θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan. menuju ke saluran-saluran (sungai, danau, atau laut) (Haridjaja dkk, 1990).

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

PENGARUH PERLAKUAN TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN KELAPA SAWIT (Studi kasus: PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau)

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Teknik Konservasi Tanah dan Air

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Gadjah Mada

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III

TUGAS TERSTRUKTUR II IRIGASI DAN DRAINASE : Neraca Air Tanah

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2)

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

TINJAUAN PUSTAKA. musim gugur mencapai jumlah minimum (Basuki dan Tjasadihardja, 1995).

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KESEIMBANGAN AIR DI KECAMATAN TELUK PAKEDAI, KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Analisis Neraca Air di Kecamatan Sambutan - Samarinda

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

BAB III Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM

I. TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat 25 jenis Oryza. Jenis yang dikenal adalah O. sativa dengan dua

Konservasi lahan Konservasi lahan adalah usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan memperhatikan kelas kemampuannya dan dengan menerapkan

BEBERAPA PRINSIP DASAR DALAM PEMILIHAN SISTEM PENGAIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

5 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

DAFTAR ISTILAH Air lebih: Bahan pembenah tanah ( soil conditioner Bangunan terjunan: Bedengan: Berat isi tanah: Budidaya lorong ( alley cropping

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi Air Rorak. Pengambilan data curah hujan harian dengan menggunakan penakar hujan di tiaptiap blok dan data tinggi air rorak diukur bersamaan dengan pengukuran kadar air tanah setiap pengukuran (Lampiran 6). 3.3.6 Perhitungan Evapotranspirasi Perhitungan evapotranspirasi didapatkan dengan pendekatan neraca air yang didasarkan pada masukan (input) dan keluaran (output) air pada lahan tanaman kelapa sawit untuk masing-masing perlakuan (persamaan 6). sampai Desember kebutuhan air tanaman sawit pada lokasi penelitian sudah tercukupi (Lampiran 7). Wilayah penelitian merupakan daerah yang memiliki topografi yang miring dengan kemiringan yang beragam (Lampiran 8), sehingga air yang jatuh ke permukaan sebagian akan terlimpaskan. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah air yang diperlukan tanaman. Untuk mengurangi air hujan yang menjadi limpasan maka perlu dilakukan teknik konservasi air berupa pembuatan rorak agar air yang jatuh tidak langsung menjadi limpasan akan tetapi dapat tertampung pada rorak dan dapat menjadi cadangan air permukaan yang dapat memenuhi kebutuhan air apabila tidak mengalami hujan. θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) Eta t : evapotranspirasi aktual hari ke-t (mm) Ro t : limpasan permukaan hari ke-t (mm) θ t : kadar air tanah hari ke-t (mm) θ t -1 : kadar air tanah hari ke-(t-1) (mm) IV. P t : curah hujan efektif setelah dikurangi intersepsi tajuk HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian Berdasarkan data curah hujan dari stasiun cuaca kebun, curah hujan rata-rata selama lima tahun terakhir sebesar 3.042 mm/tahun dengan tipe sebaran hujan pada daerah tersebut merupakan tipe equatorial yang memiliki dua puncak hujan. Curah hujan yang terukur selama penelitian menunjukkan hujan bulanan lebih dari 200 mm (Gambar 5). Berdasarkan hal ini, pada bulan Oktober Gambar 5 Curah hujan bulanan pada lokasi penelitian. Hasil analisa sifat fisika tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Pada kedalaman 0-30 cm tanah didominasi oleh tekstur lempung berpasir, sedangkan untuk kedalaman 30-60 cm tanah didominasi oleh tekstur pasir berlempung. Pada Blok 6 dan Blok 16 pada kedalaman 0-30 cm, tekstur tanah didominasi pasir berlempung, dan kedalaman 30-60 cm didominasi oleh tekstur lempung liat berpasir. Dari ketiga jenis tanah pada masing-masing blok, jenis tekstur pasir berlempung termasuk ke dalam kelas tekstur kasar, sehingga air dalam rorak mudah meresap kedalam tanah.

