInf_BpF1 + 0,38 LnidxInf_BpF2 + 0,61 LnIdxSDA_PrkF2 0,53 LnIdxSDA_PkF4 + 0,13 LnIdxSDM_UsF1 7,03 WLnIdx_Kpem1 + 1,77 WLnIdx_KpF4n 3,11 WLnIdxPrlhn_F6n + 2,69 WLnIdxInf_BpF2 + 1,91WLnIdxSDS_FsF3 2,04 WLnIdxSDA_PkF4 3,94 WLnIdxAe_ApF5n Keterangan * Makna simbol variabel lihat Tabel 44

58 124 Berdasarkan hasil yang diperoleh berdasarkan model durbin yang digunakan maka dapat dijelaskan sebagai berikut : Tingkat kemiskinan nyata elastis mendorong penurunan angka kemiskinan di kecamatan tertentu yang dipengaruhi oleh daerah/kecamatan sekitar. Perubahan 1% di daerah/kecamatan yang berjarak radius tertentu akan menurunkan angka kemiskinan di kecamatan lain sebesar 7,03. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kerjasama antar kecamatan harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Pangsa lokal bantuan pemerintah pusat/provinsi nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di daerah/kecamatan dan nyata elastis menghambat kinerja pembanguan ( kemiskinan meningkat ) daerah/kecamatan lain pada jarak tertentu. Alokasi bantuan pemerintah cenderung memusat di kecamatan tertentu diduga kecamatan lain tidak cukup memperoleh anggaran. Rasio bank terhadap penduduk/luas wilayah nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di daerah/kecamatan dan nyata elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan lain pada jarak tertentu. Umumnya infrastruktur perbankan cenderung berada pada pusat pemerintahan dan jumlah bank masih lebih rendah jika dibandingkan dengan porsi jumlah penduduk dan luas wilayah. Keadaan infrastruktur perbankan yang demikian menyebabkan kemiskinan secara tidak langsung di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor. Pangsa lokal jumlah babi dan pedaging ayam nyata tidak elastis menurunkan angka kemiskinan di daerah/kecamatan dan nyata elastis mendorong penurunan angka kemiskinan kecamatan lain pada jarak tertentu. Aktifitas ini relatif memusat di kecamatan tertentu. Pemusatan pada aktifitas ini belum signifikan mendorong penurunan angka kemiskinan. Aktifitas ini dianjurkan untuk diempelmentasikan di kecamatan lain. metode penerapannya dapat dilakukan dengan mendirikan kawasan peternak ayam. Pangsa lokal alih guna lahan tambak dan kolam menjadi sawah nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan tertentu. Skala produksi yang tidak layak, harga input tinggi dan nilai jual hasil produksi rendah merupakan faktor penyebab aktifitas pertanian

59 125 sawah tidak menguntungkan. Pangsa lokal alih guna lahan tambak dan kolam ke perumahan nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan tertentu. Alih guna lahan ini dapat menyebabkan pemilik lahan kehilangan mata pencaharian. Mula mula pemilik lahan memperoleh materi dari hasil jual lahan, tetapi disisi lain mereka sudah tidak memiliki lahan. Situasi ini akan menjadi rumit jika penjual lahan sudah tidak memiliki pekerjaan lain. fenomena kemiskinan akan semakin meningkat jika alih lahan tidak dikendalikan. Rasio koperasi terhadap jumlah penduduk/luas wilayah nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan. Diduga karena keberadaan koperasi relatif memusat pada kecamatan tertentu dan rasio jumlah koperasi terhadap jumlah penduduk masih rendah. Rasio yang relatif rendah tidak mampu mendorong penurunan angka kemiskinan sehingga dibutuhkan penyebarluasan infrastruktur koperasi di beberapa kecamatan. Pangsa lokal jumlah ikan dalam ton dan indeks diversitas nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan. Aktifitas ini relatif memusat pada kecamatan tertentu. Untuk pengembangan kegiatan tersebut perlu dilakukan penyediaan input yang murah dan bantuan modal tanpa bunga. Pangsa lokal usia produktif berdasarkan tingkatan umur nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan. Aktifitas ekonomi yang lamban menyebabkan serapan tenaga kerja rendah. Pangsa lokal alih guna lahan sawah menjadi perusahaan/perkantoran nyata elastis mendorong kinerja pembangunan di daerah/kecamatan (kemiskinan menurun) sekitar pada jarak radius tertentu. Aktifitas perusahaan dan perkantoran memberikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan aktifitas pertanian sawah dan aktifitas ini mampu membuka lapangan pekerjaan. Pangsa lokal surat miskin/pangsa lokasi pemukiman kumuh nyata elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan sekitar pada radius tertentu. Jumlah surat miskin yang meningkat akan mengganggu porsi anggaran aktifitas pembangunan. Anggaran pembangunan dapat dialokasian pada akitifitas yang memberikan nilai ekonomi tinggi dan

60 126 peningkatan sumberdaya manusia akan berkuruang porsinya akibat alokasi untuk orang miskin yang mendesak. Pangsa lokal alat penggiling padi nyata elastis menurunkan kemiskinan di daerah/kecamatan sekitar pada jarak tertentu. Kondisi ini menunjukkan alat penggiling memberikan manfaat yang tinggi bagi pengguna. Secara ringkas model dimensi kemiskinan digambarkan sebagai berikut : LnIdxSDM_UsF1 WLnIdx_Kpem 1 WLnIdxSDS_FsF3 0,13-7,03 1,91 WLnIdx_KpF4n 1,77 LnIdx_Kpem 1-3,11 WLnIdxPrlhn_F6n LnIdx_KpF4n 0,19-0,62 LnIdxSDA_PrkF2 LnIdxPrlhn_F4n 0,23-0,53 LnIdxSDA_PkF4 LnidxInf_BpF2 0,17 0,38 LnIdxInf_BpF2-3,94-2,04 2,69 WLnIdxAe_ApF5n WLnIdxSDA_PkF4 WLnIdxInf_BpF2 Keterangan : Makna simbol variabel dapat dilihat pada Tabel 44 Gambar 23 Diagram model dimensi kemiskinan. Berdasarkan hasil uji dimensi kemiskinan maka dapat disusun beberapa arahan yang dapat mendorong berkurangnya angka kemiskinan masyarakat, yaitu 1. Menyusun alokasi anggaran yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan kecamatan. Kuatnya keterkaitan kecamatan di Kabupaten Bogor mengharuskan pemerintah untuk mengatur distribusi anggaran yang merata antar kecamatan. Alokasi anggaran salah satunya dapat diperuntukkan untuk membantu industri kecil di kecamatan yang dianggap mampu untuk meningkatkan nilai tambah dan pembukaan lapangan pekerjaan. Juga dapat pula dialokasikan untuk membantu model pencarian nafkah pendidik (Livelihood) melalui bantuan pemerintah dan mendirikan lembaga keuangan (Micro finance).

61 Mengupayakan kerjasama antar kecamatan di Kabupaten Bogor dan daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor untuk mengurangi angka kemiskinan. Kerjasama ini minimal dapat mengurangi biaya atau anggaran. Program yang sama di beberapa kecamatan dapat dilakukan untuk mengefisiensikan biaya dan dapat lebih efektif karena dilakukan bersama sama. 3. Pembangunan infrastruktur ekonomi di Kabupaten Bogor harus merata di tiap kecamatan. Infrastruktur ekonomi relatif memusat di perkotaan dan di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor. Keberadaan lembaga ekonomi yang merata dapat membantu menanggulangi angka kemiskinan. 4. membuka lapangan pekerjan bagi usia produktif dan memberikan pelatihan bagi mereka. Akibat laju penduduk yang lebih tinggi dari ketersedian lapangan pekerjaan mengakibatkan munculnya penduduk yang tidak memiliki lapangan pekerjaan. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan bagi mereka. Lapangan pekerjaan dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan dan bantuan modal bagi penduduk usia produktif. 5. Membatasi alih guna lahan dan meningkatkan nilai tambah lahan pertanian. Alih guna lahan dapat terjadi akibat nilai ekonomi lahan di bidang pertanian lebih rendah dari pada lahan tersebut dijual untuk peruntukkan aktifitas lain. Untuk mengurangi hal tersebut maka produktifitas dan nilai tambah aktifitas pertanian secara umum perlu untuk dilakukan. Peningkatan nilai tambah dapat dilakukan dengan menyediakan teknologi yang dapat menciptakan diversifikasi produk dan meningkatkan produktifitas lahan. Dimensi Pengangguran Model spasial kinerja pembangunan dimensi pengangguran diperoleh setelah dilakukan Fordward Stepwise Regression dan Backward Stepwise Regression untuk memperoleh nilai duga parameter ( koefisien variabel ) instrumen daerah sendiri dan daerah terkait. Hasil analisis secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 45.

62 128 Tabel 45 Nilai duga parameter model spasial kinerja pembangunan dimensi pengangguran Variabel penjelas model Kelompok Parameter instrumen daerah sendiri Parameter instrumen daerah terkait Simbol LnIdxInf_LkF1 LnidxSDM_UsF1 LnIdxSDS_OsF1 LnIdxSDS_FsF5 LnIdx_PpF3n WLnIdxSDA_TpnF3 Keterangan Pangsa lokal keterampilan bahasa, komputer, menjahit, kecantikan Pangsa lokal usia produktif Sumber : Hasil olah Spatial Durbin Model. Keterangan : * di duga dengan regresi berganda * Nyata P-Level kurang dari 0,01 * Elastis : parameter ( koefisien variabel ) > 1,0 Indeks diversitas kelompok tani binaan Pangsa lokal wabah penyakit Pangsa meninggal akibat penyakit Rataan tingkat pendidikan aparatur desa tamat SMP/SMA Pangsa lokal luas panen tanaman pangan ubi jalar Pangsa lokal luas panen tanaman pangan padi gogo Parameter Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata elastis Nyata elastis Arah pengaruh terhadap pengangguran Meningkat Meningkat Menurun Menurun Menurun Menurun Meningkat Kpem 2 = 3,94 + 0,23 LnIdxInf_LkF1 + 0,25 LnIdxSDM_UsF1-0,41 LnIdxSDS_OsF1-0,14 LnIdxSDS_FsF5-1,98 WLnIdxSDA_TpnF3 + 1,98 WLnIdxSDA_TpnF3-0,33 LnIdx_PpF3n Keterangan : *Makna simbol variabel dapat dilihat pada Tabel 45 Berdasarkan hasil yang diperoleh berdasarkan model durbin yang digunakan maka dapat dijelaskan sebagai berikut : Pangsa lokal lembaga keterampilan nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan. Lembaga keterampilan yang cenderung memusat menyebabkan lembaga ini tidak mempu mengurangi jumlah pengangguran. Pangsa lokal usia produktif nyata tidak elastis mengahambat kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan. Laju pertumbuhan jumlah penduduk bergerak secara ekponensial sedangkan ketersedian lapangan pekerjaan (industri) bergerak secara aritmetik. Keadaan tersebut menyebabkan serapan tenaga kerja berkurang. Program efisiensi dan efektifitas penggunaan teknologi canggih juga dapat menjadi penyebab serapan tenaga kerja berkurang.

63 129 Indeks diversitas lokal petani binaan nyata tidak elastis mendorong kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan. Petani binaan yang masih relatif memusat pada kecamatan tertentu menjadi penyebab aktifitas ini belum signifikan menurunkan angka kemiskinan. Pangsa lokal wabah penyakit/pangsa lokal orang meninggal akibat wabah penyakit nyata tidak elastis mengurangi jumlah penduduk menganggur di daerah/kecamatan. Fenomena pengangguran yang berkurang akibat jumlah penduduk meninggal merupakan salah satu indikator keadaan ekonomi, sosial, lingkungan dan kesehatan penduduk yang kurang baik. Oleh karena itu, program penyediaan fasilitas kesehatan dan pengobatan gratis bagi penduduk miskin menjadi prioritas untuk mengurangi angka kematian akibat wabah penyakit. Pangsa lokal jumlah ton tanaman pangan ubi jalar nyata elastis mendorong kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan sekitar pada jarak radius tertentu sedangkan pangsa lokal padi gogo nyata elastis menghambat kinerja pembangunan di daerah/kecamatan. Rataan tingkat pendidikan aparatur desa SMU/SMK nyata tidak elastis mendorong kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan. Hal ini disebabkan karena serapan tenaga kerja sebagai aparatur desa sangat sedikit sehingga tidak signifikan mengurangi angka pengangguran. Secara ringkas model dimensi pengangguran digambarkan sebagai berikut : LnIdxSDM_UsF1-0,25 1,98 WLnIdxSDA_TpnF3 LnIdx_PpF3n -0,33-0,41 Kpem 2 LnIdxSDS_OsF1 LnIdxInf_LkF1 0,23-0,14 LnIdxSDS_FsF5 Keterangan : Makna simbol variabel dapat dilihat pada Tabel 45 Gambar 24 Diagram model kinerja pengangguran.

64 130 Berdasarkan hasil uji dimensi pengangguran maka dapat disusun arahan yang dapat mendorong berkurangnya angka pengangguran masyarakat, yaitu : 1. Pembangunan lembaga keterampilan di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor perlu untuk dilakukan oleh pihak yang terkait. Keberadaan lembaga keterampilan masih relatif memusat di beberapa kecamatan. Lembaga keterampilan dapat membantu masyarakat untuk menigkatkan keterampilan mereka. Jenis lembaga keterampilan dapat diupayakan dengan melihat kecendrungan kebutuhan masyarakat. 2. Wabah penyakit yang dapat mengakibatkan orang meninggal dunia harus diatasi oleh pihak pemerintah. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah dan masyarakat harus mampu untuk menciptakan lingkungan bersih. Untuk mewujudkan lingkungan bersih maka perlu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah. 3. Meningkatkan pendidikan aparatur pemerintah desa. Untuk meningkatkan pelayanan dan optimalisisi program pemerintah ketingkat lokal maka pendidikan apratur desa harus ditingkatkan. Program program pemerintah yang telah disusun untuk mengatasi pengangguran akan sulit untuk diimplementasikan oleh aparatur desa jika mereka tidak memiliki pendidikan dan pengetahuan yang cukup. 4. Mengatasi usia produktif untuk mengatasi pengangguran. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya akibat laju penduduk yang lebih tinggi dari ketersedian lapangan pekerjaan mengakibatkan munculnya penduduk yang tidak memiliki lapangan pekerjaan. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan bagi mereka. Lapangan pekerjaan dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan dan bantuan modal bagi penduduk usia produktif. 5. Meningkatkan keterampilan kelompok tani. Untuk menigkatkan hasil produksi dan nilai tambah bagi petani maka peningkatan keterampilan bagi kelompok tani harus dilakukan. Hasil dan harga produk yang tinggi dapat membuka lapangan pekerjaan bagi petani yang tidak memiliki lahan.

65 131 Pembahasan Umum dan Implikasi Kebijakan Pembangunan dan interaksi spasial menjadi salah satu faktor kunci untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Pembangunan manusia juga menjadi kunci dalam rangka mendukung dan menyusun arah pembangunan. Guna mencapai pembangunan manusia dan interaksi spasial dalam rangka mengatasi kemiskinan dan pengangguran maka berdasarkan hasil analisis maka dapat dikaitkan dengan implikasi kebijakan, sebagai berikut : 1. Masalah kemiskinan di Kabupaten Bogor sangat dipengaruhi oleh daerah/kecamatan sekitar pada radius tertentu. Pengaruh kecamatan sekitar sangat signifikan menurunkan angka kemiskinan. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kerjasama antar kecamatan untuk menanggulangi kemiskinan merupakan kebijakan yang harus dilakukan daerah. Kerjasama melalui program bersama. Program dilakukan melalui pemberdayaan peningkatan kapasitas masyarakat, pengembangan individu dan industri ekonomi dan usaha kecil/menengah melalui bantuan modal ekonomi (economic capital), penyedian dan pengembangan teknologi untuk meningkat produktifitas (phisycal capital), peningkatan sumberdaya manusia terkait rataan tingkat pendidikan dan pelatihan (human capital) dan membangun kerjasama yang didasari kepercayaan tinggi dan saling membantu (reciprocity) untuk membangun sistem sosial yang kuat (social capital). Program bersama dapat efisien dalam hal biaya, efektif dalam hal waktu, produktif dalam hal capaian dan lebih sempurna karena dilakukan secara bersama sama. Karakteristik angka kemiskinan antar kecamatan memiliki keragaman. Ada kecamatan yang angka kemiskinan tinggi dan rendah. berdasarkan hasil penilitian BAPPEDA Bogor tahun 2005, angka kemiskinan yang terbesar di Kecamatan Pamijahan ( KK) dan Caringin ( KK). Temuan ini mirip dengan hasil penelitian (lihat tabel 15) sedangkan di beberapa kecamatan angka kemiskinan rendah. Temuan ini memperlihatkan bahwa kebijakan pemerintah belum optimal mengatasi kemiskinan saat ini. Faktor interaksi dan kerjasama antar kecamatan kelihatan belum dilakukan. Secara spasial kemiskinan dapat dilihat pada Gambar 25 berikut ini :

66 132 Gambar 25 Peta konfigurasi spasial keluarga miskin dan penduduk menganggur. 2. Pangsa bantuan pemerintah pusat/pemerintah provinsi nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan tertentu dan nyata elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan lain. Distribusi bantuan pemerintah yang cendrung memusat pada kecamatan tertentu diduga menjadi penyebab kecamatan lain tidak memperoleh anggaran yang cukup. Alasan ini diperkuat karena pengaruh kecamatan sekitar pada radius tertentu dapat mengakibatkan kemiskinan di kecamatan tertentu. Dengan kata lain pengelolahan anggaran kecamatan tertentu memperoleh porsi yang besar dibandingkan kecamatan lain. Dugaan ini memperkuat alasan pengalokasiaan anggaran yang tidak tepat sasaran dengan tanpa menganalisis lebih lanjut kecamatan yang perlu diprioritaskan untuk mengatasi kemiskinan. Berdasarkan argumentasi tersebut maka dalam rancangan penyusunan dan pengalokasian anggaran dibutuhkan analisis yang komprehensif. Dengan demikian pengalokasian anggaran yang tepat sasaran dapat memberikan manfaat langsung masyarakat seperti bantuan modal usaha produktif, bantuan modal petani serta bantuan biaya pendidikan. Dugaan lain karena alokasi anggaran 2006 lebih banyak diperuntukkan untuk belanja aparat. Anggaran untuk peningkatan kesejahteraan masih rendah. Untuk meningkatkan pengaruh alokasi anggaran belanja aparat harus dikurangi dan memfokuskan

67 133 pada pengembangan industri kecil. Pembukaan lapangan pekerjaan melalui lowongan pegawai negeri justru menambah beban anggaran belanja aparat. Jika pemerintah berupaya menghidupkan industri kecil melalui anggaran dengan harapan industri tersebut dapat berkembang, maka anggaran aparat dapat berkurang dan pembukaan lapangan pekerjaan lebih banyak dilakukan oleh industri kecil. 3. Alih guna lahan empang, tambak dan kolam menjadi sawah nyata dan tidak elastis menghambat kenerja pembangunan menurunkan kemiskinan di kecamatan. Skala produksi yang tidak layak, harga input tinggi dan nilai jual hasil produksi rendah merupakan faktor penyebab aktifitas pertanian sawah tidak menguntungkan. Guna mengatasi masalah tersebut dibutuhkan program diversivikasi produk untuk meningkatkan nilai tambah melalui pengembangan teknologi. Program ini diharapakan meningkatkan nilai tawar petani terkait dengan harga serta petani mampu menciptakan produk turunun. Terkait dengan alih guna lahan empang, kolam dan tambah ke perumahan nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan. Alih guna lahan ini dapat menyebabkan pemilik lahan akan kehilangan mata pencaharian akibat konversi lahan menjadi lahan terbangun. Mula mula pemilik lahan memperoleh materi dari hasil jual lahan, tetapi lambat laun mereka akan terjerembat pada masalah kemiskinan akibat tidak lagi memiliki lahan yang dapat digunakan. Jika ada pembukaan lapangan pekerjaan bersifat sementara karena pembangunan perumahan hanya berlangsung dalam waktu tertentu. Berdasarkan dengan alasan tersebut maka alih guna lahan ke perumahan harus diatasi melalui peraturan pemerintah. Tentu saja aktifitas tambak maupun kolam ikan harus diperhatikan dengan menciptakan program bagi pemilik lahan agar tidak terjadi konversi. 4. Keberadaan infrastruktur terkait dengan koperasi nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan tertentu. Diduga karena keberadaan koperasi relatif masih memusat pada daerah tertentu saja. Dugaan lain jumlah koperasi jauh lebih rendah terhadap penduduk. Jumlah koperasi yang relatif rendah tidak mampu untuk mendorong penurunan kemiskinan. Rasio koperasi terhadap penduduk harus lebih ditingkat melalui

68 134 penyebarluasan infrastruktur koperasi di beberapa kecamatan. Berdasarkan temuan BAPPEDA Kabupaten Bogor jumlah koperasi di Kabupaten Bogor hingga tahun 2006 sebesar 782 unit. Tetapi sebaran koperasi ini diduga masih memusat karena belum memberikan pengaruh yang elastis. Konsentrasi pembangunan di kecamatan tertentu akan memberikan ketimpangan antar kecamatan. Ketimpangan antar kecamatan akan berdampak pada ketimpangan ekonomi dan sosial. Konsentrasi aktifitas yang memusat akan mendorong migrasi penduduk dan mengurangi kesempatan kecamatan lain berkembang. 5. Demikian halnya dengan rasio perbankan terhadap penduduk/luas wilayah nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan tertentu dan nyata elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan lain. Umumnya infrastruktur perbankan cendrung berada pada pusat pemerintahan. Hal ini diduga mengapa infrastruktur perbankan dapat menyebabkan kemiskinan secara tidak langsung. Jumlah bank masih lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah diduga mengapa infrastruktur perbankan tidak mampu menurunkan angka kemiskinan. Jumlah infrastruktur yang relatif kurang dari jumlah penduduk menyebabkan serapan tenaga terbatas. Secara spasial karakteristik perbankan dapat dilihat pada Gambar 26 berikut ini : Gambar 26 Peta konfigurasi spasial ketersediaan lembaga perbankan

