Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu.

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga bahan pokok (sembako). (Debby, 2008 : 3). tahun Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas

8.1. Keuangan Daerah APBD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Nuraeni Kusumawardani, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin

Kebijakan Proteksi Impor yang Salah Sasaran Luqmannul Hakim

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI NOPEMBER 2014 INFLASI 1,22 PERSEN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Bogor, April Penulis

PERMINTAAN SAYURAN SEGAR DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI SUPERMARKET ALPHA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi

Katalog BPS :

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan minyak tanah dalam kehidupannya sehari hari.

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA BABAKAN PARI

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN MARET 2012

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Lokasi relatif suatu tempat atau wilayah berkenaan dengan hubungan tempat

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif, Desa Tangkil Kulon merupakan salah satu desa di

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan. sumber daya manusia. Karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan semakin modernnya teknologi yang berkembang di sektor

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat. Desa Mirit Petikusan merupakan salah satu desa di Kecamatan Mirit

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah utama yang sedang dihadapi dan masih

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN. Kesimpulan penelitian Pemanfaatan Konsultasi Gizi Untuk Peningkatan

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

BADAN PUSAT STATISTIK

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

TINGKAT PEMAHAMAN SISWA TENTANG MAKANAN LAUK PAUK DAN SAYUR TRADISIONAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

2015 PENGUATAN MANAJEMEN WIRAUSAHA OLEH KADER PKK DALAM MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. menunjang dan mempengaruhi setiap individu di dalam masyarakat tersebut 1. Perubahan

Transkripsi:

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa Arief Budiman * PADA akhirnya, harga BBM dinaikkan juga pada tanggal 12 Januari 1984. banyak orang kemudian berkomentar, bahwa kenaikan ini sangat membebani orang miskin di lapisan terbawah. Ini memang sebuah kesimpulan yang nalar. Tapi barangkali sudah waktunya kita mengetahui secara lebih persis sampai berapa berat sebenarnya kenaikan harga BBM ini mebebani orang-orang kecil. Pada waktu kenaikan BBM tahun yang lalu (6 Januari 1983), Universitas Kristen Satya Wacana mencoba melakukan sebuah penelitian kecil di dua buah desa. (Penelitian ini dilakukan oleh Lembaga Penelitian Ilmu Sosial dan Fakultas Ekonomi Satya Wacana, dan keuangannya dibantu oleh Harian Kompas). Topik penelitian adalah dampak kenaikan BBM pada lapisan masyarakat di dua desa tersebut. Ada 176 keluarga yang didatangi untuk diwawancarai. Responden ini kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok sosial ekonomis, yakni: (i). Golongan I, golongan termiskin yang pengeluaran belanjanya tidak lebih dari Rp. 5000 per orang per bulan. (2). Golongan II, golongan menengah yang pengeluaran belanjanya terletak di antara Rp. 5.001 sampai Rp. 10.000 per orang per bulan. (3). Golongan III, golongan terkaya yang pengeluaran belanjanya lebih dari Rp. 10.000 per orang per bulan. * Arief Budiman, staf pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacan, Salatiga. Dimuat dalam Kompas, Jum at, 20 Januari 1984.

Kedua desa yang dipilih juga mempunyai ciri yang berlainan. Yang pertama merupakan desa kota, yakni desa yang berbatasan dengan sebuah kotamadya. Desa kedua adalah desa pedalaman, yang terletak kira-kira 20 km dari kotamadya ini. Desa kedua ini dihubungkan dengan sebuah jalan besar yang ada kendaraan umumnya, jadi tidak terpencil benar. Di kedua desa ini, mayoritas penduduknya bekerja di bidang pertanian, atau sebagai buruh tani, atau sebagai petani pemilik. Perbedaannya, di desa kota penduduk yang bekerja di bidang pertanian lebih sedikit (28,10%, di desa lainnya 52,47%), ada banyak pegawai negeri dan swasta (28%, di desa lainnya 9,40%) dan pedagang (24%, di desa lainnya 17,82%). Taraf pendidikan di desa kota juga lebih tinggi, dam orang-orang dari golongan kaya juga lebih banyak. Dari latar belakang yang serba singkat ini, marilah kita melihat dampak kenaikan harga BBM pada ketiga golongan tersebut di kedua desa ini. Sebelum kita mulai, perlu diperingatkan bahwa karena kecilnya responden yang diteliti, kesimpulan yang ditarik dari penelitian ini tentunya juga sangat terbatas daya jangkaunya. Golongan mana yang paling menderita? Dengan terjadinya kenaikan harga BBM sebesar 45,63% (rata-rata) pada tanggal 6 Januari 1983, maka penelitian yang dilakukan pada akhir Mei 1983 ini menunjukkan bahwa pengeluaran anggaran belanja keluarga rata-rata meningkat 15,09% dari anggaran sebelumnya. Tapi kalau kita perhatikan peningkatan pada tiap golongan, maka tampak bahwa peningkatan persentase anggaran paling tinggi terjadi pada golongan termiskin, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Persentase Kenaikan Anggaran sesudah Kenaikan Harga BBM Golongan Persentase Kenaikan: I 24,90 2

