BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

dokumen-dokumen yang mirip
PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

BAB V PENUTUP. Tradisi penjualan anak adalah suatu tradisi masyarakat di pulau Timor dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

HIMNE GMIT : Yesus Kristus Tiang Induk Rumah Allah. Bagian I. Pendahuluan

KAJIAN SOSIO-TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PENJUALAN ANAK DI JEMAAT GEREJA MASEHI INJILI TIMOR KODYAKUPANG SKRIPSI. Diajukan Kepada Fakultas Teologi

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB IV TRADISI PENJUALAN ANAK DALAM PANDANGAN SOSIO-TEOLOGIS KRISTEN

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB I PENDAHULUAN. Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya manusia adalah makhluk berbudaya yang hidup dan berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN UKDW

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

DAFTAR PUSTAKA. Aryadharma, Ni Kadek Surpi. Membedah Kasus Konversi Agama di Bali. Surabaya: Paramita,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. sejarah umat manusia, agama dan kebudayaan memiliki peran sentral yang tak

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB III PULAU TIMOR DAN TRADISI PENJUALAN ANAK DI JEMAAT GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR (GMIT)

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Seperti yang telah dipaparkan dalam Bab I, maka dalam Bab IV ini akan dipaparkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

Bab I Pendahuluan. LASILING, pada tanggal 20 dan 21 September 2005.

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 1, mendapat pengaruh yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

BAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai

BAB I. berasal dari bahasa Yunani, yaitu ekklesia (ek= dari, dan kaleo=memanggil), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di Desa

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. diterapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang akan melakukan sesuatu hal, pasti orang tersebut memiliki hal-hal

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tata dan Pranata Greja Kristen Jawi Wetan dan Peraturan Majelis Agung Tentang Badan-badan Pembantu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya yang menghubungkan dan mengikat anggota masyarakat satu dengan yang lain. Tradisitradisi atau budaya tersebut tidak saja menunjukkan adanya relasi horizontal dengan sesama manusia, tetapi juga menunjukkan adanya hubungan atau keterikatan dengan penguasa tertinggi atau pribadi yang Ilahi yang disembah dalam kehidupan masyarakat. Salah satu tradisi atau budaya dimaksud adalah pemberian, pertukaran atau pembelian, yang seringkali tidak didasari oleh motif keuntungan secara ekonomi atau bisnis, tetapi lebih kepada kepentingan non materi, misalnya kehormatan, kesejahteraan dan keselamatan. Salah satu budaya pertukaran atau pembelian sebagaimana disebutkan di atas, dijumpai dalam adat istiadat masyarakat di Pulau Timor, tradisi pertukaran ini juga bukan berupa pertukaran atau pembelian benda atau barang-barang, tetapi berhubungan dengan manusia, dalam hal ini anak-anak. Tradisi ini dikenal dengan nama penjualan anak. Istilah penjualan anak yang dimaksud bukanlah untuk suatu kepentingan ekonomi melainkan istilah ini menunjuk pada sebuah ritual yang dipercaya bertujuan mencapai sesuatu yang hendak diinginkan. Tradisi penjualan anak ini telah ada sejak lama dan masih tetap dipelihara oleh masyarakat di pulau Timor hingga saat ini. Masyarakat masih sangat percaya dengan tradisi ini karena adanya kepercayaan bahwa dengan melakukan atau menjalankan tradisi tersebut maka apa yang sedang terjadi dalam kehidupan dapat hilang.

