Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Januari AKTUALISASI KONSEP PEMERATAAN PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko

dokumen-dokumen yang mirip
Surat Kabar Harian SUARA KARYA, terbit di Jakarta Edisi 3 Agustus KEGUNDAHAN MENUNGGU HASIL UMPTN Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian SUARA KARYA, terbit di Jakarta Edisi 17 Juli MISTERI RIBUAN KURSI KOSONG SMTP Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 20 Juli 1988

Surat Kabar Harian YOGYA POS, terbit di Yogyakarta Edisi 12 Oktober KEPENDUDUKAN DAN KEPENDIDIKAN ISLAM Oleh : Ki Supriyoko

Majalah Kampus Dua Bulanan UST PENDOPO, terbit di Yogyakarta. KOMPUTERISASI PERGURUAN TINGGI Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian SUARA KARYA, terbit di Jakarta Edisi 20 September YANG SALAH DALAM PENGAJARAN MATEMATIKA Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian SUARA KARYA, terbit di Jakarta, Edisi 30 Agustus MEMBANGUN POLITEKNIK DI INDONESIA BAGIAN TIMUR Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 9 Januari AKHIRNYA SIPENMARU HARUS TURUN TAHTA Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian SUARA KARYA, terbit di Jakarta, Edisi 5 Februari SMP "SEMI TERBUKA" SEBUAH ALTERNATIF Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 10 Juli 1989

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Tabloid Pelajar PELAJAR INDONESIA, terbit di Bandung, Edisi November 2002

Surat Kabar Harian SUARA MERDEKA, terbit di Semarang, Edisi 3 Agustus 1988

Dilema Antara Kualitas dan Biaya

Majalah PUSARA, Edisi Juli TAMANSISWA DI ERA DESENTRALISASI PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa agar yang bersangkutan memiliki kompetensi yang relevan dengan

Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 18 Mei 1983

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

KELUARGA BESAR MAHASISWA TEKNIK BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Jl. M T Haryono 167 Telp. (0341) Psw.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Bab ini memuat kesimpulan yang dirumuskan atas dasar deskripsi pembahasan hasil

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013

Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Maret 1999

Multy Policies Strategy Uuntuk Pemerataan Dan Peningkatan Kualitas Pendidikan

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 17 November TIGA ISU MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi April 2007

Aspek Internal Karyawan

I. PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani dan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh masyarakat, selain karena untuk kebutuhan mobilitas jarak dekat,

BAB 1. diri terhadap segala perubahan di berbagai bidang. Seperti halnya dalam bidang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. mempengaruhi variabel terikat yaitu tingkat kemiskinan.

PARADIGMA SALAH TENTANG PT-BHMN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 3 September 1985

FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI MAHASISWA AKUNTANSI DALAM PEMILIHAN KARIER SEBAGAI AKUNTAN PUBLIK DAN NON AKUNTAN PUBLIK

Majalah FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi III Juli 2006

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aset bangsa, karena pendidikan mencirikan pembangunan karakter bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

INDEPT, Vol. 1, No. 1, Februari 2011 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Wayu Hidayat. Faktor-faktor risiko,... FT UI., 2007.

MASALAH-MASALAH DASAR DALAM ORGANISASI EKONOMI BAB 3. 1 Chapter 3 Masalah Dasar Organisasi Ekonomi Navik Istikomah

Resensi Buku. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi. Mahasiswa S3 Manajemen Strategi di Universitas Indonesia.

CATATAN DISKUSI: STRATEGI PEMBIAYAAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMERINTAHAN SBY-KALLA* Oleh: Piter Abdullah**

BAB I PENDAHULUAN. Negara harus memperhatikan program pendidikan jika negara tidak

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA

Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian pemerintah menurut Siregar dalam buku yang berjudul Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Negara usia sekolah mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi harus

Demokratisasi Pembangunan Ekonomi Nasional dan daerah

PENGARUH PEMBERIAN KREDIT TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PEDAGANG KECIL PADA KOPERASI MELALUI PUK (PEREMPUAN USAHA KECIL) DI MASARAN SRAGEN

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 6 Juni "MENDOBRAK" PINTU DUNIA INDUSTRI Oleh : Ki Supriyoko

Akuntansi Sektor Publik

Surat Kabar Harian SUARA MERDEKA, terbit di Semarang, Edisi 4 Oktober 1986

Cara Membangun Daftar Nama Yang Akan Memasukkan Uang Terus Menerus Ke Rekening Bank Anda, Sekali Anda Tahu Bagaimana Caranya!

