BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin ketat. Tiap-tiap perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan performa mereka. Salah satu dari banyak manfaat yang bisa

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, serta kondisi persaingan yang ketat dalam lingkungan bisnis yang

PENGURANGAN BULLWHIP EFFECT DENGAN METODE VENDOR MANAGED INVENTORY

TUGAS AKHIR ANALISA BULLWHIP EFFECT DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA PT. MONDRIAN KLATEN

Pembahasan Materi #4

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

Deskripsi Mata Kuliah

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB IV Sistem Pengadaan Barang yang Sedang Berjalan di Logistic Section pada PT RCTI

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

#4 KONSEP LEAD TIME DALAM SCM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan atau

PENGURANGAN BULLWHIP EFFECT DENGAN METODE VENDOR MANAGED INVENTORY

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL VENDOR MANAGED INVENTORY DENGAN BANYAK RETAILER YANG MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN LEAD TIMES

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

PENGARUH PENENTUAN JUMLAH PEMESANAN PADA BULLWHIP EFFECT

Mode Distribusi & Transportasi. Tita Talitha, MT

BAB I PENDAHULUAN. tetapi industri-industri kecil kini mulai merangkak maju dan mulai mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pada sebuah industri manufaktur, proses perencanaan dan pengendalian produksi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi permintaan pada periode tetentu. Pada level distributor manajemen

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN


BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. di bidang produksi atau pembuatan kertas rokok (cigarette paper). Produk kertas

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN

1. PENDAHULUAN. Universitas Kristen Petra

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KONSEP DASAR MANAJEMEN PERSEDIAAN DI UNIT KERJA LAYANAN KESEHATAN

MEMINIMASI MANUFACTURING LEAD TIME MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN DAMPAKNYA PADA BULLWHIP EFFECT

ANALISIS DAN PERANCANGAN E-SCM PADA MATAHARI SUPERMARKET JAVA SUPERMALL

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

KONSEP SISTEM INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

Data untuk Perhitungan Biaya Kirim Data untuk Perhitungan Biaya Simpan Pembeli Data untuk Perhitungan Biaya

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan

ANALISIS PENGARUH INFORMATION SHARING PADA DUA LEVEL RANTAI PASOK

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

OPTIMALISASI SISTEM PERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PADA PUSAT DISTRIBUSI MINIMARKET BERJARINGAN

BAB I PENDAHULUAN. target tersebut. Untuk menghasilkan Supply Chain yang efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Manajemen Rantai Pasokan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

BAB I. Pendahuluan. digunakan manajemen dalam mengetahui kondisi bisnis dan membantu

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. PT. ETB adalah salah satu perusahaan multi nasional (MNC) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. membawa dunia bisnis ke dalam babak baru. pemasoknya (supplier) untuk masalah pemesanan barang. Misalnya, Carrefour

BAB 1 PENDAHULUAN. menggantikan kegiatan manual yang tidak lagi dapat diandalkan. Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun pendistribusian barang dalam hal ini adalah distributor.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis dan metode yang digunakan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini adalah

BAB V ANALISA HASIL. Lampiran 3 tersebut telah diketahui yang akan menjadi itemstock di store adalah 8. Tabel 5. 1 Hasil Klasifikais Item

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

Supply Chain. Management. an overview. MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2016

KONSEP TRADISIONAL. Kirim. Retail. Vendor. Order (q & T) Make q & T Decision

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang. Perbaikan performansi bisnis modern harus mencakup keseluruhan sistem

Pembahasan Materi #1

PENGENDALIAN PERSEDIAAN DUA ESELON DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOINT ECONOMIC LOT SIZE (JELS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan tidak terbatas hanya secara lokal,

Mengelola Persediaan pada Supply Chain

BAB I PENDAHULUAN. Laweyan dibawah Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dewasa ini menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap negara. Proses interaksi antar negara terjadi di berbagai bidang, salah satunya adalah di bidang ekonomi. Perdagangan bebas dengan tingkat kompetisi yang semakin ketat merupakan salah satu contoh nyata di bidang ekonomi tersebut. Perdagangan bebas akan menghasilkan efficiency from competition, yang berarti bahwa dengan terlibat dalam aktivitas perdagangan bebas, perusahaan-perusahaan domestik harus bertarung di pasar global, dan kemudian memaksa mereka agar lebih inovatif dan lebih efisien dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Salah satu contohnya adalah corporate chain store. Pemahaman dalam mengaplikasikan Supply Chain Management (SCM) telah menjadi suatu prasyarat penting agar tetap dapat berkompetisi di dunia global dan untuk meningkatkan profit (Li dan Lin, 2006). Pada lingkungan retail modern saat ini, retailer dituntut harus mampu bersaing baik secara domestik dan global serta mampu menjawab ekspektasi konsumen yang selalu berubah akan produk dan jasa (Ganesan et al., 2009). Sistem supply chain akan menjadi lebih efisien jika didukung dengan tersedianya informasi dan sistem informasi yang baik. Informasi merupakan salah satu resource utama yang memperkuat supply chain modern. Informasi berpotensi untuk mengurangi variabilitas di dalam supply chain, membuat forecast yang lebih baik, koordinasi strategi manufaktur dan distribusi, mengurangi lead time, dan membuat retailer dapat melayani customer lebih baik dengan menyediakan produk yang diinginkan dan menghindari adanya stockout (Simchi-Levi et al., 2004). Informasi tidak hanya digunakan untuk tujuan operasional, tetapi juga kebijakan strategis jangka panjang atau inovasi lebih lanjut dalam supply chain (Hoek, 2001). Sistem informasi telah menjadi kunci dalam manajemen supply chain, mendukung dalam proses pengambilan keputusan, peramalan demand, dan efisiensi

2 yang lebih tinggi dalam berbagai aktivitas supply chain (Wu et al., 2006); menurunkan level inventori, meningkatkan keuntungan operasional, mengurangi biaya dan waktu siklus (Tseng et al., 2011). Roberts (2000) melaporkan bahwa sistem informasi dapat menurunkan biaya supply chain sebesar 8-35%, menurunkan level inventori sebesar 22-85%, peningkatan pengiriman sebesar 12-24% dan perbaikan waktu siklus sebesar 17-68%. Hampir tidak mungkin untuk mencapai suatu sistem rantai pasok yang efektif tanpa sistem informasi, sehingga dibutuhkan sistem informasi untuk berbagi informasi pada semua aktivitas value adding di supply chain (Gunasekaran dan Ngai, 2004). Corporate chain store adalah suatu bentuk usaha yang terdiri dari dua atau lebih toko yang mempunyai nama yang sama, menjual produk yang sama, dan mengikuti aturan operasi yang sama yang dilakukan secara terpusat (Scott, 2014). Salah satu ciri dari corporate chain store adalah menjual produk dengan kuantitas besar dan harga yang lebih murah. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi adalah terkait dengan pricing, promosi, pengendalian inventori, dan peramalan penjualan. Corporate chain store dapat berskala lokal, nasional, atau internasional. Corporate chain store berskala nasional seperti Carrefour, atau yang berskala internasional seperti Walmart telah mengaplikasikan sistem supply chain yang baik. Mereka menerapkan sistem vendor-managed inventory (VMI), di mana supplier atau gudang pusat bertanggung jawab dalam mengelola persediaan di masing-masing cabang chain store dan menentukan langsung jumlah produk dan kapan produk dikirim ke masing-masing cabang tersebut (Razmi, Rad, dan Sangari, 2009). Masing-masing cabang hanya perlu memberikan data penjualan produk ke supplier atau gudang pusat untuk selanjutnya gudang pusat yang menentukan berapa jumlah alokasi dan waktu optimal pengiriman produk ke setiap cabang. Oleh karena itu, gudang pusat tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan, tetapi juga sebagai tempat di mana sistem distribusi semua cabang chain store dilakukan secara terpusat. Tidak seperti corporate chain store berskala nasional atau internasional, chain store berskala lokal belum tentu telah menerapkan sistem supply chain dengan baik. Seperti misalnya Pamella Swalayan Supermarket, salah satu corporate

3 chain store yang berada di wilayah Yogyakarta. Saat ini, gudang pusat Pamella Swalayan belum berfungsi sebagai pusat pengendali distribusi setiap cabang. Pengaturan dan pengendalian inventori di setiap cabang merupakan tanggung jawab masing-masing store. Setiap cabang akan memesan produk ke gudang pusat dengan menggunakan sistem purchase order. Purchase order yang dibuat oleh masingmasing cabang berisi jenis dan kuantitas produk yang dipesan. Jumlah produk yang dipesan ke gudang pusat didasarkan pada safety stock atau tingkat persediaan setiap produk di setiap cabang pada saat itu. Kemudian, gudang pusat mengirimkan produk sesuai purchase order yang diterima dari setiap cabang. Sistem seperti ini besar kemungkinan dapat menimbulkan overstock atau stockout pada suatu cabang. Hal ini dikarenakan penentuan jumlah pemesanan yang kurang akurat oleh satu cabang akan berdampak pada cabang yang lain. Sebagai ilustrasi kasusnya adalah Pamella 1 mengirim purchase order produk susu X sejumlah lima box kemudian gudang pusat mengirim sesuai jumlah yang diminta. Pamella 6 adalah cabang yang terakhir mengirimkan purchase order dan meminta produk yang sama sejumlah 4 box, tetapi akibat dari keterbatasan jumlah persediaan di gudang dan ketidakakuratan jumlah alokasi distribusi produk dari masing-masing cabang lainnya, gudang hanya dapat mengirim sejumlah 2 box. Resiko akibat alokasi jumlah pemesanan yang tidak akurat dapat menyebabkan Pamella 1 mengalami overstock, sedangkan Pamella 6 dalam kondisi stockout untuk produk susu X tersebut. Melihat pentingnya peranan sistem informasi dalam supply chain, maka penelitian ini bermaksud untuk mengembangkan sistem pendukung keputusan untuk alokasi distribusi produk pada corporate chain store lokal. Penelitian ini mengambil studi kasus di salah satu corporate chain store lokal di Yogyakarta, yaitu Pamella Swalayan Supermarket. Alasan pemilihan Pamella Swalayan Supermarket adalah masih terdapatnya masalah pengalokasian dan distribusi produk dari gudang pusat ke setiap cabang yang menimbulkan overstock atau stockout di setiap cabang pada swalayan ini. Sebelumnya, telah dilakukan penelitian di Pamella Swalayan Supermarket oleh Puspitasari (2013) dan Riyaningrum (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2013) membahas tentang penentuan jumlah safety stock dan pesanan yang optimal untuk

4 meminimalisasi biaya inventori di Pamella Satu. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian inventori masih dilakukan di masing-masing cabang. Kemudian penelitian dikembangkan oleh Riyaningrum (2014) yang membahas mengenai optimalisasi alokasi distribusi produk untuk meningkatkan gross profit. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengembangkan suatu sistem pendukung keputusan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan alokasi distribusi produk oleh gudang pusat ke masing-masing cabang chain store. Gudang pusat diposisikan sebagai pusat pengendali yang mengatur persediaan di semua cabang, sehingga masing-masing cabang tidak perlu lagi membuat purchase order. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah pada penelitian ini adalah mengembangkan suatu Sistem Pendukung Keputusan berupa software untuk mengalokasikan produk dari gudang pusat corporate chain store lokal Pamella Swalayan Supermarket ke masing-masing cabang. 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Untuk membatasi cakupan penelitian, terdapat beberapa batasan masalah serta asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. penelitian dilakukan pada gudang pusat dan tujuh cabang Pamella Swalayan Supermarket, 2. penelitian ini berfokus pada pembuatan software sebagai Decision Support System dalam mengalokasikan distribusi produk dari gudang pusat hingga ke tujuh cabang Pamella Swalayan Supermarket, 3. ruang lingkup pengembangan Sistem Pendukung Keputusan adalah sistem off-line. 4. produk yang diteliti adalah sepuluh produk di semua cabang Pamella Swalayan Supermarket, 5. antar store tidak boleh saling memasok barang,

5 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan suatu sistem informasi berupa software sebagai Decision Support System dalam mengalokasikan distribusi produk dari gudang pusat chain store lokal Pamella Swalayan Supermarket ke masing-masing cabang. 2. Decision Support System yang dirancang dan dikembangkan dapat diterima dengan baik oleh user di Pamella Swalayan Supermarket. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi distribusi produk yang dikirim dari gudang pusat ke masing-masing cabang. Selain itu, diharapkan penelitian ini mampu menjadi sumber referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang mempunyai topik yang sama dengan penelitian ini.