Kepercayaan masyarakat pulau Timor dalam tradisi ini adalah apabila sebuah keluarga memiliki seorang anak yang wajahnya mirip dengan salah satu orang tuanya maka anak akan sering mengalami sakit dan memiliki watak yang bertentangan dengan salah satu orang tuanya yang wajahnya mirip dengan anak itu. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut maka kepercayaan masyarakat adalah anak tersebut haruslah dijual. Dalam hal ini, apabila telah ada kesepakatan anak ini hendak dijual, maka jauh hari sebelum tradisi dijalankan, akan diadakan pembicaraan yang membahas siapa yang hendak membeli anak tersebut dan berapa harga atau nominal uang yang akan dipakai dalam pembelian tersebut. Dalam hal ini, pihak yang akan membeli anak tersebut biasanya hanya dari dalam anggota keluarga saja, baik dari keluarga ayah ataupun ibu, tidak ditentukan yang terpenting dalam hal ini adalah tradisi tersebut dapat dijalankan. Demikian juga mengenai nominal uang yang akan dipakai, jumlahnya tidak harus selalu besar, berapapun nominalnya bergantung dari hasil kesepakatan bersama. Dalam tradisi jual anak ini, masyarakat rela menempuh berbagai macam ritual demi mencapai apa yang diinginkan, dimana dalam tradisi ini ada beberapa hal yang harus dilakukan sebelum tradisi dijalankan. Dalam berlangsungnya tradisi, selalu diawali dengan doa, dilanjutkan pada tahap penjualan, dimana anak tersebut diletakkan diatas alat penampi beras (niru), kemudian diserahkan pada pembeli. Pembeli akan menerima sang anak dan juga memberikan uang sebagai simbol bahwa anak tersebut telah dibeli. Dalam hal ini, orang yang membeli anak tersebut dapat dikatakan sebagai orang tua angkat. Makna orang tua bukan hanya sekedar simbol seperti uang yang dipakai sebagai simbol anak tersebut telah dibeli, tetapi sebagai orang tua angkat yang juga memiliki tanggung jawab yang sama seperti orang tua kandung anak tersebut. Tidak menjadi sebuahtuntutan bahwa setelah penjualan, anak tersebut harus tinggal bersama orang tua angkatnya, melainkan bisa tinggal bersama orang tua kandungnya.

Marcel Mauss dalam bukunya mengatakan bahwa setiap pemberian adalah bagian dari sistem tukar menukar yang saling mengimbangi, dimana kehormatan si pemberi dan si penerima terlibat di dalamnya. 1. Oleh karena itu, dengan melakukan tradisi ini telah memberikan suatu kehormatan bagi si pembeli yakni sebagai orang tua angkat dan juga kehormatan sebagai si penjual.selain itu dalam tradisi ini, terdapat beberapa benda yang digunakan sebagai simbol atau penunjang berlangsungnya tradisi tersebut antara lain niru dan uang. Benda-benda tersebut tentunya memiliki arti atau makna tersendiri yang berkaitan erat dengan tradisi penjualan anak. Sebagaimana telah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya tentang simbol dari bendabenda tertentu, dalam tradisi penjualan anak, makna dari benda-benda tersebut dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai jalan keluar dari suatu masalah, dalam hal ini jalan keluar dari sakit yang dialami oleh seorang anak. Mircea Eliadedalam bukunya yang berjudul Beelden en Symbolen mengatakan bahwa simbol mengungkapkan aspek-aspek terdalam dari kenyataan yang tidak terjangkau oleh alat pengenalan lain. 2 Tradisi penjualan anak juga adalah sebuah mitos yang dipercayai oleh masyarakat dengan keyakinan bahwa ketika tradisi ini dilakukan maka anak akan terbebas dari sakit penyakit yang dialami. Mendukung hal ini, Van Peursen menyatakan bahwa mitos menyadarkan manusia akan adanya kekuatan-kekuatan ajaib. 3 Dalam tradisi jual anak terjadi sistem pertukaran dimana ketika anak tersebut diberikan pada orang tua angkat maka ada sejumlah uang yang diberikan kepada orang tua kandung anak tersebut. Meskipun nominal uang tidak sebanding dengan nilai sang anak namun pemberian uang disini bermakna kewajiban memberi dan menerima untuk mencapai suatu ikatan sosial. 4 Ikatan sosial dalam peristiwa penjualan anak di sini 1 Marcel Mauss, Pemberian : Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno, (Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1992), 1 2 Dr. Hans J. Daeng, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan ( Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2000), 82 3 Ibid, 81 4 Marcel Mauss, Pemberian: Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno (Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1992), 16

