BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

Bentuk baku konstruksi pukat hela arad

HASIL TANGKAPAN MINI TRAWL UDANG PADA BERBAGAI PANJANG WARP DAN LAMA TARIKAN

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang SNI SNI

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar

Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan

4 KONDISI PERIKANAN DEMERSAL DI KOTA TEGAL. 4.1 Pendahuluan

BAB III BAHAN DAN METODE

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kota Tegal

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl)

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG

EISSN: Jurnal Enggano Vol. 2, No. 1, April 2017:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI ALAT TANGKAP ARAD (GENUINE SMALL TRAWL) DAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL TRAWL) DI PPP TAWANG KENDAL

Jaring Angkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SUATU TINJAUAN TENTANG MINI TRAWL DI MUARO ANAI KOTA PADANG DAN AIR HAJI KABUPATEN PESISIR SELATAN

JARING ARAD JAWA BARAT ENUR JANAH

KONSTRUKSI DAN UJI-COBA PENGOPERASIAN JUVENILE AND TRASH EXCLUDER DEVICE PADA JARING ARAD DI PEKALONGAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

KAJIAN TEKNIS DAN LEGALITAS JARING ARAD DI PERAIRAN UTARA KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT WAWAN ROWANDI

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap cantrang Definisi dan klasifikasi alat tangkap cantrang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN ALAT CANTRANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGGUNAAN GEARBOX PADA IN-BOARD ENGINE : PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN JARING ARAD DI PERAIRAN MUARAREJA, KOTA TEGAL, JAWA TENGAH AHMAD FAUZI

STUDI PERIKANAN LORE DI KECAMATAN V KOTO KAMPUNG DALAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran Mata Jaring. Judul desain. Ukuran Utama Kapa; Gross Tonase; Nama Alat tangkap; Kode klasifikasi;

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati)

KAPAL IKAN PURSE SEINE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK JARING CANTRANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA

4 ANALISIS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU SURIMI

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

STUDI PERBANDINGAN UKURAN ALAT TANGKAP DENGAN KEKUATAN MESIN KAPAL PUKAT UDANG

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS HASIL TANGKAPAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN PPP TAWANG KENDAL JAWA TENGAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100

TEKNIS PENGOPERASIAN BOTTOM TRAWL DENGAN MENGGUNAKAN KR BARUNA JAYA IV DI PERAIRAN ARAFURA

Lampiran 1. Desain dan spesifikasi alat tangkap gillnet dan trammel net. Gillnet

KAJIAN TERHADAP OPERASIONAL KAPAL TRAWL DI PERAIRAN LAUT ARAFURA *)

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Adefryan Kharisma Yuniarta, Aristi Dian Purnama Fitri *), dan Asriyanto

KERAGAAN TEKNIS KAPAL RISET SARDINELLA SEBAGAI TRAWLER

BAB III BAHAN DAN METODE

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGARUH LAMA PENARIKAN PADA PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP CANTRANG TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN BRONDONG.

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan bagian perairan di Selatan

ANALISIS TEKNIS PENANGKAPAN DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN MENGGUNAKAN PUKAT HELA (Trawl) DI PESISIR UTARA TARAKAN

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net)

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

CANTRANG: MASALAH DAN SOLUSINYA

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

KAJIAN KONSTRUKSI DAN LOKASI JARING WARING TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN TERPERANGKAP IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DI SELAT MADURA

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

IDENTIFIKASI HASIL TANGKAPAN UTAMA NELAYAN DI KUALA TADU KABUPATEN NAGAN RAYA

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

DESKRIPSI ALAT TANGKAP IKAN DI KECAMATAN BONTOMANAI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :..

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Kesesuaian ukuran soma pajeko dan kapalnya di Labuan Uki Kabupaten Bolaang Mongondow