69 Aktifitas perikanan (jumlah ton ikan) dan diversitas ikan darat menghambat kinerja pembangunan kemiskinan. Pengaruh aktifitas ini tidak elastis menghambat kinerja pembangunan. Diduga resiko penyakit, modal usaha yang dan harga input pakan yang relatif tinggi menyebabkan aktifitas ini masih terbatas. Argumentatif lain adalah daya beli masyarakat yang rendah karena harga jual ikan lebih tinggi. Situasi seperti ini menyebabkan permintaan ikan lambat. Akhirnya dengan jumlah ikan yang tersedia tidak dapat menurunkan angka kemiskinan. Dugaan lain adalah aktifitas masih relatif memusat di beberapa kecamatan. Secara spasial jumlah ton ikan dapat dilihat pada Gambar 27 berikut ini : Gambar 27 Peta konfigurasi diversitas jenis ikan dan produksi ikan mas. 7. Pangsa lokal jumlah babi dan pedaging/daging nyata dan tidak elastis mendorong penurunan angka kemiskinan di kecamatan dan nyata elastis mendorong penurunan angka kemiskinan di kecamatan lain. Aktifitas ini relatif kuat keterkaitannya antar kecamatan mengatasi kemiskinan. Pengaruh kecamatan lain pada radius tertentu mampu menurunkan angka kemiskinan. Permintaan yang tinggi di kecamatan sekitar dapat memberikan respon positif terhadap aktifitas ini. Serapan tenaga kerja akan terbuka seiring dengan membaiknya ketersediaan daging dan jumlah babi. Olehnya itu ketersediaan daging harus senantiasa mencukupi permintaan dan memperbesar produksi

70 136 ternak untuk merespon permintaan yang meungkin bertambah. Pertimbangan melakukan kerjasama antar kecamtan harus diprioritaskan. Artinya kerjasama antar kecamatan perlu dilakukan untuk mengurangi angka kemiskinan. 8. Pangsa lokal usia produktif nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan. Serapan tenaga kerja relatif lebih rendah dari laju jumlah penduduk dan aktifitas ekonomi cenderung tidak mampu menampung jumlah usia produktif menyebabkan pengangguran dan kemiskinan bertambah. Pun jika kemiskinan dan pengangguran berkurang lebih disebabkan karena sektor informal berkembang. Rendahnya serapan tenaga kerja disebabkan berkembangnya pasar dan industri monopoli dan usaha skala yang kebuh besar. Terus berkembngnya industri monopoli mengakibatkan industri skala kecil mengalami deplesi. Industri skala besar mampu menawarkan berbagai macam produk dan mampu melakukan promosi besar besaran. Industri skala besar lebih banyak menggunakan teknologi sebagai tenaga kerja dibandingkan dengan manusia. Dengan demikian industri besar menyerap tenga kerja relatif sedikit. Industri skala kecil mampu menarik tenaga kerja relatif besar jika lebih dikembangkan. Industri kecil juga dapat di tempatkan sebagai penyokong industri besar. Artinya industri besar dan kecil memiliki keterkaitan yang kuat. Dengan demikian Pemerintah Kabupaten Bogor melalui program pemberdayaan kemandirian dan bantuan modal serta membangkitkan jiwa wirausaha bagi masyarakat/individu atau usaha kecil menengah harus dilakukan. 9. Surat untuk orang miskin dan jumlah pemukiman kumuh nyata dan elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan sekitar pada jarak radius tertentu. Fenemena spasial memberikan ilustrasi bahwa banyak surat miskin yang berada di kecamatan pemukiman kumuh. Kemiskian sudah menjadi umum menghambat kinerja pembangunan. masyarakat miskin sering disinonimkan sebagai penduduk yang malas dan pasrah (kemiskinan budaya) serta mereka yang tidak memiliki akses, pendidikan dan keterampilan (kemiskinan struktural). Dikatakan menghambat karena dibutuhkan formula untuk mendekati masyarakat dan mengajak masyarakat untuk berkembang. Dari sisi pemerintah dibutuhkan regulasi antara stakeholders agar mereka

71 137 tidak hanya mengeksploitasi masyarakat miskin melainkan perlu untuk melakukan kerjasama. Guna mengatasi masalah tersebut, maka harus dilakukan kerjasama antar kecamatan. Kerjasama dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat di lingkungan kumuh. Kegiatan pemberdayaan bisa dilakukan dengan menciptakan aktifitas ekonomi mandiri. Pemerintah dan swasta sebagai mitra mereka diharapkan mampu meningkatkan taraf hidupnya. Bantuan uang tidak akan berarti apa apa jika masyarakat tidak diberikan keterampilan dan mitra. Secara spasial karakteristik surat miskin dan pemukiman yang kumuh dapat dilihat pada Gambar 28 berikut ini : Gambar 28 Peta konfigurasi spasial unit lokasi permukiman kumuh. 10. Alih guna lahan sawah menjadi perusahaan/perkantoran di kecamatan sekitar pada jarak radius tertentu memberikan pengaruh yang kuat/signifikan mendorong pengurangan kemiskinan. Alih guna lahan keperusahaan mampu membuka lapangan pekerjaan. Aktifitas ini relatif kontinyu dan berpotensi membuka lapangan pekerjaan. Aktifitas perusahaan dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lahan sawah. Walaupun skala ekonomi mampu menurunkan jumlah kemiskinan tetapi aspek lingkungan dan rasio lahan terbangun perlu untuk dipertimbangkan dalam rangka menjaga kualitas lingkungan. Menjaga keseimbangan lingkungan dibutuhkan sebagai dasar untuk menjaga kualitas udara sebagai barang publik

72 138 (public good). Regulasi alih guna lahan ke lahan terbangun dilakukan dengan mengukur manfaat lingkungan untuk menciptakan kondisi yang nyaman dan untuk mengurangi resiko bencana alam. Disisi lain perubahan alih guna lahan akan merubah budaya masyarakat yang dulunya bertani menjadi tidak lagi atau mengalami penurunan. Mentalitas akan mengalami gangguan jika tidak siap merespon perubanhan aktifitas di daerah tertentu. Perubahan mentalitas yang materialistis akan mengubah sendi sendi kebudayaan masyarakat. Secara spasial karakteristik alih guna lahan sawah menjadi perusahaan/perkantoran dapat dilihat pada Gambar 29 berikut ini: Gambar 29 Peta konfigurasi spasial alih guna sawah ke lahan bangunan perusahaan/perkantoran. 11. Pangsa lokal penggiling padi pada jarak radius tertentu dapat mendorong penurunan kemiskinan secara signifikan dan elastis. Manfaat dari teknologi penggiling padi untuk mengolah gabah menjadi beras. Pengolahaan ini meningkatkan kualitas produk dan lebih efektif untuk mengubah menjadi produk siap untuk dipasarkan. Pengaruh daerah sekitar mengindikasikan perlu kerjasama antar daearah. Teknologi perlu untuk disediakan di daerah sendiri. Program penyediaan teknologi untuk pengolahan produk padi. 12. Angka penduduk meninggal akibat wabah penyakit nyata dan tidak elastis dapat mendorong penduduk menganggur berkurang. Fenomena pengangguran yang berkurang akibat jumlah penduduk meninggal mengindikasikan kondisi