II 13,28 III 7,09 3 Dampak Kenaikan Harga BBM Dari tabel di atas, nampak persentase kenaikan anggaran terbesar dialami oleh golongan termiskin. Semakin kaya seseorang, semakin lunak dia menerima pukulan kenaikan harga BBM. Di sektor mana golongan termiskin ini paling terpukul? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita periksa Tabel 2. Tabel 2 Persentase Kenaikan Anggaran Pengeluaran menurut Sektor Sektor Gol. I Gol. II Gol. III Makanan/Minuman 19,97 9,41 4,18 Kesehatan/Kosmetika 10,20 5,75 16,93 Bahan Bakar 51,88 16,81 4,90 Transportasi 18,26 38,61 53,05 Kegiatan Sosial 16,58 15,45-5,55 Rata-rata 24,90 13,28 7,09 Pada golongan termiskin tampak kenaikan tertinggi terjadi pada pengeluaran untuk bahan bakar. Kenaikan ini terjadi secara menyolok (51,88%) dibandingkan kenaikan di sektor lain. Kenaikan pada bahan bakar cenderung menurun semakin tinggi golongannya. Ini menunjukkan bahwa pemakan bahan bakar sudah sangat minim pada golongan termiskin, sehingga sudah tidak dapat dikurangi lagi. Dari pengamatan di lapangan tampak bahwa untuk memasak pun mereka sudah tidak lagi memakai minyak tanah, tapi kayu bakar yang dicari di kebun. Minyak tanah hanya dipakai untuk penerangan malam, dan pemakaiannya pun sudah sangat diperhemat. Kenaikan yang tinggi di sektor ini menunjukkan penghematan sudah tidak mungkin lagi. Sehingga ketika harga melonjak, pengeluaran di sektor ini pun ikut melonjak. Pengeluaran tertinggi kedua bagi golongan miskin adalah di sekotr makanan/minuman (19,97%). Tapi persentase kenaikan di sini relatif kecil dibandingkan dengan kenaikan pada bahan bakar. Ini mungkin disebabkan pada permulaan bulan Januari 1983, harga beras mengalami penurunan karena keberhasilan panen. Tapi, sekali lagi tampak bahwa persentase kenaikan bagi golongan