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya terdiri dari dua sayap, mulut, badan dan kantong (cod-end) serta dilengkapi dengan pembuka mulut, yaitu otter board dan tali temali (bridle line, warp dan tali kantong). Jaring arad berkembang di Pantai Utara Jawa. Berbagai sebutan jaring arad pernah muncul di berbagai daerah seperti sotok rebon di Rembang, jaring arad di Tegal-Brebes, gereuk di Jawa Timur, otok di Kendal, dan cotok di Demak (Balai Pengembangan Penangkapan Ikan 1997). Jaring arad adalah alat tangkap yang dioperasikan secara aktif dengan cara dihela oleh perahu. Dalam istilah yang sesungguhnya nama jaring arad yang semula merupakan sejenis pukat pantai atau sesuai dengan nama daerahnya merupakan jaring krakad, bundes dan dogol. Namun akhir-akhir ini nama arad juga berkembang sejalan dengan perkembangan sejenis jaring pukat yang pengoperasiannya dihela dengan menggunakan perahu (bukan kapal) disepanjang dasar perairan. Dengan perkataan lain jaring pukat hela ini dikenal dengan sebutan jaring arad (Ditjen Perikanan 1995). Alat ini biasanya dipakai untuk menangkap udang dan ikan demersal. Manadiyanto et al., (2000), menjelaskan bahwa jaring arad adalah alat tangkap yang dioperasikan secara aktif dengan cara dihela oleh perahu. Alat ini biasanya dipakai untuk menangkap udang dan ikan demersal. Secara garis besar konstruksi jaring arad terdiri atas bagian sayap, badan dan kantong. Bahan jaring seluruhnya terbuat dari polyethylene (PE). Jaring arad ini dilengkapi dengan alat pembuka mulut jaring (otter board) berukuran panjang 66 cm dan lebar 33 cm. Otter board pada jaring arad ini terbuat dari bahan kayu yang diberi pemberat besi 6 kg. Otter board berfungsi untuk membuka mulut jaring ke arah horizontal. 5

6 2.2 Konstruksi Jaring Arad Secara umum jaring arad hanya terdiri dari 3 bagian, yaitu sayap (wing) dibagian depan. Badan (belly) dibagian tengah dan kantong (codend) dibagian belakang. Tetapi bagian-bagian tersebut memiliki sub-bagian lagi. (Ditjen Perikanan, 1995), untuk selengkapnya dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Sayap (wing) Sayap disebut juga jaring pengarah yang merupakan perpanjangan badan jaring ke otter board. Sayap terdiri atas sayap kanan dan sayap kiri, masing-masing terdiri atas sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing). Kedua sayap membentuk mulut jaring yang terdiri atas mulut atas (head line) yang diikatkan tali ris atas (head rope) sebagai tempat pelampung dan mulut bawah (ground line) yang diikatkan tali ris bawah (ground rope) yang diberikan pemberat. 2. Badan jaring (belly) Badan jaring adalah bagian tengah jaring arad yang terbesar dari keseluruhan alat tangkap yang berfungsi untuk mengurung objek yang telah digiring oleh sayap. Pada sudut depan kiri dan kanan berhubungan dengan sayap kanan dan sayap kiri, sedang bagian belakang badan berhubungan langsung dengan bagian kantong. 3. Kantong jaring (cod end) Kantong berfungsi sebagai tempat terkumpulnya hasil tangkapan sehingga setelah kantong diikat maka objek tangkapan yang telah berada di dalam kantong tidak akan dapat melarikan diri. Bahan jaring seluruhnya terbuat dari polyethylene (PE). 4. Papan rentang (otter board) Papan rentang (otter board) merupakan pengganti peran danleno dan beam sehingga kedua sayap jaring terbuka kekanan dan kekiri. Ukuran otter board ini tidak lebih dari 40 cm x 80 cm dan diberi pemberat besi 6 kg. Dengan penggunaan otter board ini tali segitiga tidak diperlukan lagi.

7 5. Tali ris atas (head rope) Tali ris yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring melalui mulut bagian atas. 6. Tali ris bawah (ground rope) Tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah melalui mulut bagian bawah. 7. Tali selambar (warp rope) Tali yang berfungsi sebagai penghela jaring arad di belakang kapal yang sedang berjalan dan penarik jaring arad ke atas geladak kapal. 8. Pelampung (float) Pelampung digunakan untuk membantu membuka mulut jaring ke arah atas. 9. Pemberat (sinker) Pemberat berfungsi untuk membuka mulut jaring ke arah bawah. Spesifikasi jaring arad di daerah Pesisir Utara, Kota Cirebon menurut Khaerudin (2006) dapat dilihat pada Lampiran 1. Sketsa alat tangkap jaring arad menurut Standar Nasional Indonesia (2004) dapat dilihat pada Gambar 1, untuk sketsa alat tangkap jaring arad menurut Standar Nasional Indonesia (2006) dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 1. Sketsa Alat Tangka Jaring Arad