TREND DAN ESTIMASI ANGGARAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA BIDANG PENDIDIKAN DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

PIDATO REKTOR UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO WISUDA DIPLOMA, SARJANA DAN PASCASARJANA. KAMIS, 8 Februari 2018

I PENDAHULUAN. Pemimpin merupakan orang yang mempunyai kemampuan untuk. mempengaruhi sekelompok orang dalam usaha mencapai tujuan organisasi dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional, )

PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1 dirumuskan bahwa fakir miskin dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menjamin

2/9/2014. BIAYA PENDIDIKAN (Kajian Permasalahan & Solusi) PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN LOGO LOGO LOGO LOGO LOGO LOGO

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PENGUKUHAN PENGURUS LLI PROVINSI KALBAR PERIODE

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

melalui Tridharma, dan; 3) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan nilai Humaniora.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada mulanya rumah sakit di Indonesia banyak didirikan dengan tujuan sosial

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BIAYA PERNIKAHAN. Oleh: Ahmad Gozali

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan

SPEKULASI DAN PROFIT PADA SPECULATIVE BUILDER (DEVELOPER) DAN KONTRAKTOR. Ir. NURINAYAT VINKY RAHMAN MT.

Install 6 Mindset Bisnis ini, untuk Jadi Trader Sukses!

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Asean Economic Community (AEC) diberlakukan akhir 2015, Asean akan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan dalam mengembangkan sumberdaya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM TENTANG BERBISNIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk lebih memaksimalkan kinerjanya dalam berbagai hal terutama dalam hal

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LAPORA AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2014 (LAKIP)

Kisah Perjalanan Aneuk Nanggroe Membujuk Investor Membangun Ekonomi Aceh

SEKOLAH KEREN, SEKOLAH RAMAH ANAK

Nama kegiatan : Penawaran Patungan Usaha Sewa Ruko SPT Marakash Jangka waktu : 04 Oktober 2015 sampai dengan 31 Oktober 2015

Transkripsi:

Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Januari 1990 AKTUALISASI KONSEP PEMERATAAN PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko "Oleh karena pengajaran yang hanya terdapat pada sebagian kecil rakyat kita itu tidak berfaedah untuk bangsa, maka haruslah golongan rakyat yang besar memperoleh pengajaran secukupnya. Kekuatan bangsa dan negara itu merupakan jumlah kekuatan orang-orangnya. Karena itu lebih baik memajukan pengajaran bagi rakyat umum daripada mempertinggi pengajaran, kalau usaha mempertinggi itu akan mengurangi tersebarnya pengajaran". ( Ki Hadjar Dewantara ) Pada waktu-waktu yang tertentu sangat sering kita dihadapkan pada dua ekstremitas pendidikan yang sama pentingnya; yaitu antara meratakan pelayanan pendidikan kepada banyak orang yang kadang disertai konsekuensi logis berupa pengorbanan mutu, dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang kadang disertai konsekuensi logis berupa kurang meratanya pelayanan pendidikan. Ambil contoh: dapat saja kita membangun perguruan tinggi yang paling hebat di Asia dengan berbagai sarana dan fasilitasnya. Putra-putra bangsa secara selektif dapat memanfaatkannya; dan mereka akan mendapat kesempatan untuk menjadi orangorang pilih-an di Indonesia khususnya dan di Asia pada umumnya. Tentu saja itu semua sangat bagus; tetapi keadaan tersebut harus dibayar dengan pengorbanan putra-putra Indonesia yang lainnya. Banyak putra-putra bangsa yang "batal" menikmati pelayanan pendidikan dasar maupun menengah; hal ini disebabkan alokasi dananya sudah terhisap pada proyek perguruan tinggi yang serba hebat tersebut. Pada sisi yang lain dapat saja semua alokasi dana pembangunan pendidikan digunakan untuk membangun gedung SMTP sehingga semua anak usia sekolah dapat tertampung di dalamnya, dan wajib belajar SMTP berjalan dengan sukses. Tetapi hal inipun akan memerlukan pengorbanan yang tidak kecil; perkembangan pengetahuan dan teknologi bisa terhambat karena konsentrasi kita hanya difokuskan pada pembangunan gedung-gedung SMTP saja.