miskin merupakan persentase tertinggi dibandingkan dengan kedua golongan di atasnya. Seperti halnya bahan bakar, semakin tinggi golongannya, semakin dapat mereka melakukan penghematan. Kesimpulan yang sama dapat ditarik, yakni bahwa bagi golongan termiskin, makanan sudah sangat minim, sehingga tidak dapat dikurangi lagi. Bagi golongan yang lebih kaya, makanan selalu dapat dikurangi, baik dalam jumlahnya maupun dalam kualitasnya. Bila tadinya ada kopi dan panganan di siang hari, kebiasaan ini dapat dihapuskan. Atau bila biasanya makan daging sapi, kini diganti dengan daging ayam. Tapi bagi golongan miskin, pengurangan jumlah mungkin berarti tigaperempat atau setengah lapar. Pengurangan kualitas pun sudah hampir tak mungkin. Apa yang dapat ditukar bila yang dimakan setiap hari adalah beras kualitas terendah campur jagung, dan tempe tahu atau sayur daun singkong? Menarik untuk diperhatikan bahwa bagi golongan menengah dan kaya, kenaikan persentase anggaran tertinggi terjadi di sektor transportasi. Tampaknya transportasi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kedua golongan ini. Mungkin ada hubungannya dengan mata pencaharian, misalnya untuk mengangkut hasil bumi ke kota, atau membawa barang dagangan ke desa. Karena itu anggaran di sektor ini tidak dapat dikurangi. Satu hal lagi yang benarik adalah pada anggaran sektor kegiatan sosial. Anggaran ini terutama digunakan untuk sumbangan pada pesta-pesta desa, sumbangan untuk kegiatan gotong royong desa, dan sebagainya. Di sektor ini, persentase anggarannya meningkat pada golongan I dan II, tetapi menurun pada golongan III. Pada golongan III, anggaran menurun baik di desa kota maupun di desa pedalaman. Tapi pada golongan I dan II, peningkatan secara lebih tinggi terjadi di desa pedalaman. Ini menunjukkan dua hal: (1) Bagi golongan kaya, sektor kegiatan sosial ini dapat diturunkan anggarannya, mungkin karena jumlah absolut yang dikeluarkan sebelumnya memang sudah tinggi, mungkin pula karena posisi sosial golongan ini sudah mapan, sehingga tidak usah dibeli lagi 4

5 Dampak Kenaikan Harga BBM dengan sumbangan-sumbangan sosial. (2) Bagi golongan-golongan di bawahnya, di desa kota tampaknya kurang ada kebutuhan untuk memperkuat ikatan kekeluargaan. Karena itu anggaran di sektor ini tidak naik terlalu banyak. (Bagi golongan I dan II di desa kota, kenaikan di sektor ini adalah 4,88% dan 14,73%, dibandingkan dengan di desa pedalaman dengan kenaikan 45,13% dan 19,95%). Semakin miskin, semakin tinggi persentase kenaikannya. Ikatan kekeluargaan di desa pedalaman ini penting, terutama bagi golongan termiskin, karena dalam keadaan kesulitan keuangan, maka mereka dapat mudah melakukan peminjaman uang. Bagaimana cara mengatasi kesulitan keuangan? Dengan kenaikan harga BBM yang diiringi kenaikan barang-barang kebutuhan sehari-hari, maka timbul pertanyaan bagaimana mereka mengatasi hal ini? Ternyata terdapat perbedaan cara mengatasi kesulitan antara desa kota dan desa pedalaman, seperti yang diperlihatkan oleh Tabel 3. Tabel 3 Persentase Usaha untuk mengatasi Kesulitan Keuangan Pencaharian Jam Pinjam Tenaga Lain-lain Kerja Kerja Desa Kota 18,67 10,67 32,00 16,00 33,33 Desa Pedalaman 21,78 10,89 73,27 10,89 15,84 Keterangan: 1. Pencaharian berarti menambah pendapatan dengan mencari mata pencaharian tambahan atau mengganti mata pencaharian dengan yang baru yang menghasilkan lebih banyak. 2. Jam Kerja berarti menambah pendapatan dengan menambah jam kerja. 3. Pinjam berarti menambah pendapatan dengan meminjam uang. 4. Tenaga Kerja berarti mempekerjakan anggota keluarga lain untuk menambah pendapatan rumah tangga.