8 2.3 Metode Pengoperasian Urutan pengoperasian alat tangkap jaring arad menurut Balai Pengembangan Penangkapan Ikan (1996) adalah sebagai berikut : 1. Setelah sampai di fishing ground kecepatan perahu dikurangi sehingga bergerak perlahan. Melalui bagian samping kiri buritan kapal penawuran dimulai dengan penurunan kantong, badan, sayap, danleno dan palang. Untuk jaring yang pengoperasiaannya menggunakan papan otter, setelah semua bagian jaring berada dipermukaan air, jaring tersebut dihela supaya kedudukan kedua sayap sejajar. Selanjutnya kedua papan diturunkan secara bersana-sama dan dibiarkan melayang dipermukaan air sambil dihela sampai posisi kedua papan tersebut sempurna. 2. Pada saat penurunan tali penarik, gerakan perahu agak dipercepat. Panjang tali penarik disesuaikan dengan kedalaman perairan. 3. Ujung tali penarik diikat pada bagian depan perahu sedangkan dibagian buritan kanan tali penarik tersebut dihela sejajar perahu diharapkan posisi jaring berada di belakang perahu. 4. Perahu bergerak ke depan dengan kecepatan tertentu (3-4 knot) dan jaring dihela selama 1-3 jam. 5. Setelah penarikan jaring selesai, mesin dimatikan dan penarikan tali penarik dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia sehingga seluruh jaring terangkat. 6. Hasil tangkapan dikeluarkan dari bagian kantong dengan membuka tali pengikat kantong. 7. Jaring dan tali temali disusun kembali untuk penawuran berikutnya. 2.4 Daerah dan Musim Penangkapan Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan suatu wilayah perairan yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan penangkapan atau daerah yang diduga terdapat gerombolan ikan. Sulit untuk meramalkan arah dan letak dari perpindahan dari suatu daerah penangkapan ikan, karena ikan yang menjadi tujuan usaha berada didalam air, dan tidak terlihat dari permukaan air

9 sedangkan kemampuan mata manusia untuk melihat ke dalam air terbatas (Ayodhyoa 1981). Jenis-jenis ikan yang hidup di perairan amat beragam serta menempati fishing ground yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya, sehingga dalam usaha penangkapannya mempunyai banyak variasi baik dalam bentuk alat tangkap, metode penangkapan, maupun struktur organisasi usahanya (Ayodhyoa 1981). Perairan Utara Jawa dibatasi oleh tiga buah selat yaitu : Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Makasar serta dibatasi oleh tiga buah pulau yaitu : Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Perairan Utara Jawa termasuk diantara 9 wilayah pengelolaan perikanan (WPP), berdasarkan pada penyebaran daerah penangkapan ikan. Setelah diadakan penyempurnaan pembagian wilayah, perairan ini diperluas yaitu mencakup semua Perairan Utara Jawa dan Selat Sunda. Perairan Utara Jawa sama seperti semua perairan yang ada di alam ini yang dipengaruhi oleh berbagai aspek oseanografi seperti musim, arus, suhu, salinitas dan sebagainya (Direktoral Jendral Perikanan 1997). Laut Jawa dipengaruhi oleh perubahan pola arah angin musim barat (north-east monsoon) dan angin musim timur (south-east monsoon). Kedua jenis pola angin tersebut berimplikasi terhadap perubahan suhu, arah arus, kecepatan arus dan curah hujan. Saat musim timur (Juni Agustus), Laut Jawa kehilangan banyak air karena penguapan yang terjadi lebih besar dari pada curah hujan yang diterima. Keadaan ini berubah pada waktu tertentu dalam kurun waktu setahun, khususnya pada waktu musim barat (Oktober Februari) dimana curah hujan lebih besar daripada penguapan (Hutabarat dan Evans 1985). Hal ini berpengaruh terhadap hasil produksi penangkapan ikan, yang terlihat dari banyaknya jumlah kapal yang pergi melaut. Pada musim timur lebih banyak jumlah kapal yang beroperasi daripada pada saat musim barat, sehingga berimplikasi pada banyaknya jumlah perolehan hasil tangkapan. Jaring arad dioperasikan pada daerah pantai dengan tipe dasar perairan lumpur berpasir. Kedalaman perairan berkisar antara 15 60 m dengan tofografi dasar perairan yang relatif datar. Jaring arad dapat dioperasikan sepanjang tahun, namun intensitas pengoperasiannya dipengaruhi oleh musim penangkapan

