BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan

dokumen-dokumen yang mirip
BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistem pertanian di Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan hewan atau tumbuhan pengganggu seperti binatang pengerat, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat dan tarap hidup manusia. Penggunaan pestisida di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia (Wudianto, 1999).

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperkirakan bahwa sekitar satu juta orang keracunan insektisida secara

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kematian mencapai korban jiwa. 3 Sekitar 80% keracunan. dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang.

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

I. PENDAHULUAN. kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan utama daerah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di

Jurnal Riset Sains dan Teknologi Volume 1 No. 1 Maret 2017

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan

ABSTRACT. Keywords: Cholinesterase, Pesticide Poisoning, Horticulture Farmers

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

PENGARUH FREKWENSI PENCUCIAN TERHADAP RESIDU PESTISIDA (GOLONGAN ORGANOPOSPAT JENIS PROFENOFOS) PADA CABE MERAH (Capsium annum)

Kata Kunci:Pengetahuan, Sikap, Lama Kontak, Masa Kerja, Tata Cara, Keterpaparan Pestisida

SUMMARY NURLAILA GAIB NIM :

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAPARAN PESTISIDA PADA PEKERJA CHEMIS (PENYEMPROTAN)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sayuran.sayuran berperan penting karena mengandung berbagai

LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida adalah bahan racun yang disamping memberikan manfaat di bidang

Lama Bertani dan Hubungannya dengan Cholinesterase Darah Petani Hortikultura di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan,

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI BAWANG MERAH DI DESA KEDUNGUTER KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Kejadian Keracunan Pestisida Pada Istri Petani Bawang Merah di Desa Kedunguter Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembuluh darah dimana keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang penting dibudidayakan, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian terintegrasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

I. PENDAHULUAN. peranan dalam peningkatan kesejahteraan manusia. Dalam lingkup kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun memerlukan bahan pangan yang semakin meningkat pula.

KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PAPARAN PESTISIDA TERHADAP KADAR CHOLINESTERASE PADA PETANI PENYEMPROT TEMBAKAU DI DESA KARANGJATI, KABUPATEN NGAWI

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2

BAB I PENDAHULUAN. pada orang dewasa (Hudak & Gallo, 2010). Hampir sekitar tiga perempat stroke

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. perokok mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya (Sari, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kata Kunci : Pestisida, Klorpirifos, Kol, Sawi Hijau, Kromatografi gas

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Tahun Bawang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi pangan, sehingga Indonesia mencanangkan beberapa program yang salah satunya adalah intensifikasi pertanian. Program intensifikasi pertanian bergerak dengan berbagai teknologi, seperti menggunaan pupuk, varietas unggul, memperbaiki pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru. Intensifikasi pertanian seringkali merubah ekosistem yang ada sehingga menimbulkan masalah seperti serangan jasad penganggu sehingga untuk mengatasinya, petani menggunakan pestisida (Sutikno, 2002). Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini lebih dari 2.600 bahan aktif pestisida yang telah beredar di pasaran. Sebanyak bahan aktif tersebut, 575 berupa herbisida, 610 berupa insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125 berupa rodentisida dan 600 berupa desinfektan (Sudarmo, 2001). Penggunaan pestisida dapat menurunkan populasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Petani merasakan manfaat menggunakan pestisida seperti hasil panen yang baik sehingga petani menggantungkan harapan yang besar terhadap pestisida. Keterbatasan petani menyebabkan pestisida merupakan cara andalan dalam menurunkan populasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Asnawati, 2010).

World Health Organization (WHO) memperkirakan terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada petani dengan tingkat kematian mencapai 220.000 jiwa setiap tahun. Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara sedang berkembang dan sekitar 5000-10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit lever. Gejala keracunan pestisida pada umumnya adalah lemah dan lelah, kepala sakit, keringat dan air liur berlebihan, kesulitan bernapas, pandangan kabur, iritasi pada mata dan kulit, pupil mata mengecil, muntah, gangguan perut/ diare, pingsan (Achmadi, 2005). Keracunan langsung (akut) dapat menurunkan aktivitas kolinesterase. Kolinesterase adalah enzim (suatu bentuk dari katalis biologik) di dalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan sel-sel saraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Penurunan aktivitas kolinesterase akan mempengaruhi serat-serat otot secara sadar dengan gerakan halus maupun kasar akibatnya petani mengalami iritasi mata dan gerakan otot yang lemah. Depresi aktivitas kolinesterase ini bertahan dalam 2 minggu. Pemeriksaan ini bisa dilakukan di luar laboratorium dengan menggunakan tintometer kit (Gallo, 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida adalah karakteristik petani yakni umur, jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, lama bekerja, perilaku petani dalam menggunakan pestisida antara lain banyaknya jenis pestisida yang digunakan, pencampuran dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, lama menyemprot, pemakaian alat pelindung diri. Pestisida dapat mengontaminasi petani pada saat menyimpan dan memindahkan pestisida,