73 139 ekonomi, sosial, lingkungan dan kesehatan penduduk yang kurang baik. Sanitasi lingkungan yang buruk dan kondisi lingkungan yang kumuh tidak lain karena fenomena kemiskinan, angka penganguran penduduk tinggi dan lingkungan. Fenomena tersebut akan mengancam munculnya wabah penyakit dan tingkat strees tinggi di sekitar wilayah kumuh yang sebagian besar di tinggali oleh penduduk miskin dan menganggur. Penduduk miskin dan menganggur yang terkena wabah penyakit tidak cukup bagi mereka untuk berobat karena biaya pengobatan yang mahal. Akibatnya mereka meninggal karena ketidakmampuan. Program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis bagi penduduk miskin harus menjadi prioritas untuk mengurangi angka kematian akibat wabah penyakit. Program sanitasi lingkungan, membangun kesadaran budaya sehat dan bersih untuk menjaga kebersihan lingkungan guna mencegah wabah penyakit muncul yang membahayakan harus disosialisasikan. Menciptakan tenaga kerja yang terampil dan mandiri serta bantuan modal bagi simiskin untuk berwirausa mandiri sangat penting untuk menambah pendapatan mereka. 13. Kelompok tani binaan mulai dari pemula hingga tingkat yang lebih terampil dan organisasi kemasyarakatan dan pemerintah dapat mendorong berkurangnya angka pengangguran dengan tingkat pengaruh tidak elastis. Keragaman organisasi sangat penting sebagai perpanjangan tangan pemerintah atau lembaga lain yang bersifat independen untuk melatih masyarakat menjadi terampil dan mandiri. Demikian pula kelompok tani yang dibina agar mampu mandiri dan terampil dalam mengolah produk menjadi produk turunan. Pengolahan produk menjadi produk turunan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi sebagian penduduk yang menganggur. Olehnya itu pembinaan kelompok tani harus di sebarluaskan ke kecamatan yang tingkat kelompok tani binaan masih rendah. Pembinaan kelompok tani harus memperhatikan latar belakang budaya dan sosial. Dinamika sosial masyarakat harus menjadi perhatian untuk membuat rencana aksi kedepan. Pendekatan partisipasi merupakan cara yang paling tepat untuk meningkatkan kualitas organisasi petani. Pendekatan ini diharapkan dapat menggali permasalahan petani dan oraganisasi. Rumusan masalah yang ditemukan dirundingkan

74 140 secara bersama untuk memperoleh solusi. Temuan berasal dari petani dan kelompok tani. Dengan demikian gerakan partisipasi dapat memberikan perpektif bagi petani sendiri untuk menyusun program yang lebih baik kedepan. Program yang mereka susun di lakukan secara bersama sama. Keterlibatan sebagian besar komponen masyarakat dapat mengubah citra masyarakat tentang pentingnya bekerja sama dan mengurangi sikap individual masyarakat. Hal ini tentu sangat bermanfaat bagi masyarakat karena dapat mengurangi ketergantungan kepada pemerintah. 14. Pangsa lokal usia produktif nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan mengurangi pengangguran. Laju pertumbuhan yang bergerak secara ekponensial sedangkan ketersedian lapangan pekerjaan (industri) yang bergerak secara aritmetik menyebabkan lembaga pemerintah maupun swasta tidak mampu menampung tenaga kerja. Penggunaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas industri guna meningkatkan keuntungan dan pertimbangan kualitas sumberdaya manusia menjadi penyebab mengapa pengangguran dapat meningkat. Program usaha mandiri dan peningkatan sumberdaya dan pelatihan harus dilakukan secara sistematis. 15. Rataan pendidikan aparatur desa yang tamat SMP/SMU nyata dan tidak elastis mendorong pengurangan pengangguran. Pendidikan aparatur desa harus memiliki keahlian karena institusi ini sangat dekat dengan masyarakat dan merupakan institusi perpanjangan pemerintah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Aparatur desa harus mampu menurunkan program pemerintah kepada masyarakat dan memahami apa kebutuhan masyarakat. Secara umum aparatur desa yang tamat SMP/SMU sangat besar di Kabupaten Bogor. Pentingnya perangkat desa yang cerdas dan ditunjang dengan pendidikan dan keterampilan sangat penting untuk mendukung telaksananya program pemerintah hingga sampai menyentuh masyarakat. Program yang sampai pada masyarakat harus mampu dijelaskan oleh aparatur desa. Tanpa pendekatan yang komprehensif, program tersebut akan menjadi mubazir dan sia sia belaka. Peran aparatur desa juga sebagai jembatan antara pemerinta daerah dan pusat untuk mengkomunikasikan segala permasalahan dan kebutuhan masyarakat desa. Artinya aparatur desa harus cermat untuk

75 141 menelaah dan menggali segala permasalahan dan potensi desa. Jika komunikasi desa dengan daerah tidak optimal maka akan mengurangi nilai program yang layak dilakukan di desa. Secara spasial karakteristik rataan pendidikan aparatur desa dapat dilihat pada Gambar 30 berikut ini: Gambar 30 Peta konfigurasi spasial rataan pendidikan aparatur desa. 16. Lembaga keterampilan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan untuk mengurangi kemiskinan. Lembaga keterampilan bukan lembaga yang bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan tetapi lembaga yang bertujuan untuk melatih individu untuk terampil untuk siap ditampung di pasar tenaga kerja. Dugaan lain adalah jumlah ketersediaan lembaga keterampilan relatif masih sedikit jika dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. 17. Terkait dengan pangsa lokal jumlah ubi jalar di daerah sekitar pada jarak radius tertentu mampu mendorong mengurangi pengangguran dengan tingkat pengaruh yang elastis sedangkan pangsa lokal padi gogo menghambat penurunan pengangguran. Diduga aktifitas pertanian yang bergerak pada tanaman pangan ubi jalar relatif tinggi dan lebih menguntungkan sehingga petani lebih cendrung mengembangkan pertanian ubi jalar jika dibandingkan dengan tanaman padi gogo. Luas panen ubi jalar relatif tinggi jika dibandingkan dengan padi gogo. Faktor ini dipengaruhi oleh kecamatan sekitar sehingga direkomendasikan untuk bekerjasama antar kecamatan.

PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN

PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 RIWAYAT HIDUP

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN APBD MENURUT TAHUN ANGGARAN 205 KODE PENDAPATAN DAERAH 2 3 4 5 = 4 3 URUSAN WAJIB 5,230,252,870,000 5,84,385,696,000 584,32,826,000 0 PENDIDIKAN 0 0 Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 7. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR Oleh : Drs. Adang Suptandar, Ak. MM Disampaikan Pada : KULIAH PROGRAM SARJANA (S1) DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA, IPB Selasa,

Lebih terperinci

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun Data dan informasi perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan indikator kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang diinstruksikan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA 13 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Sedangkan, analisis spasial

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Bab ini menjelaskan berbagai aspek berkenaan kelembagaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor yang meliputi: Organisasi Badan Pelaksana an Pertanian,

Lebih terperinci

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,31 Ha. Secara geografis terletak di antara 6⁰18'0" 6⁰47'10" Lintang Selatan dan 106⁰23'45" 107⁰13'30" Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor, terdapat 80 desa yang tergolong pada desa tertinggal berdasarkan kriteria indeks desa tertinggal (IDT)

Lebih terperinci

VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011

VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011 VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011 Hasil pengolahan Podes 2003, 2005, 2008 dan 2011 ditampilkan secara rinci dalam peta tematik klasifikasi, tipologi dan kategori desa pada Lampiran

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil pendugaan selang prediksi dari data simulasi yang menyebar Gamma dengan D i = 1 dan tanpa peubah penyerta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil pendugaan selang prediksi dari data simulasi yang menyebar Gamma dengan D i = 1 dan tanpa peubah penyerta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simulasi 4.1.1 Tanpa Peubah Penyerta Hasil simulasi untuk kasus data yang menyebar Gamma dan tanpa peubah penyerta diperoleh hasil nilai-nilai panjang selang prediksi (average

Lebih terperinci

Rumusan Kebutuhan Program dan Kegiatan Tahun Indikator Rencana Tahun 2013

Rumusan Kebutuhan Program dan Kegiatan Tahun Indikator Rencana Tahun 2013 Rumusan Kebutuhan Program dan Kegiatan Tahun 2013 SKPD : DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN Indikator Rencana Tahun 2013 URUSAN WAJIB BIDANG URUSAN KETAHANAN PANGAN 01 Program Pelayanan Administrasi 1,471,222,000

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR Isnina Wahyuning Sapta Utami (isnina@ut.ac.id) Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka ABSTRACT The aims of this study

Lebih terperinci

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 1. Program dan Kegiatan Pada Tahun Anggaran 2013, Dinas Peternakan dan Perikanan memberikan kontribusi bagi pencapaian

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 204.468 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 134 Perusahaan Jumlah perusahaan

Lebih terperinci

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Arahan Pemanfaatan Daya Dukung Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor... (Kurniasari dkk.) ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR (Direction of Using Carrying Capacity Agricultural

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA CIBINONG Nomor : W10-A24/3122a/Hk.00.4/XII/2010

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA CIBINONG Nomor : W10-A24/3122a/Hk.00.4/XII/2010 PENGADILAN AGAMA CIBINONG Jl. Bersih No. 1 Komplek Pemda Kabupaten Bogor Telepon/Faks. (021) 87907651 Kode Pos 16914 Cibinong E-mail : pa.cibinong@gmail.com KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA CIBINONG TENTANG

Lebih terperinci

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administratif 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang

Lebih terperinci

PENGADILAN AGAMA CIBINONG

PENGADILAN AGAMA CIBINONG PENGADILAN AGAMA CIBINONG Jl. Bersih No. 1 Komplek Pemda Kabupaten Bogor Telepon/Faks. (021) 87907651 Kode Pos 16914 Cibinong E-mail : pa.cibinong@gmail.com SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN CIBINONG NOMOR

Lebih terperinci

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan LAMPIRAN XXIII PERATURAN BUPATI BOGOR NOMOR : 43 TAHUN 2014 TANGGAL : 22 DESEMBER 2014 RENCANA STRATEGIS DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian. Berdasarkan data

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Propinsi Jawa Barat yang pada tahun 2004 memiliki luas wilayah 2.301,95 kilometer persegi

Lebih terperinci

SKPD : DINAS ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL

SKPD : DINAS ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL : DINAS ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL Kode Program/ Keluaran Hasil 2 URUSAN PILIHAN 2 03 BIDANG URUSAN ENERGI DAN SUMBER SUMBER DAYA MINERAL 2 03 01 Program Pelayanan - - 30,126,626,000 30,126,626,000

Lebih terperinci

KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2008 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2008

KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2008 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2008 Katalog BPS 1403.3201 KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2008 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2008 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOGOR KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA TAHUN 2008 ISSN : 0215-417X Publikasi / Publication

Lebih terperinci

Leuwiliang Leuwisadeng 050 Ciampea 050 Ciampea 050 Ciampea 050 Tenjolaya 070 Ciomas 070 Ciomas

Leuwiliang Leuwisadeng 050 Ciampea 050 Ciampea 050 Ciampea 050 Tenjolaya 070 Ciomas 070 Ciomas LAMPIRAN 16 Lampiran 1 Daftar Kecamatan yang mengalami pemecahan dan perubahan wilayah Tahun 1996 Tahun 1999 Tahun 2003 Tahun 2006 Kode Kecamatan Kode Kecamatan Kod Kecamatan Kode Kecamatan e 020 Leuwiliang

Lebih terperinci

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2013 dan Prakiraan Maju 2014 Kabupaten Bogor

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2013 dan Prakiraan Maju 2014 Kabupaten Bogor SKPD : Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2013 dan Prakiraan Maju 2014 Kabupaten Bogor Rencana Tahun 2013 Program /Kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYULUH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYULUH KABUPATEN BOGOR 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYULUH KABUPATEN BOGOR 4.1. Keadaan Umum Tabloid Sinar Tani 4.1.1. Sejarah Tabloid Sinar Tani Tabloid Sinar Tani diterbitkan oleh PT. Duta Karya Swasta.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18 0 6 47 10 Lintang Selatan dan 106 23 45 107 13 30 Bujur

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 33 IV. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DATA UMUM KONDISI GEOGRAFIS, PEMERINTAHAN DAN DEMOGRAFIS SERTA INDIKATOR KINERJA MAKRO

DAFTAR ISI DATA UMUM KONDISI GEOGRAFIS, PEMERINTAHAN DAN DEMOGRAFIS SERTA INDIKATOR KINERJA MAKRO DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... ii i BAGIAN I 1. Kondisi Geografis DATA UMUM KONDISI GEOGRAFIS, PEMERINTAHAN DAN DEMOGRAFIS SERTA INDIKATOR KINERJA MAKRO 2. Pemerintahan Tabel 1 Jumlah dan Luas

Lebih terperinci

Bismillaahirrohmanirrohiim Assalamu`alaikum WR.WB.

Bismillaahirrohmanirrohiim Assalamu`alaikum WR.WB. LAPORAN PANITIA KHUSUS DPRD KABUPATEN BOGOR PEMBAHAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH Bismillaahirrohmanirrohiim Assalamu`alaikum WR.WB. Disampaikan pada : RAPAT

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Bogor B. Pembangunan Sistem Informasi 1. Investigasi Sistem

IV. PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Bogor B. Pembangunan Sistem Informasi 1. Investigasi Sistem IV. PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah kabupaten di Propinsi Jawa Barat. Luas Kabupaten Bogor adalah 2301.95 km 2 yang terbagi dalam 40 kecamatan. Daerah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur 34 IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18"0" - 6 47"10" Lintang Selatan dan 106 23"45" - 107 13"30" Bujur Timur, yang berdekatan dengan Ibu kota

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014-2018 SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA SATUAN KETERANGAN 1 2 3 4 5 1 Tercapainya peningkatan 1 Program

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838, 304 hektar, yang secara geografis terletak di antara 6 o 18 0-6 o 47 lintang selatan dan 6