10 (Puslitbang Perikanan 1991). Wiyono (2010) menjelaskan bahwa hasil tangkapan di Perairan Cirebon Jawa Barat pada bulan Maret memiliki nilai diversitas tertinggi (rata-rata=0,62) dibandingkan dengan bulan Juli (rata-rata=0,50) dan bulan November (rata-rata=0,22). Hasil tangkapannya dapat dilihat pada Lampiran 3. Manadiyanto et al (2000) menjelaskan bahwa puncak penangkapan udang Penaeid di perairan Laut Jawa berlangsung pada musim timur, yaitu antara pertengahan Maret sampai pertengahan Juni. Selanjutnya Sumiono et al. (1987) diacu dalam Manadiyanto et al. (2000) menjelaskan bahwa udang lebih banyak tertangkap diperairan yang dangkal, terutama di daerah muara-muara sungai. Hal ini dikarenakan muara sungai merupakan tempat percampuran air sungai dan laut yang kaya akan makanan. Perairan yang berbentuk teluk dengan aliran sungai besar merupakan daerah udang yang baik juga. Pantai utara Jawa antara Cirebon dan Jawa Tengah sedikit menyerupai teluk, sehingga walaupun sungai-sungai yang mengalir ke teluk ini hanya kecil airnya, perairan ini dapat memenuhi kesuburannya sebagai daerah pemusatan udang. Udang jerbung sebagai hasil tangkapan utama dalam hal ini hidup didasar perairan dan hampir terdapat di seluruh perairan Indonesia, terutama di daerah-daerah dimana sungai besar bermuara. 2.5 Hasil Tangkapan 2.5.1 Hasil Tangkapan Utama Hasil tangkapan utama jaring arad adalah udang (Penaidae), sedangkan hasil tangkapan sampingan berupa ikan demersal, kepiting, rajungan, sotong dan cumi-cumi (Sirait 1991). Menurut Manadiyanto et. al, (2000), beberapa jenis udang yang tertangkap dengan jaring arad adalah udang jerbung (Penaeus merguensis), krosok (Parapenaeopsiensis) dan udang windu (Penaeus monodon). Jenis ikan demersal yang tertangkap adalah pepetek (Leiognathus spp), gulamah (Pseudosciena spp), bloso (Saurida tumbil), tenggiri (Scomberomorus spp), bawal (Pampus spp), kembung (Rastrellinger spp), cumi-cumi (Loligo spp), manyung (Arius thalassinus) dan layur (Trichiurus spp).

11 Menurut Diniah (2001) hasil tangkapan utama jaring arad ialah udang Penaeid. Di seluruh perairan Indonesia ditemukan 81 jenis udang Penaeid, 46 diantaranya sering tertangkap oleh nelayan Indonesia. Terdapat sembilan jenis udang yang bernilai ekonomis tinggi, yaitu Penaeus merguensis, P. indicus, P. chinensis, P. monodon, P. semisulcatus, P. larisulcatus, Metapenaeus monoceros, M. ensis dan M. elegans. Udang bersifat bentik, hidup di permukaan dasar laut. Famili Penaidae menyukai daerah atau perairan yang agak keras berupa lumpur berpasir. 2.5.2 Hasil Tangkap Sampingan (By catch) Hall (1999) membedakan kategori hasil tangkap sampingan (by-catch) menjadi dua kategori : 1. Spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch), yaitu hasil tangkapan yang sekali-kali tertahan (tertangkap) dan bukan merupakan spesies target dari operasi penangkapan. Incidental catch ini ada yang dimanfaatkan oleh nelayan dan ada juga yang dibuang tergantung dari nilai ekonomisnya. 2. Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch), yaitu bagian dari hasil tangkapan sampingan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan ekonomi (ikan yang tertangkap bernilai ekonomis rendah) atau karena spesies yang tertangkap adalah spesies yang dilindungi oleh hukum. Sedangkan Saila (1983), menyatakan hasil tangkapan sampingan (bycatch) merupakan total dari spesies yang bukan merupakan tujuan penangkapan (incidental catch) ditambah dengan hasil tangkapan yang dikembalikan ke laut karena tidak memiliki nilai ekonomis (discarded catch). Khaerudin (2006) mendapatkan hasil tangkapan sampingan jaring arad berupa ikan-ikan demersal yang berukuran kecil seperti pepetek (Leiognathus sp), gulamah (Pseudosciena sp), beloso (Saurida tumbil), tenggiri (Scomberomorus sp) dan lain-lain.