mengandung arti bahwa orang yang membeli anak secara tidak langsung telah menjadi bagian dari keluarga anak tersebut. Dalam tradisi penjualan anak di pulau Timor, tersirat adanya relasi dengan iman Kristen, karena nominal uang yang dipakai pada saat tradisi dilaksanakan dijadikan sebagai nazar. Hal ini dilakukan dengan harapan Tuhan ikut memberkati tradisi yang telah dijalankan sehingga apa yang diinginkan dapat tercapai. Oleh karena itu, dengan adanya unsur iman Kristen dalam tradisi ini nampaknya terdapat suatu kontradiksi, dimana masyarakat mempercayai adanya Tuhan namun di sisi lain masyarakat masih tetap percaya bahwa apa yang diinginkan dapat tercapai melalui ritual-ritual tertentu. Terlihat bahwa ada pencampuran tradisi yang dilatarbelakangi oleh kepercayaan nenek moyang dengan pemahaman iman Kristen. Tradisi ini masih dijumpai dalam kehidupan berjemaat di Timor, di kalangan jemaatjemaat Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Banyak di antara anggota jemaat GMIT tetap menjalankan tradisi penjualan anak karena masih memegang teguh adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Latar belakang pemikiran di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul : BUDAYA PENJUALAN ANAK DI PULAU TIMOR (KAJIAN SOSIO-TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PENJUALAN ANAK DI JEMAAT GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR (GMIT)

B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang di angkat adalah : 1. Bagaimana tradisi penjualan anak di Pulau Timor dilakukan? 2. Bagaimana pandangan iman Kristen mengenai tradisi penjualan anak di Pulau Timor? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah : 1. Mendeskripsikan makna tradisi penjualan anak di Timor 2. Mendeskripsikan pandangan Iman Kristen mengenai tradisi penjualan anak di Pulau Timor D. Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat yang dapat diperoleh dari peneliltian ini antara lain : 1. Secara teoritis maksud dari penulisan ini adalah untuk menyumbangkan teoriteori pengetahuan masyarakat tentang kebudayaan (tradisi) dan adat istiadat setempat sehingga kebudayaan yang membangun dapat terus terjaga dan dilestarikan dan kebudayaan yang tidak relevan dengan nilai-nilai kebenaran, dapat diperbarui. 2. Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, penelitian yang penulis angkat ini sangat berhubungan dengan mata kuliah Agama dan Kebudayaan. Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran bahwa tidak semua kebudayaan dapat dipertahankan dan dijalankan oleh suatu masyarakat. Karena kebudayaan atau tradisi memiliki suatu dampak yang positif dan negatif yang juga akan berdampak pada iman, jika tradisi dan kebudayaan tersebut diadopsi. 3. Secara praktis bagi keluarga-keluarga Kristen, dapat memberi pemahaman tentang budaya dan tradisi yang masih dipraktikkan dalam kehidupan berjemaat, dan bagi keluarga-keluarga yang telah melakukan tradisi yang tidak relevan dengan kebenaran iman Kristen, dapat mematahkan atau membaharui tradisi tersebut. E. Definisi Operasional 1. Pengertian Istilah Pertukaran Pertukaran dari kata dasar tukar artinya perbuatan bertukar atau mempertukarkan, pergantian, peralihan. Sedangkan bertukar artinya (1) beroleh sesuatu dengan memberikan sesuatu, bergantian memberi sesuatu diganti dengan sesuatu yang lain, seperti seorang memberikan sesuatu kepada seorang yang lain yang memberikan sesuatu sebagai gantinya, (2) berubah dari atau menjadi yang lain, (3) berpindah 5. Longman Dictionary mendefinisikan istilah pertukaran atau exchange sebagai memberi dan menerimasebagai imbalan(sesuatujenis yang sama ataunilai yang sama) memberi, atau to give and receive in return (something the same type or equal value). 6 5 Tim Redaksi Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 1495. 6 Longman Dictionary of English Language and Culture, (England : Pearson Education Limited, 2005), 437.

