BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB III LANDASAN TEORI

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

A. Indicator Pelayanan Angkutan Umum 18 B. Waktu Antara {Headway) 18 C. Faktor Muat (Loadfactor) 19

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. trayek Solo-Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB III LANDASAN TEORI. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan

BAB III LANDASAN TEORI

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Reaktivasi Trayek Angkutan Kota di Kabupaten Subang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

EVALUASI PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN (DEMAND AND SUPPLY) ARMADA ANGKUTAN UMUM DI KOTA MALANG (STUDI KASUS : ANGKUTAN UMUM JALUR AG ARJOSARI-GADANG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. misalnya jalan kaki, angkutan darat, sungai, laut, udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta rencana umum tata ruang daerah tingkat II Kabupaten Banyumas khususnya Purwokerto (peta dapat dilihat

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA

EVALUASI KINERJA ANGKUTAN KOTA MEDAN JENIS MOBIL PENUMPANG UMUM ( MPU ) (STUDI KASUS : RAHAYU MEDAN CERIA 43 )

1. Pendahuluan MODEL PENENTUAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN KOTA YANG OPTIMAL DI KOTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat aksesibilitas dapat dikategorikan sebagai aksesibilitas tinggi, karena dari hasil pengolahan data diperoleh :

penumpang yang dilakukan system sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN ANGKUTAN KOTA DI KOTA JAMBI STUDI KASUS : RUTE ANGKOT LINE 4C JELUTUNG-PERUMNAS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI KINERJA PENGOPERASIAN ANGKUTAN PENGUMPAN (FEEDER) TRANS SARBAGITA TP 02 KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

BAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan ini merupakan pergerakan yang umum terjadi pada suatu kota. memberikan suatu transportasi yang aman, cepat, dan mudah.

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

2.1. Tinjauan Pustaka

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Studi Kasus Bus Antar Kota Dalam Provinsi Jurusan Tambolaka- Waikabubak, Sumba NTT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN SISTEM OPERASIONAL ANGKUTAN WISATA DI KOTA DENPASAR

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

ANALISIS KINERJA DAN PENETAPAN TARIF BERDASARKAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (Study Kasus Bus Po. Aneka Jaya Jurusan Pacitan-Surakarta)

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN ANGKUTAN PEDESAAN KABUPATEN SLEMAN. ( Studi Kasus Jalur D6 )

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

PENENTUAN OPERASIONAL JARINGAN ANGKUTAN UMUM DI KAWASAN METROPOLITAN PONTIANAK BERBASIS BRT (BUS RAPID TRANSIT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

KINERJA OPERASI ANGKOT TRAYEK CIMINDI-CIMAHI ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB III LANDASAN TEORI. a. UU No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan. b. PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem adalah gabungan beberapa komponen (objek) yang saling berkaitan dalam

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DI KOTA SORONG PAPUA BARAT (STUDI KASUS TRAYEK A)

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas tersebut memerlukan berbagai sarana transportasi. Pelayanan transportasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

ANALISA KINERJA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (STUDI KASUS RUTE : LAWANG ARJOSARI MALANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

Analisis Kinerja dan Tarif Angkutan Umum Bus Jurusan Surakarta-Yogyakarta: Studi Kasus pada Bus Langsung Jaya, Jaya Putra dan Sri Mulyo

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Indikator Kinerja Angkutan Umum Angkutan umum dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila memenuhi kinerja-kinerja yang distandarkan. Hingga saat ini belum ada standar mengenai kinerja angkutan pedesaan, salah acuan yang dapat digunakan dalam mengevaluasi angkutan umum adalah A world Bank Study dan standar SRI (Survey Reseach Institute) dalam Asikin (2000) seperti pada tabel berikut. Tabel 3.1 Indikator Kinerja Pelayanan No. Aspek Parameter Standar 1. Rute Wilayah yang dilayani angkutan umum 2. Jumlah Penumpang Jumlah penumpang yang diangkut per bis per hari (orang/bis/hari) 463-555 3. Load Factor Rasio jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk per satuan waktu tertentu (%) 4. Kecepatan Perjalanan Daerah kepadatan tinggi (km/jam) Daerah kepadatan rendah (km/jam) 5. Headway & frekuensi Waktu kedatangan antara bus pertama dengan bus dibelakangnya 6. Jumlah armada Jumlah armada per sirkulasi waktu 70% 10-12 25 10-20 menit Sumber: The World Bank, 1986 21