8 Tabel 1 Analisis tekstur tanah Batas Horison Tekstur Tanah (%) Batas Horison Tekstur Tanah (%) Blok Blok Atas - bawah Atas - bawah perlakuan Pasir Debu Liat kontrol Pasir Debu Liat (cm) (cm) 18 0-30 65 26 9 17 0-30 65 26 9 18 30-60 71 25 4 17 30-60 71 25 4 8 0-30 65 26 9 6 0-30 71 12 17 8 30-60 71 25 4 6 30-60 68 11 21 7 0-30 65 26 9 16 0-30 71 12 17 7 30-60 71 25 4 16 30-60 68 11 21 19 0-30 16 30 54 9 0-30 5 29 66 19 30-60 13 28 59 9 30-60 5 25 70 (Sumber : P.T Sawit Asahan Indah 2008) 4.2 Hubungan Curah Hujan dengan Ketersediaan Air pada Rorak Curah hujan merupakan sumber air yang memasok air ke dalam tanah. Hubungan antara curah hujan dan volume air pada lokasi perlakuan menunjukkan keterkaitan antara jumlah curah hujan yang masuk ke dalam rorak dan cadangan air ketika sedang tidak hujan (lampiran 9). Pada saat tidak hujan, rorak tidak langsung mengalami kekeringan, namun jumlah air berangsur-angsur menurun (Gambar 6). Pada ketiga blok yang digunakan perlakuan (Blok 7, 8 dan 18), rorak Blok 7 tidak terisi air. Hal tersebut dikarenakan kemiringan pada Blok 7 lebih curam dibandingkan dengan Blok 8 dan 18. Pada kondisi lereng yang curam seperti Blok 7, tanah akan tetap tererosi dan air hujan lebih banyak terlimpas karena tali air yang dibuat hilang akibat erosi tanah yang masuk ke dalam rorak melalui tali air. Menurut Hazriani (2004) topografi merupakan faktor lingkungan yang penting dalam menentukan efisiensi usaha perkebunan kelapa sawit. Gambar 6 Volume rorak terhadap pengaruh curah hujan blok 18 blok 8 [Catatan : untuk keterangan rorak atas dan rorak bawah lihat Gambar 3]

9 4.3 Perubahan Kadar Air Tanah Nilai kadar air tanah dua blok perlakuan (Blok 8 dan Blok 18) berfluktuatif akibat pengaruh ketersediaan air pada rorak serta penambahan dari hujan (Gambar 7). Pada Blok 7 kondisi rorak tidak terisi air dan perubahan kadar air tanah tidak fluktuatif. Hal tersebut terjadi karena kemiringan lahan pada Blok 7 cukup curam dibandingkan blok lain sehingga limpasan dan erosi tanah cukup besar. Akibatnya, kapasitas rorak semakin berkurang karena deposit tanah yang terbawa limpasan atau erosi. Ditambah dengan kondisi tekstur tanah pada lokasi tersebut berupa pasir. Hasil penelitian Baskoro et al. (2007) air tersedia pada tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik dan tekstur tanah, dimana makin tinggi bahan organik tanah, air tersedia makin tinggi dan makin kasar tekstur tanah, air tersedia makin rendah. Pada Blok 8 dan Blok 18 kondisi volume rorak atas dan bawah berbeda, pada Blok 18 rorak bawah terisi lebih banyak, sedangkan pada Blok 8 rorak atas terisi lebih banyak. Faktor yang menyebabkan pada Blok 8 rorak atas lebih banyak terisi air karena air sudah lebih dahulu ditampung dalam rorak atas (daerah tangkapan air rorak atas lebih luas), sehingga jumlah air yang masuk ke dalam rorak bawah menjadi lebih sedikit dibanding rorak atas. Secara umum kondisi yang berbeda terlihat pada nilai kadar air tanah pada Blok kontrol dengan Blok perlakuan di kedalaman 0-100 cm dan kedalaman 100-200 cm. Nilai kadar air tanah pada Blok perlakuan lebih besar dibandingkan Blok Kontrol (Lampiran 10). Pada lapisan 0-100 cm lebih besar kadar air tanahnya dibandingkan lapisan 100-200 cm sejak dilakukan pengukuran hingga akhir. Dari dua kedalaman 0-100 cm dan 100-200 cm terlihat jelas blok yang menggunakan rorak dan terisi air, kadar air tanahnya lebih besar dibandingkan dengan blok perlakuan dan Blok 7 yang roraknya tidak terisi air. Menurut Murtilaksono et al. (2009) teras gulud dan rorak efektif dalam menahan aliran permukaan (overland flow) dan memberikan kesempatan lebih banyak air hujan meresap ke dalam tanah sehingga tanah terhindar dari gerusan aliran permukaan yang pada gilirannya akan menekan erosi. Pada penelitian Noeralam et al. (2003) pemanenan air dengan teknik rorak dan mulsa vertikal meningkatkan curah hujan efektif 95-96% terhadap total hujan. Hal ini dapat terjadi karena air hujan yang jatuh di permukaan lahan tertampung oleh rorak, sehingga hanya sebagian kecil saja yang mengalir dan sampai ke outlet. Gambar 7 Perubahan kadar air tanah kedalaman 0-100 cm kedalaman 100-200cm. [Catatan: blok kontrol (6, 16, dan 17) blok perlakuan (7, 8, dan 18)]