2 Pada posisi seperti tersebut di atas nampaknya memang serba sulit; alternatif mana yang harus dipilih memang memerlukan dasar pemikiran yang filosofis dan argumentatif. Dalam keadaan seperti tersebut di atas kita perlu membuka kembali pesan-pesan dalam karya yang ditulis oleh Ki Hadjar Dewantara. Di dalam salah satu bagian dari konsep pemerataan pendidikannya dengan tegas beliau berpesan: seharusnya pelayanan pendidikan bagi banyak orang harus senantiasa diutamakan. Dan pesan ini sangat penting dan sangat relevan dengan apa yang disepakati oleh bangsa Indonesia bahwa mendapatkan pelayanan pendidikan adalah hak setiap warga negara (Pasal 31 UUD 1945). Apakah itu berarti bahwa kita boleh saja mengorbankan mutu pendidikan asalkan kita dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada banyak orang? Asalkan konsep pemerataan pendidikan dapat diwujudkan maka masalah mutu adalah masalah yang kesekian? Tentu bukan seperti itu maksudnya! Yang benar jangan kita mengejar mutu semata-mata kalau hal itu harus dibayar mahal dengan pengorbanan pemerataan pendidikan bagi banyak orang. Yang menjadi tantangan kita saat ini adalah bagaimana dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada banyak orang sembari meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Inilah sebuah tantangan! Fenomena Elitisme Pembicaraan mengenai konsep pemerataan pendidikan akhir-akhir ini menjadi menarik karena munculnya semacam fenomena elitisme pendidikan pada jenjang tertentu; yang mana pelayanan pendidikan terasa lebih dinikmanti oleh kelompok masyarakat "elite" saja, dalam hal ini kelompok elite ekonomik. Fenomena tersebut lebih terasa lagi pada jenjang pendidikan tinggi sektor swasta, yaitu Perguruan Tinggi Swasta, PTS. Relatif tingginya beaya pendidikan pada PTS telah menimbulkan kecende-rungan bahwa pelayanan PTS lebih dinikmati oleh kelompok masya-rakat berduit saja; bukan kelompok masyarakat pada umumnya. Beaya pendidikan pada PTS, baik di dalam maupun di luar negeri, pada umumnya memang relatif cukup tinggi; tentu saja apabila dibandingkan dengan beaya pendidikan pada Perguruan Tinggi Negeri, PTN. Di Harvard (private) University misalnya, perguruan tinggi swasta (PTS) di Amerika Serikat yang sangat terkenal itu, pengeluaran seorang mahasiswa konon dapat mencapai US $ 15.000 untuk setiap tahunnya. Itu berarti, apabila seorang mahasiswa memerlukan waktu penyelesaian studi selama lima tahun maka dia harus mengeluarkan beaya pendidikan sebanyak US $ 75.000. Beaya pendidikan PTS di Jepang lebih "murah", sekitar US $ 3.500 untuk setiap mahasiswa per tahunnya. Jadi untuk lima tahun masa studi "hanya" memerlukan dana pendidikan sekitar US $ 17.500.