menyiapkan larutan pestisida, mengaplikasikan pestisida dan mencuci alat-alat aplikasi. Mengaplikasikan pestisida pada saat penyemprotan sering menimbulkan kontaminasi pestisida (Djojosumarto, 2008). Hasil penelitian Assti (2008) menunjukkan, petani yang menderita keracunan sebanyak 75 orang (96,2%) dan menderita anemia sebanyak 63 orang (80,8%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja, status gizi, kelengkapan alat pelindung diri, lama waktu penyemprotan, pengelolaan pestisida, suhu lingkungan dan kejadian anemia dengan keracunan akibat pestisida melainkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia pada petani hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Yuantari (2009) mengemukakan bahwa ada hubungan bermakna antara pemakaian dosis, penggunaan alat pelindung diri, metode penyemprotan, metode pencampuran dan lokasi pencampuran dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat pada petani sayuran di Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Berdasarkan hasil laporan kajian faktor risiko lingkungan dan dampaknya terhadap kesehatan di daerah pertanian Kabupaten Karo (2006) menunjukkan bahwa aktivitas kolinesterase darah dari 60 petani, yang mengalami keracunan berat sebanyak 25 petani (41,7%), keracunan sedang sebanyak 14 petani (23,3%) dan keracunan ringan sebanyak 21 petani (35,0%). Kabupaten Karo merupakan salah satu Daerah Tingkat II Propinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu daerah yang memiliki tanah yang

subur dan cocok untuk tanaman hortikultura. Penggunaan pestisida perharinya adalah sebanyak ±10 ton untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Kecamatan Naman Teran merupakan satu dari 17 kecamatan di Kabupaten Karo dengan Desa Kuta Rayat sebagai salah satu desa yang mata pencaharian utama masyarakatnya adalah petani tomat (Profil Kec.Naman Teran, 2011). Sayuran merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, umur yang relatif singkat namun peka terhadap hama dan penyakit. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat dan banyak diperdagangkan di pasar swalayan dan pasar tradisional. Konsumsi tomat melebihi konsumsi akan daging atau ikan. Menekan kerusakan tomat dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara kimiawi dapat meningkatkan hasil panennya (Rustia, 2010). Memperhatikan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh paparan pestisida terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013. 1.2. Perumusan Masalah Penggunaan pestisida oleh petani sehari-hari tidak memperhatikan aturan yang tertera pada label. Seperti halnya yang ditemukan peneliti pada survei awal bahwa beberapa penyemprot tidak memakai alat pelindung diri dan mencampur pestisida tanpa takaran atau dosis. Kondisi ini dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya keracunan pestisida sehingga dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: apakah ada pengaruh paparan pestisida terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh paparan pestisida (pencampuran dosis, frekuensi penyemprotan, waktu penyemprotan, lama penyemprotan, arah angin, pemakaian alat pelindung diri) terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013. 1.4. Hipotesis Ada pengaruh paparan pestisida (pencampuran dosis, frekuensi penyemprotan, waktu penyemprotan, lama penyemprotan, arah angin, pemakaian alat pelindung diri) terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai prevalensi keracunan yang sifatnya akut akibat penggunaan pestisida yang tidak aman sehingga dapat dilakukan manajemen risiko keracunan terhadap petani. 2. Memberikan informasi kepada petani terkait mengenai penurunan aktivitas kolinesterase akibat penggunaan pestisida yang tidak aman. 3. Menambah wawasan dan pengalaman peneliti tentang penggunaan pestisida yang aman dan faktor risiko yang menyebabkan penurunan aktivitas kolinesterase.