BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Hal ini didukung oleh areal tanam di Indonesia yang masih tersedia, tenaga kerja dan tenaga ahli kakao yang juga memadai sehingga tidak berlebihan jika potensi ini masih dapat ditingkatkan. Disamping itu kakao juga sebagai penyedia devisa Negara terbesar setelah kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan wilayah serta pengembangan agroindustry. Luas areal dan produksi kako di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan kakao oleh konsumen. Sebagian besar areal tanaman kakao di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2006), pada tahun 2003 luas areal penanaman kakao telah mencapai 917 ribu hektar dan tersebar di seluruh provinsi, kecuali DKI Jakarta. Menurut Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian pada tahun 2010 sentra kakao Indonesia tersebar di Sulawesi (63,8%), Sumatera (16,3%), Jawa (5,3%), Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bali (4,0%), Kalimantan (3,6%), Maluku dan Papua (7,1%). Jenis kakao 1
2 yang banyak ditanam di Indonesia adalah jenis kakao mulia dan lindak. Persebaran tanaman kakao yang merata di seluruh Indonesia ini menyimpan potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya para petani kakao jika industry pengolahan kakao di Indonesia dikembangkan lebih baik lagi. Meskipun memiliki prospek pasar yang cerah, komoditi kakao Indonesia masih menghadapi kendala menyangkut citra buruk mutu kakao Indonesia yang dapat mempengaruhi daya saing produk di pasar Internasional. Hal ini dikarenakan kakao yang diproduksi oleh Indonesia masih didominasi oleh biji kakao yang tidak difermentasi, terdapat banyak kotoran, serta terdapat kontaminasi serangga maupun jamur. Selain itu masih rendahnya daya serap serta kapasitas industry kakao olahan di dalam negeri juga mengakibatkan over supply, sehingga kelebihan produk harus diekspor, meskipun dengan harga yang relative murah. Padahal, di sisi lain kebutuhan kakao nasional masih belum tercukupi dan menyebabkan Indonesia harus mengimpor untuk kebutuhan industry. Pengusahaan kakao di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh perkebunan rakyat. Sekitar 965 ribu keluarga tani terlibat langsung dalam usaha tani kakao. Pada tahun 2005, tercatat seluas 887.735 ha (89,45%) perkebunan kakao di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Sementara perkebunan besar swasta seluas 54.737 ha (5,51%) dan perkebunan besar Negara hanya seluas 49.976 ha (5,04%). Oleh karena itu kakao rakyat menyumbang sekitar 90% dari produksi nasional. Namun, dari perkebunan
3 kakao yang ada di Indonesia, nilai produktivitas nasionalnya masih rendah, yaitu rata-rata 897 kg/ha/tahun, padahal potensi produktivitas tanamannya bisa mencapai lebih dari 2.000 kg/ha/tahun (Wahyudi, 2009). Untuk menanggulangi hal tersebut diperlukan perhatian pemerintah pada industry pengolahan kakao menjadi produk agar biji kakao yang diproduksi oleh petani kakao dapat diserap dan dijual dengan harga yang lebih baik. Penduduk dunia saat ini sudah hampir mencapai 7 milyar jiwa, jumlah yang tergolong besar diabanding beberapa tahun silam. Kondisi ini, selain menjadi ancaman dalam penyediaan bahan pangan dunia, juga menjadi potensi pasar yang sangat prospek, termasuk permintaan biji kakao dan olahannya. Selain itu, dengan adanya perbaikan tingkat pendapatan dan perubahan selera konsumen, juga akan menstimulasi meningkatnya permintaan. Menurut data International Cocoa Organizaton pada tahun 2009 konsumsi kakao per kapita pada Negara-negara maju semakin meningkat. Kondisi ini menuntut produsen kakao untuk meningkatkan mutu biji kakaonya dan mulai mengalihkan perhatiannya untuk tidak hanya menjual kakao dalam bentuk biji, namun juga dalam bentuk olahan jadi maupun setengah jadi. Untuk itulah diperlukan adanya perhatian lebih pada peranan teknologi pengolahan dan industry hilir yang saat ini masih sangat minim di Indonesia. Proses pengolahan lebih lanjut atau hingga tahapan hilir produk akan sangat membantu perkembangan industry di Indonesia. Hal ini disebabkan produk hilir atau olahan akan memiliki nilai jual yang lebih