Lebih terperinci

SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN

SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN : DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN Kode Program/ Keluaran Hasil 1 URUSAN WAJIB 1 BIDANG URUSAN KETAHANAN 1,000,000,000 13,943,550,000 20,318,465,000 35,262,015,000 38,788,216,500 PANGAN 1 01 Program Pelayanan

Lebih terperinci

PENDEKATAN SPASIAL UNTUK SINKRONISASI DATA ADMINISTRASI WILAYAH SPATIAL APPROACH FOR SYNCHRONIZING REGIONAL ADMINISTRATIVE DATA

PENDEKATAN SPASIAL UNTUK SINKRONISASI DATA ADMINISTRASI WILAYAH SPATIAL APPROACH FOR SYNCHRONIZING REGIONAL ADMINISTRATIVE DATA PENDEKATAN SPASIAL UNTUK SINKRONISASI DATA ADMINISTRASI WILAYAH SPATIAL APPROACH FOR SYNCHRONIZING REGIONAL ADMINISTRATIVE DATA Hilda Lestiana 1 dan Sukristiyanti 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Email:

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Kabupaten Bogor Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6º18 0-6º47 10 Lintang Selatan dan 106º 23 45-107º 13 30 Bujur

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN (per 27 Oktober 2014)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN (per 27 Oktober 2014) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2013-2018 (per 27 Oktober 2014) PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN (BKP5K) 2014 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR TAHUN ANGGARAN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun I - 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I PENDAHULUAN... I1 1.1. Latar Belakang... I1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I5 1.3 Maksud dan Tujuan... I10 1.4. Sistematika Penulisan... I11 BAB II

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI JAWA BARAT

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI JAWA BARAT DATA DASAR PROVINSI JAWA BARAT KONDISI DESEMBER 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2015 JUMLAH MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2014) PROVINSI JAWA BARAT KAB/KOTA RAWAT INAP

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian dan kehutanan, pemukiman penduduk, komersial, dan penggunaan untuk industri serta

Lebih terperinci

PERUBAHAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR

PERUBAHAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR PERUBAHAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 3 BAB I PENDAHULUAN...... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Landasan Hukum... I-5 1.3 Maksud dan Tujuan... I-9 1.4.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi kepada hasil, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ir. SITI NURIANTY, MM Jabatan : Kepala

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...1 DAFTAR ISI...3 PENDAHULUAN...I Latar Belakang Landasan Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...1 DAFTAR ISI...3 PENDAHULUAN...I Latar Belakang Landasan Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...1 DAFTAR ISI...3 BAB I PENDAHULUAN......I-1 1.1. Latar Belakang...... I-1 1.2. Landasan Hukum...... I-5 1.3 Maksud dan Tujuan...... I-9 1.4. Sistematika Penulisan...... I-9

Lebih terperinci

KATALOG BPS 1403.3201 KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2010 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2010 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOGOR KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA TAHUN 2010 ISSN : 0215-417X Publikasi / Publication

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2012

KATA PENGANTAR. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2012 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2016 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR

LAPORAN KINERJA 2016 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR LAPORAN KINERJA 2016 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Prolap Inspektorat Kabupaten Bogor 2017 www.bogorkab.go.id KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT,

Lebih terperinci

Prakiraan Maju Rencana Tahun 2014 Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Kode. Kebutuhan Dana/ Kebutuhan Dana/ Program/Kegiatan.

Prakiraan Maju Rencana Tahun 2014 Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Kode. Kebutuhan Dana/ Kebutuhan Dana/ Program/Kegiatan. PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013 SKPD : BADAN LINGKUNGAN HIDUP Kode URUSAN WAJIB BIDANG URUSAN LINGKUNGAN HIDUP 01 Program Pelayanan Administrasi 1,264,847,100 - - 1,264,847,100 1,264,847,100

Lebih terperinci

TABEL 5.2 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 TAHUN 2014

TABEL 5.2 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 TAHUN 2014 : DINAS PENDIDIKAN Kode Program/ TABEL 5.2 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 TAHUN 2014 Keluaran Hasil 1 URUSAN WAJIB 1 01 BIDANG URUSAN PENDIDIKAN 1 01 01 Program Pelayanan Peningkatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 19 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 1.4. Kondisi Fisik Wilayah dan Administratif Pemerintahan Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BOGOR

BAB V PELAKSANAAN PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BOGOR 82 BAB V PELAKSANAAN PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BOGOR 5.1 Landasan Hukum Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi kepada hasil, kami yang bertanda

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi kepada hasil, kami yang bertanda

Lebih terperinci

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan Tahun 2013 dan Prakiraan Maju tahun 2014

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan Tahun 2013 dan Prakiraan Maju tahun 2014 SKPD : DINAS KOPERASI UKM PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN Indikator Rencana Tahun 2013 Prakiraan Maju Rencana Tahun 2014 Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Kode Kinerja Program Target Capaian Kebutuhan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR

LAPORAN KINERJA 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR LAPORAN KINERJA 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR Prolap Inspektorat Kabupaten Bogor 2015 www.bogorkab.go.id KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT,

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH DRAFT AWAL RANCANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH DRAFT AWAL RANCANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH DRAFT AWAL RANCANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR... i DAFTAR

Lebih terperinci

SKPD : DINAS KOPERASI, UKM, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

SKPD : DINAS KOPERASI, UKM, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN : DINAS KOPERASI, UKM, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN Kode Program/ Keluaran 1 URUSAN WAJIB 1 15 BIDANG URUSAN KOPERASI, - - 8,165,125,000 8,165,125,000 8,165,125,000 USAHA KECIL DAN MENENGAH 1 15 01 Program

Lebih terperinci

SKPD : SKPD DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN

SKPD : SKPD DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN : DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN Kode Daerah dan Program/ Hasil Program Keluaran Hasil URUSAN PILIHAN BIDANG URUSAN PERTANIAN 01 Program Pelayanan Prioritas 5 : Terwujudnya 100 % - - 1,494,945,000 1,494,945,000

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

BAB III GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 16 BAB III GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 3.1 GAMBARAN UMUM DAN KEPENDUDUKAN 3.1. 1. Situasi Keadaan Umum Kabupaten Bogor termasuk dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

TARGET KINERJA PROGRAM DAN KERANGKA PENDANAAN KONDISI KINERJA PADA AKHIR PERIODE RENSTRA SKPD (2013) UNIT KERJA

TARGET KINERJA PROGRAM DAN KERANGKA PENDANAAN KONDISI KINERJA PADA AKHIR PERIODE RENSTRA SKPD (2013) UNIT KERJA Tabel 12. Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok Sasaran, dan Pendanaan Indikatif Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman 2008 TUJUAN SASARAN INDIKATOR SASARAN KINERJA PROGRAM DAN KERANGKA PENDANAAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi kepada hasil, kami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman. Dari ujung barat hingga ujung timur masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan tidak sama

Lebih terperinci

TATA LOKA VOLUME 19 NOMOR 1, FEBRUARI 2017, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP P ISSN E ISSN

TATA LOKA VOLUME 19 NOMOR 1, FEBRUARI 2017, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP P ISSN E ISSN TATA LOKA VOLUME 19 NOMOR 1, FEBRUARI 2017, 40-52 2017 BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP P ISSN 0852-7458- E ISSN 2356-0266 T A T A L O K A ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Lebih terperinci

SKPD : BADAN KETAHANAN PANGAN, PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