5. Lain-lain artinya menambah pendapatan dengan usaha lain yang belum disebutkan, misalnya menaikkan harga barang bagi pedagang, menekan ongkos produksi dengan mengurangi kualitas barang yang dijual, dan sebagainya. Dari tabel di atas tampak di desa pedalaman, pola mengatasi kesulitan keuangan adalah dengan melakukan peminjaman uang. Usaha lain relatif sedikit dilakukan. Mungkin karena di desa pedalaman pekerjaan memang sukar diperoleh. Ikatan kekeluargaan yang terdapat di kalangan warga desa tampaknya mempermudah proses pinjam-meminjam ini. Hal ini memang sesuai dengan pengamatan di lapangan. Lain halnya di desa kota. Kesulitan diatasi dengan macam-macam cara, termasuk melakukan pinjaman. Misalnya dengan usaha meningkatkan keuntungan dalam perdagangan. Usaha mencari mata pencaharian baru, dan mempekerjakan anggota keluarga lain, juga dilakukan, meskipun tidak seintensif usaha meminjam dan usaha lain dalam perdagangan. Mungkin di desa kota, pekerjaan relatif lebih mudah daripada di desa pedalaman. Golongan pegawai paling dirugikan Suatu kenyataan menarik yang ditemui dalam penelitian ini ialah penurunan pengeluaran bagi golongan terkaya di desa kota. Bagi golongan ini, kenaikan hanya terjadi di sektor makanan/minuman (5,04%) dan kesehatan/kosmetika (16,95%). Penurunan terjadi di sektor bahan bakar (32,78%), transportasi (94,24%) dan kegiatan sosial (6,63%). Dengan demikian, pengeluaran bagi golongan terkaya di desa kota secara absolut mengalami penurunan Rp. 1,717,07 per orang per bulannya atau 10,88% dari pengeluaran sebelumnya. Apa sebabnya? Penelitian terhadap komposisi pekerjaan orang-orang di sektor ini menunjukkan bahwa mereka terdiri dari: Petani 8,69% Buruh Nontani 4,34% 6

7 Dampak Kenaikan Harga BBM Pedagang 26,08% Pegawai 56,52% Pengusaha 4,34% Jumlah 100,17% Penurunan pengeluaran pada golongan ini mungkin disebabkan terjadinya penurunan pendapatan sesuadah kenaikan BBM. Sebagaimana diketahui, pegawai yang mendapat gaji tetap, seringkali punya usaha tambahan di sektor informal. Dengan naiknya harga BBM, terjadi kelesuan usaha, seperti yang tampak pada pengamatan lapangan. Beberapa warung terpaksa memperpendek waktu bukanya karena kekurangan pembeli. Para pedagang juga mengalami kesulitan ini. Karena para pegawai dan pedagang merupakan mayoritas mata pencaharian bagi golongan ini (82,60%), maka penurunan pendapatan tampaknya dialami oleh orang-orang yang mempunyai pekerjaan ini. Yang dikorbankan terutama adalah sektor transportasi (penurunan drastis sampai mencapai 94,24%), di samping penghematan dilakukan dalam pemakaian bahan bakar untuk rumahtangga dan biaya kegiatan sosial. Kesimpulan Golongan termiskin di desa, baik desa kota maupun desa pedalaman (yang tidak terlalu terpencil) merupakan golongan yang paling terpukul dengan terjadinya kenaikan BBM. Kesimpulan ini bukanlah sesuatu yang tidak diperkirakan sebelumnya, karena itu sebenarnya penelitian kecil ini Cuma memperkuat anggapan yang sudah ada. Kalaupun ada hal-hal yang baru yang disumbangkan, hal itu adalah uraian yang lebih rinci tentang sektor anggaran mana yang paling terpukul dan bagaimana cara masing-masing golongan di kedua desa mengatasi masalahnya. Satu hal yang barangkali menarik untuk ditanyakan ialah sampai berapa jauh golongan miskin ini dapat menanggung pukulan-pukulan baru?prosentase kenaikan anggaran pengeluaran bagi golongan termiskin memang cukup tinggi, yakni 24,90%. Tapi kalau kita

lihat nilai absolutnya, maka kenaikan ini sama dengan 884,34 per orang per bulan (bagi golongan II: Rp. 1.027,74; golongan III: Rp. 1.093,56). Kalau kita perkirakan satu keluarga terdiri dari lima orang, maka tambahan absolut yang harus dicari keluarga miskin ini adalah Rp. 4.421,70 per bulannya atau 147,39 per harinya. Meskipun bagi ukuran keluarga miskin di desa jumlah ini cukup besar, tampaknya hal ini masih dapat diatasi. Maka yang terjadi adalah jumlah pinjaman makin tinggi di desa pedalaman, sementara usaha mencari pekerjaan baru makin meningkat di desa kota. Sektor informal semakin dikerumuni orang. Semua ini tentu saja ada batasnya. Sebaiknya pemerintah mengetahui dengan lebih rinci kesanggupan perekonomian desa untuk mengatasi dampak kenaikan harga BBM ini, sebelum kenaikan BBM yang baru (tahun depan?) dilakukan lagi. Kalau tida, barangkali ongkos yang harus dibayar akan jadi sangat tinggi. >>><<< * 8