Soekanto mendefinisikan pertukaran atau exchange sebagai, memberikan sesuatu karena menerima sesuatu dari pihak lain (pertukaran) 7. 2. Pengertian Istilah Anak Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan anak sebagai keturunan, anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa 8. 3. Pengertian Istilah Penjualan Anak Dalam tulisan ini, istilah Penjualan Anak tidak mengandung arti jual-beli dalam istilah ekonomi untuk memperoleh keuntungan bisnis, atau tidak didasari oleh alasan dan tujuan memperdagangkan untuk memperoleh uang atau keuntungan materi. Penjualan anak dalam tulisan ini lebih dimaksudkan sebagai menyerahkan anak kepada pihak tertentu untuk tujuan kesejahteraan atau keselamatan sang anak. F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah metode yang diartikan sebagai usaha untuk mengungkapkan masalah atau keadaan dan memberikan gambaran secara subjek tentang keadaan yang sebenarnya dari obyek yang diteliti 9. 7 Prof.Dr.Soerjono Soekanto, SH.MA. Kamus Sosiologi, (Jakarta: CV Rajawali, 1983), 108. 8 Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (cet-2; Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 30-31. 9 H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1990), 131

2. Teknik Pengumpulan Data 2.1. Wawancara atau Interview Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan jalan komunikasi atau melalui percakapan dengan seseorang yang dianggap mengetahui banyak informasi yang diperlukan 10. Dalam melakukan penelitian ini, wawancara akan dilakukan dengan pendeta, majelis, tokoh adat dan juga tokoh jemaat selaku orang tua yang melakukan tradisi penjualan anak. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat memperoleh data secara langsung dari responden. 2.2. Studi Kepustakaan Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data atau bahan melalui studi kepustakaan dari berbagai buku atau dokumen lainnya. Selain itu, kepustakaan ini dapat bermanfaat pula untuk menyusun landasan teoritis yang akan menjadi tolak ukur dalam menganalisa data penelitian lapangan guna menjawab persoalan pada rumusan masalah penelitian. 2.3. Pengamatan Teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh langsung data mengenai proses tradisi penjualan anak. Dalam pengamatan, penulis secara aktif dan langsung terlibat dalam kegiatan proses penjualan anak yang dianggap perlu untuk diamati, agar perhatian penelitian disentralkan pada pokok permasalahan yang diangkat dan juga untuk mempertajam masalah yang akan diteliti. 3. Partisipan Partisipan yang dimaksud adalah orang yang diwawancarai untuk mendapatkan informasi tentang topik yang diteliti, antara laintokoh adat atau orang yang memahami adat-istiadat di pulau Timor, khususnya tradisi penjualan anak dan 10 Samuel Patty, Metodologi Penelitian Sosial (Salatiga: Fakultas Teologi-UKSW, 2000), 35.

orang tua atau keluarga yang telah menjalankan tradisi penjualan anak. Data partisipan akan dipaparkan lebih detail dalam Bab III. 4. Tehnik Analisa Data Dalam menganalisa hasil penelitian, penulis melakukan analisa secara induktif. Poerwandari berpendapat bahwa dikatakan induktif karena peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri 11. G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan D. Manfaat Penulisan E. Definisi Operasional F. Metodologi Penelitian G. Sistematika Penulisan BAB IIKERANGKA TEORITIS A. Teori Pertukaran B. Unsur Teologis dalam Budaya Pertukaran. C. PandanganTentang Makna Anak BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. DeskripsiTempat Penelitian 11 Kristi Poerwandari,Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.(jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia, 2009),45.

B. Hasil Penelitian Tradisi Penjualan Anak di Pulau Timor BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN Analisa dari Hasil Penelitian Tradisi Penjualan Anak di Pulau Timor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran