BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam sebuah laporan penelitian menyajikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, hingga kontribusi yang diharapkan dari penelitian. Disamping itu, bab ini juga menjelaskan sistematika penulisan dalam penelitian. Latar belakang masalah menguraikan landasan pemikiran peneliti. Rumusan masalah menunjukkan masalah pokok yang akan diteliti. Tujuan penelitian merupakan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian. Kontribusi penelitian berisi uraian manfaat yang akan diberikan dari hasil penelitian. Sistematika penulisan memaparkan urutan penyusunan isi dari laporan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Tumbangnya masa Orde Baru telah mendorong Indonesia memasuki era reformasi birokrasi. Reformasi ini telah mendorong konsep Good Government Governance (GGG) masuk ke dalam tubuh pemerintahan Republik Indonesia. Esensi dari GGG adalah perbaikan sistem dengan mengutamakan kepentingan masyarakat dan segala keputusan yang dibuat oleh pemerintah dimonitor oleh seluruh pihak. Oleh karena itu, tuntutan akuntabilitas menjadi sangat tinggi karena akuntabilitas merupakan pedoman dalam pengambilan keputusan administratif dan penyediaan layanan (Wang, 2002) yang tentunya dapat dijadikan sebagai tolak ukur pelaksanaan pemerintahan. Bahkan, dalam Undang-Undang Nomor 28 1
Tahun 1999 akuntabilitas telah dijadikan sebagai salah satu asas umum penyelenggaraan negara yang dimaknai sebagai asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negera harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Tuntutan akuntabilitas di sektor publik ini pada akhirnya meningkatkan kebutuhan akan perbaikan dan peningkatan kinerja dalam pemerintahan. Konsep kinerja sendiri meliputi adanya indikator, target dan menempatkan penekanan pada keluaran (Gajda-Lüpke, 2009). Peningkatan kinerja dan keberhasilan dalam reformasi administrasi membutuhkan pengembangan pengelolaan dan kerangka pengukuran kinerja (Sotirakou dan Zeppou, 2006). Sistem pengukuran kinerja yang merupakan hirarki tujuan dan ukuran kinerja dirasa mampu membantu menciptakan desain dan implementasi strategi serta dapat berkontribusi pada misi efektivitas, target, dan pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan (Sotirakou dan Zeppou, 2006). Selain itu, salah satu keunggulan pengukuran kinerja adalah lebih menekankan pada pengelolaan hasil dan kemampuan untuk mengukur organisasi publik berdasarkan model masukan-keluaran-outcome (Johnsen, 2005) sehingga adanya pengukuran kinerja ini tentu akan berperan penting dalam menjawab konsep kinerja. Kesadaran akan pentingnya penerapan sistem pengukuran kinerja sebenarnya telah dirasakan oleh pemerintah Indonesia. Hal ini terbukti dari dibuatnya Sistem Pengukuran Kinerja (SPK) berdasarkan Peraturan Presiden No. 2
7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dan keputusan kepala LAN No.589/IX/6/Y/1999 yang diganti dengan No. 239/IX/6/8/2003 tentang Laporan Tahunan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) oleh Pemerintahan Indonesia yang digunakan untuk menentukan indikator-indikator kinerja sehingga ketercapaian kinerja dapat terukur jelas. Adanya SPK ini diharapkan mampu mengarahkan pemerintah untuk terus meningkatkan akuntabilitas. Keberadaan aturan tentang SPK dalam pemerintahan, baik pusat maupun daerah telah mengindikasikan bahwa tekanan ekternal memotivasi diterapkannya SPK dalam menjalankan roda pemerintahan. Seperti yang telah dinyatakan Akbar et al., (2012) bahwa implementasi SPK dan indikator kinerja di Indonesia lebih bertujuan untuk memenuhi kebutuhan regulasi daripada membuat organisasi tersebut lebih efektif dan efisien. Fenomena ini menunjukkan bahwa teori institusional telah melandasi proses homogenisasi institusi di Indonesia. Penjelasan terjadinya proses homogenisasi ini sesuai dengan teori New Institutional Sociology yang menekankan bahwa organisasi diselenggarakan dalam sebuah matrik simbolik sebagai upaya untuk mendapatkan legitimasi. Akibatnya, sebuah organisasi akan menjadi semakin sama dengan organisasi lain yang serupa sebagai hasil dari kekuatan isomorfisma (DiMaggio dan Powell, 1983). Isomorfisma sendiri merupakan proses penghambat yang memaksa satu unit dalam suatu populasi menyerupai unit lain yang menghadapi pengaturan kondisi lingkungan yang sama yang dalam prosesnya dapat berwujud tekanan koersif, mimetik maupun normatif (DiMaggio dan Powell, 1983). 3
Teori isomorfisma institusional ini sesuai dengan konteks di Indonesia karena kondisi pemerintah daerah di Indonesia yang tidak terdapat kompetisi bebas melainkan masing-masing pemerintah daerah Indonesia bersaing untuk mendapatkan legitimasi melalui kekuatan politik (Akbar et al., 2012). Penelitian dari Akbar et al., (2012) telah membuktikan bahwa isomorfisma melandasi pemerintah daerah di Indonesia dalam menerapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan indikator kinerja. Khususnya, penelitian ini menemukan bahwa mandat legislatif memiliki pengaruh signifikan terhadap pengembangan indikator kinerja yang mengindikasikan bahwa pemerintah dalam mengimplementasikan SPK dikarenakan adanya tuntutan pihak eksternal yang dalam kasus ini berupa peraturan atau undang-undang. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan isomorfisma yang sumbernya berasal dari pihak luar organisasi telah mendasari langkah pemerintah daerah dalam mengimplementasikan SPK. Adanya tekanan ini memaksa organisasi untuk mengadopsi suatu perubahan tanpa memiliki bukti bahwa perubahan akan meningkatkan efisiensi terkait dengan tujuan yang hendak dicapai organisasi. Akibatnya, pelaksanaan perubahan tersebut hanya bersifat seremonial seperti yang terjadi di pemerintah daerah Indonesia yang hanya menggunakan indikator kinerja untuk pelaporan formal, persyaratan legislatif atau politik saja (Akbar et al., 2012). Cavalluzo dan Ittner (2004) menemukan hasil yang mendukung teori institusional bahwa organisasi pemerintah mengimplementasikan SPK yang dalam penelitiannya berupa sistem kontrol manajemen untuk memenuhi persyaratan legislatif tetapi tidak menggunakan sistem tersebut untuk tujuan 4
internal. Sedangkan penelitian-penelitian terdahulu terkait SPK di Indonesia baru menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan indikator kinerja (Akbar et al., 2012) dan faktor-faktor yang berpengaruh pada penggunaan SPK (Wijaya dan Akbar, 2013) yang membuktikan eksistensi isomorfisma. Penelitian ini berusaha untuk mempertegas adanya pengaruh tekanan institusional isomorfisma dalam proses penggunaan sistem pengukuran kinerja dan akuntabilitas. Penelitian ini juga akan menguji hubungan antara kapabilitas sumber daya manusia terhadap tekanan institusional isomorfisma dengan penggunaan sistem pengukuran kinerja. Kapabilitas mengacu pada kemampuan organisasi untuk melakukan serangkaian tugas secara terkoordinasi, memanfaatkan sumber daya organisasi, dengan tujuan untuk mencapai hasil akhir tertentu (Helfat dan Peteraf, 2003). Adanya kekuatan internal organisasi berupa kapabilitas ini menjadi keunggulan kompetitif tersendiri bagi organisasi ketika dihadapkan dengan organisasi lain yang serupa. Jika perusahaan atau organisasi memiliki lebih banyak sumberdaya dan kapabilitasnya lebih kuat, ketergantungan pada lingkungan eksternal akan lebih kecil, sehingga akan mendorong pada pengaruh lingkungan eksternal yang lebih lemah (Li dan Ding, 2013). Penelitian dari Li dan Ding (2013) telah membuktikan bahwa kapabilitas di suatu perusahaan ternyata mampu melemahkan tekanan institusional isomorfisma terkait dengan diterapkannya internasionalisasi. Namun, hasil penelitian dalam konteks sektor privat dan publik dimungkinkan berbeda sehingga penelitian ini bermaksud 5
melakukan analisis interaksi dari kapabilitas organisasi sektor publik terhadap tekanan institusional isomorfisma dengan penggunaan sistem pengukuran kinerja. 1.2. Perumusan Masalah Keharusan untuk melakukan pengukuran kinerja bagi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di Indonesia mulai muncul saat dibuatnya Peraturan Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dan keputusan kepala LAN No.589/IX/6/Y/1999 yang diganti dengan No. 239/IX/6/8/2003 Tentang Laporan Tahunan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah. Harapan dari adanya peraturan untuk pelaksanaan SPK ini adalah agar tercipta akuntabilitas dalam pelaksanaan pemerintahan. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah hanya melaksanakan SPK untuk memenuhi kebutuhan regulasi saja (Akbar et al., 2012). Terjadinya perubahan organisasional tersebut dikarenakan suatu organisasi lebih berusaha mencapai keuntungan legitimasi daripada meningkatkan kinerja substantif (Ashworth et al., 2009). Perubahan yang didorong oleh tuntutan pihak eksternal tersebut menandakan adanya tekanan institusional dalam pemerintah daerah di Indonesia. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini berusaha memperjelas pengaruh tekanan institusional khususnya dengan menggunakan teori institusional isomorfisma yaitu tekanan koersif, mimetik, dan normatif terhadap proses diterapkannya sistem pengukuran kinerja dan akuntabilitas dengan menguji pengaruh langsung antar keduanya. Selain itu, penelitian ini akan menguji kapabilitas organisasi (Li dan Ding, 2013) yang dilihat dari kapabilitas 6
manajemen sumber daya manusianya dalam memoderasi hubungan antara tekanan institusional isomorfisma dengan penggunaan sistem pengukuran kinerja. Keberadaan kapabilitas sumber daya manusia sektor publik yang baik diduga akan mampu mengurangi dampak adanya tekanan eksternal. Adanya rumusan masalah di atas serta dengan membatasi ruang lingkup penelitian pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, maka pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah tekanan institusional isomorfisma memiliki pengaruh positif terhadap penggunaan sistem pengukuran kinerja? 2. Apakah kapabilitas sumber daya manusia mempengaruhi hubungan antara tekanan institusional isomorfisma dengan penggunaan sistem pengukuran kinerja? 3. Apakah penggunaan sistem pengukuran kinerja memiliki pengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melakukan observasi adanya pengaruh antara tekanan institusional, penggunaan SPK, dan Akuntabilitas serta menguji pengaruh moderasi dari kapabilitas sumber daya manusia antara tekanan institusional dan penggunaan SPK. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan bukti empiris baik kuantitatif maupun kualitatif bahwa tekanan institusional isomorfisma terjadi dalam lingkup implementasi sistem pengukuran kinerja dan 7
akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik serta menunjukkan pentingnya peningkatan kapabilitas sumber daya manusia dalam mengurangi dampak tekanan eksternal sehingga internalisasi akan kebutuhan penerapan sistem pengukuran kinerja akan lebih menguat. Selain itu, penelitian ini berusaha mengembangkan model hubungan tekanan institusional, kapabilitas sumber daya manusia, implementasi sistem pengukuran kinerja, dan akuntabilitas organisasi sektor publik. 1.4. Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori, terutama di bidang akuntansi manajemen sektor publik dalam hal pemahaman yang lebih komprehensif terkait proses pelembagaan implementasi SPK berdasarkan perspektif isomorfisma. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak manajemen pemerintah pusat maupun daerah untuk lebih menyadari akan adanya tekanan institusional dan semakin meningkatkan kapabilitas sumber daya manusianya untuk menghasilkan penggunaan SPK dan akuntabilitas yang lebih baik. 3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya 8
fiskal yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk masyarakat sesuai dengan harapan GGG. 1.5. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disajikan dalam 5 bab sebagai berikut. BAB I Pendahuluan Bab ini menyajikan gambaran umum yang mendasari dilaksanakannya penelitian. Bab ini meliputi: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Literatur dan Hipotesis Bab II ini menguraikan tinjaun teoritis mengenai teori-teori dan penelitianpenelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik dalam penelitian ini yang kemudian dipakai sebagai landasan dalam penyusunan hipotesis. BAB III Metode Penelitian Bab ini memberi penjelasan terkait metode penelitian yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian. Bab ini berisi rincian jenis dan sumber data, populasi, sampel, metode pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, variabel dan definisi operasional variabel peneliti, serta teknik analisis data. BAB IV Analisis Data dan Pembahasan Bab ini menjelaskan mengenai data penelitian, hasil pengolahan data penelitian, serta pembahasannya. 9
BAB V Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan dan Saran Penelitian Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan penelitian ini. Bab ini berisikan kesimpulan, implikasi penelitian, diskusi, keterbatasan dan saran-saran penelitian selanjutnya. 10