4 tinggi daripada produk mentah, dalam hal ini adalah masih berupa biji kakao. Selama ini, olahan biji kakao masih berfokus pada pembuatan coklat batang atau coklat bubuk. Untuk itulah diperlukan adanya variasi olahan produk dengan bahan baku dari biji kakao. Salah satu produk olahan yang dapat dibuat dari biji kakao adalah permen. Berdasarkan teksturnya erdapat 3 jenis permen, yakni hard candy, soft candy, dan chewy candy (permen chewy) Permen chewy merupakan salah satu makanan ringan yang cukup disukai oleh konsumen dari berbagai kalangan. Permen chewy ini cukup digemari oleh konsumen dikarenakan rasanya yang enak dengan tekstur yang khas karena memiliki tingkat kekenyalan tertentu. Selama ini sudah ada begitu banyak jenis permen chewy yang telah diciptakan oleh para produsen permen di dunia. Menurut Traxler (1993) resep pembuatan permen chewy kebanyakan dikembangkan oleh teknolog pangan dan ahli kimia yang sudah berpengalaman. Dengan mencampur beberapa bahan yang digunakan, mereka dapat mengontrol beberapa karakter dari permen chewy seperti tekstur, rasa, maupun tampilannya. Bahan-bahan utamanya adalah air, gelatin, pemanis, pemberi aroma, dan pewarna. Dalam proses pembuatannya, kebanyakan produsen permen menggunakan essence untuk memberikan aroma / flavor pada permen chewy. Hal ini dikarenakan akan dihasilkan aroma yang cukup kuat dan stabil selama proses pengolahan serta membutuhkan biaya yang lebih murah. Namun, hal ini tentunya menyebabkan permen chewy yang
5 dihasilkan tidak memiliki nilai tambah sebagai produk yang memiliki kegunaan bagi tubuh selain memberikan rasa manis. Untuk itulah, dilakukan penelitian pembuatan permen cokelat kunyah menggunakan bubuk kakao asli. Dengan menggunakan bubuk kakao sebgai salah satu bahan bakunya diharapkan dapat dibuat permen chewy yang memiliki nilai tambah karena mengandung polifenol yang dapat berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Dalam penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi bubuk kakao dan gelatin. Kedua bahan ini dipilih sebagai variasi dikarenakan keduanya memiliki peranan penting dalam pembuatan permen cokelat kunyah. Konsentrasi bubuk kakao perlu divariasikan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen karena ini merupakan produk baru di pasaran. Selain itu bubuk kakao ini juga berhubungan dengan jumlah polifenol yang terdapat pada permen. Sedangkan gelatin merupakan bahan yang mempengaruhi tekstur permen sehingga perlu divariasikan untuk mengetahui tekstur permen yang paling disukai oleh konsumen. Kombinasi variasi dari bubuk kakao dan gelatin ini diharapkan akan menghasilkan permen cokelat kunyah yang disukai oleh konsumen dari segi rasa, tekstur, dan aroma serta memiliki kandungan polifenol yang cukup tinggi. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : Tujuan Umum : a. Melakukan diversifikasi olahan produk kakao berupa permen kunyah Tujuan khusus :
6 a. Menentukan Sifat Fisik dari permen cokelat kunyah b. Menentukan Sifat Sensoris dari permen cokelat kunyah c. Menentukan formulasi permen cokelat yang paling disukai konsumen d. Menentukan kandungan polifenol pada permen cokelat kunyah sebagai keunggulan produk 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai presentase penambahan bubuk kakao dan gelatin dalam pembuatan permen chewy serta kandungan polifenol dalam permen sehingga produk dapat diterima oleh masyarakat dan dapat dikembangkan dalam skala industry.