3 Berapakah beaya pendidikan pada PTS di Indonesia? Bila kita ambil angka ratarata setengah sampai dua juta rupiah pada setiap tahunnya, memang terhitung lebih murah dibanding dengan beaya pendidikan pada PTS di AS dan Jepang; namun hal itu tetap saja bernilai sangat aduhai bagi kondisi keuangan kebanyakan warga negara kita. Ilustrasi tersebut di atas menunjukkan relatif tingginya beaya pendidikan pada PTS; baik PTS di dalam maupun di luar negeri pada umumnya. Kalau kita membuat rentangan beaya pendidikan PTS di Indonesia antara 500 ribu sampai 2 juta rupiah untuk setiap tahunnya, dengan waktu penyelesaian studi sekitar 5 atau 6 tahun; maka seorang mahasiswa PTS harus bersiap diri dengan dana sebanyak 2,5 sampai 12 juta rupiah untuk dapat menyelesaikan studinya. Oh ya jangan lupa; uang tersebut tentu saja belum termasuk "extra-cost" seperti misalnya beaya pondokan, beaya transportasi, beaya rekreasi, dan sebagainya. Jadi kalau "extra-cost" ini ditotal ke dalam beaya pendidikan tentu jumlahnya akan lebih menggelembung lagi. Keadaan tersebut dapat membuat kita menjadi "pusing" manakala disodori pertanyaan tentang sejauh mana misi PTS untuk mencerdaskan kehidupan bangsa benar-benar dapat menjangkau masyarakat "grass root", yang notabene jauh dari uang yang "berlimpah". Dengan bahasa sederhana bagaimana mungkin masya-rakat kelas bawah yang mempunyai keterbatasan ekonomik ini sanggup memanfaatkan jasa PTS yang harus ditebusnya dengan mahal itu. Di sanalah konsep pemerataan pendidikan menjadi aktual untuk dibicarakan. Apabila PTS-PTS kita pada umumnya belum mampu menjangkau masyarakat kelas bawah dalam proporsi yang wajar maka hal itu berarti bahwa konsep pemerataan pendidikan masih melayang-layang di angkasa; belum terjun di bumi. Kalau sudah sampai pada fenomena tersebut nampaknya aktualisasi konsep pemerataan pendidikan menjadi teramat penting untuk didiskusikan; bagaimana caranya "membumikan" konsep pemerataan pendidikan pada tingkat perguruan tinggi tersebut dapat direalisasikan. Dua Alternatif Masalah pemerataan pendidikan sesungguhnya tidak hanya terjadi pada sektor PTS saja, akan tetapi di berbagai sektor tertentu juga ada, meski dengan kadar yang tidak sama. Namun kita perlu bersyukur bahwa pembangunan pendidikan yang digalakkan dalam beberapa tahun terakhir ini telah berhasil menekan "angka ketidakmerataan" tersebut seminimal mungkin. Permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana membuat sistem agar supaya "angka ketidakmerataan" tersebut, khususnya pada PTS, dapat lebih

4 ditekan lagi Dua alternatif utama untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah: pertama, menurunkan biaya pendidikan sehingga dapat dijangkau oleh banyak orang, serta kedua, menyokong rakyat yang tidak/belum dapat memanfaatkan pelayanan pendidikan karena adanya keterbatasan ekonomik pada mereka. Alternatif yang pertama dapat dicoba, akan tetapi ada konsekuensi yang harus dibayar mahal; yaitu menurunnya mutu pendidikan disebabkan adanya pengurangan sarana dan fasilitas belajar. Alternatif kedua nampaknya lebih "fisibel", meskipun bukan berarti tanpa risiko sama sekali. Risikonya adalah kita harus pandai-pandai menyisihkan "extramoney" untuk menyokong kelas bawah tersebut. Sebagai realisasi dari alternatif kedua tersebut maka harus dikembangkan sebuah sistem yang realistik dan kontinu untuk mensubsidi masyarakat kelas bawah di dalam upayanya untuk mendapatkan pelayanan pendidikan semaksimal mungkin. Operasionalisasi dari sistem ini antara lain adalah dengan jalan membentuk yayasanyayasan ataupun lembaga-lembaga sosial pendidikan yang memberi santunan secara terprogram kepada kelompok masyarakat bawah. Kita mengenal yayasan-yayasan atau lembaga-lembaga seperti itu yang ber"home-base" di luar negeri; misal Ford Foundation, Asia Foundation, Toyota Foundation, Rockeffeler Group, dan sebagainya. Sedangkan di Indonesia kita mengenal "Yayasan Super Semar" yang memberi bantuan serupa bagi masyarakat yang mengalami kekurangan dana pendidikan. Yayasan-yayasan pemberi dana pendidikan semacam "Super Semar" tersebut memang perlu dikembangkan di negara kita. Secara langsung yayasan tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh kelompok masyarakat yang perlu mendapat subsidi dana, sedangkan secara tidak langsung eksistensi dari yayasan-yayasan atau lembagalembaga semacam ini akan ikut memacu terealisasikannya konsep pemerataan pendidikan. Seharusnyalah birokrasi pemerintahan kita mulai memikirkan hal tersebut, sementara itu pihak swasta pun dapat memulainya terlebih dahulu kalau segala sesuatunya memungkinkan. Alangkah bahagianya kalau kita dapat menyisihkan sebagian rizeki kita untuk menyantuni anak-anak yang memerlukan subsidi bagi kelanjutan pendidikannya. Semoga menjadi bahan renungan!!!***** BIODATA SINGKAT; nama: DR.Drs. Ki Supriyoko, SDU, M.Pd. pek.: Ketua Litbang Pendidikan Majelis Luhur Tamansiswa dan Ketua Pusat Kerja Sama Ilmiah (PKSI) Kopertis Wilayah V Yogyakarta

prof: Pengamat dan peneliti masalah-masalah pendidikan 5