10 Profil kadar air tanah (% volume) terhadap kedalaman, menunjukkan bahwa blok yang menggunakan rorak dan terisi air akan memiliki profil semakin kedalam maka kadar air tanah semakin meningkat, sedangkan pada blok tanpa rorak ataupun rorak yang tidak terisi air kadar air tanahnya fluktuatif (Gambar 8). Profil kadar air tanah dipengaruhi oleh fungsi rorak seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Secara keseluruhan blok yang menjadi kontrol maupun rorak yang tidak terisi air pada kedua kedalaman profil tanah rata-rata kadar air tanahnya menunjukkan nilai di bawah 20%. Menurut Islami dan Utomo (1995) tekstur tanah pada lokasi yang memiliki tekstur pasir memiliki kemampuan menahan air <40%, berbeda dengan tanah liat yang dapat menahan air 60 %. Menurut Enni et al. (2008) pola perubahan kadar air tiap kedalaman menurut waktu mengikuti pola curah hujan dan fluks aliran air. Apabila terjadi hujan maka kadar air tanah akan mengalami kenaikan pada hari berikutnya, peningkatan kadar air tanah lebih dulu terjadi pada lapisan atas diikuti oleh lapisan di bawahnya. Enni et al. (2008) juga menyatakan pada hari-hari tanpa hujan, aliran air terjadi sebaliknya yaitu dari bawah ke atas (fluks negatif) melalui pori-pori mikro secara tak jenuh akibat proses evapotranspirasi. (c) (d) (e) (f) Gambar 8 Profil rata-rata kadar air tanah setiap kedalaman selama pengukuran. (a,c,e) pengukuran minggu pertama (19-21 Oktober), (b,d,f) pengukuran minggu terakhir (9-15 Desember). [Catatan: blok perlakuan (7, 8, dan 18) blok kontrol (6, 16, dan 17)].

11 4.4 Pengaruh Curah Hujan terhadap Evapotranspirasi Evapotranspirasi dalam perhitungan neraca air merupakan selisih antara curah hujan yang jatuh dikurangi curah hujan yang diintersepsi tajuk tanaman, jumlah aliran permukaan dan kadar air yang tersimpan di dalam tanah Ketersediaan air untuk tanaman kelapa sawit sepanjang siklus hidupnya bersumber dari curah hujan yang diterima dan ketersediaan air dalam tanah. Ketersediaan air untuk tanaman terkait dengan pola sebaran curah hujan. Curah hujan yang tidak merata dengan kejadian bulan kering secara berturutturut dapat menyebabkan defisit air tanah (soil water deficit). Menurut Thoruan-Mathius et al. (2001) defisit air sebagai jumlah air yang hilang dari tanah pada zona perakaran aktif. Defisit air dihitung berdasarkan keseimbangan air tanah dan tanaman, yang dipengaruhi oleh ketersediaan air, curah hujan dan evapotranspirasi. Mathius et al. (2001) juga menyatakan Cekaman air (water stress) muncul sebagai akibat dari defisit air. Keterkaitan antara curah hujan total, curah hujan neto, evapotranspirasi dan limpasan permukaan (runoff) ditunjukkan pada Gambar 9. Curah hujan neto diperoleh dari pengurangan antara curah hujan dengan intersep pada tanaman kelapa sawit. Dari keseluruhan grafik curah hujan neto dan evapotranspirasi, secara umum nilai evapotranspirasi berada pada kondisi di bawah curah hujan neto, hal ini menunjukkan ketersediaan air pada tanaman sawit meskipun pada blok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Ada satu kondisi hujan neto di bawah evapotranspirasi yang ditunjukkan pada Gambar 9 (c). Hal ini diakibatkan Blok 8 di selang waktu pengukuran kondisinya tidak mengalami hujan, sehingga ketersediaan air pada blok ini tidak mencukupi ditambah faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi yaitu radiasi matahari. Pada kondisi tidak hujan radiasi surya lebih besar yang menyebabkan evapotranspirasi lebih tinggi dibandingkan dengan curah hujan neto. (c) (d) (e) (f) Keterangan gambar : Pg = curah hujan total (gross precipitation) Pn = curah hujan neto (net precipitation) Eta = evapotranspirasi aktual Eta+Ro = evapotranspirasi aktual + limpasan permukaan (runoff) Gambar 9 Evapotranspirasi Blok 18, Blok 17, (c) Blok 8, (d) Blok 6, (e) Blok 7 dan (f) Blok 16