Direktorat Jendral Perhubungan Darat dalam penjelasannya mengeluarkan indikator kualitas pelayanan angkutan umum perdesaan sebagai berikut. Tabel 3.2 Kriteria Pelayanan Angkutan Umum Perdesaan No. Kriteria Ukuran 1. Waktu menunggu Rata-rata Maksimum 5-10 menit 10-20 menit 2. Jarak jalan kaki ke shelter Wilayah padat Wilayah kurang padat 3. Waktu pergantian moda Rata-rata maksimum 4. Waktu perjalanan bis Rata-rata maksimum 5. Kecepatan perjalanan bis Daerah padat dan mix traffic Dengan lajur khusus bis Daerah kurang padat 300-500 meter 500-1000 meter 0-1 kali 2 kali 1-1,5 jam 2-3 jam 6. Biaya perjalanan Dari pendapatan rata-rata 10% Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1995 10-12 km/jam 15-18 km/jam 25 km/jam Sejumlah hal perlu diketahui dalam kaitan dengan kualitas dan kuantitas pelayanan angkutan umum penumpang, meliputi volume lalu-lintas yang akan dilalui, frekuensi dan penjadwalan pelayanan, lamanya perjalanan yang diharapkan, derajad kepentingan perjalanan, serta biaya angkutan yang dibebankan. Disamping itu harus pula dipenuhi ciri pelayanan yang harus memenuhi tuntutan konsumen, yaitu terpercaya, aman, nyaman, murah, cepat,mudah diperoleh, menyenangkan, frekuensinya tinggi, dan bermartabat (Warpani, 1990). 22

Menurut Hendarto (2001), untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi transportasi diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Terdapat dua indikator yang dipakai dalam pengukuran kinerja. Indikator kinerja tersebut yang pertama adalah menyangkut ukuran penilaian kuantitatif yang dinyatakan dengan suatu tingkat pelayanan yang dimiliki, dan indikator yang kedua lebih bersifat penilaian kualitatif dan dinyatakan dengan mutu pelayanan. 3.1.1. Faktor tingkat pelayanan Faktor tingkat pelayanan yang harus dimilki oleh angkutan umum meliputi hal berikut. 1. Kapasitas. Kapasitas dinyatakan sebagai jumlah penumpang yang biasa dipindahkan dalam satu waktu tertentu menggunakan alat angkutan atau kendaraan. Peningkatan kapasitas dilakukan dengan memperbesar ukuran kendaraan, mempercepat perpindahan, merapatkan penumpang, namun ada batasan-batasan yang harus diperhatikan yaitu keterbatasan ruang gerak yang ada, keselamatan,kenyamanan dan lainnya. 2. Aksesibilitas. Aksesibilitas menyatakan tentang kemudahan orang dalam menggunakan suatu sarana transportasi tertentu, berupa fungsi dari jarak maupun waktu. Suatu sistem transportasi sebaiknya bisa diakses secara mudah dari berbagai tempat dan dapat dijumpai pada setiap waktu untuk mendorong orang menggunkannya dengan mudah. 3.1.2. Faktor kualitas pelayanan 23

Faktor kualitas pelayanan yang dimilki oleh angkutan umum. 1. Keselamatan Kesematan ini erat kaitannya dengan masalah kemungkinan terjadinya insiden kecelakaan dan terutama berkaitan dengan sistem pengendalian yang ketat, biasanya mempunyai tingkat keselamatan dan keamanan yang tinggi pula. 2. Keandalan Keandalan ini berhubungan dengan faktor-faktor seperti katetapan waktu dan jaminan untuk penumpang angkutan sampai di tempat tujuan. 3. Fleksibilitas Fleksibilitas ini adalah kemudahan yang ada dalam mengubah segala sesuatu sebagai akibat adanya kejadian yang berubah tidak sesuai dengan skenario yang direncanakan. 4. Kenyamanan Kenyamanan dalam angkutan umum dapat berupa tata letak tempat duduk, sistem pengaturan udara, ketersedian fasilitas khusus, waktu operasi, dan lainnya. 5. Kecepatan Kecepatan merupakan faktor yang sangat penting dan erat kaitannya dengan efesiensi suatu sistem transportasi. Pada prinsipnya pengguna transportasi menginginkan kecepatan yang tinggi, sehingga diperoleh efesiensi yang tinggi pula, namun hal tersebut dibatasi oleh masalah keselamatan. 6. Dampak Dalam ini sangat beragam jenisnya, mulai dari dampak lingkungan sampai dampak sosial yang ditimbulkan dengan adanya suatu operasi lalu lintas, serta konsumsi energi yang dibutuhkan. 24

3.2 Parameter Evaluasi Parameter evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain. 1. Rute Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003 Tentang Penyelengaraan Angkutan Umum, dalam menentukan rute harus mempertimbangkan hal-hal di bawah ini. a. Bangkitan dan tarikan perjalanan pada daerah asal dan tujuan. b. Jenis pelayanan angkutan. c. Hirarki kelas jalan yang sama dan atau yang lebih tinggi sesuai ketentuan kelas jalan yang berlaku. d. Tipe terminal yang sesuai dengan jenis pelayanannya dan simpul transportasi lainnya, yang meliputi bandar udara, pelabuhan dan stasiun kereta api. e. Tingkat pelayanan jalan yang berupa perbandingan antara kapasitas jalan dan volume lalu lintas. Penetapan rute juga harus mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut: a. titik asal dan tujuan merupakan titik terjauh, b. berawal dan berakhir terminal yang sesuai dengan jenis pelayanannya, c. lintasan yang dilalui tetap dan sesuai dengan kelas jalan. 25