SKPD : BADAN KETAHANAN PANGAN, PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN : BADAN KETAHANAN PANGAN, PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN Kode Program/ Keluaran Hasil 1 URUSAN WAJIB 1 BIDANG URUSAN KETAHANAN Peningkatan Daya - Peningkatan 800,000,000-9,078,945,000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance and Clean Government ) merupakan prasyarat bagi setiap Pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Arwana (Schleropages formosus)

Arwana (Schleropages formosus) LAMPIRAN 124 Lampiran 1. Jenis-Jenis Ikan Hias Air Tawar Unggulan Indonesia Sumber : O-Fish Forum (2010) Sumber : O-Fish Forum (2010) Cupang (Beta splendens) Arwana (Schleropages formosus) Sumber : O-Fish

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Data Curah Hujan Kabupaten Bogor

LAMPIRAN 1. Data Curah Hujan Kabupaten Bogor LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Data Curah Hujan Kabupaten Bogor Pos Hujan : PLTA Karacak, Leuwiliang 1991 365 322 430 444 336 251 170 129 534 436 701 545 4663 1992 289 289 405 326 412 668 168 221 316 339 605 208

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah 70 HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah Proses analisis komponen utama terhadap kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten Banyumas yang didasarkan pada data Potensi Desa (PODES)

Lebih terperinci

PREDIKSI TAK BIAS LINIER TERBAIK EMPIRIK DALAM PENDUGAAN AREA KECIL

PREDIKSI TAK BIAS LINIER TERBAIK EMPIRIK DALAM PENDUGAAN AREA KECIL PREDIKSI TAK BIAS LINIER TERBAIK EMPIRIK DALAM PENDUGAAN AREA KECIL (Studi Kasus Pendugaan Indeks Pembangunan Manusia Tingkat Kecamatan di Kabupaten Bogor) DEDY PEBRI YUSTISIANTO PRATAMA DEPARTEMEN STATISTIKA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance and Clean Government ) merupakan prasyarat bagi setiap Pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, mencakup semua kecamatan dan desa yang ada yaitu 35 kecamatan dan 425 desa. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni

Lebih terperinci

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Tugas Pembantuan menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah

Lebih terperinci

PROPORSI KEMISKINAN DI KABUPATEN BOGOR THE PROPORTION OF POVERTY IN BOGOR DISTRICT. Titin Suhartini. Kusman Sadik. Indahwati.

PROPORSI KEMISKINAN DI KABUPATEN BOGOR THE PROPORTION OF POVERTY IN BOGOR DISTRICT. Titin Suhartini. Kusman Sadik. Indahwati. PROPORSI KEMISKINAN DI KABUPATEN BOGOR THE PROPORTION OF POVERTY IN BOGOR DISTRICT Titin Suhartini Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor Jln. Meranti Wing 22 Level 4 Kampus IPB Dramaga Bogor

Lebih terperinci

Program Kegiatan Lokasi Kegiatan Target Kinerja

Program Kegiatan Lokasi Kegiatan Target Kinerja Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Lainnya Bimbingan Sosial dan Pemulihan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Eks Korban Bencana

Lebih terperinci

Prakiraan Maju Rencana Tahun 2014 Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Kode. Pagu Indikatif

Prakiraan Maju Rencana Tahun 2014 Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Kode. Pagu Indikatif PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN Kode APBN APBD I APBD II URUSAN WAJIB BIDANG URUSAN KETAHANAN PANGAN 01 Program Pelayanan Administrasi 1,884,311,000

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Batasan Kawasan Joglosemar Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang) yang dikembangkan selama ini hanya meliputi dua kota besar di Provinsi Jawa Tengah dan satu kota di Provinsi DIY. Menurut

Lebih terperinci

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN PERIURBAN DI KABUPATEN BOGOR

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN PERIURBAN DI KABUPATEN BOGOR J. Tanah Lingk., 17 (2) Oktober 2015: 69-74 ISSN 1410-7333 POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN PERIURBAN DI KABUPATEN BOGOR Potencial and Strategic Development of Peri-Urban Agriculture in Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang paling hangat dibicarakan secara global belakangan ini. Meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer adalah pertanda iklim

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2013-2018 2.1.1. Visi Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana suatu organisasi harus dibawa berkarya agar tetap konsisten dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance and Clean Government) merupakan prasyarat bagi setiap Pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 35 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis Desa Tegal merupakan salah satu desa dari 8 desa lainnya yang terletak di Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Secara wilayah, Desa Tegal memiliki luas sekitar

Lebih terperinci

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2013 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2014 KABUPATEN BOGOR

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2013 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2014 KABUPATEN BOGOR RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2013 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2014 KABUPATEN BOGOR SKPD : DINAS TATA BANGUNAN DAN PEMUKIMAN Kode URUSAN WAJIB BIDANG URUSAN PERUMAHAN 04 01 01 PROGRAM PELAYANAN

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN LIMBAH TANAMAN PANGAN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN POPULASI SAPI PERAH DI KABUPATEN BOGOR FEBRIANTI INDAH MARYANI

KETERSEDIAAN LIMBAH TANAMAN PANGAN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN POPULASI SAPI PERAH DI KABUPATEN BOGOR FEBRIANTI INDAH MARYANI 1 KETERSEDIAAN LIMBAH TANAMAN PANGAN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN POPULASI SAPI PERAH DI KABUPATEN BOGOR FEBRIANTI INDAH MARYANI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) 3. Sistem Informasi Perumahan di Seksi Pembangunan di Kabupaten Bogor

Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) 3. Sistem Informasi Perumahan di Seksi Pembangunan di Kabupaten Bogor A. UTAMA 1 Program Lingkungan Sehat 1. Terlaksananya peningkatan 1. Persentase Luas 8.044 % 1. Verifikasi Prasarana, Sarana dan Seksi Pembangunan - 4.4 kualitas bangunan dan pemukiman yang tertata Utilitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS KESEHATAN I. PENDAHULUAN A. PENYAKIT KAKI GAJAH (FILARIASIS) Penyakit Kaki Gajah atau Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filarial dan

Lebih terperinci

KAJIAN TRANSFORMASI LOGARITMA UNTUK PENDUGA SPATIAL EMPIRICAL BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION PADA PENDUGAAN AREA KECIL HAZAN AZHARI ZAINUDDIN

KAJIAN TRANSFORMASI LOGARITMA UNTUK PENDUGA SPATIAL EMPIRICAL BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION PADA PENDUGAAN AREA KECIL HAZAN AZHARI ZAINUDDIN KAJIAN TRANSFORMASI LOGARITMA UNTUK PENDUGA SPATIAL EMPIRICAL BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION PADA PENDUGAAN AREA KECIL HAZAN AZHARI ZAINUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KOTA DEPOK KAB. SUKABUMI

KOTA DEPOK KAB. SUKABUMI POTENSI IKAN HIAS DI KABUPATEN BOGOR SERTA PERAN BKP5K DALAM PENINGKATAN KAPASITAS SUMBERDAYA MANUSIA PELAKU UTAMA PEMBUDIDAYA IKAN HIAS DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Ricky Arsenapati, S.Pi Penyuluh Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

DRAFT ANTARA RANCANGAN AWAL DRAFT AWAL RANCANGAN

DRAFT ANTARA RANCANGAN AWAL DRAFT AWAL RANCANGAN RANCANGAN AKHIR DRAFT AWAL RANCANGAN KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayatnya, sehingga Dinas Pendapatan Daerah dapat menyelesaikan penyusunan Rancangan

Lebih terperinci