12 4.5 Evapotranspirasi pada Tanaman Evapotranspirasi kumulatif pada masingmasing blok yang terdapat pada Gambar 10 menggambarkan perbandingkan dua blok perlakuan dan kontrol. Perbandingan blok disesuaikan dengan kondisi yang sama seperti kemiringan lereng dan umur sensor yang di tanam. Pada Gambar 10 sensor dipasang pada waktu yang sama dan lebih awal, sedangkan Gambar 10 untuk kondisi lereng yang sama dan tidak terjal, Gambar 10 (c) untuk kondisi lereng yang lebih terjal dibandingkan pada blok yang terdapat pada Gambar 10 dan. Kondisi perbandingan Blok 17 dan 18 menggambarkan evapotranspirasi pada Blok 17 lebih kecil dibandingkan dengan Blok 18 yang ditunjukkan pada Gambar 10. Hal ini disebabkan oleh kondisi dari tekstur tanah pada Blok 18 merupakan peralihan dari tekstur pasir ke tekstur liat, meskipun dalam data tekstur (Tabel 1) tanah Blok 18 didominan tekstur pasir. Blok yang berada tepat di sebelah Blok 18 yaitu Blok 19, kondisi tanahnya bertekstur liat. Menurut Islami dan Utomo (1995) tanah bertekstur liat memiliki kandungan liat lebih dari 35% akan tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil yang mengakibatkan daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar. Faktor karakteristik jenis tanah tersebut yang mengakibatkan evaporasi pada permukaan tanah menjadi lambat. Evapotranspirasi di Blok kontrol (Blok 16 dan 6) lebih kecil dibandingkan Blok perlakuan (Blok 7 dan 8). Hal ini dikarenakan evapotranspirasi pada blok kontrol hanya berasal dari curah hujan yang dapat terserap ke tanah. Pada blok perlakuan evapotranspirasi tinggi karena mendapat cadangan air melalui limpasan air yang tertampung pada rorak ditunjukkan pada Gambar 10 dan (c). Pada beberapa kondisi nilai evapotranspirasi blok kontrol lebih besar dibandingkan dengan blok perlakuan. Hal ini dikarenakan pada kondisi selang pengukuran tidak terjadi hujan, sehingga radiasi mempengaruhi peningkatan evapotranspirasi, kondisi tersebut ditunjukkan pada Gambar 10 dan (c). Pada Blok 8 dan 7 jenis tanah bertekstur pasir yang memiliki sifat mudah kehilangan air. Salah satu faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi evapotranspirasi yaitu radiasi matahari. Dari radiasi matahari yang diserap oleh daun, 1-5% digunakan untuk fotosintesis dan 75-85% digunakan untuk memanaskan daun dan untuk transpirasi Gardner et al. (1991). (c) Gambar 10 Evapotranspirasi kumulatif Blok17 dan 18 Blok 6 dan 8 (c) Blok 7 dan 16