2. Jumlah penumpang Jumlah penumpang yang dimaksud merupakan jumlah penumpang yang terangkut oleh satu angkutan pedesaan dalam satu hari (satuan dari jumlah penumpang adalah penumpang/angkutan/hari). 3. Load factor Menurut Surta Keputusan Direktur Jendral Darat Nomor: SK.687/AJ.206/DRDJ/2002, load factor merupakan perbandingan jumlah penumpang kapasitas angkutan pada angkutan umum. Nilai load factor dapat diperoleh dengan rumus: Lf = load factor (%) Jp = jumlah penumpang (orang) C = Kapasaitas angkut (orang) 4. Jumlah Armada Jp Lf x100%...(3.1) C Jumah armada yang sesuai yang tepat sesuai denga kebutuhan sulit dipastikan, yang dapat dilakukan adalah jumlah yang medekati besarnya kebutuhan. Ketidakpastian itu disebabkan oleh pola pergerakan penduduk yang tidak merata sepanjang waktu misalnya pada jam-jam sibuk permintaan tinggi dan pada jam saat sepi permintaan rendah. 26

Jumlah armada dapat duhitung dengan cara seperti di bawah ini. 10. Kapasitas kendaraan adalah daya muat penumpang pada setiap kendaraan angkutan umum. Kapasitas kendaraan tiap jenis angkutan umum dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 3.3. Kapasitas Kendaraan Kapasitas kendaraan Kapasitas penumpang Jenis Angkutan perhari/kend. Duduk Berdiri Total Mobil penumpang 9-9 250-300 Bis kecil 14-14 300-400 Bis besra lantai tunggal 49 30 79 1.000-1.200 Bis besar lantai ganda 85 38 120 1.500-1.800 Sumber: departemen perhubungan, 2002 b. Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan kendaraan rata-rata 20 km perjam dengan deviasi waktu sebesar 5% dari waktu perjalanan. Waktu sirkulasi 27

dihitung dengan rumus: CT ABA ) ( AB BA) ( TTA T )...(3.2) ( TAB TBA TB CTABA = waktu sirkulasi dari A ke B kembali ke A TAB = waktu perjalanan rata-rata dari Ake B TBA = waktu perjalanan rata-rata dari B ke A σab = deviasi waktu perjalanan dari A ke B σba = deviasi waktu perjalanan dari B ke A TTA = waktu henti kendaraan di A TTB = waktu henti kendaraan di B c. Waktu henti kendaraan di asal atau tujuan ( T TA atau T TB ) ditetapkan sebesar 10% dari waktu perjalanan antar A ke B d. Waktu antar kendaraan ditetapkan berdasarkan rumus sebagai berikut: H = waktu antara (menit) H 60xCxLf...(3.3) P P = jumlah penumpang perjam pada seksi terdapat C = kapasitas kendaraan Lf = faktor muat, diambil 70% (pada kondisi dinamis 28

e. Jumlah armada perwaktu sirkulasi yang diperlukan dihitung dengan formula: CT K...(3.4) HxfA K = jumlah kendaraan Ct = waktu sirkulasi (menit) H = waktu antara (menit) fa = faktor ketersedian kendaraan (100%) 5. Headway dan frekuensi Headway adalah waktu atau jarak antara satu kendaraan angkutan umum lain yang berurutan dibelakangnya pada suatu rute yang sama. Untuk memperoleh nilai headway digunakan rumus sebagai berikut: H T2 T1...(3.5) H = headway (menit) T1 = waktu kendaraan pertama T2 = waktu kedatangan kendaraan kedua Headway yang telah diperoleh kemudian dirata-rata untuk mendapatkan headway rerata yang mewakili headway dari sebuah jalur angkutan pedesaan. 29

Frekuensi adalah jumlah perjalanan kendaraan dalam satuan waktu tertentu yang dapat diidentifikasikan sebagai frekuensi tinggi dan rendah. Frekuensi tinggi berarti banyak perjalanan dalam waktu periode tertentu, secara relatif frekuensi rendah berarti sedikit perjalanan, selama periode waktu tertentu. Frekuensi dapat dihitung dengan rumus: F = frekuensi H = headway F 60...(3.6) H 6. Kecepatan tempuh Kecepatan tempuh merupakan perbandingan antara jarak yang ditempuh oleh angkutan dengan waktu yang diperlukan angkutan untuk melakukan pelayanan. S V...(3.7) T V= kecepatan tempuh (km/jam) S = panjang rute T = waktu tempuh 30